TAFSIR IJMALI JUZ 7
Pada pembahasan kali ini akan memuat materi dari Juz tujuh yakni dari Q.S. Al Maidah ayat 83 sampai Q.S. Al An’am ayat 110. Dalam juz ini kedua belas Hawariyyin (12 Apostles) menyampaikan keinginan Bani Israil agar beliau menurunkan hidangan (Maidah) dari langit. Nabi Isa awalnya menegur mereka akibat permintaan ini. Tetapi Hawariyyin bersikukuh bahwa dengan diturunkannya hidangan itu, mereka berharap iman Bani Israil semakin teguh setelah melihat bahwa Nabi Isa berkata benar. Sebelum Allah kabulkan, Dia ancamkan sedahsyat-dahsyatnya azab bagi yang nanti memungkiri. Setelah turunnya hidangan tersebut, terkutuklah menjadi babi sebagian Bani Israil yang ingkar.
Jika di juz 6 Allah ungkap kekeliruan Trinitas di hadapan Nasrani yang masih hidup di akhir zaman dengan turunkan kembali Nabi Isa ke bumi yang ternyata kelak menyeru kepada tauhid, mematahkan salib, dan memimpin dunia dengan syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka di juz 7 ini Allah buat semua Nasrani sepanjang sejarah menyadari kelirunya Trinitas dengan mewawancarai Nabi Isa di hadapan mereka di akhirat. Terbukti ternyata Nabi Isa tidak mengajarkan dirinya sebagai tuhan, anak Tuhan, ataupun satu dari tiga tuhan. Bagaimana mungkin ada sebagian manusia menjadi sembahan tandingan di sisi Allah, menjadi istri atau anak-Nya, sementara semua yang ada di langit dan bumi adalah ciptaan-Nya, adalah kepunyaan-Nya, adalah hamba-Nya? Hanya Allah yang Mahakuasa atas sesuatu.
Begitulah Allah memungkas senarai panjang kritikan, teguran, dan bantahan atas Ahli Kitab (Yahudi & Nasrani) yang menghampar harmonis sejak Al-Baqarah hingga Al-Maidah. Surat Al-Baqarah dan An-Nisa dominan membahas Yahudi. Sementara fokus terbesar Ali ‘Imran dan Al-Maidah ialah atas Nasrani. Semua sebagai uraian lengkap ayat terakhir surat Al-Fatihah. Itu karena “Al-Maghdhubi ‘alaihim” adalah sifat utama Yahudi, tahu jalan kebenaran tetapi tidak mengamalkan. Di sisi lain, “Adh-Dhallin” merupakan karakter menonjol Nasrani, tulus beramal, bahkan menangis menyadari kebenaran Al-Qur’an serta paling dekat terhadap Islam, tetapi sayang mereka salah jalan. Setelah ini, nanti Al-An’am dan Al-A’raf akan berduet menegakkan argumen terhadap kaum musyrikin paganis. Selanjutnya Al-Anfal bersama At-Taubah akan menyingkap kedok kaum munafikin.
Namun, Al-Baqarah hingga Al-Maidah yang Madaniyyah penuh dengan penjelasan hukum fikih, berbeda dengan dua surat setelahnya yang Makkiyyah sehingga fokus pada isu akidah. Karenanya, kita masih dapati sejumlah pembahasan hukum di akhir Al-Maidah. Terkait amanah dan perjanjian yang Allah singgung di ayat pertama surat Al-Maidah -yang juga dinamai surat Al-‘Uqud (perjanjian), di juz 6 lalu, Allah tegaskan di sini bahwa sumpah tidak dianggap sah jika tidak serius. Lalu sumpah yang sah ini jika dilanggar, maka ada hukuman kaffarat. Tubuh kalian pun amanah, jagalah dengan tidak meminum khamr. Harta kalian pun amanah, jagalah ia dengan mempersaksikan wasiat, utamanya kala safar. Ka’bah dan masa ihram pun amanah, jagalah dengan tidak berburu hewan padanya.
Kemurnian tauhid di atas muka bumi pun amanah yang wajib dijaga, karenanya Allah turunkan surat Al-An’am sekaligus 165 ayat dalam semalam untuk memaparkan konsepnya beserta bukti rasionalnya. Nabi Muhammad janganlah tergoda untuk menjawab tantangan musyrikin Mekkah. Sebab andai dikabulkan pinta mereka menurunkan Al-Qur’an sekaligus dalam wujud buku kertas pun mereka akan menuduhnya sihir belaka. Andai diutus malaikat sebagai rasul pun mereka takkan mampu berinteraksi dengannya sehingga akan minta rasul manusia pula. Hendaknya sampaikan saja bahwa beliau tidak memiliki apapun dari kekayaan langit dan bumi. Tidak tahu sedikit pun tentang yang gaib. Itu semua hanyalah milik Allah, Tuhan yang membelah biji dan subuh. Yang menciptakan matahari, bulan, dan bintang gemintang sebagai penerang dan penunjuk jalan. Yang menurunkan hujan dan menghijaukan kebun penuh bebuahan. Yang tak mampu di-idrak (dijangkau) seluruh pandangan. Yang mencipta segala sesuatu.
Maka amat ganjillah yang mempersembahkan ibadah kepada selain-Nya dari para berhala dan jin. Aneh sekali kalau Tuhan memiliki anak lelaki atau perempuan. Semua sembahan tandingan itu tidak ada yang mampu memberi syafa’at menolong para pemujanya ketika setiap makhluk datang di hari pertanggungjawaban sendirian sebagaimana dahulu lahir ke dunia, tak berpakaian. Telah terputus jalinan pertemanan di dunia antar sesama musyrikin. Tidakkah mereka sadar bahwa semua kesulitan serta bencana darat dan laut di dunia, hanya Allah yang kuasa menyelamatkan? Telah keras hati mereka. Mereka lebih senang pintu kenikmatan dunia dibentangkan bagi mereka saat mereka lupakan peringatan Allah. Tidakkah mereka mewaspadai azab-Nya yang tiba-tiba?
Sekalipun Allah mematahkan satu per satu argumen Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrikin serta membuktikan kebatilannya, hanya saja haram atas kaum muslimin untuk mencela syiar-syiar agama/kepercayaan lain. Sebab selain itu bertentangan dengan akhlak Islam yang elegan, yang menjelaskan kekeliruan agama lain tapi tidak mencaci, nanti orang-orang non muslim yang dicela syiar agamanya akan balik mencela syiar Islam. Hendaklah diterangkan mana sabilul mujrimin (jalannya orang-orang yang durhaka) serta mana jalan keimanan. Tetapi semua itu dilandasi dengan argumentasi ilmiah dan akhlak karimah.
Tengoklah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, teladan seluruh agama. Beliau dengan cerdasnya bermonolog di hadapan kaumnya. Membuktikan, dengan pura-pura polos, bahwa objek-objek langit yang disembah oleh bangsa Assyria adalah tidak pantas diibadahi. Bintang yang seolah kelam dan padam, bulan yang tenggelam, serta matahari yang terbenam. Alih-alih abadi, mereka bahkan tak lestari barang sehari. Nabi Ibrahim adalah uswah. Begitu pula para nabi yang lain, semisal Ishaq, Ya’qub, Nuh, Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, Harun, Zakariya, Yahya, ‘Isa, Ilyas, Isma’il, Ilyasa’, Yunus, dan Luth. Tegas meyakini kebenaran tauhid. Lugas menjelaskan kelirunya fahaman keyakinan agama lain. Tetapi semua dilakukan dengan argumen cerdas yang tak hanya membungkam, tapi juga mengagumkan. Ikutilah petunjuk mereka.
Tetapi secemerlang dan seindah apapun berlian, tak ada harganya di hadapan orang yang tidak memahami. Al-Qur’an yang penuh berkah saja dituduh hasil Nabi Muhammad belajar kepada Ahli Kitab. Sebaliknya, justru ada sebagian musyrikin yang mendaku sebagai nabi penerima wahyu Ilahi! Jangan coba-coba seorang muslim duduk-duduk bersama mereka apalagi ketika mereka sedang mengolok ayat Allah. Berpalinglah dari mereka. Begitulah Allah palingkan hati dan penglihatan orang yang berbuat kemusyrikan sebagaimana dahulu pertama kali mereka tidak beriman kepada Al-Qur’an. Allah biarkan mereka bingung dalam kesesatan.
Untuk mendapatkan file dalam bentuk PDF silakan download di:
Penulis: Nur Fajri Romadhon
Tag:Ahli Kitab, azab, Bani Israil, Hawariyyin, Hukum Fikih, Ibadah, Munafik, Musrik, Nasrani, Trinitas, Yahudi