TAFSIR IJMALI JUZ 4
Pada pembahasan kali ini akan memuat materi dari Juz empat yakni dari Q.S. Ali Imran ayat 92 sampai Q.S. An Nisa ayat 23. Di juz keempat ini, Allah masih terus menyingkap penyimpangan Ahli Kitab agar umat Islam tidak jatuh di lubang yang sama. Allah beberkan bahwa nasakh, yang diingkari Ahli Kitab, terjadi juga dalam ajaran mereka seperti beberapa makanan yang hukumnya di era Nabi Ya’qub berubah pada syariat Nabi Musa di Taurat. Mereka juga banyak mendistorsi Taurat dan Injil, menambahi ayat, menutupi kebenaran, mengkhianati perjanjian, serta mengada-ada atas nama Allah. Seharusnya mereka meneladani Nabi Ibrahim yang mereka klaim. Lihatlah Ka’bah yang beliau bangun, pemeluk agama manakah yang berkiblat ke arahnya? Kewajiban haji yang beliau umumkan, menjadi ajaran agama yang manakah? Karenanya, terlarang atas umat Islam mengikuti dan menaati Ahli Kitab.
Akan tetapi selama kalian terus dalam bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah di bawah bimbingan para pewaris Nabi, maka tauhid kalian akan kokoh. Selama kalian bersatu padu memegang tali Allah, barisan kalian takkan terbelah. Selama kalian terus tegakkan amar makruf & nahi munkar, terus menjaga hablun minallah serta hablun minannas, maka kalian akan dalam keberuntungan. Itulah sebenarnya takwa. Barangsiapa sungguh bertakwa sesuai jalan umat terbaik (khaira ummah), niscaya putih bercahayalah wajahnya di akhirat. Jika ingkar, kembali berpecah belah seperti dahulu, atau bahkan mengikuti Ahli Kitab, justru akan menghitamlah wajah kelak.
Sayangnya di barisan kaum muslimin muncul golongan munafik yang begitu patuh mengikuti Ahli Kitab. Kemenangan di Perang Badar yang juga dihadiri ribuan malaikat itu memang membuat banyak orang pura-pura beriman. Anehnya, sebagian Shahabat malah berlebihan mencintai dan berkawan dengan mereka, padahal mereka sendiri penuh kebencian kepada Islam. Buktinya di saat genting, mereka hanya duduk-duduk saja dan sibuk berkomentar miring. Mereka bahkan nyaris berhasil menghasut Bani Salamah dan Bani Haritsah agar menarik diri dari pasukan Uhud. Hampir mereka menyusul ratusan munafik lainnya yang menggembosi kekuatan muslimin.
Kaum munafik itu penuh suudzhan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Mereka begitu penakut, enggan berjuang apalagi berkorban. Mereka sangka kepengecutan itu akan menyelamatkan mereka dari kematian. Sungguh andai mereka terus tidur berselimut di atas ranjang pun, kematian akan tetap sanggup menjemput. Tetapi bukan urusanmu, wahai Rasul, mendoakan keburukan atas mereka secara rinci orang per orang. Tidak pula atas orang musyrikin. Tetaplah menjadi Rasul yang lembut dan amanah sehingga tidak lari orang di sekelilingmu karena kasarnya pekerti. Engkaulah karunia Allah atas manusia. Teruslah ajarkan Al-Qur’an dan Sunnah serta sucikan jiwa mereka. Sesatlah umat manusia tanpamu.
Sedangkan kalian, wahai kaum muslimin, terus saja melontarkan pertanyaan demi pertanyaan tentang sebab kekalahan di Perang Uhud. Terlepas dari kemenangan yang memang Allah pergilirkan di antara manusia, tetapi kesalahan dari dalam diri kalian lebih patut disalahkan. Bukankah kalian tidak mengindahkan arahan Nabi? Jangan-jangan setelah beliau kelak wafat kalian malah semakin jauh berbalik membelakangi keimanan! Bukan kekalahan apalagi kematian yang menjadi masalah. Hal itu sudah biasa terjadi pada nabi dan umat di masa silam, terlebih dalam peperangan. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Orang yang terbunuh di medan jihad justru memperoleh hidup sejati, rezeki, dan kegembiraan. Masalahnya adalah apakah telah nyata kesabaran kalian dalam seleksi keimanan ini? Apakah kalian akan patah arang setelah takluk?
Cinta berlebihan dunia memang menjadi penyebab kalian bertekuk lutut. Menggoda kalian untuk memakan harta haram semisal riba dan ghanimah sebelum pembagian. Mendorong kalian kikir. Dosa-dosa itulah yang memudahkan setan menggelincirkan kalian. Maka setelah ini bersegeralah mengejar ampunan Tuhan kalian. Wujudkanlah takwa yang sebenarnya dengan konsisten berinfak di setiap kondisi, menahan emosi, memaafkan sesama, juga tidak mengulangi dosa. Lanjutkan perjuangan meninggikan agama kala menghadapi ancaman Perang Ahzab. Jangan lemah. Jangan bersedih hati. Kalian memang terbunuh dan terluka. Tapi musuh pun mengalami hal yang sama. Bedanya luka kalian berbuah surga yang seluas langit dan bumi, sedangkan mereka tidak. Lagipula kekelahan kalian di Uhud tidak sebanding dengan kejayaan kalian di Badar.
Pikirkanlah penciptaan langit dan bumi seraya memuji-Nya dan berzikir kapan pun demi menguatkan ketakwaan. Dengannya, kalian semakin yakin Allah tak pernah sia-sia dalam penciptaan. Dengannya, kalian insyaf bahwa orang zalim itu terhina dan tak memiliki penolong. Dengannya, semakin dalam iman kalian dan semakin larut kalian dalam taubat. Allah pasti perkenankan munajat kalian dan takkan menyiakan amal kalian, baik pria maupun wanita. Dengannya, kalian tak terpedaya kehebatan semu orang yang tidak beriman. Meski ada juga sebagian Ahli Kitab yang lurus fitrahnya lantas beriman. Kerahkan terus kesabaran dalam berjuang sehingga kalian meraih keberuntungan.
Lantas Allah pungkas Ali ‘Imran dengan perintah takwa yang serta merta disambut awal An-Nisa’ dengan takwa yang pertama kali dimandatkan. Takwa yang salah satu unsur terpentingnya adalah menjauhi kedurhakaan. Kedurhakaan terkait harta dan lawan jenis adalah dosa yang sangat jamak terjadi karena godaannya yang membutakan. Mula-mula, perihal bahaya dosa terkait hartalah yang Allah wanti-wantikan. Harta anak yatim, janganlah dimakan semena-mena agar bukan bara api yang kalian makan. Harta waris, bagilah sesuai aturan Allah agar kalian tak terjerembab di neraka yang siksanya menghinadinakan.
Dosa terkait lawan jenis semisal zina, hubungan homoseksualitas, dan menikahi mahram pun amatlah mengerikan. Hukumannya di dunia bahkan sudah jelas begitu pedih. Allah hadirkan solusi untuk kalian berupa pernikahan, bahkan ia izinkan para lelaki untuk menikahi maksimal empat istri. Tetapi jagalah “mitsaqan ghalidzhan” (perjanjian yang teguh) itu dengan memperlakukan pasangan hidup secara istimewa. Jika ada yang tidak disukai dari pasangan, sadarilah bahwa kebaikannya jauh lebih banyak. Jika telanjur melanggar aturan-aturan Allah tadi, segeralah bertaubat. Jangan ditunda hingga menjelang wafat. Sesuangguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Wallahu A’lam.
Untuk mendapatkan file dalam bentuk PDF silakan download di:
Penulis: Nur Fajri Romadhon