Ayat
Terjemahan Per Kata
فَأَصَابَهُمۡ
maka menimpa mereka
سَيِّـَٔاتُ
kejahatan-kejahatan
مَا
apa
عَمِلُواْ
mereka perbuat
وَحَاقَ
dan meliputi
بِهِم
dengan mereka
مَّا
apa
كَانُواْ
adalah mereka
بِهِۦ
dengannya
يَسۡتَهۡزِءُونَ
mereka perolok-olokan
فَأَصَابَهُمۡ
maka menimpa mereka
سَيِّـَٔاتُ
kejahatan-kejahatan
مَا
apa
عَمِلُواْ
mereka perbuat
وَحَاقَ
dan meliputi
بِهِم
dengan mereka
مَّا
apa
كَانُواْ
adalah mereka
بِهِۦ
dengannya
يَسۡتَهۡزِءُونَ
mereka perolok-olokan
Terjemahan
Maka, mereka ditimpa azab (akibat) perbuatan mereka dan diliputi oleh azab yang dahulu mereka selalu perolok-olokkan.
Tafsir
(Maka mereka ditimpa oleh akibat kejahatan perbuatan mereka sendiri) yakni pembalasannya (dan dibinasakanlah) diazablah (mereka oleh apa yang selalu mereka perolok-olokkan) yaitu azab.
Tafsir Surat An-Nahl: 33-34
Tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain dari datangnya para malaikat kepada mereka atau datangnya perintah Tuhanmu. Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum mereka. Dan Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri. Maka mereka ditimpa oleh (akibat) kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi oleh azab yang selalu merekaperolok-olokkan. Allah ﷻ berfirman mengancam orang-orang musyrik karena mereka terlalu berkepanjangan dalam kebatilannya dan teperdaya oleh keduniawian, bahwa tiadalah yang mereka tunggu-tunggu melainkan kedatangan para malaikat kepada mereka untuk mencabut nyawa mereka.
Demikianlah menurut keterangan yang dikemukakan oleh Qatadah. atau datangnya perintah Tuhanmu. (An-Nahl: 33) Yakni hari kiamat beserta kengerian-kengerian yang mereka derita di dalamnya. Firman Allah ﷻ: Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum mereka. (An-Nahl: 33) Maksudnya, demikianlah telah berlarut-larut dalam kemusyrikannya para pendahulu mereka, orang-orang yang setara dan serupa dengan mereka dari kalangan kaum musyrik, hingga mereka merasakan pembalasan Allah, dan tertimpa azab serta murka Allah akibat perbuatannya.
Dan Allah tidak menganiaya mereka. (An-Nahl: 33) Karena Allah ﷻ mempunyai alasan yang kuat terhadap mereka dan telah menegakkan hujah-hujah (bukti-bukti)-Nya terhadap mereka, yaitu melalui utusan-utusan-Nya dan penurunan kitab-kitab-Nya. tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri. (An-Nahl: 33) Karena menentang para rasul dan mendustakan apa yang disampaikan oleh mereka, maka orang-orang musyrik itu tertimpa hukuman dari Allah atas perbuatannya sendiri. dan mereka diliputi. (An-Nahl: 34) Artinya, mereka diliputi oleh azab yang sangat pedih. oleh azab yang selalu merekaperolok-olokan. (An-Nahl: 34) Yakni mereka memperolok-olokkan para rasul bilamana para rasul mengancam mereka dengan siksa Allah. Karena itulah pada hari kiamat nanti dikatakan kepada mereka, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Inilah neraka yang dahulu kalian selalu mendustakannya. (Ath-Thur: 14).
Karena keengganan mereka itulah maka wajar bila mereka ditimpa
azab sebagai balasan atas perbuatan mereka dan diliputi oleh azab yang
tidak mungkin mereka hindari sebagai akibat dari apa yang dulu selalu
mereka perolok-olokkan. Dan betapa buruk ucapan orang musyrik itu. Mereka berkata, Jika
Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun
selain Dia. Baik kami maupun bapak-bapak kami tidak akan melakukan hal
itu jika memang Allah menghendakinya. Dan jika Allah menghendaki,
tidak pula kami akan mengharamkan sesuatu pun yang telah dihalalkan
oleh-Nya tanpa izin dan kehendak-Nya. Ucapan, sikap, dan perbuatan
kaum musyrik itu bukanlah hal baru, karena demikian pula-lah yang
telah diperbuat oleh orang kafir sebelum mereka. Mereka selalu mencaricari alasan untuk menolak tuntunan Allah yang disampaikan oleh para
rasul. Bukankah kewajiban para rasul itu hanya menyampaikan amanat
dan tuntunan Allah dengan jelas kepada kaumnya'.
Mereka ditimpa oleh bencana yang mengerikan karena kejahatan yang mereka lakukan. Tidak ada seorang pun dari mereka yang dapat melepaskan diri dari bencana yang mengerikan itu karena semuanya berjalan menurut ketentuan dan sunnah Allah. Mereka telah diberikan peringatan berulang kali bahwa pada suatu saat akan datang azab Allah. Akan tetapi, mereka bukan menerima dengan kesadaran, justru malah mendustakan dan memperolok-olok rasul yang membawa berita tentang kehancuran yang akan mereka alami akibat perbuatan itu.
Di akhirat, mereka pun akan merasakan sesuatu yang lebih mengerikan lagi yaitu pada saat mereka telah diputuskan untuk memasuki pintu-pintu Jahanam yang tidak dapat mereka hindari.
Allah ﷻ berfirman:
Inilah hari keputusan yang dahulu kamu dustakan. (as-shaffat/37: 21)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERBANDINGAN
Ayat 28
“Orang-orang yang diterima oleh malaikat dalam keadaan aniaya dini mereka sendiri."
Yaitu sebagai lanjutan dari kehinaan yang akan menimpa diri orang-orang yang tidak percaya itu."Maka menyerahlah mereka."Meng) gambarkan bahwa segala kesombongan ketika hidup di dunia itu telah hilang luntur sama sekali, melainkan orang-orang pesakitan yang telah dirundung malang dan dosa, tidak dapat mengelak lagi, lalu mereka coba juga berkata, “Tidaklah ada kami mengerjakan kejahatan."
Demikianlah mereka mencoba juga hendak membela diri di hadapan malaikat Tetapi malaikat menjawab,
“Yah! Sesungguhnya Allah telah sangat tahu apa yang telah kamu kerjakan"
Pembelaan-pembelaan diri tidak perlu lagi di sini. Allah sudah tahu semua.
Setelah pembelaan diri yang tidak ada gunanya lagi itu, dijawab secara demikian tegas oleh malaikat, maka dikatakanlah kepada mereka,
Ayat 29
“Maka masuklah kamu sekalian ke dalam pintu-pintu Jahannam, kekal di dalamnya, maka bmuktah tempat bagi orang-arang yang sombong."
Demikianlah digambarkan dengan nyata akibat terakhir dari kesombongan atau takabur.
Kemudian dari itu datanglah ayat perbandingan.
Ayat 30
“Dan ditanyakan kepada orang-orang yang bertakwa, Apakah yang telah diturunkan oleh Allah kamu?"
Di dalam hidupmu di dunia kamu telah bertakwa, artinya telah memeliharakan hubungan yang baik selalu dengan Allah, niscaya di akhirat ini kamu mendapat balasan yang setimpal. Apakah balasan itu? “Mereka menjawab, dengan kata-kata yang pendek, satu kalimat, tetapi meliputi akan segalanya."Kebaikan!" Segalanya yang baik saja yang mereka terima dari Allah."Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di dunia ini ganjarannya kebaikan (pula)" Artinya semasa di dunia lagi, amal baik yang diperbuat itu sudah ada juga ganjaran baik. Sekurangnya nama baik, budi baik yang dikenangkan orang, dan kalau mati, meninggalkan kesan yang baik."Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik lagi." Lebih baik daripada kebaikan dunia. Sebab di dunia
ini, walaupun betapa kita berbuat baik, tidak juga semua manusia akan menyukai, akan ada juga yang dengki. Tetapi di akhirat ganjaran diterima langsung dari Allah.
“Dan amatlah nikmat negeri itu bagi orang-orang yang bertakwa."
Negeri yang dijanjikan di akhirat itu ialah “Surga-surga ‘Adn" (Aden). Artinya, yang kekal.
Ayat 31
"Yang mereka akan masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai. Untuk meieka ada di dalamnya apa saja yang mereka kehendaki. Demikianlah ganjaran Allah atas orang-orang yang bertakwa."
Kalau tadinya orang-orang sombong mendapat penerimaan demikian buruk dan malai-kat-malaikat penjaga Jahannam itu, maka sambutan atas orang takwa kebalikan dari itu.
Ayat 32
“Yang diterima oleh malaikat-malaikat dengan baik, sambil mereka berkata, “Sejahteralah atas kamu!"
Biasanya orang yang baru datanglah yang mengucapkan salam kepada yang ditepati, tetapi oleh karena yang datang ini adalah orang-orang yang dimuliakan oleh yang menyambut, maka malaikat-malaikat itulah yang menyambut dengan ucapan “Salam ‘alaikum" sejahteralah atasmu. Dan di penutup ayat Allah menegaskan,
“Masuklah kamu ke dalam surga, dengan amal yang lelah kamu kerjakan."
Melihat perbandingan ini, betapa sambutan di akhirat buat orang yang sombong dan betapa pula penghormatan yang diberikan atas orang yang bertakwa, dapatlah kita membandingkan di antara dua sikap hidup. Yang pertama sombong, angkuh, tak mau menerima kebenaran dan tidak insaf bahwa dia adalah makhluk. Yang kedua orang yang Muttaqin, orang yang bertakwa. Yaitu orang yang selalu insaf bahwa dia tidak lebih dari seorang hamba Allah, dan berusaha terus menyesuaikan hidupnya dengan kehendak Aliahnya. Di lanjutan ayat ini diingatkan kembali kesombongan si sombong tadi.
Ayat 33
“Bukankah mereka itu tidak menunggu, melainkan supaya datang malaikat kepada mereka, atau datang perintah Aliahmu?"
Kebenaran sudah nyata dan terang, sudah disampaikan oleh nabi, tetapi mereka tidak mau menurut. Apa sebab? Apakah mereka menunggu malaikat yang datang menyampaikan kepada mereka? Atau datang perintah Allah yang tidak dapat dielakkan sama sekali? Yaitu, atau mereka mampus dengan tiba-tiba? Atau Kiamat yang berdiri? Maka kepada Nabi kita Muhammad ﷺ diperingatkan Allah, “Demikian jualah diperbuat oieh orang-orang yang sebelum mereka." Apakah akibatnya? Ialah kehinaan dan adzab buat diri mereka sendiri.
"Dan tidaklah Allah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang telah menganiaya diri mereka sendiri."
Sebab tidaklah mereka langsung diadzab dan dihinakan saja, melainkan telah terlebih dahulu disampaikan sekalian peringatan dan ancaman, dan selalu ada ancaman itu selama Al-Qur'an ini masih terkembang di muka kita.
Ayat 34
“Maka mengenallah keburukan apa yang mereka perbuat itu ke atas diri mereka."
Setimpal dan sepadan, seukuran dengan tidak ada kezaliman, sehingga kalau mereka pikirkan dengan tenang, mereka pun akan merasa bahwa adzab yang mereka derita itu tidak lebih dan tidak kurang dari sikap keadilan Allah.
“Dan meliputitah kepada mereka apa yang pernah mereka perolok-olokkan itu."
Sesama di dunia soal-soal neraka, adzab dan malaikat-malaikat penjaga neraka, kekal di dalam, pohon zaqqum, sungai daripada nanah, dan lain-lain sebagainya, menjadi buah olok-olok mereka. Sekarang mereka telah di dalam Jahannam, ke kiri, ke kanan memandang tidak lain daripada neraka.
JAWABAN MUSYRIKIN
Kalau pada ayat-ayat di atas diterangkan akibat dari kesombongan, sekarang diuraikan lagi kata-kata cara dari orang-orang musyrik itu. Mereka mengakui Allah ada, tetapi mereka tidak merasa puas kalau tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah.
Ayat 35
“Dan berkata orang-orang yang musyntk: “Jikalau Allah menghendaki, tentu kami tidak menyembah sesuatu pun selain Dia, baik kami dan tidak juga bapak-bapak kami, dan tidak kami menghatamkan sesuatu apa pun dengan tidak izin-Nya."
Ini pun semacam kata-kata beracun, yang pada zahirnya seakan-akan benar. Mereka hendak menyandarkan kepada takdir. Bahwa mereka jadi musyrik, demikian juga nenek moyang mereka tidak lain adalah, kehendak Allah juga. Mereka tidaklah akan mengharamkan atau menghalangi, membenci segala yang bersifat Islam, melainkan karena Allah juga yang mengizinkan. Dengan sebab demikian maka Muhammad ﷺ tak usah memusingkan hal mereka. Maka Allah menjelaskan kepada rasul-Nya bahwa kata-kata begini bukan barang baru, “Demikian juga telah diucapkan oleh orang-orang yang sebelum mereka." Mereka ini hanya mengulang sikap ingkar dan kufur yang telah dilakukan oleh orang-orang yang dahulu saja, terhadap rasul-rasul yang mendatangi mereka.
Kalau ucapan kaum musyrikin ini diperturutkan, apalah guna syari'at? Apa guna perintah dan larangan? Kalau dalam ayat ini, telah diterangkan bahwa ucapan begini sudah lama, sejak orang yang kufur, lama sebelum Muhammad, bahkan di zaman nabi-nabi dan rasul-rasul yang dahulu telah ada, sampai sekarang pun ucapan demikian masih ada. Nasib kami jadi begini, karena beginilah kehendak Allah.
Dengan demikian mereka hendak melepaskan tanggung jawab dari dirinya sendiri dan menyandarkan semua kepada Allah. Kasarnya, Allah-lah yang salah menjadikannya begini.
Kalau memang demikian, apalah guna agama? Apakah guna rasul-rasul diutus? Apa guna pertimbangan buruk dan baik di dunia ini? Kalau demikian, apa guna kita diberi akal? Bukankah akal ini yang selalu mendorong kita berusaha, mendorong menimbang hendak mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya? Tidakkah kita sadari bahwa kita ada mempunyai ikhtiar sendiri di dalam hidup ini? Misalnya seketika kita mengangkat suapan kita yang berisi nasi ke dalam mulut, bukankah atas kehendak kita sendiri? Pernahkah terjadi tangan Allah yang halus datang mengangkat tangan kita, baru dia sampai kepada mulut kita?
“Dan adakah atas rasul-rasul itu, kecuali menyampaikan dengan terang?"
Segala rasul yang diutus oleh Allah itu telah menyampaikan seruan Allah dengan se-terang-terang dan sejelas-jelasnya, tidak ada yang berkekurangan lagi. Kalau kiranya memang seseorang atau suatu kaum mendapat petunjuk hanya bergantung kepada kehendak Allah saja dengan tidak ada usaha pada orang atau kaum itu, apa perlunya Allah berulang-ulang dan berturut-turut mengirim utusan-Nya? Dan mengapa utusan itu disuruh menyampaikan sampai sejelas-jelasnya? Lain tidak ialah supaya manusia mempergunakan akal dan ikhtiar yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, di dalam dia menempuh sendiri hidup ini, memilih mana yang memberi manfaat dan mengelakkan diri daripada yang mudharat.
Dengan penegasan ayat itu jelaslah bahwa ucapan yang demikian tiada layak keluar dari mulut orang yang beriman, hanya dari mulut orang musyrik yang mencari helat mengelakkan diri.
Ayat 36
“Dan sesungguhnya telah Kami utus pada tiap-tiap umat seorang rasul, agar mereka menyembah kepada Allah, dan menjauh, dari berhala-berhala."
Sebagai ditafsirkan oleh lbnu Katsir, “Maka senantiasalah Allah mengutus rasul-rasul ke-pada manusia, menyeru manusia supaya menyembah Allah Yang Esa dan menjauhkan diri dari thaghut, sejak terjadinya manusia mempersekutukan yang lain dengan Allah pada kaum Nuh, yang diutus kepada mereka Nuh. Maka Nuh itulah rasul yang mula-mula sekali diutus oleh Allah ke muka bumi ini, sampai ditutup dengan kedatangan Muhammad ﷺ yang dakwahnya melingkupi manusia dan jin di timur dan di barat, dan sama sekali itu adalah menurut satu pokok Firman Allah, yaitu membawa wahyu bahwa tidak ada Allah melainkan Allah dan hendaklah kepada Allah saja beribadah."
Kata lbnu Katsir seterusnya, “Tidak ada Allah Ta'aala menghendaki bahwa mereka me-nyembah kepada yang selain Dia, bahkan Dia telah melarang mereka berbuat demikian dengan perantaraan lidah rasul-rasul-Nya. Adapun kehendak Allah di dalam mewujudkan sesuatu yang mereka ambil alasan mengatakan takdir, tidaklah hal itu dapat dijadikan hujjah, karena Allah memang menciptakan neraka, dan penduduknya ialah setan-setan dan kafir-kafir, tetapi tidaklah Aliah ridha hamba-Nya jadi kafir. Dalam hal ini Allah mempunyai alasan yang cukup dan kebijaksanaan yang sempurna." Sekian lbnu Katsir.
“Maka di antara mereka ada orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan di antara mereka ada yang tetap atasnya kesesalan. Maka berjalanlah di bumi dan pandanglah, bagaimana kesudahannya orang-orang yang mendustakan."
Di dalam ayat ini teranglah Allah menunjukkan perbandingan di antara orang yang mendapat petunjuk Allah dan orang-orang yang sesat. Manusia disuruh memandang dan merenungkan perbedaan di antara hidup kedua golongan itu. Kita disuruh berjalan di muka bumi dan memerhatikan bagaimana akibat dari orang yang mendustakan Allah, orang yang tidak sudi menerima kebenaran. Di sini Allah telah menjelaskan bahwa akibat dari orang yang mendustakan ajaran Allah itu, tidaklah ada yang selamat. Memang, kadang-kadang mereka diberi kesempatan. Maka dengan kesempatan yang diberikan sedikit itu, mereka bertambah lupa dan mereka ber-tambah bangga dalam kesesatannya. Namun kemudian segala kesempatan itu dicabut dengan tiba-tiba dengan kesudahan yang menyedihkan.
Demikianlah kita lihat pada tiap-tiap zaman, terjadi pada orang kecil dan orang besar. Bahkan tidaklah dapat disisihkan dan diperbedakan di antara kuburan seorang diktator dan seorang penguasa sewenang-wenang dengan kuburan dari seorang penggosok sepatunya.