Ayat

Terjemahan Per Kata
وَوَهَبۡنَا
dan Kami anugerahkan
لَهُم
kepada mereka
مِّن
dari
رَّحۡمَتِنَا
rahmat Kami
وَجَعَلۡنَا
dan Kami jadikan
لَهُمۡ
bagi mereka
لِسَانَ
lisan/buah tutur
صِدۡقٍ
benar/baik
عَلِيّٗا
amat tinggi
وَوَهَبۡنَا
dan Kami anugerahkan
لَهُم
kepada mereka
مِّن
dari
رَّحۡمَتِنَا
rahmat Kami
وَجَعَلۡنَا
dan Kami jadikan
لَهُمۡ
bagi mereka
لِسَانَ
lisan/buah tutur
صِدۡقٍ
benar/baik
عَلِيّٗا
amat tinggi
Terjemahan

Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi mulia.
Tafsir

(Dan Kami anugerahkan kepada mereka) bertiga Nabi Ibrahim, Nabi Ishak, dan Nabi Yakub (sebagian dari rahmat Kami,) berupa harta benda dan anak-anak (dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi) mereka selalu menjadi pujian dan sanjungan semua pemeluk agama.
Tafsir Surat Maryam: 49-50
Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah. Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Yaqub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi. Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi. Allah ﷻ menceritakan bahwa setelah Nabi Ibrahim menjauh dari ayahnya dan kaumnya demi karena Allah, maka Allah menggantikan baginya orang-orang yang lebih baik daripada mereka dan Allah menganugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya'qub, yakni seorang putra dan cucu.
Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan Yaqub sebagai suatu anugerah (dari Kami). (Al-Anbiya: 72) Dan firman Allah ﷻ yang mengatakan: dan sesudah Ishaq (lahir pula) Yaqub. (Hud: 71) Tidak diperselisihkan lagi bahwa Ishaq adalah orang tua Ya'qub, dan hal ini disebutkan secara jelas oleh nas Al-Qur'an di dalam surat Al-Baqarah, yaitu firman-Nya: Adakah kamu hadir ketika Yaqub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, "Apakah yang kalian sembah sepeninggalku? Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq. (Al-Baqarah: 133) Karena itulah disebutkan dalam ayat ini Ishaq dan Ya'qub. Dengan kata lain, Allah berfirman bahwa Kami jadikan bagi Ibrahim anak dan keturunannya yang kelak menjadi nabi-nabi.
Hal ini dimaksudkan untuk menyenangkan hati Nabi Ibrahim semasa hidupnya, karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi. (Maryam: 49) Seandainya Ya'qub tidak diberitakan menjadi nabi semasa Nabi Ibrahim masih hidup, tentulah dia tidak akan disebutkan, dan yang disebutkan tentulah cucunya (yaitu Yusuf) karena sesungguhnya dia pun adalah seorang nabi. Seperti yang disebutkan oleh Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya, yaitu di saat beliau ditanya mengenai orang yang paling baik, maka Rasul ﷺ menjawab dengan nada yang penuh rendah diri (karena kenyataannya hanya beliaulah makhluk Allah yang paling baik secara mutlak, pent.): Yusuf Nabi Allah putra Yaqub nabi Allah putra Ishaq nabi Allah putra Ibrahim kekasih Allah.
Menurut lafaz yang lain disebutkan sebagai berikut: Sesungguhnya orang yang mulia, putra orang yang mulia putra orang yang mulia putra orang yang mulia ialah Yusuf ibnu Yaqub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim. Firman Allah ﷻ: Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi. (Maryam: 50) Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah buah tutur yang baik.
Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi dan Malik ibnu Anas. Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya Allah ﷻ menyebutkan 'Aliyyan tiada lain karena semua agama dan millah menyebutkan Ibrahim dengan sebutan dan pujian yang baik."
Kami limpahkan mereka nikmat dan Kami anugerahkan pula kepada mereka sebagian dari rahmat Kami di dunia dan akhirat, seperti keturunan yang saleh, kenabian bagi anak cucunya, dan lainnya. Kami angkat derajat mereka dan Kami jadikan mereka buah tutur bagi orang-orang sesudahnya sehingga mereka meninggalkan kesan dan nama yang baik dan mulia sepanjang masa. 51. Selesai bertutur tentang kisah Nabi Ibrahim, Allah beralih menjelaskan kisah Nabi Musa. Wahai Nabi Muhammad, dan ceritakanlah kisah Nabi Musa sesuai wahyu di dalam kitab Al-Qur'an. Jelaskan bahwa dia benar-benar orang yang terpilih karena keteguhan sikap dan ketulusan hatinya. Dia juga terpilih sebagai seorang rasul yang diutus kepada Bani Israil dan nabi yang mulia dan tinggi kedudukannya.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa hampir semua anak-anak Nabi Ibrahim dan cucu-cucunya diangkat-Nya menjadi nabi dan dilimpahkan kepada mereka rahmat dan karunia-Nya serta memberkahi hidup mereka dengan kesenangan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat nanti. Mereka semuanya meninggalkan nama yang baik dan mengharumkan serta meninggikan nama Nabi Ibrahim sehingga diakui kemuliaan dan ketinggiannya oleh semua pihak baik dari kalangan umat Yahudi umat Nasrani maupun kaum musyrik sendiri. Ini adalah fakta yang nyata bagi terkabulnya doa Nabi Ibrahim seperti tersebut pada ayat:
Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian. (asy-Syu`ara`/26: 84)
Wajarlah bila Allah mengangkat derajat dan menamakan dia "Khalilullah" (kesayangan-Nya) seperti tersebut dalam ayat:
Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya). (an-Nisa`/4: 125)
Dan menjadikan bekas telapak kakinya di waktu membangun Ka`bah tempat yang diberkahi, dan disunatkan salat di sana seperti tersebut dalam ayat:
"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Kabah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat salat." (al-Baqarah/2: 125).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERJUANGAN IBRAHIM MENANTANG AYAHNYA
Ayat 41
“Dan peningatkanlah" Hai utusan-Ku, “Di dalam Kitab"yaitu di dalam rangkaian Kitab Suci Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ yaitu Al-Qur'an “dari hal Ibrahim"
Artinya, setelah diterangkan doa Zakariya sehingga dianugerahi putra yang menjadi Nabi pula, yaitu Yahya dan diceritakan dari hal Mahakuasa Ilahi tentang lahirnya Nabi Isa, disuruhlah Nabi memperingatkan pula sejarah perjuangan nenek dari nabi-nabi yang telah tersebut di atas tadi; Zakariya, Yahya dan Isa al-Masih beserta ibunya; keturunan Israil yaitu Ya'qub, anak dari Ishaq anak Ibrahim. Dan dia sendiri, Muhammad, anak Abdullah anak Abdul Muthalib, cucu, cicit dari Adnan, keturunan Isma'il anak Ibrahim.
Maka disebutkan Allah-lah tentang sifat yang istimewa dari Ibrahim itu."Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan" Artinya bahwa apa saja wahyu perintah Ilahi yang datang kepadanya, dijunjungnya tinggi dan diperjuangkannya dengan penuh keyakinan, walaupun untuk itu dia akan dibakar orang. Karena yakinnya akan Keesaan Allah, dia tidak takut dan tidak segan berhadapan dengan seorang raja besar sekalipun, yaitu Raja Namrudz.
“Lagi pula seorang nabi."
Dengan mendahulukan menyebut perangainya yang amat mulia itu, yaitu “Sangat membenarkan" apa yang diperintahkan oleh Allah, indah sekalilah firman Ilahi setelah sesudah itu diterangkan pula bahwa dia adalah seorang Nabi. Maka nubuwwah yang telah diberikan kepadanya itu sangatlah sesuai dengan budinya yang luhur sangat membenarkan itu. Itu pula sebabnya maka tersebut pula kemudiannya pada surah Aali ‘Imraan ayat 33 tentang manusia-manusia pilihan Allah (ish-thafaa), pertama Adam, kedua Nuh, ketiga Ibrahim sekeluarga, keempat Imran sekeluarga.
Ayat 42
“Seketika dia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku!"
Bahasa yang dipakai Allah dalam wahyu kepada Nabi Muhammad ﷺ ini ketika mengkisahkan Ibrahim menghadapkan kata kepada ayahnya ialah “Ya abati!" Yaitu kita artikan “Wahai ayahku!" Bahasa ini halus dan penuh hormat. Tidak diucapkan “Ya Waalidi", atau “Ya Abi", padahal artinya pun sama. Di sinilah tersimpan fasahat Al-Qur'an, yaitu memilih kalimat yang indah untuk disusun menjadi kalam.
“Wahat ayahku! Mengapa engkau menyembah kepada sesuatu yang tidak mendengar dan tidak melihat," Tidak mendengar dan tidak melihat adalah barang sesuatu yang tidak akan dapat memberikan nasihat ataupun apa yang diminta tolong kepadanya.
“Dan tidak ada gunanya bagi engkau sesuatu pun."
Guna berfaedah, tidak berguna, tidak akan dapat menolong, ataupun percuma saja. Maka alangkah salahnya manusia yang dapat mendengar dan melihat, dapat berusaha sendri dengan mempergunakan tenaga sendiri, mempergunakan tangan dan kaki, berjalan dan meraba-raba, pergi meminta tolong kepada sesuatu yang tidak dapat berbuat apa-apa.
Ayat 43
“Wahai ayahku! Sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian dari lima pengetahuan, yang tidak pennah diberikan kepada engkau."
Yang memberikan itu ialah Allah. Yang memberikan ialah sebagian dari ilmu penge-tahuan, tetapi jadi inti dari segala ilmu pengetahuan. Pengetahuan itu ialah pengetahuan tentang Ketuhanan. Tentang siapa sebenarnya yang menjadi pencipta alam ini. Itulah Allah yang tidak ada serikat baginya. Oleh karena Allah itu Tunggal adanya, tidaklah ada Tuhan yang patut disembah selain Dia."Sebab itu ikutlah aku!" sebab pengetahuan yang diberikan Allah kepadaku itulah yang benar.
“Supaya aku tunjuki engkau jalan yang lurus."
Meskipun aku ini anakmu, wahai ayahku, dan aku datang dari dalam sulbimu sendiri, dan meskipun aku ini baru seorang anak kecil, namun ketahuilah bahwa Allah telah menunjukkan jalan kepadaku, menunjukkan ilmu, yang ayah sendiri tidak mengerti. Sebab itu turutilah aku. Aku akan selalu membawa ayah kepada jalan yang lurus dan benar, menuju Allah Yang Esa. Selamat sampai kepada yang dituju, terlepas dari bahaya yang ditakuti.
Ayat 44
“Wahai ayahku, janganlah engkau menyembah setan."
Menyembah kepada sesuatu ialah tunduk kepada kehendaknya. Maka apabila ayah menyembah kepada berhala, padahal Allah tidak menyukainya, artinya ialah karena ayah telah tunduk dan patuh kepada setan.
“Sesungguhnya setan itu terhadap kepada Tuhan Yang Rahman adalah pendurhaka."
Artinya bahwa setan itu selalu menantang dan membujuk manusia agar menantang dan mendurhaka kepada Allah, takabur serta sombong terhadap Allah, sehingga terusirlah setan itu dari surga dibuang jauh-jauh dan diberi peringatan manusia agar jangan menundukkan diri kepadanya.
Ayat 45
“Wahai ayahku! Aku takut bahwa engkau akan, ditimpa adzab dari Tuhan Yang Rahman."
Artinya, kalau ayah masih terus-menerus memperhambakan diri dan menyembah kepada berhala-berhala yang tidak ada gunanya ini, padahal Allah itu hanya Satu, dan semua makhluk ini terjadi hanya atas kehendak-Nya, niscaya Allah pun murka kepada ayah, sehingga bukan Allah lagi tempat ayah berlindung.
"Sehingga setanlah bagi engkau yang jadi pelindung."
Kalau sudah setan yang jadi pelindung niscaya kepada kegelapanlah engkau akan di-bawanya, dan kian lama kian hanyutlah ke dalam pengaruhnya dan tidak akan bangkit lagi. Tidak ada lagi yang akan menolong mengulurkan tangan setelah tenggelam, melainkan Iblislah yang akan bertambah membenamkan.
Ayat 46
“Berkata (ayahnya), “Apakah engkau benci kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim?"
Yakni, apabila menurut ilmu engkau tuhanku yang banyak itu tidaklah patut disembah dan tidaklah patut dipuja, janganlah engkau tunjukkan juga kebencianmu kepadanya. Tuhan-tuhanku itu selalu engkau maki, engkau cela dan engkau tunjukkan cacatnya; itu berarti bahwa engkau benci. Kalau engkau tidak suka berdiam dirilah, dan hentikanlah mencela-cela itu."Jika engkau tidak berhenti" dari mencela dan menunjukkan kekurangan-kekurangan yang ada pada tuhan-tuhan yang aku sembah itu."‘Niscaya akan aku rajam engkau," aku lempari dengan batu. Tetapi menurut tafsir dari Ibnu Abbas dan as-Suddi dan Ibnu Juraij dan lain-lain, rajam di sini bukanlah semata-mata melempari dengan batu. Melainkan berarti, “Jika engkau tidak berhenti dari mencela menghina tuhan-tuhanku itu, aku akan mengambil balas, engkau aku cela dan hinakan pula."
“Sebab itu tinggalkanlah aku kian lama."
Menurut tafsir yang diterima oleh Ali bin Abu Thalhah dan al-Aufi dari Ibnu Abbas, maksud perkataan ayahnya tinggalkanlah aku biar lama, ialah sebelum terjadi perselisihan yang lebih hebat di antara dirinya dengan anaknya, dimintanya saja anaknya itu meninggalkannya agak lama, sehingga perselisihan anak dengan ayah jangan menjadi-jadi.
Ayat 47
“Berkata (Ibrahim), “Moga-mogalah keselamatan dilimpahkan atas engkau."
Ibrahim telah menyambut perkataan ayahnya dengan budi yang luhur pula, budi-pekerti seorang Hamba Allah, Tuhan Yang Rahman, sebagai yang tersebut di dalam surah al-Furqaan ayat 63, bahwa orang-orang yang telah menghambakan diri kepada Allah Yang Rahman itu ialah yang bilamana mereka berjalan di muka bumi, mereka merendahkan diri dan kalau bercakap dengan orang yang bodoh, tidak mengerti, mereka mengucapkan kata yang berisi keselamatan. Begitulah yang dilakukan Ibrahim kepada ayahnya itu. Dan dia pun berjanji pula."Aku akan memohonkan ampun untuk engkau kepada Tuhanku," Ibrahim telah menyambut bantahan ayahnya dengan dada lapang, hormat dan khidmat seorang anak kepada ayah, diucapkannya salam dimohonkannya ampun buat beliau. Dia percaya benar bahwa permohonan ampunannya kepada Allah untuk ayahnya niscaya akan dikabulkan Allah.
“Kanena sesungguhnya Dia terhadap kepadaku adalah sangat baik."
Begitu pulalah persangkaan baik Ibrahim terhadap Allah, karena dari sifat perangainya yang sangat membenarkan Allah itu. Dia percaya permohonannya akan terkabul memintakan ampun ayahnya, asal ayahnya mau me-rubah pendirian yang salah menyembah berhala itu.
Tetapi barang maklumlah kiranya bahwa menyeru orang yang telah hidup dalam ke-musyrikan mendarah mendaging supaya kembali mengesakan Allah bukanlah perkara yang mudah. Meskipun Ibrahim telah memintakan ampun buat ayahnya, dan yakin bahwa per-mohonannya akan dikabulkan Allah asal ayahnya segera membuang kepercayaan yang salah itu, tidaklah dia mau melepaskan kepercayaan itu. Tidak ada lain jalan bagi Ibrahim hanyalah menjauhkan diri.
Ayat 48
“Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain dari Allah itu."
Artinya bahwa aku tidak mau ikut campur. Lebih baik aku menjauhkan diri supaya aku pun jangan turut menempuh jalan yang salah dan sesat itu. Menjauhkan diri dari orang tuanya, yaitu ayah kandungnya sendiri dan seluruh masyarakat yang masih musyrik itu; dan menjauhkan diri pula dari apa yang disembah itu sendiri."Dan. aku akan menyeru kepada Tuhanku," yakni Allah Yang Maha Esa, yang tiada bersekutu yang lain dengan Dia.
"Mudah-mudahan tidaklah aku, dengan sebab menyeru kepada Tuhanku itu, menjadi orang yang sengsana."
Kata-kata yang tersusun begini indah pun menunjukkan pula iman yang teguh, hati yang keras tetapi didorong oleh budi yang luhur. Jika tadi pada ayat 46 telah mempersilahkannya meninggalkannya biar lama, dia sendiri pun telah bersedia sejak semula menghadapi ke-mungkinan itu.
Dalam ayat-ayat ini kita lihatlah terbayang khidmat dan hormat yang penuh dari anak yang berbudi terhadap ayah yang dicintai. Namun cinta kepada ayah bukanlah berarti membiar-kannya dalam kesesatan. Karena yakin akan pendirian ayahnya yang salah ditegurnya dengan sopan, dan dengan keras pula dia memperlihatkan pendiriannya, bahwa Tuhan yang sebenarnya patut disembah hanya Allah.
Ayat 49
“Maka tatkala dia telah menjauhkan dini dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah itu."
Di dalam ayat ini terdapat, “Kami anugerahkanlah kepadanya Ishaq dan Ya'qub."
Kata-kata ini bukanlah berarti bahwa sesudah memberikan putra bernama Ishaq lalu
Allah menganugerahkan pula putra bernama Ya'qub. Sebab Ya'qub sudah terang bukan putra beliau yang kedua, melainkan cucu beliau.
Ayat yang berbunyi seperti ini pun terdapat di dalam surah Huud, ayat 71,
“Dan istrinya berdiri, lalu tertawa; maka Kami sampaikanlah kepadanya berita gembira tentang Ishaq, dan di belakang Ishaq nanti ialah Ya'qub." (Huud: 71)
Bukanlah berarti bahwa sesudah melahirkan Ishaq, Sarah istri Ibrahim itu akan melahirkan Ya'qub pula. (Baca Tafsir al-Azhar Juz 12).
Orang yang tidak merasakan kehalusan Al-Qur'an menyangka bahwa ayat-ayat ini menunjukkan kekacauan. Padahal pikiran orang itu sendirilah yang kacau.
Untuk menghilangkan kesamaran ini hendaklah dibaca surah al-Baqarah ayat 132. Dalam ayat itu diterangkan bahwa Ibrahim memberi wasiat petaruh kepada anak-anaknya dan kepada Ya'qub supaya teguh memegang agama Islam.
“Dan telah diwasiatkan hal itu oleh Ibrahim kepada anak-anaknya don Ya'qub pun (berwasiat semacam itu pula). Hai anak-anakku: Sesungguhnya Allah telah memilihkan agama yang benar untuk kamu. Sebab itu janganlah kamu meninggal dunia, kecuali kamu di dalam Islam." (al-Baqarah: 132)
“Ibrahim kepada anak-anak." Anak-anak Ibrahim ialah Isma'il dan Ishaq. Ya'qub adalah cucunya, putra dari Ishaq.
Untuk lebih jelas lagi baca ayat yang selanjutnya, ayat 133.
“Atau apakah kamu ada menjadi saksi ketika Ya'qub telah dihadapi oleh maut? Seketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apakah yang akan kamu sembah sesudah aku kelak?" Mereka menjawab, “Kami akan menyembah kepada Tuhan engkau dan Tuhan bapak-bapak engkau Ibrahim, Isma'il dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, dan kami akan menyerah diri kepada-Nya." (al-Baqarah: 133)
lbnu Taimiyah memberi ingat bahwa langkah penafsiran yang pertama sekali, sebelum menafsirkan dengan cara lain ialah menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an. Maka setelah kita hubungkan ayat 49 dari surah Maryam yang tengah kita uraikan ini, baliklah kembali lembaran Al-Qur'an, akan bertemu ayat yang serupa, yaitu ayat 71 surah Huud tadi. Setelah itu kembali lagi balik ke bawah, akan bertemu ayat 132 dan 133 surah al-Baqarah. Di sana jelas bahwa Isma'il dan Ishaq adalah putra Ibrahim dari ibu yang berlainan. Sarah ibu Ishaq menetap di sebelah Syam dan kemudian Mesir. Hajar ibu Isma'il menetap di “lembah yang tidak bertumbuh-tumbuhan" di negeri Hejaz. Kemudian lembah itu disebut Mekah.
Dan menurut pemakaian bahasa orang Arab, yang disebut bapak bukanlah semata-mata ayah kita saja, malahan ayah dan paman-paman dan nenek-nenek kita dirangkaikan semuanya menjadi bapak-bapak; al-Aabaa‘u.
Sekarang timbul pertanyaan, “Mengapa dalam ayat 49 Surah Maryam ini dan di ayat 71 surah Huud disebutkan “Ishaq dan Ya'qub" dan “Sesudah Ishaq ialah Ya'qub."
Kedua ayat ini ialah hendak menunjukkan bahwa keturunan Ibrahim itu berkembang-biak dan banyak sekali. Padahal dari Sarah dia hanya mendapat seorang anak laki-laki, anak yang kedua sesudah Isma'il, yaitu Ishaq. Maka kedua ayat ini menunjukkan bahwa Ishaq itu beranak Ya'qub. Sesudah Ishaq datanglah Ya'qub. Kehendak Allah digenapi, Ya'qub beranak dua belas orang laki-laki, dan kedua belas anak laki-lakinya itu pun, di antaranya Nabi Yusuf, beranak-beranak pula. Di pihak lain, Hajar yang beliau tinggalkan di Tanah Arab beranak Isma'il. Masih Isma'il dalam kandungan, Allah telah berfirman kepada Hajar bahwa putra yang dalam kandungannya itu akan “dijadikan Allah bangsa yang besar". (Kejadian 21; 18).
Dan selanjutnya Allah berfirman,
“Dan masing-masing pun Kami jadikan Nabi."
Yaitu bahwa Ishaq itu adalah Nabi dan putranya yang bernama Ya'qub dan nama kecilnya lsrai! itu pun dijadikan Allah menjadi salah seorang dari nabi-Nya juga.
Ayat 50
“Dan Kami anugenahkanlah kepada mereka sebagian dari rahmat Kami."
Maklumlah kita bahwa rahmat yang diturunkan Allah ke atas dunia ini hanyalah baru sebagian. Karena rahmat yang paling besar dan lengkap, ialah kelak akan diterima di akhirat. Adapun rahmat yang diterima oleh Ibrahim dan anak cucunya ialah Rahmat Ruhariah yang paling tinggi, yang tidak akan dapat dicapai oleh sembarang manusia, yaitu menjadi nabi dan rasul Allah, didatangi oleh malaikat buat menyampaikan wahyu Ilahi.
"Dan Kami jadikan bagi mereka lidah yang jujur dan bermutu tinggi."
Itu pun adalah satu pengakuan dan penghormatan yang tinggi yang diberikan oleh Allah ke atas diri Ibrahim dan anaknya yang berdua, Isma'il dan Ishaq, dan cucunya Ya'qub dan cicitnya pula, Yusuf.
Maka tersebutlah di dalam sebuah hadits yang shahih,
“Ditanya orang Rasulullah ﷺ siapakah manusia yang paling baiki Maka beliau berkata, “Ialah Yusuf Nabi Allah, putra dari Ya'qub Nabi Allah, putra dari Ishaq Nabi Allah, putra dari Ibrahim Nabi Allah." Dan dalam susun kata yang lain; “Sesungguhnya orang muiia, anak dari orang mulia, anak dari orang mulia pula ialah Yusuf putera Ya'qub, putra Ishaq, putra Ibrahim."
Mereka terpuji karena lidah mereka penuh dengan kata kejujuran, sampai Yusuf pun dalam penjara bertahun-tahun tetap dalam kejujurannya. Dan mereka semuanya mencapai mutu martabat yang tinggi di mata dunia dan di mata seluruh pemeluk agama.
Ibnu Jarir mengatakan dalam tafsirnya, “Dikatakan Allah mereka bermutu tinggi sekali, orang-orang istimewa, karena sekalian agama memuji dan meninggikan mereka “Shalawat Allah dan salam-Nya atas mereka semua."