Ayat
Terjemahan Per Kata
وَهَلۡ
dan apakah
أَتَىٰكَ
telah sampai kepadamu
حَدِيثُ
ceritera/kisah
مُوسَىٰٓ
Musa
وَهَلۡ
dan apakah
أَتَىٰكَ
telah sampai kepadamu
حَدِيثُ
ceritera/kisah
مُوسَىٰٓ
Musa
Terjemahan
Apakah telah sampai kepadamu (Nabi Muhammad) kisah Musa?
Tafsir
(Apakah) telah (datang kepadamu kisah Musa?).
Tafsir Surat Taha: 9-10
Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? Ketika ia melihat api, lalu ia berkata kepada keluarganya, "Tinggallah kalian (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepada kalian atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Mulai dari sini Allah kembali menceritakan kisah Musa, saat pertama kalinya ia menerima wahyu dan saat dia diajak bicara langsung oleh Allah ﷻ Demikian itu terjadi setelah Musa menyelesaikan masa perjanjian kontrak kerja menggembalakan ternak terhadap mertuanya.
Lalu Musa berjalan dengan keluarganya yang menurut suatu pendapat menyebutkan bahwa tujuannya adalah negeri Mesir, yaitu setelah dalam waktu yang lama ia meninggalkannya, lebih dari sepuluh tahun. Dalam perjalanan itu Musa membawa istrinya. Musa sesat jalan, saat itu sedang musim dingin; lalu ia beristirahat di sebuah lereng bukit, sedangkan cuaca saat itu sangat dingin di sertai dengan kabut, awan, dan gelapnya malam.
Kemudian Musa membuat api dengan batu pemantik apinya sebagaimana yang biasa dilakukan di masanya dalam menyalakan api. Akan tetapi, usahanya tidak membuahkan sepercik api pun. Ketika Musa dalam keadaan kedinginan, tiba-tiba ia melihat cahaya api yang bersumber dari arah Bukit Tur, yang ada di sebelah kanannya. Maka Musa berkata kepada keluarganya seraya menyenangkan hati mereka: Sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepada kalian. (Thaha: 10) Yakni sebuah obor api.
Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya dengan ungkapan lain, yaitu: atau (membawa) suluh api. (Al-Qashash: 29) Yaitu obor api. agar kalian dapat menghangatkan badan. (Al-Qashash: 29) Hal ini menunjukkan bahwa saat itu cuaca sangat dingin. Sedangkan yang disebutkan dalam ayat ini yaitu oleh firman-Nya, "Biqabasin, yang artinya obor api; hal ini menunjukkan bahwa suasana malam itu sangat gelap. Firman Allah ﷻ: atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. (Thaha: 10) Yakni seseorang yang menunjukkan jalan kepadaku.
Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Musa a.s. saat itu sesat jalan. Hal ini seperti apa yang diriwayatkan oleh As-Sauri, dari Abu Sa'd Al-A'war, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. (Thaha: 10) Yaitu seseorang yang memberikan petunjuk jalan kepadaku. Mereka saat itu berada di musim dingin dan sesat jalan.
Ketika Musa melihat api, ia berkata, "Jika aku tidak menjumpai seseorang yang menunjukkan kepadaku jalan yang sebenarnya, aku akan mendatangkan kepadamu api yang dapat dipakai untuk berdiang kalian.""
Usai menjelaskan keagungan Al-Qur'an dan tugas berat yang diamanahkan kepada Rasulullah, pada ayat-ayat berikut Allah menguraikan kisah Nabi Musa yang juga diberi amanah berat, yaitu berdakwah kepada Fir'aun yang sangat ingkar. Kisah ini dimaksudkan untuk menguatkan Nabi Muhammad dalam berdakwah. Dan apakah telah sampai kepadamu, wahai Nabi Muhammad, kisah Musa saat akan menerima tugas kerasulan'10. Ketika dalam perjalanan menuju Mesir, dia melihat api yang menyala terang, lalu dia berkata kepada keluarganya yang menyertainya dalam perjalanan itu,'Tinggallah kamu di sini sampai aku kembali. Sesungguhnya aku melihat api. Mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit nyala api kepadamu agar kita dapat menghangatkan badan pada malam yang dingin ini, atau aku akan mendapat petunjuk dari seseorang yang ada di sekitar tempat api itu. '.
Pada ayat ini Allah memulai kisah Nabi Musa a.s. dengan ungkapan seakan-akan bertanya kepada Nabi Muhammad saw, apakah telah sampai kepadanya peristiwa dan kisah Nabi Musa ketika berdakwah kepada umatnya? Cara yang demikian biasa dilakukan untuk memfokuskan perhatian, dalam hal ini perhatian Nabi Muhammad ﷺ dan juga umatnya kepada apa yang akan disampaikan. Telah menjadi kebiasaan orang Arab, apabila akan dikemukakan suatu berita atau kisah, maka didahului dengan ungkapan berbentuk pertanyaan, untuk menarik perhatian supaya pendengar mengikuti berita atau kisah itu dengan penuh perhatian.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PANGGILAN ALLAH KEPADA MUSA
Di ayat ini sampailah Allah kepada kisah Nabi Musa a.s.
Ayat 9
“Dan apakah telah sampai kepada engkau pembicaraan tentang Musa?"
Bunyi ayat bersifat pertanyaan, tetapi maksudnya adalah tanya untuk menguatkan berita. Menurut Ibnu Abbas artinya ialah “Bukankah sudah datang kepada engkau berita tentang Musa?"
Menurut Tafsir dari Ibnu Katsir, setelah habis perjanjian Nabi Musa dengan mertuanya di negeri Madyan mengembalakan kambing mertuanya itu selama 8 tahun, atau 10 tahun kalau Musa sudi menambah, sebagai mahar kawin dengan anak perempuannya, maka berangkatlah Nabi Musa bersama anak istrinya, meninggalkan Madyan menuju Mesir. Karena sudah lebih dari sepuluh tahun negeri Mesir itu beliau tinggalkan. (Lihat surah al-Qashash, 23, Juz 20).
Di tengah perjalanan jauh bersama anak-anak dan istrinya itu, tersesat jalanlah beliau, padahal waktu itu musim dingin. Dicobanya membuat api dengan menggosokkan di antara dua kayu kering, namun api tidak juga timbul. Lalu berhentilah beliau di salah satu pinggiran gunung dalam kedinginan, kegelapan dan awan-awan tebal. Hari dingin, anak-anak telah lapar dan haus, api pun tidak ada. Sedang beliau duduk termenung menjaga anak-anak itu, tiba-tiba kelihatanlah oleh beliau api di lereng gunung.
Ayat 10
“Seketika dia melihat api, lalu berkatalah dia kepada keluanganya: “Sesungguhnya aku ada melihat api."
Terlihatnya api, di waktu sangat memerlukan api adalah sangat menimbulkan harapan dan kebesaran hati. Di dalam ayatini Nabi Musa melihat api itu memakai bahasa aanastu naran. Kalimat aanastu itu bukan saja berarti melihat, melainkan melihat dengan timbul pengharapan dan kegembiraan, laksana senangnya hati seseorang bertemu kembali dengan teman lama yang telah lama dirindukan."Moga-moga aku datang (membawakan) untuk kamu dari api itu agak sejemput." Membawakan sekadar untuk memanaskan air ataupun memasakkan makanan, sehingga anak-anakyang kedinginan dan kelaparan dalam perjalanan jauh itu segar kembali.
“Atau aku akan mendapat di tempat api itu suatu petunjuk."
Tafsir dari ujung ayat ini mengandung dua makna. Mungkin yang beliau maksudkan dengan api itu beliau mengharap akan mendapat petunjuk, ialah karena beliau telah tersesat jalan, tak tahu pedoman jalan lagi sebab gelap. Moga-moga bila dapat api itu, dapatlah dijadikan suluh melanjutkan perjalanan. Dan arti yang kedua ialah bahwa mungkin telah dirasa dalam jiwa Nabi Musa bahwa api itu bukan sembarang api. Mungkin ada sesuatu yang akan beliau temui di tempat yang sunyi sepi di lereng gunung itu. Maka kalau itu api sebenarnya, dia akan pulang segera membawanya agak sepotong kecil, dan kalau itu adalah petunjuk dari Allah tentang hal sesuatu yang gaib, beliau pun ingin tahu juga. Sebab api di lereng gunung adalah suatu hal yang menakjubkan. Apakah yang ada di sana? Adakah manusia di situ?
Ayat 11
“Maka tatkala dia datang ke tempat itu."
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa setelah Musa sampai ke tempat api itu kelihatanlah olehnya sepohon kayu yang berwarna api yang kehijauan, sejak dari uratnya sampai kepada pucuknya. Sangat tercengang beliau melihat dari sangat sinarnya api itu dan sangat hijaunya pohon itu. Api tidak dapat merubah kehijauan pohon, dan pohon yang sangat subur penuh air tidak pula dapat mengubah warna api: Di tengahnya kelihatan cahaya yang besar.
“Dipanggillah dia: Hai Musa!"
Didengarnya namanya dipanggil, “Musa!" Tentu saja terkejutlah Musa mendengar nama-nya dipanggil. Entah dari mana datangnya suara, tidaklah ada perlunya kita katakan sekarang. Jangan sampai kita terlibat pula ke dalam perdebatan apakah Kalam Allah itu berhuruf bersuara. Kalau berhuruf dan bersuara, niscaya serupalah suara Allah dengan yang baru. Di dalam surah an-Nisaa', ayat 164 Allah sendiri yang telah menjelaskan
“Dan Allah telah bercakap dengan Musa, sebenar bercakap." (an-Nisaa': 164)
Bagaimana cara percakapan itu adalah pengalaman dari nabi-nabi dan rasul-rasul Allah. Apa yang mereka ceritakan kita terima dengan sepenuh hati.
Lalu didengarnya pulalah sambungan dari perkataan itu.
Ayat 12
“Sesungguhnya Aku ini adalah Tuhanmu."
Mendengarkan sambungan kata itu mengertilah Musa bahwa dia adalah berhadapan dengan Allah sendiri. Tetapi Tuhannya sendiri tidak kelihatan. Inilah pada pertemuannya yang kedua kali kelak yang menyebabkan
Musa lebih berani. Dia memohon agar Allah memperlihatkan diri kepadanya. Tetapi per-mohonannya itu tidak dikabulkan Allah. Disinari saja oleh Allah puncak gunung dengan kudrat iradatnya, lalu runtuhlah puncak gunung yang terjadi dari batu-batu granit itu, berderai ke bawah. Dan pingsanlah Musa. (Sebagaimana tersebut di dalam surah al-A'raaf ayat 143, Juz 9).
Ini adalah pengalaman pertama. Musa telah diliputi oleh suatu perasaan yang hebat. Lalu Allah menyambung firman-Nya
“Maka tanggalkanlah kedua belah terompahmu, sesungguhnya engkau sedang berada di lembah yang suci; Thuwa."
Ada dua macam tafsir mengapa Musa disuruh menanggalkan terompah sesampai di lereng bukit itu. Setengah tafsir mengatakan karena pada terompah yang dipakainya itu terdapat najis atau kotoran. Sebab itu disuruh membuka. Tetapi Said bin jubair menafsirkan, bahwasanya menanggalkan terompah karena akan menginjak bumi yang dimuliakan itu adalah menambah rasa hormat dan merendahkan diri. Sebagaimana masuk Ka'bah pun orang seharusnya jangan beralas kaki. Dan ada pula di antara raja-raja zaman dulu ditanggalkan orang-orang alas kaki jika akan datang menghadap. Inilah rupanya yang terkesan dalam jiwa Imam Malik bin Anas. Imam yang besar ini merasa kuranglah hormatnya kepada Nabi ﷺ jika dia mengendarai kendaraannya dekat-dekat kuburan Rasulullah di Madinah. Dan ini pula yang menjadi sebab agaknya maka Rasulullah ﷺ pernah mengatakan kepada sahabatnya Basyir bin al-Khashashiyah bila dia berjalan dekat kuburan agar terompahnya ditanggalkan.
Maka diterangkan Allah-lah sebabnya maka terompah harus ditanggalkan. Yaitu karena Musa telah sampai di lembah yang disucikan, namanya Thuwa.
Arti Thuwa itu sendiri pun telah suci. Lalu dikatakan disucikan pula. Jadilah dia dua kali suci. Ke sanalah Musa dipanggil.
Lalu datanglah firman Allah selanjutnya,
Ayat 13
“Dan Aku telah memilih engkau!"
Dengan ucapan Allah yang demikian, maka mulai saat itu Musa telah menerima tugasnya dari Allah langsung, menjadi Nabi dan menjadi Rasul. Pilihan Allah telah jatuh kepada dirinya.
“Sebab itu dengarkanlah apa yang akan Aku wahyukan."
Dengan demikian disuruhlah Musa mendengarkan firman Allah baik-baik dan supaya dipahamkan. Sebagaimana diterangkan oleh Wahab bin Munabbih, “Setengah dari adab mendengar ialah seluruh anggota tenang, mata menekur, telinga dipasang baik-baik, akal ber-sedia, dan bertekad hendak melaksanakan." Sufyan bin Uyainah pun mengatakan, “Pangkal ilmu ialah mendengarkan baik-baik, kemudian memahamkannya, sesudah itu meletakkannya dalam ingatan kemudian itu diamalkan sesudah itu disebarkan."
Dan kata Sufyan selanjutnya, “Dan apabila seorang hamba Allah telah mendengar bunyi Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, ‘alaihish-shalatu wassalamu dengan niat yang tulus, menurut yang dicintai oleh Allah, niscaya akan melekatlah ilmu itu dalam dirinya dan diberilah dalam kalbunya suatu cahaya."
Kemudian itu maka Allah melanjutkan lagi menjelaskan dasar yang akan jadi pegangan sebagai seorang Rasul. Allah berfirman,
Ayat 14
“Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Aku."
Inilah pangkal pokok segala Risalah dan Nubuwwah. Dan sini dimulai segala pengajian, yang wajib tiap-tiap orang mukallaf mengingat dan memegangnya teguh.
“Sebab itu sembablah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku."
Di sinilah kita mendapat paham bahwasanya yang terlebih dahulu diwahyukan kepada nabi-nabi dan rasul-rasul ialah tentang Allah. Bahwa Allah itu hanya satu, berdiri sendirinya. Tiada Dia bersekutu dengan yang lain. Setelah mantap keyakinan yang demikian, yang dinamai juga aqidah, maka datanglah perintah agar Allah itu disembah, Allah itu dikhidmati dan dipuja. Karena di sanalah permulaan untuk menguatkan jiwa bagi Musa sebagai seorang rasul Allah. Kemudian itu hendaklah dirikan shalat, untuk menjadikan diri selalu ingat kepada Allah. Adanya perintah mengerjakan shalat ialah supaya ingat kepada Allah itu tetap ada.
Selanjutnya berfirmanlah Allah.
Ayat 15
“Sesungguhnya Hari Kiamat itu pastilah akan datang."
Ini pun pokok kepercayaan yang mesti jadi pegangan. Terutama terlebih dahulu jadi pegangan erat bagi seorang nabi atau rasul. Sesudah yakin percaya akan adanya Allah, percayatah pula bahwa di belakang hidup yang sekarang ini akan datang hari Kiamat, yang disebut juga saat. Saat yang ditunggu-tunggu selamanya dan pasti datang."Sengaja Aku rahasiakan waktunya/' kata Allah selanjutnya. Tak ada seorang pun yang tahu, walau malaikat sekalipun, bila Kiamat itu akan datang. Kepada nabi-nabi pun Kiamat itu dirahasiakan, termasuk kepada Musa sebagai tersebut di dalam ayat ini, atau kepada Nabi Muhammad, sebagai ditegaskan di dalam ayat terakhir (38) dari surah Luqmaan. Dan ketika Jibril datang menziarahi Rasulullah ﷺ yang sedang dikelilingi oleh sahabat-sahabat, bila akan terjadi Hari Kiamat itu, Nabi pun menjawab,
“Tidaklah yang ditanya lebih tahu dari yang bertanya."
Sebabnya maka tidak diberitahukan itu telah dijelaskan pada sambungan ayat,
“Supaya tiap-tiap diri dibalas dengan apa yang dia usahakan."
Tidak diberitahukan bila akan datang Kiamat itu. Supaya manusia hidup bekerja sebagai biasa. Beramal dan berusaha menurut sewajarnya, jangan sampai mengejutkan atau menimbulkan bermalas-malas.
Hikmah ini telah kita dapati di zaman kita sekarang ini. Sehabis Perang Dunia Kedua, bertahun-tahun lamanya orang cemas akan datang lagi Perang Dunia Ketiga. Seakan-akan perang itu akan terjadi cepat sekali. Maka macam-macamlah perangai manusia. Pada kota-kota besar di Amerika dan Eropa tiap malam orang menyalakan lampu besar bersinar jauh, untuk mengetahui kalau-kalau ada kapal udara musuh akan menyerang kota itu. Gereja-gereja jadi sesak dengan orang yang shalat, karena takut akan mati ditimpa bom. Tetapi ada pula orang yang melepaskan segala nafsu syahwatnya; minum-minuman keras sampai mabuk. Katanya hendak menghindarkan himpitan pikiran karena takut akan peperangan. Dan ada pula pemuda-pemudi karena putus harapannya akan ketenteraman hidup, atau karena menyangka akan lekas mati, lalu dilepaskannyalah segala nafsu dan syahwat, bergaul di luar nikah, dengan dasar pikiran, mengapa kita bermenung-menung. Sedang masih ada hidup, puaskanlah diri sepuas-puasnya.
Dengan sebab Allah merahasiakan bila Kiamat akan datang, dan menjanjikan bahwa segala perbuatan dan amal dan usaha akan mendapat ganjaran yang setimpal, manusia pun tenanglah hidup. Karena di samping Kiamat Kubra, Kiamat besar, tiap-tiap manusia pun menempuh Kiamatnya sendiri dengan tibanya maut.
Selanjutnya firman Allah kepada Musa,
Ayat 16
“Maka sekali-kali janganlah engkau (dapat) dipalingkan darinya."
Jangan sampai dapat dipalingkan, dipe-sonakan, dikisarkan dari tujuan yang pertama, yaitu mendidik dan mempertebal iman sendiri dengan kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa, Yang tidak bersekutu dengan yang lain, dan mengabdikan diri kepada Allah itu dan shalat agar selalu dapat ingat kepadanya. Janganlah sampai engkau, hai Musa, dapat dipalingkan daripada tujuan risalahmu itu."Oleh orang-orang yang tidak percaya dengan dia." Yaitu orang-orang yang tidak percaya kepada Allah.
“Dan hanya menuruti hawanya, menyebabkan dia binasa."
Inilah amanah pertama dan Allah kepada Musa.
Pertama, teguhkan aqidah kepada adanya Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia.
Kedua, sediakan hidup buat selalu berbakti kepadanya.
Ketiga, dirikan shalat agar Allah tiada lepas buat selama-lamanya dari ingatan.
Keempat, selalu ingat bahwa perialanan hidup ini pasti berakhir dengan sa'at, yaitu waktu yang ditentukan. Bagi alam ialah Kiamat yang besar. Bagi diri masing-masing yang bernyawa ialah maut.
Kelima, hendaklah teguhkan hati, tetapkan langkah, jangan peduli bujuk rayu, halangan dan rintangan, dan tipuan dari manusia yang tidak memegang kepercayaan yang demikian.
Amanat Allah yang seperti ini adalah amat perlu. Karena tugas yang terpikul ke atas pundak Musa adalah amat berat dan lawan yang akan beliau hadapi, baik keluar, yaitu Fir'aun, atau ke dalam, yaitu kaumnya sendiri Bani Israil adalah sangat-sangat meminta keteguhan jiwa, ketabahan hati yang tidak mengenal mundur, dan tidak dapat ditipu atau dirayu dengan apa saja.