Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰبَنِيٓ
Wahai keturunan
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
ٱذۡكُرُواْ
ingatlah
نِعۡمَتِيَ
nikmatKu
ٱلَّتِيٓ
yang
أَنۡعَمۡتُ
Aku anugerahkan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَأَنِّي
dan bahwa Aku
فَضَّلۡتُكُمۡ
Aku telah melebihkan kalian
عَلَى
atas
ٱلۡعَٰلَمِينَ
segala umat
يَٰبَنِيٓ
Wahai keturunan
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
ٱذۡكُرُواْ
ingatlah
نِعۡمَتِيَ
nikmatKu
ٱلَّتِيٓ
yang
أَنۡعَمۡتُ
Aku anugerahkan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَأَنِّي
dan bahwa Aku
فَضَّلۡتُكُمۡ
Aku telah melebihkan kalian
عَلَى
atas
ٱلۡعَٰلَمِينَ
segala umat
Terjemahan
Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan sesungguhnya Aku telah melebihkan kamu daripada semua umat di alam ini (pada masa itu).
Tafsir
(Hai Bani Israel! Ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan sesungguhnya Aku telah mengutamakan kamu dari segala umat). Ayat seperti ini telah kita temui di muka.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 122-123
Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Kuanugerahkan kepada kalian dan Aku telah melebihkan kalian atas segala umat. Dan takutlah kalian kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang yang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan darinya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.
Dalam pembahasan yang lalu yaitu pada permulaan surat Al-Baqarah telah disebutkan ayat yang bermakna serupa dengan ayat ini.
Sengaja diulangi dalam bagian ini untuk mengukuhkan maknanya dan sebagai anjuran untuk mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang mereka jumpai sifat-sifatnya, ciri khasnya, namanya, perihalnya, dan umat-nya di dalam kitab-kitab mereka. Maka Allah memperingatkan mereka agar jangan menyembunyikan hal tersebut, jangan pula menyembunyikan anugerah yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka sebagai nikmat dari-Nya. Allah memerintahkan agar mereka selalu ingat akan nikmat duniawi dan nikmat agama yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka.
Untuk itu, janganlah mereka merasa dengki dan iri kepada anak-anak paman mereka (yaitu bangsa Arab) atas rezeki Allah yang diberikan kepada mereka, berupa diutus-Nya seorang rasul terakhir yang dijadikan-Nya dari kalangan mereka. Janganlah kedengkian tersebut mendorong mereka menentang rasul itu, mendustakannya, dan tidak berpihak kepadanya. Semoga salawat dan salam-Nya terlimpahkan kepada Rasul selama-lamanya sampai hari kiamat.
Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu, yakni nenek moyangmu dahulu, di antaranya nikmat berupa kebebasan dari kejaran Firaun, diutusnya banyak rasul, dan diturunkannya kitab-kitab suci; dan di antara nikmat-nikmat itu Aku telah melebihkan kamu dari semua umat yang lain di alam ini pada masa itu dengan banyaknya para nabi yang diutus kepada kamu. Ini menunjukkan bahwa Allah benar-benar sangat menyayangi hambaNya. Meskipun Bani Israil telah berkali-kali melakukan pelanggaran, mereka tetap saja diajak dengan harapan mereka dapat percaya kepada Nabi Muhammad. Selanjutnya, ayat 123 mengingatkan mereka dan semua orang untuk mempersiapkan diri menghadapi hari Kiamat. Dan takutlah kamu dengan cara menjaga diri agar tidak mendapat siksa pada keadaan yang sangat mengerikan di hari Kiamat, yaitu ketika tidak seorang pun dapat menggantikan atau membela orang lain sedikit pun. Pada hari itu, tebusan dalam bentuk apa pun untuk menghin dari siksa tidak akan diterima, dan bantuan maupun perantara tidak berguna baginya, dan mereka tidak akan ditolong. Ini mengisyaratkan bahwa berbagai kenikmatan di dunia yang Allah berikan kepada Bani Israil dan umat lain tidak menjamin hal serupa akan Allah berikan kepada mereka di akhi rat.
Ayat ini mengingatkan lagi kepada Bani Israil akan nikmat yang pernah diberikan Allah kepada nenek moyang mereka. Allah telah melebihkan mereka dari bangsa-bangsa lain yang semasa dengan mereka.
Nikmat yang diberikan Allah itu adalah karena mereka selain berpegang kepada ajaran Allah, kepada keadilan dan kebenaran, mereka mempunyai sifat-sifat dan cita-cita yang mulia dan menjauhi sifat yang buruk dan mengekang keinginan dan hawa nafsu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 119
“Sesungguhnya, telah Kami utus dengan kebenaran."
Kebenaran ialah sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan oleh akal yang sehat, yang tidak akan dapat ditumbangkan oleh perkisaran angin zaman, yang menolak akan segala yang salah, menentang yang bobrok, agak-agak dan angan-angan, dongeng-dongeng yang tidak berdasar. Kebenaran ialah yang menimbulkan thuma'ninah, yaitu ketenteraman di dalam batin orang yang menganutnya dan menghilangkan keraguan. Kebenaran pada kepercayaan (iktikad) tentang keesaan Allah dan kebenaran tentang syari'at dan peraturan yang disampaikan-Nya. Dengan itulah, Nabi Muhammad ﷺ diutus Tuhan ke dunia ini."Pembawa berita gembira" untuk barang-siapa yang menerima kebenaran itu. Berita yang menggembirakan hati mereka, baik di dunia maupun kelak di akhirat karena tempat yang bahagia yang disediakan untuk mereka."Dan peringatan ancaman" bagi barangsiapa yang tak sudi menerima kebenaran itu, ialah ancaman bahwa hidupnya di dunia akan sengsara dan di akhirat akan dihinakan dengan adzab. Maka lantaran itulah, tugas engkau, wahai utusan ku yang membawa kebenaran, memberikan berita gembira bagi yang taat dan ancaman siksa bagi yang menolak, teguhlah engkau pada tugasmu itu dan bekerjalah terus, jangan berhenti.
“Dan tidaklah engkau akan ditanya dari hal ahli-ahli neraka."
Artinya, sebagai penghubung untuk Rasul supaya pekerjaan beliau diteruskan, yaitu menyampaikan kebenaran, menggembirakan yang taat, dan menyampaikan berita pahit bagi yang menolak. Pekerjaan engkau ini memang berat dan banyak orang yang akan menentangnya, maka janganlah engkau ambil pusing segala tingkah laku mereka. Tidaklah engkau yang akan ditanya tentang perangai orang-orang ahli neraka itu. Hal yang demikian sudahlah hal yang biasa bagi seorang rasul. Karena seorang rasul adalah seorang mahaguru, bukan seorang pemaksa.
Ayat 120
“Dan sekali-kali tidaklah ridha terhadap engkau orang Yahudi dan Nasrani itu, sehingga engkau mengikut agama Mereka."
Hendaklah kita ketahui bahwasanya sebelum Rasulullah ﷺ diutus dalam kalangan bangsa Arab, adalah seluruh bangsa Arab itu dipandang ummi atau orang-orang yang bodoh, tidak beragama, penyembah berhala. Kecerdasannya dianggap rendah. Sedangkan orang Yahudi dan Nasrani yang berdiam di sekitar bangsa Arab itu memandang, barulah Arab itu akan tinggi kecerdasannya kalau mereka suka memeluk agama Yahudi atau agama Nasrani. Sekarang, Nabi Muhammad ﷺ diutus Allah membawa ajaran Allah mencegah menyembah berhala, percaya kepada kitab-kitab dan rasul-rasul yang terdahulu, baik Musa dan Harun maupun Isa al-Masih. Lantaran Nabi ﷺ tidak menyebut-nyebut agama Yahudi atau Nasrani, melainkan menunjukkan pula cacat-cacat yang telah terdapat dalam kedua agama itu, jengkellah hati mereka. Mereka ingin hendaknya Nabi Muhammad itu mempropagardakan agama mereka. Yahudi menghendaki Nabi Muhammad ﷺ itu jadi Yahudi, sedangkan Nasrani menghendakinya jadi Nasrani.
Setelah itu, Tuhan memberikan tuntunan kepada Rasul-Nya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya, petunjuk Allah itulah dia yang petunjuk.'" Dengan inilah keinginan mereka agar Rasul mengikuti agama mereka telah dijawab. Bahwasanya yang menjadi pedoman di dalam hidup dan yang diserukan oleh Muhammad ﷺ kepada seluruh umat manusia ialah petunjuk Allah. Petunjuk Allah-lah yang sejati petunjuk. Adapun petunjuk manusia, khayat dan teori manusia, bukanlah petunjuk. Dengan ini, marilah berikan nilainya kepada Yahudi dan Nasrani itu, adakah keduanya itu petunjuk Allah? Allah telah mengutus Musa dan Harun serta mengutus Isa al-Masih, kemudian disambung oleh Muhammad. Cobalah perhatikan, apakah segala sesuatu yang menjadi anutan Yahudi dan Nasrani sekarang ini masih berdasar kepada petunjuk Allah yang sejati? Atau telah dicampuri oleh tangan manusia? Dengan ini pun lebih jelas bahwa Muhammad ﷺ adalah datang membawa petunjuk Allah. Kalau Yahudi dan Nasrani masih berpegang kepada petunjuk Allah yang asli, bahwa nabi-nabi yang diutus kepada mereka, dengan sendirinya akan timbullah persesuaian.
Dan firman Allah seterusnya,
“Dan sesungguhnya jika engkau turuti kemauan-kemauan mereka itu." Setengah dari hawa nafsu itu telah dibayangkan pada ayat-ayat di atas tadi, yaitu kata mereka bahwa agama yang benar hanya agama Yahudi dan Nasrani. Yahudi merasa bahwa segala anjuran dari pihak lain, walaupun benar, kalau tidak timbul dari orang yang berdarah Israel, adalah tidak sah, sebab mereka adalah “kaum yang telah dipilih dan diistimewakan Tuhan", Yahudi dan Nasrani telah memandang bahwa masing-masing mereka telah menjadi golongan yang istimewa. Lantaran kepercayaan yang demikian, mereka tidak mau lagi menilai kebenaran dan menguji paham yang mereka anut. Maka kalau kemauan atau hawa nafsu mereka ini diperturutkan, “sesudah datang kepada engkau pengetahuan", yaitu wahyu yang telah diturunkan Allah kepada Rasul ﷺ bahwa tidak ada Allah yang sebenarnya patut disembah melainkan Allah dan Allah itu tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan lain-lain dasar pokok tauhid, yang jadi pegangan dan tiang teguh dari ajaran sekalian nabi dan rasul, maka kalau kehendak dan kemauan kedua pemeluk agama itu engkau perturutkan, sedang engkau telah diberi ilmu tentang hakikat yang sebenarnya,
“Tidaklah ada bagi engkau selain Allah akan pelindung dan tidak pula akan penolong."
Yahudi mengajarkan bahwa bangsa yang paling pilihan dalam dunia ini tidak lain hanyalah Bani Israil. Bangsa lain adalah rendah belaka. Ini tidak sesuai dengan hakikat ilmu. Hakikat ilmu ialah bahwa manusia adalah keturunan Adam, sedangkan Adam dari tanah. Perbedaan warna kulit atau darah keturunan bukan melebihkan yang satu dari yang lain. Yang mulia di sisi Allah ialah barangsiapa yang lebih takwa kepada-Nya.
Nasrani mengajarkan bahwa manusia ini berdosa waris karena dosa Adam. Beribu-ribu tahun Allah bingung di antara sifat kasih-Nya dengan sifat adil-Nya. Akhirnya dia mengambil keputusan, yaitu menjelma sendiri ke dalam alam ini, yaitu masuk ke rahimnya seorang anak dara yang suci lalu menjelma menjadi Isa al-Masih, yang disebutnya sebagai anaknya. Artinya, Dia sendiri menjelma menjadi Anak! Lalu Dia mati di atas kayu palang untuk menebus dosa manusia itu. Dan yang mati itu ialah Bapak itu sendiri.
Ajaran itu tidaklah berdasar ilmu; ini adalah ahwaa ‘ahum, angan-angan yang tidak ada dasarnya. Kalau diturutkan, niscayatah kita akan sangsi. Di dalam ayat ini ditujukan peringatan kepada Nabi Muhammad ﷺ supaya kemauan mereka itu jangan dituruti, sebab kalau dituruti, terlepaslah beliau dari ilmu yang diberikan langsung oleh Allah. Sudah terang bahwa maksud yang sebenarnya dari ayat ini ialah buat kita, umat Muhammad ﷺ. Jangan sampai kita diombang-ambingkan oleh kemauan manusia sehingga petunjuk ilmu dari Allah kita tinggalkan.
Segala macam yang menyeleweng dari tauhid bukanlah petunjuk. Petunjuk sejati banyakiah yang datang dari Allah. Dan dengan ayatini kita telah diberi peringatan bahwasanya lan tardha, sekali-kali tidak akan ridha Yahudi dan Nasrani sebelum kita mengikuti agama mereka. Menurut lughat, huruf lan itu berarti nafyin wa istiqbalin, yaitu mereka tidak akan ridha, tidak, untuk selama-lamanya.
Ayat ini telah memberikan pesan dan pedoman kepada kita untuk terus-menerus sampai Hari Kiamat bahwasanya di dalam dunia ini akan tetap terus ada perlombaan merebut pengaruh dan menanamkan kekuasaan agama. Ayat ini telah memberi ingat kepada kita bahwasanya tidaklah begitu penting bagi orang Yahudi dan Nasrani meyahudikan dan menasranikan orang yang belum beragama, tetapi yang lebih penting ialah meyahudikan dan menasranikan pengikut Nabi Muhammad ﷺ sendiri. Sebab kalau Islam merata di seluruh dunia ini, pengaruh kedua agama itu akan hilang. Sebab apabila aqidah Islamiyah telah merata dan diinsafi, kedua agama itu akan ditelannya. Sebab pemeluk Islam berarti kembali kepada hakikat ajaran yang sejati dari Nabi Musa dan Nabi Isa. Niscaya pemeluk kedua golongan itu tidak senang sebab agama yang mereka peluk itu telah mereka pandang sebagai golongan yang wajib dipertahankan, dengan tidak usah mengaji lagi benar atau tidak benar.
Maka isyarat yang diberikan oleh ayat inilah yang telah kita temui dalam perjalanan sejak Islam bangkit dan tersebar di muka bumi ini sampai sekarang. Sekiranya kita lihat kegiatan pengkristenan yang begitu hebat, sejak Perang Salib Pertama pada sembilan ratus tahun yang lalu sampai kepada ekspansi penjajahan sejak tiga ratus tahun yang telah lalu, sampai pula kepada usaha zending-zending dan misi Protestan dan Katolik ke negeri-negeri Islam dengan membelanjakan uang berjuta-juta dollar untuk mengkristenkan pemeluk agama Islam, semuanya ini adalah isyarat yang telah diberikan oleh ayat ini bahwasanya mereka belum ridha dan belum bersenang hati sebelum umat Muhammad menuruti agama mereka.
Pekerjaan mereka itu berhasil pada negeri-negeri yang orang Islamnya hanya pada nama, tetapi tidak mengerti asli pelajarannya. Kadang-kadang mereka berkata, “Biarkanlah orang Islam itu tetap memeluk agama Islam pada lahir, asalkan kebatinan mereka telah bertukar jadi Kristen."
Orang Yahudi tidaklah mengadakan zending dan misi. Pemeluk agama Yahudi lebih senang jika agama itu hanya beredar di sekitar Bani Israil saja sebab mereka memandang bahwa mereka mempunyai darah istimewa. Akan tetapi, mereka memasukkan pengaruh ajaran mereka dari segi yang lain.
Bukan saja di dunia Islam, bahkan pada dunia Kristen mereka pun mencoba memasukkan pengaruh sehingga merekalah yang berkuasa. Kita masih ingat bahwa dalam kitab-kitab Perjanjian Lama yang menjadi pe-gangan mereka, tidak ada pengajaran tentang Hari Akhirat. Agama orang Yahudi itu terlebih banyak menghadapkan perhatian kepada urusan dunia, kepada harta benda. Kehidupan riba (rente) adalah ajaran orang Yahudi. Negeri Amerika Serikat yang begitu besar dan berpengaruh, terpaksa menutup kantornya dua hari dalam seminggu. Bukan saja pada hari Ahad sebagai hari besar Kristen, tetapi hari Sabtu pun tutup. Ini karena yang memegang keuangan di Wallstreet (New York) adalah bankir-bankir Yahudi. Sebab itu, segala sesuatu kelancaran ekonomi di tangan Yahudi. Sedangkan di Amerika lagi demikian, apatah lagi di negeri-negeri lain.
Gerakan Vrijmetselar, Gerakan Masonia, dan beberapa gerakan internasional yang lain, tempuknya dalam tangan Yahudi. Dunia Islam tidak perlu masuk agama mereka, asal turut-kan pengaruh mereka. Negeri-negeri Islam yang besar-besar terpaksa mendirikan bank-bank, menjalankan niaga dan ekonomi berdasarkan riba, baik riba besar maupun riba kecil; terpaksa memperlicin hukum riba supaya bernapas untuk hidup, tidak dapat mencari jalan lain sebab seluruh dunia telah di-kongkong oleh ajaran Yahudi.
Sedikit orang Yahudi yang berpencar-pencar di seluruh dunia dapat mendirikan sebuah negara Yahudi, mereka beri nama Israel, di tengah-tengah negeri orang Arab, dengan dibantu oleh Kerajaan Inggris dan Amerika, bahkan mendapat pengakuan pertama dari Rusia Komunis.
Semuanya inilah yang diisyaratkan oleh ayat yang tengah kita tafsirkan bahwasanya orang Yahudi dan Nasrani belum merasa puas hati sebelum kita penganut ajaran Muhammad mengikut agama mereka. Ini bukanlah ancaman yang menimbulkan takut, melainkan sebagai perangsang supaya kaum Muslimin terus berjihad menegakkan agamanya dan melancarkan dakwahnya. Karena selama kaum Muslimin masih berpegang teguh kepada ajaran agama yang dipeluknya, mengamalkannya dengan penuh kesadaran, tidaklah mereka akan runtuh lantaran usaha kedua pemeluk agama itu. Sebab ayat telah menegaskan bahwasanya petunjuk yang sejati tidak ada lain melainkan pertunjuk Allah.
Disampaikan orang-orang yang demikian keras hawa nafsunya hendak menarik orang lain ke dalam agamanya, baik Yahudi maupun Nasrani, maka Allah menerangkan lagi segolongan manusia, yang bukan hanya semata membaca Kitab, melainkan memahamkan.
Ayat 121
“Orang-orang yang Kami datangkan kepada Mereka akan Kitab; yang mereka baca dengan sebenar-benar bacaan, itulah orang-orang yang akan percaya kepadanya."
Ayat ini memberi kejelasan kepada kaum Muslimin bahwasanya apabila mereka membaca Kitab Al-Qur'an yang diturunkan kepada mereka dengan perantaraan Nabi ﷺ sebenar-benarnya membaca, yaitu dipahamkan isinya dan diikuti, orang yang semacam itulah yang akan merasai nikmat iman kepadanya. Kalau kita sambungkan dengan ayat yang sebelumnya bahwasanya Yahudi dan Nasrani tidak ber-senang hati sebelum orang Islam mengikuti agama mereka maka orang Islam yang tidak memperhatikan, membaca, dan mengikuti Al-Qur'an itulah yang akan dapat mengikut agama yang lain itu.
Setengah ahli tafsir mengartikanyatlunahu dengan membaca, sedangkan setengah lagi mengartikannya mengikutinya. Kita pun dapat menggabungkan kedua arti itu: membaca dan mengikuti, jangan hanya semata-mata dibaca, padahal tidak diikuti. Dan di sini ditetapkan lagi, haqqa tilawatihi ‘sebenar-benar membaca' Sekiranya Al-Qur'an pada mulanya diturunkan kepada orang Arab, yang mereka dengan sekali baca saja sudah paham akan artinya sebab bahasanya sendiri, betapa lagi kita yang bukan Arab. Niscaya lebih bergandalah kewajiban kita untuk memahamkan artinya serta menjadi ke-wajibanlah bagi orang yang pandai bacaan dan maknanya untuk mengajarkannya kepada yang belum pandai. Hendaklah dibaca dengan penuh perhatian dan mempelajarinya dengan saksama. Pelajari sampai paham. Orang-orang yang demikianlah yang diharap akan beriman kepadanya. Orang yang langsung mempelajari Kitab dengan akal yang bebas, jangan mendengar penafsiran pendeta-pendeta mereka yang telah mengandung maksud lain. Mereka itulah yang diharapkan beriman kepada kebenaran Nabi Muhammad ﷺ.
“Dan barangsiapa yang tidak mau percaya kepadanya", yaitu pemuka-pemuka mereka sendiri, pendeta-pendeta mereka yang telah membuat tafsiran lain karena maksud tertentu
“Itulah orang-orang yang merugi".
Rugilah mereka karena tidak mendapat kebahagiaan hidayah, gelaplah mereka di dalam selubung hawa nafsu dan kedustaan, baik oleh karma mereka memutar-mutar penafsiran kitab suci dari kebenaran maupun karena tidak berani membantah apa yang telah diputuskan oleh pendeta-pendeta mereka.
Oleh sebab itu, penulis Tafsir ini sampailah kepada suatu kesimpulan bahwasanya mengajarkan arti dan maksud Al-Qur'an kepada orang Islam yang belum mengarti bahasa Arab atau yang tidak ada waktu untuk mempelajarinya adalah menjadi kewajiban bagi orang-orang Islam yang mengerti bahasa itu. Dalam pengalaman saya akhir-akhir ini di Jakarta, berpuluh orang laki-laki dan perempuan Islam yang selama ini mendapat pendidikan di sekolah-sekolah Barat membaca tafsir atau terjemahan Al-Qur'an ke bahasa Belanda atau Inggris dan sekarang sudah ada bahasa Indonesia, telah menjadi orang Islam yang tekun dan bertambah tekun keinginannya mempelajari lebih mendalam. Meskipun pada mulanya, jangankan mengetahui bahasa Arab, sedangkan tulisannya itu saja mereka tidak tahu. Banyak sekali mereka lebih paham maksud agama dari membaca terjemahan atau tafsir itu daripada orang-orang yang selalu membaca Al-Qur'an mengharapkan dapat pahala, padahal dia tidak tahu apa yang dia baca.
Ayat 122
“Wahai, Bani Israil! Ingatlah olehmu akan nikmat-Ku yang telah Aku nikmatkan kepada kamu."
Dari perbudakan dan penindasan, kamu Aku bebaskan. Kepada tanah yang mulia pusaka nenek moyangmu, kamu Aku antarkan. Makan dan minummu, Aku sediakan. Aku beri kamu pemimpin besar yang tabah dan gagah berani. Itulah Musa. Aku kalahkan bangsa-bangsa yang menghambat jalanmu.
“Dan bahwasanya telah Aku muliakan kamu atas bangsa-bangsa."
Diakui Allah sekali lagi bahwa memang pada masa itu mereka dimuliakan atas bangsa-bangsa lain yang masih kulub. Sebab-sebab kemuliaan itu ialah karena ajaran yang kamu pegang, bukan karena darah keturunan, bukan karena kamu menjadi bangsa pilihan. Kemudian yang diberikan kepadamu melebihi bangsa-bangsa yang lain itu akan tanggal dari diri kamu apabila inti sari ajaran Musa itu tidak kamu pegang teguh lagi, melainkan kamu campuradukkan dengan peraturan lain yang dibikin-bikin oleh pemuka-pemuka dan pemimpin-pemimpin kamu. Sebab itu, peringatan Allah selanjutnya ialah,
Ayat 123
“Dan takutlah kamu akan hati yang tidak akan dapat melepaskan satu diri daripada diri yang lain sesuatu pun."
Satu kenyataan bahwa kemuliaan di sisi Allah Ta'aala hanyalah karena iman dan amal. Maka, orangyang kosong imannya, berkurang-kurang amalnya, tidaklah dapat dilepaskan oleh temannya yang lain, baik ayah bundanya maupun gurunya sekalipun, dari adzab yang akan dideritanya."Dan tidak diterima daripadanya penebusan" Tidaklah dapat ditebus atau dibayar, berapa pun banyak uang tebusan, walau sebanyak isi bumi dan langit. Karena harta kekayaan buat menebus tidak ada. Orang pulang ke akhirat tidaklah membawa harta benda untuk penebus diri. Harta benda manusia setelah dia mati telah kembali kepada yang empunya sejati, yaitu Allah, lalu dipinjamkan-Nya kepada waris si mati. Dan apabila mereka telah punah, semua harta itu diambil kembali oleh yang empunya. Oleh sebab itu, tidak ada sedikit pun harta benda buat penebus diri dari adzab di Hari Kiamat itu karena tidak ada yang ditebuskan."Dan tidak bermanfaat padanya satu syafaat pun" Persangkaan mereka bahwa nabi-nabi mereka akan dapat menolong, menjadi permintaan syafaat kepada Allah, minta diringankan, sebagaimana memintakan grasi atau abolisi kepada Allah, sebagaimana teradat di atas dunia ini, tidaklah akan berlaku di sana.
“Dan tidaklah mereka akan ditolong."
Tidak ada yang akan menolong karena semua manusia dan semua malaikat, dan semua jin dan setan pada waktu itu adalah mempertanggungjawabkan dosa atau jasa mereka sendiri-sendiri.
Dengan ini, tertolak pulalah kepercayaan bahwa Isa al-Masih menebus dosa manusia dengan mati di kayu salib. Penolong satu-satunya hanya Allah. Tetapi pertolongan Allah tidaklah ada faedahnya kalau diminta pada waktu itu melainkan dari hidup sekarang inilah. Asal perintah-Nya diikuti, larangan-Nya dihentikan, urusan di Hari Akhirat itu tidak akan sukar lagi.