Ayat
Terjemahan Per Kata
كُلُّ
tiap-tiap/segala
مَنۡ
siapa/apa
عَلَيۡهَا
atasnya
فَانٖ
binasa
كُلُّ
tiap-tiap/segala
مَنۡ
siapa/apa
عَلَيۡهَا
atasnya
فَانٖ
binasa
Terjemahan
Semua yang ada di atasnya (bumi) itu akan binasa.
Tafsir
(Semua yang ada di bumi itu) yakni semua makhluk hidup yang ada padanya (akan binasa) akan mati; di sini diungkapkan semua makhluk hidup dengan memakai kata Man, karena memprioritaskan makhluk yang berakal.
Tafsir Surat Ar-Rahman: 26-30
Semua yang ada di bumi itu akan binasa, Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan bahwa semua penduduk bumi ini kelak akan pergi meninggalkannya dan semuanya akan mati, begitu pula semua penduduk langit, terkecuali siapa yang dikehendaki oleh Allah.
Dan tiada yang kekal selain dari Zat Allah Yang Mahamulia, karena sesungguhnya Tuhan Yang Mahatinggi lagi Mahasuci tidak mati, bahkan hidup kekal dan selamanya tidak mati. Qatadah mengatakan bahwa dalam hal ini Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang apa yang telah diciptakan-Nya, kemudian Dia memberitahukan bahwa semuanya itu akan binasa dan mati. Di dalam doa yang ma-sur disebutkan seperti berikut: Wahai (Tuhan) Yang Hidup Kekal Yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya, wahai (Tuhan) Pencipta langit dan bumi, wahai (Tuhan) yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Engkau, dengan memohon rahmat-Mu kami meminta pertolongan, perbaikilah bagi kami semua urusan kami, dan janganlah Engkau serahkan diri kami kepada hawa nafsu kami barang sekejap mata pun, dan jangan pula kepada seseorang dari makhluk-Mu.
Asy-Sya'bi mengatakan bahwa apabila Anda membaca firman-Nya: Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (Ar-Rahman: 26) Maka janganlah Anda diam sebelum membaca firman-Nya: Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman: 27) Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. (Al-Qashash: 88) Melalui ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menerangkan sifat Zat-Nya Yang Mahamulia, bahwa Dia adalah Tuhan Yang mempunyai keagungan dan kemuliaan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa Dia adalah Tuhan yang harus diagungkan dan tidak boleh durhaka terhadap-Nya, dan Tuhan yang harus ditaati tidak boleh ditentang.
Semakna pula dengan ayat lainnya yang menyebutkan: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridaan-Nya. (Al-Kahfi: 28) Semakna pula dengan firman-Nya yang menceritakan tentang orang-orang yang selalu berbuat kebajikan: Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah mengharapkan keridaan Allah. (Al-Insan: 9) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna zuljalali wal ikram ialah Tuhan Yang mempunyai kebesaran dan keagungan. Setelah Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa semua penduduk bumi mati, dan bahwa mereka akan dikembalikan ke negeri akhirat, lalu Allah Yang memiliki kebesaran dan keagungan memutuskan mereka dengan hukumNya yang adil, maka berfirmanlah Dia dalam ayat berikutnya: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 28) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya.
Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar-Rahman: 29) Ayat ini menceritakan tentang ketidakperluan Allah dari selain-Nya dan bahwa semua makhluk berhajat kepada-Nya dalam semua waktu, dan bahwa mereka selalu meminta kepada-Nya dengan ungkapan lisan dan perbuatan mereka. Dan bahwa setiap waktu Dia selalu dalam kesibukan. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ubaid ibnu Umair sehubungan dengan makna firman-Nya: Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar-Rahman: 29) Bahwa di antara kesibukan-Nya ialah memperkenankan orang yang berdoa atau memberi orang yang meminta atau membebaskan kesulitan orang yang dalam kesulitan atau menyembuhkan orang yang sakit.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala setiap waktu memperkenankan orang yang berdoa, melenyapkan kesulitan, memperkenankan orang yang dalam keadaan terpaksa (darurat), dan mengampuni dosa. Qatadah mengatakan bahwa tiada seorang pun dari penduduk langit dan bumi yang tidak berhajat kepada-Nya; Dialah Yang menghidupkan dan Dialah Yang mematikan, Dia menumbuhkan yang kecil dan membebaskan tawanan, Dia adalah tujuan terakhir dari semua keperluan orang-orang yang saleh dan tempat mereka meminta pertolongan dan mengadu. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Us'man, dari Suwaid ibnu Jabalah Al-Fazzari yang mengatakan bahwa sesungguhnya Tuhan kalian setiap waktu berada dalam kesibukan, Dia memerdekakan budak, Dia memberi yang berharap dan menimpakan hukuman.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Muhammad ibnu Amr Al-Gazi, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Yusuf Al-Faryabi, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Bakr As-Suksuki, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Abdah ibnu Rabah Al-Gassani, dari ayahnya, dari Munib ibnu Abdullah ibnu Munib Al-Azdi, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar-Rahman: 29) Maka kami bertanya, "Wahai Rasulullah, kesibukan apakah itu?" Rasulullah ﷺ menjawab: Mengampuni dosa, melenyapkan musibah, meninggikan derajat suatu kaum, dan merendahkan kaum yang lainnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammardan Sulaiman ibnu Ahmad Al-Wasiti. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Wazir ibnu Sabih As'-Saqafi alias Abu Rauh Ad-Dimasyqi, sedangkan konteks hadits ini menurut Hisyam, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Yunus ibnu Maisarah ibnu Hulais menceritakan hadits berikut dari Ummu Darda, dari Abu Darda, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar-Rahman: 29) Lalu beliau ﷺ bersabda: Termasuk kesibukan-Nya ialah mengampuni dosa, melenyapkan kesusahan, dan meninggikan derajat suatu kaum serta merendahkan derajat kaum yang lainnya. Ibnu Asakir telah meriwayatkan hadits ini melalui berbagai jalur dari Hisyam ibnu Ammar dengan sanad yang sama, kemudian ia mengetengahkannya melalui hadits Abul Walid ibnu Syuja', dari Al-Wazir ibnu Sabih.
Ia mengatakan, telah disebutkan di dalam hadits mu'allaq oleh Al-Walid ibnu Muslim, dari Mutarrif, dari Asy-Sya'bi. dari Ummu Darda, dari Abu Darda, dari Nabi ﷺ, lalu disebutkan hal yang semisal. Dan ia mengatakan bahwa sanad yang shahih adalah yang pertama. Menurut hemat kami, hadits ini telah diriwayatkan pula secara mauquf seperti yang dikomentari oleh Imam Al-Bukhari dengan teks yang tegas.
Imam Al-Bukhari menjadikannya sebagai ucapan Abu Darda; hanya Allahlah yang Maha Mengetahui. Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Haris telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnul Bailamani, dari ayahnya, dari Ibnu Umar, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya, "Setiap waktu Dia dalam kesibukan" (Ar-Rahman: 29). Maka beliau ﷺ bersabda: Mengampuni dosa dan melenyapkan kesusahan. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Abu Hamzah As-Samali, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan Lauh Mahfuz yang tercipta dari permata yang putih, kedua belah sampulnya dari yaqut merah dan qalamnya dari cahaya, dan kitabnya dari cahaya, sedangkan lebarnya sama dengan jarak antara bumi dan langit.
Dia melihat kepadanya setiap hari sebanyak tiga ratus enam puluh kali pandangan, dan pada setiap kali pandangan Dia menciptakan makhluk, menghidupkan dan mematikan, dan memenangkan serta menghinakan, dan Dia berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya."
26-28. Usai menjelaskan anugerah-Nya bagi kelangsungan hidup makhluk di bumi, Allah mengingatkan bahwa semua itu tidak akan membuat mereka kekal. Semua yang ada di bumi itu akan binasa, mati dan meninggalkan dunia ini, tetapi wajah atau Zat Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan itu tetap kekal. Maka, wahai manusia dan jin, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan'26-28. Usai menjelaskan anugerah-Nya bagi kelangsungan hidup makhluk di bumi, Allah mengingatkan bahwa semua itu tidak akan membuat mereka kekal. Semua yang ada di bumi itu akan binasa, mati dan meninggalkan dunia ini, tetapi wajah atau Zat Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan itu tetap kekal. Maka, wahai manusia dan jin, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan'.
Ayat-ayat ini menerangkan bahwa semua yang ada di bumi dan di langit akan rusak binasa dan yang kekal hanyalah Zat Allah yang Mahabesar dan Mahamulia. Dialah yang tetap hidup selamanya dan tidak akan mati. Oleh karena itu manusia jangan terpesona dengan kenikmatankenikmatan yang ada di dunia, sebab semuanya akan punah dan lenyap, manusia akan dimintakan pertanggungjawaban atas segala nikmat yang telah diperolehnya. Firman Allah:
Dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi wewenangNya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan. (al-Qasas/28: 88).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
CIPTAAN MANUSIA, CIPTAAN JIN
Ayat 14
“Dia telah menciptakan manusia dari tanah liat bagai tembikar."
Berbagai penciptaan manusia telah diterangkan dalam Al-Qur'an, di antara satu ayat dengan ayat yang lain cukup mencukupkan. Asal-usul kejadian manusia ialah dari tanah. Di dalam surah as-Sajdah ayat 7 ada disebutkan,
“Yang membaguskan tiap-tiap sesuatu yang Dia ciptakan dan Dia mulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia jadikan keturunannya dari sariairyang hina." (as-Sajdah: 7-8)
Maka dapatlah dipikirkan bahwasanya asal semula manusia terjadi ialah daripada tanah, yaitu tanah liat, dan tanah itu disaring lagi sampai kering, laksana tembikar. Di sini pun dapat dipikirkan betapa rahman-Nya Allah terhadap kita. Sebab dalam ayat 7 surah as-Sajdah itu telah diterangkan bahwa cara penciptaan itu telah dilakukan Allah dengan baik sekali, dengan sangat bagus.
Dari tanah liat yang disaring halus sampai menyerupai tembikar, demikian halus perkembangannya sampai bisa menjadi manusia. Dalam ayat-ayat yang lain dijelaskan pula berkali-kali bahwa kejadian itu melalui mani, dari mani berpadu menjadi nuthfah, menjadi
‘alaqah, menjadi mudhghah; segumpal air, segumpal darah, segumpal daging, dan dari daging itu bertumbuh menjadi manusia.
Maka segala yang diciptakan oleh Allah itu, dalam peningkat proses kejadiannya, selalu dalam cara yang indah sekali, sampai pun kepada telur ayam yang terdiri dari zat putih telur dan zat kuning sebelah dalam. Kemudian “dengan indah sekali" dalam masa kurang lebih dua puluh hari menjadi berdaging, bertulang, dan berbulu, lalu dia sendiri mematuk telur yang membungkus badannya, sampai dia bisa keluar dan menciap-ciap tanda hidup.
Semuanya itu dengan rahman Allah.
Ayat 15
“Dan telah menciptakan jin dari api yang sangat menyata."
Al-Aufi menjelaskan, sebagai keterangan yang dia terima dari Ibnu Abbas, bahwa beliau menjelaskan dari api yang sangat bernyala ialah api yang sudah sangat murni apinya. Seumpama yang selalu kita lihat apabila orang yang melakukan las pada besi, maka kelihatanlah api itu sudah tidak merah lagi, tetapi sudah mendekat kepada hijau, dan panasnya api yang sudah sangat hijau itu melebihi dari api yang masih berwarna merah. Api yang sudah menghijau itulah yang dapat menembus besi, dari sangat panasnya.
Dengan kedua ayat ini sudah dijelaskan sejak semula perbedaan kejadian manusia dengan permulaan kejadian jin. Yang asal dari tanah teranglah bahwa dia bersifat benda, dan yang asal dari api teranglah bahwa api itu setelah menyala dia gaib kembali, meskipun hakikatnya masih ada. Maka di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh al-Imam Ahmad dalam satu isnad dan dirawikan pula oleh Muslim dalam isnad yang lain, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
“Allah telah menciptakan malaikat dari nur (ca-fiaya), dan mencintakan jin dari api yang sangat menyala dan menciptakan Adam daripada apa yang celah diterangkan sifatnya kepada kamu." (HR Muslim dan Imam Ahmad)
Kemudian datanglah pertanyaan,
Ayat 16
“Maka dengan karunia Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kalian berdua dustakan?"
Pertanyaan ini pun tepat menyuruh manusia berpikir mengenang bagaimana besarnya sifat rahman Allah, sehingga api menyala menjelma menjadi jin dan tanah liat yang terbuang di mana-mana bisa menjadi manusia? Dan selalu dapat dilihat?
Ayat 17
‘Tuhan dari dua timur dan Tuhan dari dua barat."
Memang timur dan barat itu pada hakikatnya bukanlah satu, melainkan dua. Sebab timur tempat terbitnya matahari dan barat sebagai tempat terbenamnya. Jika diperhatikan dengan saksama, tidaklah dia tetap pada satu tempat.
Perjalanan matahari atau lebih tepatnya lagi peredaran bumi, bertali dan berkelindan dengan pergantian musim. Musim dingin dan musim panas. Edaran matahari pun menurut musim pula, di musim panas dia condong terbit dari utara dan terbenam arah ke selatan. Di musim dingin dia condong ke selatan dan terbenam ke utara. Perlainan waktunya dapat kita rasakan. Di musim dingin lebih pendek siang dan panjang malam, di musim panas lebih panjang siang dan pendek malam. Saya pernah ada di Eropa di musim dingin di bulan puasa; maka teruslah saya berpuasa di bulan Ramadhan, meskipun saya musafir. Sebab puasanya tidak lebih dari sepuluh jam (dari pukul 7 pagi sampai pukul 5 sore). Dan saya pernah pula di Eropa di musim panas, sudah pukul 10 sepatutnya sudah malam, namun matahari masih kelihatan. Hanya di daerah khatulistiwa sebagai tanah airku Indonesia sendiri yang tidak berbeda bilangan jam siang dan bilangan jam malam.
Di waktu itu pun terasalah bagaimana rahman Allah terhadap hamba-Nya. Sebagai seorang yang memeluk agama Islam dapatlah kita rasakan rah man dan rah i m-Nya Allah tatkala dalam musafir itu. Saya wajib berpuasa dalam bulan Ramadhan, tetapi kalau dalam musafir boleh menggantinya di hari yang lain sesampai kita di tempat tinggal yang tetap. Sebab agama diturunkan Allah bukanlah buat memberati kita. Dan kita pun boleh mempergunakan pertimbangan akal kita secara ikhlas dan jujur. Lalu selama saya musafir di Eropa di musim dingin itu (Oktober 1968), saya tetap berpuasa. Sebab saya pikir, jika puasa ini saya lepaskan, meskipun dibolehkan oleh agama, saya mesti mengqadhanya juga sesampai di tanah air. Dan kalau saya mengqadha di Indonesia, mulai Imsak (menahan) paling lambat pada pukul 4 dan saya harus wajib berbuka puasa pukul 6 lewat. Artinya sampai 14 jam. Sedang kalau saya berpuasa dalam musafir itu, saya hanya berpuasa selama 10 jam. Kecuali kalau musim panas. Waktu itulah yang baik, menurut pertimbangan saya, semoga pertimbangan itu tidak salah, jika saya tidak puasa. Sebab kadang-kadang pukul empat pagi matahari telah terbit dan terbenam pukul 10. Jadi kalau saya berpuasa juga sedang musafir di musim panas itu, saya akan berpuasa selama 16 jam. Padahal agama membolehkan saya meninggalkan puasa sebab musafir di waktu demikian.
Ayat 18
“Maka dengan karunia Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kalian berdua dustakan?"
Tidak ada lagi yang patut didustakan, bahkan tidak ada yang akan didustakan. Sebab di dalam segala perintah dan larangan Allah, selalu ada manfaatnya kepada manusia, dan berguna bagi kemaslahatan manusia sendiri. Allah kaya dari seluruh alam ini.
“Allah telah menciptakan malaikat dari nur (ca-fiaya), dan mencintakan jin dari api yang sangat menyala dan menciptakan Adam daripada apa yang celah diterangkan sifatnya kepada kamu." (HR Muslim dan Imam Ahmad)
Kemudian datanglah pertanyaan,
Ayat 16
“Maka dengan karunia Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kalian berdua dustakan?"
Pertanyaan ini pun tepat menyuruh manusia berpikir mengenang bagaimana besarnya sifat rahman Allah, sehingga api menyala menjelma menjadi jin dan tanah liat yang terbuang di mana-mana bisa menjadi manusia? Dan selalu dapat dilihat?
Ayat 17
‘Tuhan dari dua timur dan Tuhan dari dua barat."
Memang timur dan barat itu pada hakikatnya bukanlah satu, melainkan dua. Sebab timur tempat terbitnya matahari dan barat sebagai tempat terbenamnya. Jika diperhatikan dengan saksama, tidaklah dia tetap pada satu tempat.
Perjalanan matahari atau lebih tepatnya lagi peredaran bumi, bertali dan berkelindan dengan pergantian musim. Musim dingin dan musim panas. Edaran matahari pun menurut musim pula, di musim panas dia condong terbit dari utara dan terbenam arah ke selatan. Di musim dingin dia condong ke selatan dan terbenam ke utara. Perlainan waktunya dapat kita rasakan. Di musim dingin lebih pendek siang dan panjang malam, di musim panas lebih panjang siang dan pendek malam. Saya pernah ada di Eropa di musim dingin di bulan puasa; maka teruslah saya berpuasa di bulan Ramadhan, meskipun saya musafir. Sebab puasanya tidak lebih dari sepuluh jam (dari pukul 7 pagi sampai pukul 5 sore). Dan saya pernah pula di Eropa di musim panas, sudah pukul 10 sepatutnya sudah malam, namun matahari masih kelihatan. Hanya di daerah khatulistiwa sebagai tanah airku Indonesia sendiri yang tidak berbeda bilangan jam siang dan bilangan jam malam.
Di waktu itu pun terasalah bagaimana rahman Allah terhadap hamba-Nya. Sebagai seorang yang memeluk agama Islam dapatlah kita rasakan rah man dan rah i m-Nya Allah tatkala dalam musafir itu. Saya wajib berpuasa dalam bulan Ramadhan, tetapi kalau dalam musafir boleh menggantinya di hari yang lain sesampai kita di tempat tinggal yang tetap. Sebab agama diturunkan Allah bukanlah buat memberati kita. Dan kita pun boleh mempergunakan pertimbangan akal kita secara ikhlas dan jujur. Lalu selama saya musafir di Eropa di musim dingin itu (Oktober 1968), saya tetap berpuasa. Sebab saya pikir, jika puasa ini saya lepaskan, meskipun dibolehkan oleh agama, saya mesti mengqadhanya juga sesampai di tanah air. Dan kalau saya mengqadha di Indonesia, mulai Imsak (menahan) paling lambat pada pukul 4 dan saya harus wajib berbuka puasa pukul 6 lewat. Artinya sampai 14 jam. Sedang kalau saya berpuasa dalam musafir itu, saya hanya berpuasa selama 10 jam. Kecuali kalau musim panas. Waktu itulah yang baik, menurut pertimbangan saya, semoga pertimbangan itu tidak salah, jika saya tidak puasa. Sebab kadang-kadang pukul empat pagi matahari telah terbit dan terbenam pukul 10. Jadi kalau saya berpuasa juga sedang musafir di musim panas itu, saya akan berpuasa selama 16 jam. Padahal agama membolehkan saya meninggalkan puasa sebab musafir di waktu demikian.
Ayat 18
“Maka dengan karunia Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kalian berdua dustakan?"
Tidak ada lagi yang patut didustakan, bahkan tidak ada yang akan didustakan. Sebab di dalam segala perintah dan larangan Allah, selalu ada manfaatnya kepada manusia, dan berguna bagi kemaslahatan manusia sendiri. Allah kaya dari seluruh alam ini.
Ayat 19
“Dibiarkan-Nya mengalir dua lautan, lalu keduanya bertemu."
Dapatlah kita perhatikan bagaimana air mengalir pada sungAl-sungai yang besar, mengalirlah air sungai itu dari sisi mana pun dia datang, kelak bertemu di lautan besar. Tidaklah berhenti aliran itu siang dan malam. Di bumi ini ada berbagai macam genangan air yang dinamai danau, namun tujuannya ialah lautan.
Ayat 20
“Di antana keduanya ada batas yang tidak dilampauinya."
Perhatikanlah air yang di lautan lepas itu adalah asin dan air yang mengalir dari sungai adalah tawar. Beribu-ribu tahun lamanya pertemuan di antara air sungai yang tawar dengan air lautyang asin, namun air sungai tetap dalam tawarnya dan air laut tetap dalam asinnya, kecuali kalau sudah agak lama kemarau panjang sehingga air sungai menjadi tohor dan air laut mengganah naik. Di waktu itulah baru terasa sedikit asin agak ke hulu, namun di sumur atau telaganya dia tetap tawar. Benar-benar di antara keduanya ada batas yang tidak dilampauinya. Di kampung halaman saya sendiri, Batang Arau yang terkenal. Dari sejak seberang Padang kelihatan Arau mengalir dengan tawarnya menuju laut di Muaro yang ombaknya besar dan airnya asin. Sesudah dekat benar ke laut, barulah terasa asin itu. Adapun batas di antara air tawar dengan air asin itu benar-benar menunjukkan rahman Allah yang menakjubkan.
Ayat 21
“Maka dengan karunia Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kation bendua dustakan?"
Cobalah bayangkan, bagaimanakah halnya kalau sekiranya pertemuan di antara dua macam air itu berkacau, sehingga air laut tidak menentukan lagi asinnya karena selalu didatangi oleh air tawar, atau air tawar menjadi asin karena pasang naik. Niscaya susah manusia buat minum, karena air asin jika diminum tidaklah akan melepaskan haus. Di sini jelas sekali lagi bahwa di dalam bumi ini sudah disediakan fasilitas buat manusia hidup.
Ayat 22
“Ketuai daripada keduanya mutiara dan meijan."
Keluar daripada keduanya, yaitu lautan besar atau lautan kecil; danau. Dari keduanya itu dapat dikeluarkan mutiara dan merjan. Mutiara menyelinap tumbuh di dalam lokan. Dia adalah permata yang mahal. Mutiara itu tumbuh di dalam lokan, yaitu kulit yang indah dari semacam kerang, dalam kulitnya. Sehingga kalau mutiara itu hendak dikeluarkan, hendaklah kulit lokan itu dipecahkan terlebih dahulu baru dia dapat dikeluarkan. Di negeri Jepang, mutiara itu dapat dibuat, dengan jalan menyuntikkan sesuatu zat ke dalam kulit lokan itu dan membiarkan bertumbuh dalam beberapa tahun. Warna mutiara itu sangat indah, putih berkilau dan termasuk permata yang mahal harganya, apatah lagi yang asli. Di Indonesia mutiara itu banyak bertumbuh di sebelah lautan Ternate, atau dekat Pulau Banda Neira.
Marajaan atau merjan, disebut merajaan juga dalam bahasa Indonesia, warnanya merah dan tumbuh di laut juga. Banyak didapat orang di Laut Merah dan mungkin ada juga di lautan yang lain.
Dalam ayat ini ada dibayangkan bahwa mutiara dan merjan itu tumbuh di dua macam laut, yaitu laut asin dan laut tawar. Adapun adanya di lautan asin yang luas itu memang dapat dicari orang. Negeri Kuwait yang sekarang terkenal karena hasil minyaknya, sampai pada sekitar tahun 1930 masih sebuah negeri yang hasilnya dari mutiara saja, sehingga itulah yang menjadi mata pencarian orang di sana. Karena hasil itu amat sedikit, boleh dikatakan di masa itu bahwa Kuwait satu negeri kecil yang miskin saja. Tetapi sejak minyak tanah keluar, berubahlah keadaan itu, jadi kaya melimpah-limpah, termasuk sebuah negeri kaya dengan penduduk yang sedikit.
Ayat 23
“Maka dengan kaiunia Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kalian bendua dustakan."
Renungkanlah baik-baik; tangan siapa yang menyelinapkan permata mutiara yang indah itu ke dalam lokan? Tangan siapa yang menumbuhkan merjan merah itu di dalam dasar laut, yang dapat diambil dan dikutip lalu dijadikan perhiasan perempuan?
Ayat 24
“Dan kepunyaan-Nyalah kapal-kapal yang berlayan di lautan."
Betapapun besarnya kapal, bahtera dan segala angkatan laut yang belayar mengarung lautan besar itu, namun dia kelihatan kecil saja laksana sabut kelapa yang diapung-apungkan oleh air. Dia belayar memperhubungkan satu benua dengan benua yang lain. Sejak dari kapal yang dilayarkan oleh kekuatan angin belaka, sampai kepada kapal yang telah dilayarkan dengan atom, dengan uap dan dengan mesin, bahkan akhirnya di zaman sekarang ini telah dilayarkan dengan tenaga atom.
“Laksana gunung-gunung."
Ayat 25
“Maka dengan karunia Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kalian bendua dustakan."
Bukankah pelayaran kapal yang laksana gunung-gunung di lautan yang mahaluas itu membuktikan bagi kamu, bahwasanya kamu di antara satu dengan yang lain adalah perlu memerlukan, karena tidak ada bagian dunia yang cukup. Manusia cari mencari, hubung menghubung bagi memenuhi kepentingan masing-masing.
Ayat 26
“Setiap apa pun yang benada di atasnya akan musnah."
Artinya ialah bahwa setiap apa pun yang ada di permukaan alam ini, baik dia di bumi ataupun dia di langit, tidak ada yang akan kekal. Semuanya akan fana, akan habis akan lenyap. Bukan saja manusia atau segala yang bernyawa. Bahkan matahari dan bulan, bintang dan angkasa. Semuanya itu mulanya tidak ada, kemudian itu diadakan, setelah itu kelak akan selesai tugasnya lalu habis. Yang baru akan menjadi usang, yang muda akan menjadi tua.
Ayat 27
“Dan yang kekal hanyalah wajah Tuhan engkau, Yang Mahaagung lagi Mahamulia."
Asy-Sya'bi berkata, “Kalau telah engkau baca ayat kullu man ‘alaiha faanin" hendaklah teruskan kepada “wayabqaa wajhu rabbika dzul jalali wal ikraami." Jangan hentikan setengah jalan, bahwa semuanya yang ada di dunia ini semua akan fana, akan habis, sedang yang kekal hanya Allah saja. Dialah Yang Mahaagung dan Mahamulia, yang mesti ditaati bukan didurhakai, yang wajib dituruti bukan diingkari. Yang hidup semuanya akan mati. Setelah mati akan berbangkit dan akan diperiksa dengan saksama segala amal yang telah dikerjakan.
Ayat 28
“Maka dengan karunia Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kalian berdua dustakan."
Kamu telah lahir ke dunia dan telah hidup. Kalau usiamu panjang, yang pasti tua, dan kalau engkau bersedia mati segera, tidaklah engkau akan merasakan apa artinya tua. Sepanjang-panjang umur, tidak mungkin hidup terus, mesti mati. Jalan untuk mengelak dari tua dan dari mati tidak ada, sebab telah melalui hidup. Sebab itu tidak ada lagi jalan buat mendustakan kehendak Allah itu, baik kita sebagai manusia atau jin.
***