Ayat
Terjemahan Per Kata
تَبَٰرَكَ
Maha Suci
ٱلَّذِي
yang
بِيَدِهِ
di tangan-Nya
ٱلۡمُلۡكُ
kerajaan
وَهُوَ
dan Dia
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٌ
Maha Kuasa
تَبَٰرَكَ
Maha Suci
ٱلَّذِي
yang
بِيَدِهِ
di tangan-Nya
ٱلۡمُلۡكُ
kerajaan
وَهُوَ
dan Dia
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٌ
Maha Kuasa
Terjemahan
Mahaberkah Zat yang menguasai (segala) kerajaan dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu,
Tafsir
Al-Mulk (Kerajaan)
(Maha Suci Allah) Maha Suci dari sifat-sifat semua makhluk (Yang di tangan kekuasaan-Nyalah) yang berada dalam pengaturan-Nyalah (segala kerajaan) segala kekuasaan dan pengaruh (dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).
Tafsir Surat Al-Mulk: 1-5
Mahasuci Allah Yang menguasai segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. Allah subhanahu wa ta’ala mengagungkan diri-Nya Yang Mahamulia dan memberitahukan bahwa di tangan kekuasaan-Nyalah semua kerajaan. Yakni Dialah Yang Mengatur semua makhluk menurut apa yang dikehendaki-Nya, tiada akibat bagi apa yang telah diputuskan-Nya, dan tiada yang menanya tentang apa yang diperbuat-Nya karena keperkasaan-Nya, kebijaksanaan-Nya, dan keadilan-Nya.
Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Mulk: 1) Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat berikutnya: Yang menjadikan mati dan hidup. (Al-Mulk: 2) Sebagian ulama menyimpulkan dari makna ayat ini bahwa maut itu adalah hal yang konkret, karena ia adalah makhluk (yang diciptakan). Makna ayat ialah bahwa Allah-lah yang menciptakan makhluk dari tiada menjadi ada untuk menguji mereka, siapakah di antara mereka yang paling baik amal perbuatannya, seperti apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu. (Al-Baqarah: 28) Keadaan yang pertama dinamakan mati, yaitu al-'adam (ketiadaan), dan pertumbuhan ini dinamakan hidup.
Karena itulah dalam firman berikutnya di sebutkan: kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali. (Al-Baqarah: 28) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Khulaid, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang menjadikan mati dan hidup. (Al-Mulk: 2) Bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menghinakan anak Adam dengan mati, dan menjadikan dunia negeri kehidupan, lalu negeri kematian. Dan Dia menjadikan akhirat sebagai negeri pembalasan, lalu negeri kekekalan.
Ma'mar telah meriwayatkan hadits ini dari Qatadah. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (Al-Mulk: 2) Yakni yang terbaik amalnya, seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ajlan, bahwa dalam hal ini Allah tidak mengungkapkannya dengan kalimat lebih banyak amalnya. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun. (Al-Mulk: 2) Yaitu Mahaperkasa lagi Mahabesar dan Mahakokoh Zat-Nya, selain itu Dia Maha Pengampun bagi orang yang bertobat dan kembali ke jalan-Nya sesudah berbuat durhaka terhadap-Nya dan menentang perintah-Nya.
Sekalipun Dia Mahaperkasa, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang, Maha Pemaaf, dan Maha Penyantun. Selanjutnya disebutkan: Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. (Al-Mulk: 3) Maksudnya, bertingkat-tingkat. Tetapi apakah satu sama lainnya berhubungan langsung, yakni satu sama lainnya berlapis-lapis, tanpa pemisah atau ada pemisah di antara masing-masing lapisnya? Ada dua pendapat mengenainya, yang paling shahih adalah pendapat yang kedua, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh hadits Isra dan hadits lainnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. (Al-Mulk: 3) Yakni bahkan rapi sempurna, tiada perbedaan, tiada kontradiksi, tiada kekurangan, tiada kelemahan, dan tiada cela. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Artinya, pandanglah langit dan lihatlah baik-baik, apakah engkau melihat padanya suatu cela atau kekurangan atau kelemahan atau keretakan? Ibnu Abbas, Mujahid, Adh-Dhahhak, Ats-Tsauri, dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Misalnya, retak-retak pada langit.
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Yakni lubang-lubang. Ibnu Abbas dalam suatu riwayat menyebutkan bahwa makna futur ialah celah-celah yang menganga. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Al-Mulk: 3) Wahai Bani Adam, apakah kamu melihat adanya cela? Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kemudian pandanglah sekali lagi. (Al-Mulk: 4) Menurut Qatadah, yang dimaksud dengan karratain ialah dua kali, yakni sekali lagi dengan baik-baik.
niscaya pengelihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat. (Al-Mulk: 4) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dalam keadaan terhina. Menurut Mujahid dan Qatadah, artinya dalam keadaan merasa kecil. dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. (Al-Mulk: 4) Ibnu Abbas mengatakan bahwa maknanya ialah kelelahan. Mujahid, Qatadah, dan As-Suddi mengatakan bahwa al-hasir artinya terputus karena kepayahan. Makna ayat ialah bahwa sekiranya engkau ulangi pandanganmu berapa kali pun banyaknya, niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dalam keadaan: payah. (Al-Mulk: 4) karena tidak menemukan suatu cela atau suatu cacat pun padanya.
dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. (Al-Mulk: 4) Yakni lemah dan terputus karena kelelahan, sebab terlalu banyak bolak-balik, tetapi tidak melihat adanya suatu kekurangan atau cela pun. Setelah menafikan kekurangan dalam penciptaan langit, lalu dijelaskan kesempurnaannya dan perhiasan yang menambah indahnya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang. (Al-Mulk: 5) Yaitu bintang-bintang yang menghiasi langit, baik yang beredar maupun yang tetap. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan. (Al-Mulk: 5) Damir yang terdapat di dalam lafal waja'alnaha kembali kepada jenis dari al-masabih, bukan kepada bentuknya.
Karena sesungguhnya bintang-bintang yang ada di langit tidaklah digunakan untuk melempari setan-setan, melainkan yang dipakai ialah nyala api yang lebih kecil daripada bintang-bintang itu sendiri, atau barangkali nyala api itu bersumber darinya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (Al-Mulk: 5) Artinya, Kami jadikan kehinaan itu untuk setan-setan di dunia, dan Kami sediakan bagi mereka azab neraka yang menyala-nyala di negeri akhirat.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap setan yang sangat durhaka, setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barang siapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan), maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (Ash-Shaffat: 6-10) Qatadah mengatakan bahwa sesungguhnya bintang-bintang ini diciptakan untuk tiga hal, yaitu Allah menciptakannya untuk perhiasan bagi langit, dan sebagai pelempar setan, serta sebagai tanda-tanda untuk dijadikan petunjuk arah.
Maka barang siapa yang mempunyai takwilan lain selain dari yang telah disebutkan, berarti dia mengemukakan pendapatnya sendiri, memasuki bagian yang bukan bagiannya, keliru dalam berpendapat, serta memaksakan dirinya terhadap apa yang tiada pengetahuan baginya tentang hal itu. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Surah sebelumnya yaitu at-Tahrim, diakhiri dengan uraian tentang kebinasaan yang menimpa siapa yang durhaka tanpa dapat ditolong oleh siapa pun, seperti halnya istri Nuh dan Lut. Dan kebahagiaan akan diraih bagi yang taat tanpa dapat diganggu oleh siapa pun, seperti halnya istri Fir'aun dan Maryam. Ini disebabkan yang mengatur itu semua adalah Allah Yang Mahakuasa, karena itu awal surah ini menguraikan kuasa Allah serta limpahan anugerah-Nya: Mahasuci Allah yang menguasai segala kerajaan, di langit dan di bumi, Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, tidak ada satu perkara pun yang melemahkan-Nya. 2. Salah satu bukti kekuasaan-Nya adalah Dia Yang menciptakan mati dan menentukan ajalnya, dan hidup dengan menentukan kadar-kadarnya, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya dengan seikhlas mungkin. Dan Dia Mahaperkasa tidak ada satu pun yang dapat mengalahkan-Nya, Maha Pengampun dengan menghapus dosa bagi orang-orang yang bertobat.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah Yang Mahasuci dan yang tidak terhingga rahmat-Nya, adalah penguasa semua kerajaan dunia yang fana ini dengan segala macam isinya, dan kerajaan akhirat yang terjadi setelah lenyapnya kerajaan dunia. Allah berfirman:
Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (al-Ma'idah/5: 17)
Firman Allah yang lain :
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Pemilik hari pembalasan. (al-Fatihah/1: 2-4)
Allah adalah penguasa kerajaan dunia. Hal ini berarti bahwa Dialah yang menciptakan seluruh alam ini beserta segala yang terdapat di dalamnya. Dia pulalah yang mengembangkan, menjaga kelangsungan wujudnya, mengatur, mengurus, menguasai, dan menentukan segala sesuatu yang ada di dalamnya, sesuai yang dikehendaki-Nya. Dalam mengatur, mengurus, mengembangkan, dan menjaga kelangsungan wujud alam ini, Allah menetapkan hukum-hukum dan peraturan-peraturan. Semua wajib tunduk dan mengikuti hukum-hukum dan peraturan yang dibuat-Nya itu tanpa ada pengecualian sedikit pun. Apa dan siapa saja yang tidak mau tunduk dan patuh, serta mengingkari hukum-hukum dan peraturan-peraturan itu pasti akan binasa atau sengsara.
Hukum dan peraturan Allah yang berlaku di alam ini ada dua; pertama, sunatullah yang merupakan hukum dan ketentuan Allah yang berlaku di alam semesta ini, baik bagi makhluk hidup maupun benda mati, baik bagi manusia maupun bagi hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda yang tidak bernyawa, baik bagi bumi dengan segala isinya maupun bagi seluruh planet-planet yang beredar di jagat raya yang tiada terbatas luasnya. Di antara hukum dan peraturan Allah itu ialah api membakar, air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, hukum Pascal, dan, hukum Archimedes. Manusia hidup memerlukan oksigen, makan dan minum, baik berupa makanan dan minuman jasmani maupun rohani. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Tiap-tiap planet, termasuk bumi, mempunyai daya tarik-menarik dan berjalan pada garis edarnya yang telah ditentukan; dan banyak lagi hukum-hukum dan peraturan-peraturan Allah, baik yang telah diketahui manusia maupun yang belum diketahuinya.
Pelanggaran terhadap hukum dan peraturan Allah berarti kesengsaraan dan kebinasaan bagi yang melanggarnya. Seperti memasukkan tangan ke dalam api berakibat terbakarnya tangan tersebut, dan merusak alam atau menebang hutan yang melampaui batas berakibat banjir dan kerugian bagi manusia. Bahkan bintang-bintang dan meteor yang menyalahi hukum Allah akan mengalami kehancuran.
Kedua, agama Allah, yang berisi petunjuk-petunjuk bagi manusia. Dengan mengikuti petunjuk-petunjuk itu, manusia akan hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Agama yang berisi petunjuk-petunjuk itu diturunkan Allah kepada para rasul yang telah diutus-Nya, sejak dari Nabi Adam sampai kepada Nabi Muhammad, sebagai nabi dan rasul Allah yang terakhir, penutup dari segala rasul dan nabi. Manusia yang hidup setelah diutusnya Nabi Muhammad, sampai akhir zaman, wajib mengikuti agama yang dibawanya jika mereka ingin hidup selamat, berbahagia di dunia dan di akhirat .
Demikianlah Allah yang menguasai, mengurus, mengatur, dan menjaga kelangsungan wujud alam ini, menetapkan undang-undang dan ketentuan-ketentuan, sehingga dengan demikian terlihat semuanya teratur rapi, indah, dan bermanfaat bagi manusia. Apabila seorang warga negara wajib tunduk dan patuh kepada semua hukum dan ketentuan yang berlaku di negaranya, tentu ia harus lebih wajib lagi tunduk dan patuh kepada hukum dan peraturan Allah yang menciptakan, memberi nikmat, dan menjaganya. Jika suatu negara menetapkan sanksi bagi setiap warga negara yang melanggar hukum dan peraturan yang telah ditetapkannya, maka Allah lebih menetapkan sanksi dan mengadili dengan seadil-adilnya setiap makhluk yang mengingkari hukum dan peraturan yang telah dibuat-Nya.
Di samping sebagai penguasa kerajaan dunia, Allah juga menguasai kerajaan akhirat, yang ada setelah kehancuran seluruh kerajaan dunia. Kerajaan akhirat merupakan kerajaan abadi; dimulai dari terjadinya hari Kiamat, hari kehancuran dunia dan pembangkitan manusia dari kubur. Kemudian mereka dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk diadili dan ditimbang amal dan perbuatannya. Dari pengadilan itu diputuskan; bagi yang iman dan amal salehnya lebih berat dibandingkan dengan kesalahan yang telah diperbuatnya, maka ia diberi balasan dengan surga, tempat yang penuh kenikmatan dan kebahagiaan. Sebaliknya jika perbuatan jahat yang telah dikerjakannya selama hidup di dunia lebih berat dari iman dan amal saleh yang telah dilakukannya, maka balasan yang mereka peroleh adalah neraka, tempat yang penuh kesengsaraan yang tiada tara. Kehidupan di akhirat, baik di surga maupun di neraka, adalah kehidupan yang kekal. Di surga Allah melimpahkan kenikmatan dan kebahagiaan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, sedangkan di neraka Allah menimpakan siksaan yang sangat berat kepada orang-orang kafir dan berbuat jahat.
Allah berfirman:
Bukan demikian! Barang siapa berbuat keburukan, dan dosanya telah menenggelamkannya, maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya, Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah/2: 81-82)
Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa Allah sebagai penguasa kerajaan dunia dan kerajaan akhirat, Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada suatu apa pun yang dapat menandingi kekuasaan-Nya dan tidak ada suatu apa pun yang dapat luput dari kekuasaan-Nya itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-MULK
(KERAJAAN)
SURAH KE-67
30 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
(AYAT 1-30)
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih.
SELURUH KERAJAAN ADA DALAM TANGAN-NYA
Ayat 1
“Mahasuci Dia yang di dalam tangan-Nya sekalian kerajaan."
Segala kerajaan dan kekuasaan yang ada di muka bumi ini, bagaimanapun manusia mengejarnya, atau bagaimanapun manusia mempertahankannya bila telah dapat, tidaklah dianya sebenar-benar kerajaan dan tidaklah dianya sebenar-benar kekuasaan. Bagaimanapun seorang raja (presiden) memerintah dengan segenap kekuatan, kegagahan dan kadang-kadang kesewenang-wenangan, namun kekuasaan yang seperti demikian hanyalah pinjaman belaka dari Allah dan tidak ada yang akan kekal dipegangnya terus.
Phanta Rei Semua berubah! Itulah peraturan yang berlaku dalam alam ini. Bila tiba waktunya, keadaan pun berkisar, yang di atas ke bawah, yang di bawah ke atas, yang telah tua gugur, yang muda datang menggantikan, buat kelak gugur pula. Tak ada yang tetap.
Naiknya seorang menjadi penguasa pun hanyalah karena adanya pengakuan! Setelah orang banyak mengakui, dengan angkatan tertentu, barulah dia berkuasa. Sedang Allah sebagai Mahakuasa dan Maha Menentukan, tidaklah Dia berkuasa karena diangkat. Meskipun misalnya berkumpul segala isi bumi untuk mendurhakai kekuasaan Allah, yang akan jatuh bukan Allah, melainkan yang memung-kiri kekuasaan Allah itu.
Itulah pula sebabnya maka mustahil Allah itu beranak. Sebab Allah itu hidup selama-lamanya dan Mahakuasa untuk selama-lamanya. Allah tidak memerlukan wakil atau calon pengganti-Nya jadi Tuhan yang akan naik takhta kalau Dia mati! Amat Suci Allah dari yang demikian. Maka pemeluk-pemeluk agama yang mengatakan bahwa Allah itu beranak, membuka pintu bagi kelemahan Allah sehingga dia perlu dibantu oleh anaknya, atau Allah merasa diri-Nya akan mati, sebab itu Dia mengangkat anak yang akan menggantikannya kelak, dan selama Allah itu masih Mahakuasa, si anak menganggur saja tidak ada yang akan dikerjakan.
“Dan Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan."
Oleh karena ketentuan Allah itu mengenai tiap-tiap sesuatu (kulli syai'in) dapatlah kita lihat itu pada teraturnya peredaran bumi di keliling matahari, yang pada pandangan sepintas lalu mataharilah yang mengelilingi bumi. Dapat dilihat pada pergantian musim, pergiliran letak bintang-bintang. Dapat kita lihat pada berbagai ragam buah-buahan dengan segala macam rasanya. Kadang-kadang kita merasakan perbedaan enak dan manis rasa mangga yang berbeda dengan manisnya rasa manggis, manisnya rasa rambutan yang berbeda dengan manisnya rasa buah apel, manisnya buah anggur yang berbeda dengan manisnya buah delima. Kadang perbedaan manis berbagai jenis mangga sesama mangga, atau pisang sesama pisang. Beribu tahun usia dunia tidaklah pernah berkacau atau bertukar ganti rasa masing-masingnya itu. Semuanya itu jelas menunjukkan bahwa masing-masingnya itu menuruti apa yang telah ditentukan oleh Allah.
Itulah makna dari sifat Allah yang disebut Qadir, yang biasa kadang-kadang diartikan Mahakuasa atau kita artikan yang menakdirkan segala sesuatu. Tetapi karena kurang kita renungkan, kerapkalilah kita salah memahamkan takdir, sehingga kadang-kadang kita lupa bahwa sifat Allah atau salah satu dari nama Allah yang disebut Qadir kita artikan saja bahwa Allah dapat berbuat sekehendaknya, dengan tidak mempunyai ketentuan, seakan-akan tidak mempunyai undang-undang yang disebut Sunnatullah. Padahal semuanya ada ketentuannya, yang satu bertali dan berhubungan dengan yang lain. Misalnya apabila air sungai mengalir dengan derasnya, itu adalah ketentuan adanya tekanan air (mineral). Lalu ada manusia menyeberang sungai itu; ketentuannya ialah bahwa dia pasti hanyut kalau tidak mempunyai persediaan kekuatan buat mengatasi derasnya aliran air itu, dan dia pasti sampai dengan selamat ke seberang asal dia tidak kehilangan akal, lalu diturutinya aliran air sambil melangkah atau berenang.
Ayat 2
“Dia yang menciptakan maut dan hayat."
Teranglah bahwa Allah-lah yang menciptakan mati dan hidup. Tetapi tentu timbullah pertanyaan. Mengapa di dalam ayat ini maut yang disebut terlebih dahulu, kemudian baru disebut hayat? Mengapa mati yang disebut terlebih dahulu, sesudah itu baru hidup? Padahal manusia hidup terlebih dahulu sebelum mati?
Kalau kita renungkan susunan ayat sejak dari ayat yang pertama terus kepada ayat kelima berturut-turut, nyatalah bahwa tujuannya ialah memberi peringatan kepada manusia bahwa hidup ini tidaklah berhenti sehingga di dunia ini saja. Ini adalah peringatan kepada manusia agar mereka insaf akan mati di samping dia terpesona oleh hidup. Banyak manusia yang lupa akan mati itu, bahkan takut menghadapi maut karena hatinya yang terikat kepada dunia.
Asal kita lahir ke dunia, sudahlah berarti bahwa kita telah pasti mati, sebab kita telah menempuh hidup, dan di antara waktu hidup dan mati itulah kita anak Adam menentukan nilai diri, sepanjang yang telah dijelaskan oleh lanjutan ayat “Karena Dia akan menguji kamu, manakah di antara kamu yang terlebih baik amalannya." Maka di antara hidup dan mati itulah kita mempertinggi mutu amalan diri, berbuat amalan yang terlebih baik atau yang bermutu. Tegasnya di sini dijelaskan bahwa yang dikehendaki Allah dari kita ialah ahsanu amalan, amalan yang terlebih baik, biarpun sedikit, bukan amalan yang banyak tetapi tidak bermutu. Maka janganlah beramal hanya karena mengharapkan banyak bilangan atau kuantitas, tetapi beramallah yang bermutu tinggi walaupun sedikit, atau berkualitas.
“Dan Dia adalah Mahaperkasa, lagi Maha Pengampun."
Dengan menonjolkan terlebih dahulu sifat Allah yang bernama al-‘Aziz. Yang Mahaperkasa dijelaskan bahwa Allah tidak boleh dipermain-mainkan. Di hadapan Allah tidak boleh beramal yang separuh hati, tidak boleh beramal yang ragu-ragu. Melainkan kerjakan dengan bersungguh-sungguh, hati-hati dan penuh disiplin. Karena kalau tidak demikian, Allah akan murka. Tetapi Allah pun mem-punyai sifat al-Ghafur, Maha Pengampun atas hamba-Nya yang tidak dengan sengaja hendak melanggar hukum Allah dan selalu berniat hendak berbuat amalan yang lebih baik, tetapi tidak mempunyai tenaga yang cukup buat mencapai yang lebih baik itu.
Ayat 3
“Dia yang telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat."
Banyaklah kita perdapat di dalam Al-Qur'an tentang langit yang tujuh tingkat atau tujuh lapis. Telah macam-macam pula tafsir yang dikemukakan orang. Ada yang mencoba menafsirkan dengan pengetahuan yang baru setengah berkembang. Ada yang menafsirkan bahwa langit yang tujuh lapis itu ialah bintang-bintang satelit matahari yang terkenal. Sejak dari bumi sendiri, Jupiter, Apollo, Neptunus, Mars, Mercury, dan Uranus. Tetapi itu hanya semata-mata tafsir, menurut dangkal atau dalamnya ilmu pengetahuan si penafsir tentang keadaan alam cakrawala. Dan ada juga yang memasukkan berbagai dongeng, sehingga dihiasilah tafsir Al-Qur'an dengan dongeng yang tidak berketentuan dari mana sumbernya. Semuanya itu belumlah tepat mengenai alamat yang dituju. Oleh sebab itu sesuailah kita dengan penjelasan yang diberikan oleh Sayyid Quthub di dalam Zhilal-nya bahwa “langit tujuh tingkat" itu jangan ditafsirkan dengan ilmu pengetahuan alam (science, sains) yang bisa berubah-ubah. Karena penyelidikan manusia tidaklah akan lengkap dalam menghadapi alam cakrawala yang begitu mahaluas. Cukupkan sajalah dengan iman terhadap artinya, “Langit adalah tujuh tingkat." Kita percayai itu dan bagaimana tujuh tingkatnya itu, Allah-lah Yang Lebih Mengetahui.
Sampainya manusia ke bulan dengan pesawat yang bernama Apollo, belumlah menjamin bahwa manusia sudah akan sanggup menguasai langit dan mengetahui seluruh rahasia langit. “Tidaklah akan kamu lihat pada penciptaan Yang Maha Pemurah itu sesuatu pun dari yang bertikaian," Artinya bahwa semuanya dijadikan dengan teratur, tersusun rapi.
“Maka ulanglah kembali penglihatan, adakah engkau lihat sesuatu yang janggal?"
Tidaklah ada yang janggal. Tidaklah ada yang ukurannya tidak kena. Bentuk timbunan tanah yang bertumpuk jadi gunung lama saja dengan bentuk munggu kecil yang di bawah gunung itu.
Ayat 4
“Kemudian itu ulanglah kembali penglihatan kedua kalinya."
Pangkal ayat ini menyuruh kita mengulangi penglihatan, memerhatikan sekali lagi, dua tiga kali lagi. Karena apabila ditambah mengulangi melihatnya akan terdapat lagi keajaiban yang baru dan “Niscaya akan kembalilah penglihatan dalam keadaan payah." Payah karena kagum dengan kebesaran Ilahi. Apabila dilihat keadaan alam yang sekeliling kita ini akan terdapatlah sifat-sifat Allah yang mulia terlukis dengan jelas padanya. Kesempurnaan (kamaal), keindahan (jamal) dan kemuliaan (jalaal). Di sana bertemu kasih, di sana bertemu sayang, di sana bertemu perlindungan, di sana bertemu peraturan dan ketentuan yang sangat membuat kita menjadi kagum. Maka berasa bahagialah diri karena diberi akal buat memikirkan semuanya itu, diberi perasaan halus buat merasakannya.
“Dan dia akan mengeluh."
Mengapa mengeluh? Mengeluh lantaran karena di waktu itu mendesaklah dari dalam jiwa kita sebagai manusia berbagai perasaan.
Ayat-ayat ini dapat mendorong kita buat mencintai seni, berperasaan halus. Boleh juga membawa kita ke dalam ilmu pengetahuan yang mendalam, boleh juga membawa ke dalam filsafat atau hikmah tertinggi. Tetapi hasil yang sejati ialah menumbuhkan keyakinan bahwa kita datang ke dalam alam ini bukanlah dengan tiba-tiba, dan bukan dengan kebetulan, dan bahwa alam ini sendiri pun mustahillah begini teratur, kalau tidak ada yang mengaturnya.