Ayat
Terjemahan Per Kata
أَوۡ
atau
إِطۡعَٰمٞ
memberi makan
فِي
pada
يَوۡمٖ
hari
ذِي
mempunyai
مَسۡغَبَةٖ
kelaparan
أَوۡ
atau
إِطۡعَٰمٞ
memberi makan
فِي
pada
يَوۡمٖ
hari
ذِي
mempunyai
مَسۡغَبَةٖ
kelaparan
Terjemahan
atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan
Tafsir
(Atau memberi makan pada hari kelaparan) yakni sewaktu terjadi bencana kelaparan.
Tafsir Surat Al-Balad: 11-20
Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang yang miskin yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan ini) adalah golongan kanan. Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri.
Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Ismail ibnu Mujalid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris, dari ayahnya, dari Abu Atiyyah, dari Ibnu Umar sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki lagi sulit. (Al-Balad: 11) Maksudnya, memasuki jalan yang mendaki lagi sulit, yaitu nama sebuah gunung di dalam neraka Jahanam. (Dengan demikian, berarti huruf lam di sini bukan lam nafi, melainkan lam taukid.
Sehingga makna ayat menjadi seperti berikut, "Maka sesungguhnya manusia itu akan menempuh jalan yang sulit lagi mendaki," pent). Ka'bul Ahbar mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki lagi sulit. (Al-Balad: 11) 'Aqabah adalah tingkatan yang terdiri dari tujuh puluh tingkatan di dalam neraka Jahanam. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki lagi sulit. (Al-Balad: 11) Yaitu jalan yang mendaki lagi sulit di dalam neraka Jahanam.
Qatadah mengatakan bahwa sesungguhnya hal itu merupakan jalan mendaki, sulit, lagi keras, maka jinakkanlah ia dengan mengerjakan ketaatan kepada Allah. Qatadah mengatakan bahwa selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya: Tahukah 'kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Al-Balad: 12) Lalu disebutkan pula bagaimana cara melaluinya dalam firman berikutnya: (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan. (Al-Balad: 13-14) Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? (Al-Balad: 11) Yakni tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang membawanya kepada keselamatan dan kebaikan.
Kemudian dijelaskan dalam firman berikutnya: Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu: (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan atau memberi makan. (Al-Balad: 12-14) Suatu qiraat ada yang membacanya fakku raqabatin dengan me-mudaf-kannya. Dan qiraat lain ada yang membacanya fakkun raqabatan. Lafal fakkun menjadi mudaf yang beramal dengan amal fiil-nya. Ia mengandung damir yang menjadi fa'il-nya, sedangkan raqabatan menjadi mafulnya. Kedua qiraat ini maknanya berdekatan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sa'id ibnu Abu Hindun, dari Ismail ibnu Abu Hakim pelayan keluarga Az-Zubair, dari Sa'id ibnu Marjanah; ia pernah mendengar Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Barang siapa yang memerdekakan seorang budak yang mukmin. maka Allah memerdekakan tiap anggota tubuhnya dengan tiap anggota tubuh budak itu dari api neraka, sehingga sesungguhnya Allah memerdekakan tangan dengan tangan, kaki dengan kaki, dan kemaluan dengan kemaluan.
Kemudian Ali ibnul Husain bertanya, "Apakah engkau benar mendengar hadits ini dari Abu Hurairah?" Sa'id menjawab, "Benar." Maka Ali ibnul Husain berkata kepada salah seorang budaknya untuk memanggil budak yang paling disayanginya.Panggilah si Mutarrif!" Ketika Mutarrif telah berada di hadapan Ali ibnu Husain, maka Ali berkata kepadanya. Pergilah kamu, sekarang engkau merdeka karena Allah." Imam Bukhari dan Imam Muslim, juga Imam At-Tirmidzi dan Imam An-Nasai, telah meriwayatkan hadits ini melalui berbagai jalur dari Said ibnu Mirjanah dengan sanad yang sama.
Menurut lafal yang ada pada Imam Muslim budak yang dimerdekakan oleh Ali ibnul Husain alias Zainul Abidin ini adalah seorang budak yang sebelum dimerdekakan diberi uang sebanyak sepuluh ribu dirham (untuk bekalnya). Qatadah telah meriwayatkan dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Madan ibnu Abu Talhah, dari Abu Najih yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Orang muslim yang memerdekakan seorang budak laki-laki yang muslim, maka sesungguhnya Allah menjadikan imbalannya untuk setiap anggota tubuhnya dengan anggota tubuh budak yang dimerdekakannya itu dari neraka.
Dan wanita muslimah yang memerdekakan seorang budak perempuan, maka sesungguhnya Allah menjadikan imbalannya untuk setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak perempuan yang dimerdekakannya itu dimerdekakan dari api neraka, Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Dan Abu Najih ini adalah Amr ibnu Absah As-Sulami Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih. telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepadaku Bujair ibnu Sa'd. dari Khalid ibnu Ma'dan.
dari Kasir ibnu Murrah, dari Amr ibnu Absah; ia telah menceritakan kepada mereka bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang membangun masjid agar disebutkan nama Allah di dalamnya, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah gedung di dalam surga. Dan barang siapa yang memerdekakan seorang budak yang muslim, maka budak itu menjadi tebusannya dari neraka Jahanam. Dan barang siapa yang mengalami ubanan pada sehelai rambutnya di masa Islam, maka hal itu kelak akan menjadi nur (cahaya) baginya di hari kiamat.
Jalur lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Salim ibnu Amir, bahwa Syurahbil ibnus Simt pernah mengatakan kepada Amr ibnu Absah, "Ceritakanlah kepada kami sebuah hadits yang tidak panjang dan tidak mudah dilupakan." Maka Amr ibnu Absa berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa memerdekakan seorang budak yang muslim, maka budak itu menjadi kebebasannya dari neraka; setiap anggota tubuh dengan setiap anggota tubuh lainnya.
Dan barang siapa yang tumbuh ubannya sehelai dijalan Allah, maka hal itu akan menjadi cahaya baginya kelak di hari kiamat. Dan barang siapa yang membidikkan anak panahnya, lalu mencapai sasarannya atau meleset (di jalan Allah), maka dia bagaikan seorang yang memerdekakan seorang budak dari kalangan Bani Ismail. Imam Abu Dawud dan Imam An-Nasai telah meriwayatkan sebagian dari hadits ini. Jalur lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Faraj, telah menceritakan kepada kami Luqman, dari Abu Umamah, dari Amr ibnu Absah As-Sulami. Abu Umamah mengatakan kepadanya, "Ceritakanlah kepada kami sebuah hadits yang di dalamnya tidak mengandung kekurangan dan tidak pula hal yang sulit dicapai." Amr ibnu Absah menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa yang dilahirkan baginya tiga orang anak dalam masa Islam, lalu mereka semuanya mati sebelum mencapai usia balig, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga berkat kemurahan rahmat-Nya kepada mereka.
Dan barang siapa yang beruban sehelai rambutnya di jalan Allah, maka uban itu akan menjadi cahaya baginya kelak di hari kiamat. Dan barang siapa yang membidikkan anak panah di jalan Allah hingga mencapai musuhnya, baik mengenainya atau meleset, maka baginya pahala seperti memerdekakan seorang budak. Dan barang siapa memerdekakan seorang budak yang mukmin, maka Allah memerdekakan tiap anggota tubuhnya berkat tiap anggota tubuh budak yang dimerdekakannya dari api neraka.
Dan barang siapa yang membelanjakan dua jenis keperluan di jalan Allah, maka sesungguhnya surga itu mempunyai delapan buah pintu, Allah akan memasukkannya ke dalam surga dari pintu mana pun yang disukainya. Semua sanad hadits-hadits di atas berpredikat jayyid lagi kuat; segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala Hadits lain. Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ais ibnu Muhammad Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Damrah, dari Ibnu Abu Ablah, dari Al-Arrif ibnu Iyasy Ad-Dailami yang mengatakan bahwa kami datang kepada Wasilah ibnul Asqa', dan kami berkata kepadanya, "Ceritakanlah kepada kami sebuah hadits yang tidak ada penambahan dan tidak pula pengurangan." Maka Wasilah marah dan berkata, "Sesungguhnya seseorang dari kamu benar-benar membaca Al-Qur'an dan mushaf yang dibacanya tergantung di rumahnya (tersimpan di dalamnya), maka apakah dia berani menambah-nambahi atau menguranginya?" Kami berkata, "Bukan itu kami maksudkan, sesungguhnya yang kami maksudkan hanyalah sebuah hadits dari Rasulullah ﷺ yang pernah engkau dengar secara harfiah." Wasilah ibnu Asqa' mengatakan, "Kami datang menghadap kepada Rasulullah ﷺ untuk menanyakan kepada beliau tentang seorang teman kami yang sudah dapat dipastikan akan masuk neraka karena bunuh diri, maka Rasulullah ﷺ menjawab: 'Merdekakanlah olehmu untuknya seorang budak, maka Allah akan memerdekakan setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu dari neraka'.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam An-Nasai melalui hadits Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Al-Arrif ibnu Iyasy Ad-Dailami, dari Wasilah dengan lafal yang sama. Hadits lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Qais Al-Juzami, dari Uqbah ibnu Amir Al-Juhani, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa memerdekakan seorang budak yang muslim, maka budak itu menjadi penebus dirinya dari neraka.
Telah menceritakan pula kepada kami Abdul Wahhab Al-Khaffaf, dari Sa'd, dari Qatadah yang mengatakan bahwa pernah diceritakan kepada kami bahwa Qais Al-Juzami menceritakan hadits dari Uqbah ibnu Amir, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa memerdekakan seorang budak yang mukmin, maka budak itu menjadi pembebasnya dari neraka. Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid melalui jalur ini. Hadits lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam dan Abu Ahmad, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Abdur Rahman Al-Bajali, dari Bani Bajilah, dari Ibnu Sulaim, dari Talhah ibnu Muarrif, dari Abdur Rahman ibnu Ausajah, dari Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki Badui datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, ajarilah aku suatu amal yang dapat memasukkan diriku ke dalam surga." Maka Rasulullah ﷺ menjawab: Sesungguhnya aku telah berniat akan meringkas khotbah ini, tetapi ternyata engkau menjadikannya panjang.
Merdekakanlah budak dan bantulah untuk memerdekakannya. Lelaki Badui itu bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah keduanya itu sama?" Rasulullah ﷺ menjawab: Tidak, sesungguhnya yang pertama berarti engkau memerdekakan budak seutuhnya, sedangkan yang kedua berarti engkau hanya membantu memerdekakannya. Dan gemarlah berderma, berilah saudara yang zalim. Maka jika kamu tidak mampu mengerjakannya, berilah makan orang yang kelaparan, berilah minum orang yang kehausan, beramar ma'ruf dan bernahi munkarlah. Dan jika kamu tidak mampu mengerjakannya, maka cegahlah lisanmu kecuali terhadap kebaikan.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Atau memberi makan pada hari kelaparan. (Al-Balad: 14) Ibnu Abbas mengatakan bahwa masgabah artinya kelaparan. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Adh-Dhahhak, Qatadah, dan selain mereka. As-sagab artinya kelaparan. Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah di hari makanan sulit dicari. Qatadah mengatakan di hari yang makanan sangat diminati. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (kepada) anak yatim. (Al-Balad: 15) Yakni berilah makan anak yatim di hari seperti itu.
yang ada hubungan kerabat. (Al-Balad: 15) Yaitu mempunyai pertalian kekeluargaan dengan yang bersangkutan. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Al-Hasan, Adh-Dhahhak, dan As-Suddi, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Hafsah binti Sirin, dari Salman ibnu Amir, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Bersedekah kepada (orang lain) yang miskin berpahala sedekah; dan kepada orang miskin yang ada hubungan kerabat dua pahala, pahala sedekah dan pahala silaturahmi.
Imam At-Tirmidzi dan Imam An-Nasai telah meriwayatkannya pula, dan sanad hadits ini shahih. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: atau orang miskin yang sangat fakir. (Al-Balad: 16) Yakni sangat miskin sehingga menempel di tanah, lagi tak punya apa-apa. Ibnu Abbas mengatakan bahwa za matrabah artinya orang miskin yang terlempar di jalan (gelandangan), tidak punya rumah, dan tidak punya sesuatu yang menghindarinya dari menempel di tanah. Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud ialah orang yang menempel di tanah karena fakir lagi berhajat dan tidak mempunyai apa-apa.
Dan menurut riwayat lainnya yang juga dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah orang yang jauh rumahnya. Menurut Ibnu Abu Hatim, makna yang dimaksud dari ucapan Ibnu Abbas ialah orang yang mengembara, jauh dari negeri asalnya. Ikrimah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang fakir yang banyak utangnya lagi memerlukan bantuan. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, yang dimaksud ialah orang yang hidup sebatang kara.
Ibnu Abbas, Sa'id, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hauyyan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang miskin yang banyak anaknya. Semua pendapat di atas mempunyai makna yang berdekatan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan dia termasuk orang-orang yang beriman. (Al-Balad: 17) Yaitu selain dari semua sifat tersebut yang baik lagi suci, dia adalah seorang yang mukmin hatinya dan mengharapkan pahala amalnya itu hanya karena Allah subhanahu wa ta’ala Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (Al-Isra: 19) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia dalam keadaan beriman. (Al-Mukmin: 40), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (Al-Balad: 17) Yakni dia termasuk orang-orang mukmin yang gemar mengerjakan amal saleh lagi saling berpesan untuk bersabar dalam menghadapi gangguan manusia dan tetap bersikap penyayang kepada mereka, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadits: Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Tuhan Yang Maha Penyayang. Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, maka orang-orang yang ada di langit akan menyayangimu.
Di dalam hadits lain disebutkan: Allah tidak menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia. Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Najih, dari Ibnu Amir, dari Abdullah ibnu Amr yang meriwayatkan hadits ini: Barang siapa yang tidak menyayangi orang-orang kecil kami dan tidak menghormati hak orang-orang besar kami, maka dia bukan dari golongan kami.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mereka adalah golongan kanan. (Al-Balad: 18) Yaitu orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut di atas adalah golongan kanan. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. (Al-Balad: 19) Yakni termasuk golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. (Al-Balad: 20) Mereka dimasukkan ke dalamnya, lalu ditutup rapat-rapat sehingga tidak ada jalan selamat bagi mereka dan tidak pula ada jalan keluar bagi mereka darinya.
Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Atiyyah Al-Aufi, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Suddi telah mengatakan sehubungan dengan makiia firman Allah subhanahu wa ta’ala: yang ditutup rapat. (Al-Balad: 20) Maksudnya, ditutup rapat; Ibnu Abbas mengatakan bahwa semua pintunya ditutup. Mujahid mengatakan bahwa asuddul bab dengan dialek Quraisy artinya aku menutup pintu. Hal ini kelak akan dijelaskan hadits yang menerangkannya dalam tafsir surat Al-Humazah.
Adh-Dhahhak mengatakan bahwa firman-Nya: yang ditutup rapat. (Al-Balad: 20) Yakni diberi tembok di sekelilingnya, tidak ada jalan keluar darinya. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang ditutup rapat. (Al-Balad: 20) Yaitu tertutup rapat, sehingga tidak ada cahaya, tidak ada celah, dan tidak ada pula jalan keluar darinya untuk selama-lamanya. Abu Imran Al-Juni mengatakan bahwa apabila hari kiamat terjadi, maka Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada Malaikat Zabaniyah untuk menghimpunkan semua orang yang bertindak sewenang-wenang dan semua setan serta semua orang yang dahulunya ketika di dunia kejahatan-nya ditakuti oleh manusia.
Lalu mereka diikat dengan rantai besi. Kemudian Allah memerintahkan (kepada malaikat-Nya) untuk memasukkan mereka ke dalam neraka Jahanam, setelah itu neraka Jahanam ditutup rapat-rapat menyekap mereka di dalamnya. Abu Imran Al-Juni melanjutkan, bahwa maka demi Allah, telapak kaki mereka sama sekali tidak dapat menetap selama-lamanya. Dan demi Allah, mereka di dalam neraka Jahanam sama sekali tidak dapat melihat langit selama-lamanya.
Dan demi Allah, kelopak mata mereka sama sekali tidak dapat dikatupkan dan tidak dapat merasakan tidur untuk selama-lamanya. Dan demi Allah, mereka di dalamnya sama sekali tidak pernah merasakan sejuknya minuman untuk selama-lamanya. Demikianiah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Demikianlah akhir tafsir surat Al-Balad dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya."
13-16. Jalan yang mendaki dan sukar itu adalah melepaskan hamba sahaya dari perbudakan atau membantunya untuk membebaskan diri, karena perbudakan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan kepada orang yang sangat membutuhkannya, yakni kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat sehingga dia akan mendapat dua pahala kebaikan sekaligus, yakni pahala sedekah dan silaturrahim, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Kepedulian kepada anak yatim dan orang miskin adalah akhlak yang sangat terpuji, namun butuh sifat kedermawanan agar seseorang bisa melakukannya. 13-16. Jalan yang mendaki dan sukar itu adalah melepaskan hamba sahaya dari perbudakan atau membantunya untuk membebaskan diri, karena perbudakan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan kepada orang yang sangat membutuhkannya, yakni kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat sehingga dia akan mendapat dua pahala kebaikan sekaligus, yakni pahala sedekah dan silaturrahim, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Kepedulian kepada anak yatim dan orang miskin adalah akhlak yang sangat terpuji, namun butuh sifat kedermawanan agar seseorang bisa melakukannya.
Pekerjaan besar dan berat lainnya yang sulit dikerjakan adalah memberi makan orang pada musim kelaparan, ekonomi morat-marit, dan sebagainya. Hal itu karena yang memberi juga membutuhkannya. Namun demikian, Allah menguji umat Islam, apakah mereka mau dan mampu mengerjakannya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Telah diterangkan bahwa di muka kita ada dua jalan terentang, yaitu jalan kebajikan dan jalan kecelakaan. Sedang keduanya itu sama saja sukarnya. Maka dalam ayat ini diterangkan betapa malang dan dangkalnya pikiran orang yang kurang iman.
Ayat 11
“Tetapi tidak ditempuhnya jalan mendaki yang sukar." (ayat 11)
Dia takut dan cemas melihat kesukaran itu. Padahal ia jalan kepada kebajikan, walaupun ada kesukarannya namun bila ditempuh, selamatlah jiwa sendiri dan selamatlah masyarakat, dan mendapatlah ridha Allah.
Ayat 12
“Tahukah engkau, apakah jalan mendaki yang sukar, itu?" (ayat 12)
Ayat 13
“(Ialah) melepaskan belenggu perbudakan." (ayat 13)
Perbudakan dalam bahasa Arab disebut Raqabatun. Asal katanya berarti kuduk atau leher. Seorang yang telah jatuh ke dalam perbudakan samalah keadaannya dengan orang yang telah terbelenggu lehernya. Dia tidak bebas lagi. Lehernya telah dibelenggu oleh kekuasaan tuannya. Maka mendapat pahala besarlah orang yang sudi membeli budak-budak untuk memerdekakannya. Inilah yang disebut Tahriru Raqabatin, memerdekakan budak!
Ayat 14
“Atau memberi makan pada hari kelaparan." (ayat 14)
Memberi orang makan, membagi-bagikan beras atau gandum, apa saja makanan mengenyangkan saat musim paceklik, di musim rusak hasil bumi.
Ayat 15
Yang diberi makan itu ialah “Anak yatim yang ada hubungan kerabat." (ayat 15)
Yang utama ditolong ialah anak yatim yang ada hubungan kerabat. Ini pun adalah “jalan mendaki yang sukar", karena anak yatim itu adalah beban baru yang tadinya tidak disangka-sangka.
Ayat 16
“Atau orang miskin yang telah tertanah." (ayat 16)
Matrabah kita artikan tertanah telah melarat, sehingga kadang-kadang rumah pun telah berlantai tanah. Di Minangkabau orang yang sudah sangat melarat itu memang disebutkan telah “tertanah", tak dapat bangkit lagi.