Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالَ
dan berkata
مُوسَىٰٓ
Musa
إِن
jika
تَكۡفُرُوٓاْ
kamu mengingkari
أَنتُمۡ
kamu
وَمَن
dan orang
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
جَمِيعٗا
semuanya
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَغَنِيٌّ
Maha Kaya
حَمِيدٌ
Maha Tetap
وَقَالَ
dan berkata
مُوسَىٰٓ
Musa
إِن
jika
تَكۡفُرُوٓاْ
kamu mengingkari
أَنتُمۡ
kamu
وَمَن
dan orang
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
جَمِيعٗا
semuanya
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَغَنِيٌّ
Maha Kaya
حَمِيدٌ
Maha Tetap
Terjemahan
Musa berkata, “Jika kamu dan siapa pun yang ada di bumi semuanya kufur (atas nikmat Allah), sesungguhnya Allah benar-benar Mahakaya lagi Maha Terpuji.
Tafsir
(Dan Musa berkata) kepada kaumnya ("Jika kalian dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari nikmat Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya) tidak membutuhkan makhluk-Nya (lagi Maha Terpuji.") Maha Terpuji di dalam tindakan-Nya terhadap mereka.
Tafsir Surat Ibrahim: 6-8
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika Dia menyelamatkan kalian dari (Fir'aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kalian dengan siksa yang pedih. Mereka menyembelih anak-anak laki-laki kalian, membiarkan hidup anak-anak perempuan kalian; dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhan kalian. Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, "Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. Dan Musa berkata, "Jika kalian dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.
Allah menceritakan tentang Musa ketika ia mengingatkan kaumnya kepada hari-hari Allah yang mereka alami dan nikmat-nikmat-Nya yang dilimpahkan kepada mereka. Yaitu ketika Allah menyelamatkan mereka dari cengkeraman Fir'aun dan para pengikutnya, serta dari siksaan dan penghinaan yang mereka alami. Fir'aun menyembelih anak laki-laki mereka yang dijumpainya, dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka, lalu Allah menyelamatkan mereka dari semuanya itu.
Hal tersebut merupakan nikmat yang paling besar. Disebutkan oleh firman-Nya: dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu. (Ibrahim: 6) Yakni nikmat yang besar dari-Nya kepada kalian dalam hal itu, kalian tidak mampu mensyukurinya. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud dari isim isyarah di sini ditujukan kepada apa yang dilakukan oleh kaum Fir'aun kepada mereka (Bani Israil) berupa berbagai macam siksaan dan penindasan, bahwa hal tersebut merupakan cobaan yang besar bagi mereka.
Dapat pula ditakwilkan bahwa ayat ini semakna dengan pengertian yang terdapat di dalam firman Allah ﷻ: Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik itu dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (Al-A'raf: 168) Adapun firman Allah ﷻ: Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan. (Ibrahim: 7) Yakni mempermaklumatkan dan memberitahukan kepada kalian akan janji-Nya kepada kalian. Dapat pula diartikan bahwa dan tatkala Tuhan kalian bersumpah dengan menyebut keagungan, kebesaran, dan kemuliaan nama-Nya'. Ayat tersebut sama maknanya dengan firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat. (Al-A'raf: 167) Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian. (Ibrahim: 7) Sesungguhnya jika kalian mensyukuri nikmat-Ku yang telah Kuberikan kepada kalian, pasti Aku akan menambahkannya bagi kalian.
dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku). (Ibrahim: 7) Maksudnya, jika kalian mengingkari nikmat-nikmat itu dan kalian menyembunyikannya serta tidak mensyukurinya. maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (Ibrahim: 7) Yaitu dengan mencabut nikmat-nikmat itu dari mereka, dan Allah menyiksa mereka karena mengingkarinya. Di dalam sebuah hadis disebutkan: Sesungguhnya seorang hamba benar-benar terhalang dari rezeki(nya) disebabkan dosa yang dikerjakannya. Di dalam kitab Musnad disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersua dengan seorang peminta-minta. Maka beliau memberinya sebiji buah kurma, tetapi si peminta-minta itu tidak mau menerimanya. Kemudian beliau bersua dengan pengemis lainnya, maka beliau memberikan sebiji kurma itu kepadanya, dan si pengemis itu mau menerimanya seraya berkata, "(Betapa berharganya) sebiji buah kurma dari Rasulullah ﷺ" Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan agar si pengemis itu diberi uang sebanyak empat puluh dirham.
-: -: ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad, telah menceritakan kepada kami Imarah As-Shaidalani, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa seorang pengemis datang meminta-minta kepada Nabi ﷺ Maka beliau memberinya sebiji buah kurma, tetapi si pengemis itu tidak mau menerimanya. Kemudian datanglah seorang pengemis lainnya, dan Nabi ﷺ memerintahkan agar pengemis itu diberi sebiji buah kurma pula. Maka pengemis itu berkata, "Mahasuci Allah, sebiji buah kurma dari Rasulullah." Maka Nabi ﷺ bersabda kepada pelayan perempuannya, "Pergilah kamu ke rumah Ummu Salamah dan berikanlah kepada pengemis ini empat puluh dirham yang ada padanya." Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Imarah ibnu Zadan (salah seorang perawinya) dinilai siqah oleh Ibnu Hibban, Ahmad, dan Ya'qub ibnu Sufyan. Ibnu Mu'in mengatakan bahwa dia adalah seorang saleh. Menurut Abu Zar'ah, dia terpakai hadisnya. Abu Hatim mengatakan bahwa hadisnya dapat ditulis, tetapi tidak dapat dijadikan sebagai pegangan karena predikatnya kurang kuat. Imam Bukhari mengatakan, barangkali Imarah ibnu Zadan ini orangnya mudtarib dalam hadisnya. Telah diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa Imarah meriwayatkan banyak hadis yang berpredikat munkar.
Abu Daud mengatakan bahwa dia tidak separah itu. Ia dinilai daif oleh Imam Daruqutni. Ibnu Addi mengatakan bahwa dia tidak mengapa dan termasuk orang (perawi) yang dapat ditulis hadisnya. Firman Allah ﷻ: Dan Musa berkata, "Jika kalian dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Ibrahim: 8) Allah Mahakaya (tidak memerlukan) ungkapan syukur hamba-hamba-Nya. Dan Dia Maha Terpuji, sekalipun Dia diingkari oleh orang-orang yang mengingkari-Nya.
Makna ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Jika kalian kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) kalian. (Az-Zumar: 7), hingga akhir ayat. lalu mereka ingkar dan berpaling, dan Allah tidak memerlukan (mereka). Dan Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (At-Taghabun: 6) Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan hadis melalui Abu Zar, dari Rasulullah ﷺ dalam salah satu hadis qudsinya, bahwa Allah ﷻ telah berfirman: ". Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang-orang yang pertama dari kalian dan yang terakhir dari kalangan umat manusia dan jin semuanya memiliki kalbu seperti kalbu seseorang di antara kalian yang paling bertakwa, tiadalah hal tersebut menambahkan sesuatu dalam kerajaan-Ku barang sedikit pun.
Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang-orang yang pertama dari kalian dan yang terakhir dari kalangan umat manusia dan jin semuanya memiliki kalbu seperti kalbu seseorang di antara kalian yang paling durhaka, hal tersebut tidaklah mengurangi sesuatu pun dalam kerajaan-Ku barang sedikit pun. Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang-orang pertama dari kalian dan yang terakhir dari kalangan umat manusia dan jin semuanya berdiri di suatu lapangan, kemudian mereka meminta kepada-Ku, lalu Aku memberi kepada setiap orang apa yang dimintanya, tiadalah hal itu mengurangi kerajaan-Ku barang sedikit pun, melainkan sebagaimana berkurangnya laut bila dimasukkan sebuah jarum ke dalamnya.
Mahasuci Allah dan Mahatinggi Tuhan Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji."
Dan Musa berkata untuk mengingatkan kaumnya bahwa mensyukuri
nikmat Allah bukanlah untuk kepentingan Allah, Jika kamu dan orang
yang ada di bumi ini semuanya mengingkari nikmat Allah, maka sesungguhnya Allah Mahakaya sehingga keingkaran mereka tidak akan sedikit pun
mengurangi kekayaan-Nya, Maha Terpuji atas segala hal yang terjadi di
alam semesta. Janganlah kalian, wahai Bani Israil dan umat Nabi Muhammad, mengingkari nikmat Allah. Apakah belum sampai kepadamu berita tentang
kebinasaan orang-orang sebelum kamu, yaitu kaum Nabi Nuh, kaum 'a'd,
kaum Šamud, dan orang-orang setelah mereka, seperti penduduk Madyan,
kaum Tubba', dan lain-lain. Tidak ada yang mengetahui secara detail
azab seperti apa yang mereka alami, selain Allah. Rasul-rasul telah datang
kepada mereka membawa bukti-bukti yang nyata tentang kerasulan para
utusan itu, berupa mukjizat dan penjelasan yang mudah dipahami oleh
umat masing-masing, namun mereka menutupkan tangannya ke mulutnya
dengan penuh kebencian dan penolakan, dan berkata, Sesungguhnya
kami tidak percaya sama sekali akan bukti bahwa kamu diutus kepada
kami, dan kami benar-benar berada dalam keraguan yang sangat mendalam
dan menggelisahkan hati kami terhadap apa yang kamu serukan kepada
kami, berupa ajakan beriman dan bertauhid kepada Allah.
Allah ﷻ menjelaskan dalam ayat ini ucapan Nabi Musa a.s. ketika ia mengatakan kepada kaumnya, bahwa seandainya mereka dan orang-orang yang ada di bumi ini semuanya kafir kepada Allah dan mengingkari nikmat dan rahmat-Nya, hal ini tidak akan mengurangi kebesaran dan keagungan-Nya. Sebab, Allah ﷻ Mahakaya, dan Terpuji, tidak memerlukan ucapan syukur mereka dan tidak membutuhkan amalan kebajikan mereka untuk kepentingan dirinya atau untuk menambah kebesaran dan kemuliaan-Nya. Kekafiran mereka itu akan merugikan diri sendiri, karena Allah tidak menambah nikmat dan rahmat kepada mereka. Firman Allah:
Barang siapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa berbuat jahat maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba (Nya). (Fushshilat/41: 46).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 6
“Dan (ingatlah) tatkala berkata Musa kepada kaumnya: Ingatlah olehmu akan nikmat Allah atas kamu, ketika dilepaskan-Nya kamu dan keluarga Fir'aun yang telah menyiksa kamu dengan seburuk-buruk adzab."
Di sini telah mulai dibayangkan betapa pahit penindasan yang mereka derita. Bukan saja Fir'aun sendiri yang menyiksa dan menganiaya mereka terutama lagi ialah keluarga Fir'aun, atau yang di zaman sekarang disebut orang Regime (rejim). Berlindung di bawah payung panji nama Fir'aun, maka segala kaki tangan, segala keluarga, segala pegawai, segala pembesar, yang tersebut kaum golongan Fir'aun, berleluasalah menindas mereka. Inilah salah satu sebab mengapa Musa sebelum menjadi rasul sampai membunuh orang, sebab tidak tega hatinya melihat kaumnya Bani Israil disiksa dan dihina demikian saja oleh seorang manusia biasa, yang tidak ada kelebihannya, hanyalah karena dia kaum Qibthi, artinya sekaum dengan Fir'aun. Empat ratus tahun, generasi demi generasi mereka menderita penindasan.
“Mereka sembelih anak-anak laki-laki kamu dan mereka hidupi perempuan-perempuan kamu. Sedang pada yang demikian itu adalah bencana dari Tuhan kamu, yang amat besar."
Tentu dapatlah dipikirkan betapa besarnya bencana itu. Kalau anak-anak laki-laki habis disembelih, dan perempuan-perempuan dibiarkan tinggal hidup, apa latar belakang dari kekejaman itu? Niscaya bertambah kurang atau kalau boleh habislah laki-laki Bani Israil. Niscaya perempuan-perempuan yang masih tinggal jatuh miskin, dan anak-anak perempuan tidak ada jodohnya lagi. Maka mudahlah bagi seluruh laki-laki Fir'aun, mengambili perempuan-perempuan itu menjadi budak dan gundik. Niscaya kalau mereka melahirkan anak lagi, anak itu bukan lagi Bani Israil, tetapi keturunan dari kaum Fir'aun.
Maka nikmat Allah atas Bani Israil, karena dengan bimbingan Nabi Musa dan Harun, dengan izin Allah, mereka telah dapat diselamatkan meninggalkan negeri Mesir itu, dan tenggelamlah Fir'aun dengan seluruh bala tentaranya di laut ketika mereka mengejar. Hal ini disuruh mereka ingati selalu.
Ayat 7
“Dan (ingatlah) tatkala telah memberi ingat Tuhan kamu: Sesungguhnya jikalau bersyukur kamu, akan ditambahilah untuk kamu. Dan jika kufur kamu, sesungguhnya adzab-Ku adalah sangat ngeri."
Inilah peringatan Allah kepada Bani Israil setelah mereka dibebaskan dari penindasan Fir'aun. Kebebasan itu sendiri adalah perkara besar yang wajib disyukuri. Dalam bersyukur hendaklah terus berusaha guna mengatasi kesulitan. Setelah bebas dari tindasan Fir'aun, mereka harus membangun. Jangan mengomel atas persediaan yang serba kurang, jangan mengeluh kalau belum tercapai apa yang dicita. Syukuri yang ada, maka pastilah akan ditambah Allah. Tetapi kalau hanya mengeluh, ini kurang, itu belum beres, yang itu lagi belum tercapai seakan-akan pertolongan Allah tidak juga segera datang, maka itu namanya kufur, artinya melupakan nikmat, tidak mengenal terima kasih. Orang yang demikian akan mendapat siksa yang pedih dan ngeri. Di antaranya ialah jiwanya yang merumuk karena ditimpa penyakit selalu merasa tidak puas.
Tersebut di dalam sebuah hadits,
“Sesungguhnya seorang hamba Allah akan dijauhkan Allah daripadanya rezeki karena dosa yang diperbuatnya."
Artinya, meskipun dia kelihatan kaya dengan harta yang tidak halal, namun jiwanya akan senantiasa merasa kosong, selalu merasa miskin dan kekurangan karena padanya tidak ada rasa terima kasih.
Dan tersebut pula di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad, dari Anas bin Malik, bahwa pernah datang kepada Nabi ﷺ seorang peminta-minta, lalu diberi oleh Nabi sebutir buah kurma. Rupanya pemberian itu tidak diterimanya dengan senang hati. Lalu datang pula seorang lagi, lalu diberi Nabi sebanyak itu pula. Maka diterimanyalah kurma pemberian itu walaupun hanya sebutir, seraya berkata, “Sebutir kurma dari Nabi saw, sendiri, Subhanallah!" (tanda syukur) Melihat demikian cara penerimaan orang itu, bersabdalah Rasulullah ﷺ kepada jariyah beliau, “Kau pergi kepada Ummi Salmah (istri Rasulullah ﷺ), supaya dia berikan kepada orang ini 40 dirham."
Nabi ﷺ mendidik umatnya berterima-kasih.
Ayat 8
“Dan telah berkata Musa: “Jika kamu kufur, kamu dan siapa-siapa yang ada di bumi ini semuanya pun, maka sesungguhnya Allah adalah (tetap) Maha Kaya, Maha Terpuji,"
Timbulnya kufur, yaitu rasa tidak puas, rasa tidak mengenal terima kasih, dan menghitung sesuatu dari segi kekurangannya saja, adalah siksa bagi jiwa sendiri. Orangnya akan memandang hidup ini dengan suram dan tidak akan ada yang dapat dikerjakannya. Maka jika kamu masih berperasaan demikian — demikian kata Musa kepada kaumnya — baik kamu ataupun manusia seisi dunia ini, maka sikap hidupnya yang serba tidak puas itu tidaklah akan mengurangi kebesaran dan kekayaan Allah. Allah akan tetap menjalankan rencana takdir-Nya menurut yang telah Dia tentukan. Dan Allah tetap terpuji, sebab bekas rahmat-Nya tetap melimpah juga, dan tetap dirasakan oleh orang yang bersyukur. Orang yang bersyukur itu merasakan nikmat jiwa menerima pemberian Allah; yang sedikit dipandang oleh orang yang kurang puas, dipandang banyak oleh orang yang bersyukur, dan mereka tidak berhenti berusaha.
Sebuah Hadits Qudsi yang dirawikan oleh Muslim dari Abu Dzar adalah penguat dari ayat ini,
“Wahai hamba-Ku! Jika kiranya kamu yang mula-mula dan kamu yang paling akhir, dan manusia kamu dan jin kamu, semuanya berhati takwa jadi satu, tidaklah, itu akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Hai hamba-Ku! Jika kamu yang mula-mula dan kamu yang paling akhir dan manusia kamu dan jin kamu semuanya bersatu hati mendurhaka, tidaklah itu akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit jua pun. Hai hamba-Ku! Jika sekiranya kamu yang mula-mula dan kamu yang paling akhir dan manusia kamu dan jin kamu semuanya sama berdiri di satu tempat ketinggian, lalu semuanya meminta kepada-Ku, lalu Aku beri masing-masing yang meminta itu, tidaklah itu akan mengurangi ke-kayaan-Ku sedikit pun, melainkan hanya laksana kurangnya sebuah jarum jika dimasukkan ke lautan." (HR Muslim)
Ayat 8 ini adalah landasan untuk menjadi perbandingan bagi kaum yang didatangi oleh Nabi Muhammad ﷺ maka janganlah umat Muhammad mengambil teladan buruk dari Bani Israil itu, yaitu tidak sabar atas cobaan dan tidak bersyukur atas nikmat. Setelah itu berfirman Allah,
Ayat 9
“Apakah tidak datang kepadamu berita tentang orang-orang yang sebelum kamu, kaum Nuh, kaum ‘Ad, kaum Tsamud dan orang-orang yang sesudah mereka, yang tidak mengetahui siapa-siapa mereka kecuali Allah".
Tandanya bahwa umat dan kaum yang binasa itu banyak, cuma tidak semua diceritakan dalam Al-Qur'an.
“Telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan keterangan-keterangan, maka mereka tutupkan tangan mereka kepada mulut mereka dan mereka katakan: “Sesungguhnya kami tidaklah percaya kepada apa yang telah diutus kamu untuknya, dan sesungguhnya kami benar-benar dalam syak dari hal apa yang kamu serukan kepada kami itu, lagi ragu~ragu."
Ini untuk meyakinkan bagi Nabi Muhammad ﷺ dan bagi umat yang setia mengikut jejak beliau, bahwasanya seruan tauhid itu di segala zaman telah ditentang. Tentangan yang sekarang ini hanya semata perulangan riwayat saja dari zaman-zaman yang lampau! Mereka menyatakan bahwa mereka syak, mereka ragu-ragu, mereka tidak yakin akan ajaran itu. Mereka tidak mau mengakui bahwa kekuasaan itu hanya pada Allah Yang Maha Esa dan Tunggal. Mereka tidak mau keyakinan atau pegangan mereka turun-temurun itu diusik-usik.
Mereka mengaku tidak percaya dan hati mereka ragu-ragu tentang Allah. Mereka tu-tupkan jari ke mulut, sebagai ibarat dari keengganan dan benci mereka akan seruan Rasul itu. Mereka memandang kedatangan rasul-rasul itu dengan jijik. Orang yang benci mendengar percakapan seseorang, ditutupnya mulutnya. Yang mereka jadikan dasar ialah bahwa mereka masih belum mendapat kepastian, mereka masih syak tentang Allah itu.
Tetapi rasul-rasul pun tidak pula mau mundur dari kewajiban yang mereka pikul.
Ayat 10
“Berkata Rasul-rasul mereka, “Apakah kepada Allah ada syak?"
Syak atau ragu-ragu, tidak ada keyakinan, tidak ada kepastian. Maka sekarang rasul-rasul menggerakkan hati mereka supaya berpikir dengan tenang: Apakah tentang Allah itu masih juga akan syak? Padahal dia adalah “Pencipta semua langit dan bumi." Ujung seruan Rasul ini, mengingatkan mereka tentang adanya Maha Pencipta. Melihat perjalanan isi langit dan bumi itu yang sangat teratur, baik perjalanan matahari dan bulan, ataupun pergantian musim dan bintang-bintang, tidaklah dapat diragukan lagi bahwasanya semua diatur oleh Maha Pencipta itu. Maka kalau ada orang yang menyatakan dirinya syak atau ragu tentang adanya Allah, tandanya jiwa muminya sudah dikotorinya sendiri. Padahal akal itulah yang menunjukkan tentang Kebenaran Allah Pencipta itu.
Yang kedua, mungkin timbul keraguan tentang Maha Kuasanya Allah Yang Maha Tunggal itu. Mungkin mereka ragu tentang mutlaknya kuasa-Nya sendiri, tidak bersekutu dan berserikat dengan yang lain. Lantaran keraguan itulah terjadi penyembahan kepada yang selain Allah, kepada Thaghut dan berhala. Maka banyaklah orang-orang musyrikin itu pada tahap yang pertama tidak mereka ragu. Kalau ditanyakan kepada mereka siapa yang menjadikan langit dan bumi, yang menciptakan matahari dan bulan, semuanya tetap menjawab bahwa pencipta semuanya itu hanya Allah jua. Tetapi karena keraguan hati melihat yang lain, lalu mereka sembahlah berhala. Kadang-kadang mereka katakan bahwa mereka menyembah berhala itu adalah buat menyampaikan permohonan mereka kepada Allah Yang Maha Esa itu juga. Sekarang diutuslah oleh Allah itu sendiri, Allah yang tidak diragui lagi tentang ada-Nya, dan tentang Esa-Nya, diutus-Nyalah nabi-nabi dan rasul-rasul memberi tuntunan bagaimana supaya mereka itu kembali berhubungan langsung dengan Allah Yang Pengasih lagi Penyayang itu. Tidaklah manusia dijadikan-Nya lalu dibiarkan-Nya saja. Malahan sesudah manusia dijadikan, diberi akal dan diberi pula pimpinan dan bimbingan supaya selamat dan langkahnya yang salah bisa di-perbaiki. Yang dilanjutkan oleh seruan Rasul itu, “Menyeru kamu agar Dia memberi ampun kepada kamu dari dosa-dosa kamu." Sebagaimana telah dinyatakan di awal surah, dan juga dalam maksud kedatangan Nabi Musa, yaitu mengeluarkan dari gelap gulita dosa, karena kami tidak mengerti mana jalan yang akan ditempuh. Ditunjukkan jalan yang benar supaya hidup jangan tersesal. Pintu taubat senantiasa terbuka, mana yang salah akan diberi ampun dan jalan selamat bahagia akan direntangkan di muka, terang benderang, nur Ilahi: “Dan dia undurkan kamu sampai kepada suatu masayang tertentu." Artinya, Dia berikan kesempatan yang luas buat memperbaiki langkah yang salah itu, kembali kepada langkah yang benar. Masuklah, sebelum pintu ditutup.
Itulah rayuan nabi-nabi dan rasul-rasul umumnya kepada seluruh umat yang mereka datangi. Rasul-rasul selain dari mengancam dengan siksaan, adalah pula membujuk menunjukkan jalan yang benar, supaya selamat di dunia dan di akhirat.
Tetapi seruan yang demikian tulusnya yang disampaikan oleh rasul-rasul Allah tidaklah langsung diterima dengan baik oleh kaum mereka masing-masing. Malahan mereka dengan kasar, “Mereka berkata, “Tidaklah ada kamu, hanyalah manusia seperti kami juga." Tidak ada ubahnya kamu dengan kami. Sebab itu maka seruan kamu itu tidak ada harganya bagi kami. Kami tahu maksud kamu hai orang-orang yang mendakwakan dirinya rasul-rasul dari Allah, yaitu
“Kamu ingin hendak menghambat-hambat kami dari apa yang disembah oleh nenek-moyang kami. Maka bawalah kepada kami satu keterangan yang nyata."
Sambutan yang demikian kasar telah meninggalkan kesan yang mendalam kepada kita betapa sulitnya mengeluarkan manusia yang telah biasa dalam gelap gulita kepada cahaya terang benderang. Mereka telah merasa senang hidup dalam kfegelapan, dan silaulah mata mereka kena cahaya matahari, sehingga rasul-rasul yang bermaksud baik untuk mereka, telah mereka pandang jahat. Mereka hanya bertahan bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu adalah pusaka nenek moyang yang wajib dipertahankan, sedang rasul-rasul itu menurut mereka adalah semata-mata hendak menghambat-hambat mereka dan adat-istiadat dan pusaka yang luhur dari nenek moyang itu. Niscaya mereka hendak bertahan mati-matian. Tetapi oleh karena rasul-rasul itu benar-benar bermaksud baik untuk mereka, maka perkataan-perkataan yang kasar itu telah mereka sambut dengan baik, tetapi tepat dan jitu.
Ayat 11
“Berkata kepada mereka rasul-rasul mereka: “Tidaklah kami ini melainkan manusia seperti kamu juga."
Mereka sambut dengan baik perkataan mereka bahwa mereka, rasul-rasul itu, hanya manusia seperti mereka, tidak ada kelebihan dari mereka. Mereka akui, memang mereka manusia seperti mereka itu juga. Dalam hal sebagai sama-sama manusia, tidaklah ada kelebihan mereka."Tetapi Allah telah mengaruniai barangsiapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya." Di antara kita manusia yang sama kejadian itu, Allah telah memilih kami buat menjadi utusan-Nya dan menyampaikan seruan-Nya kepada kamu. Oleh sebab itu jika kami mengangkat suara, bukanlah itu karena kami memandai-mandai dengan kehendak sendiri saja."Dan tidaklah kami boleh mendatangkan kepada kamu sesuatu keterangan kecuali dengan izin Allah." Hanya dengan izin-Nya kami sampaikan berita ini kepada kamu. Sekarang kamu bantah, kamu tantang dan kamu tolak, namun kami akan menyampaikannya terus, betapa pun sikap kamu kepada kami, karena kami ini diperintah.
“Dan kepada Altah-lah berserah diri orang-orang yang beriman."
Kata-kata seruan yang lemah-lembut, dari hati yang tulus ikhlas dan penuh cinta itu, mereka teruskan lagi,
Ayat 12
“Bagaimana kami tidak akan berserah diri kepada Allah, padahal Dia telah memberi kami petunjuk dalam perjalanan-perjalanan kami."
Kami diberi-Nya petunjuk menempuh cahaya yang terang, dan kami merasa sedih melihat kamu masih dalam kegelapan, “Dan sungguh kami akan sabar atas gangguan kamu kepada kami." Apa pun sikap kamu kepada kami karena kegelapan paham kamu, tidaklah akan kami ambil keberatan, dan kami akan menyampaikannya terus, sampai kamu pun merasakan pula nikmat iman itu, sampai kamu mendapat ampunan dari Allah, Alangkah berbahagia kami kalau terjadi demikian.
“Dan kepada Allah bertawakal orang-orang yang bertawakal."
(ujung ayat 12)