Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَتۡ
berkata
لَهُمۡ
kepada mereka
رُسُلُهُمۡ
Rasul-Rasul mereka
إِن
jika
نَّحۡنُ
kami
إِلَّا
hanyalah
بَشَرٞ
manusia
مِّثۡلُكُمۡ
seperti kamu
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
ٱللَّهَ
Allah
يَمُنُّ
memberi karunia
عَلَىٰ
atas/kepada
مَن
siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
مِنۡ
dari/diantara
عِبَادِهِۦۖ
hamba-hambaNya
وَمَا
dan tidaklah
كَانَ
adalah
لَنَآ
bagi kami
أَن
akan
نَّأۡتِيَكُم
mendatangkan kepadamu
بِسُلۡطَٰنٍ
dengan bukti
إِلَّا
melainkan
بِإِذۡنِ
dengan izin
ٱللَّهِۚ
Allah
وَعَلَى
dan atas/kepada
ٱللَّهِ
Allah
فَلۡيَتَوَكَّلِ
maka hendaknya bertawakkal
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
orang-orang yang beriman
قَالَتۡ
berkata
لَهُمۡ
kepada mereka
رُسُلُهُمۡ
Rasul-Rasul mereka
إِن
jika
نَّحۡنُ
kami
إِلَّا
hanyalah
بَشَرٞ
manusia
مِّثۡلُكُمۡ
seperti kamu
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
ٱللَّهَ
Allah
يَمُنُّ
memberi karunia
عَلَىٰ
atas/kepada
مَن
siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
مِنۡ
dari/diantara
عِبَادِهِۦۖ
hamba-hambaNya
وَمَا
dan tidaklah
كَانَ
adalah
لَنَآ
bagi kami
أَن
akan
نَّأۡتِيَكُم
mendatangkan kepadamu
بِسُلۡطَٰنٍ
dengan bukti
إِلَّا
melainkan
بِإِذۡنِ
dengan izin
ٱللَّهِۚ
Allah
وَعَلَى
dan atas/kepada
ٱللَّهِ
Allah
فَلۡيَتَوَكَّلِ
maka hendaknya bertawakkal
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
orang-orang yang beriman
Terjemahan
Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, “Kami hanyalah manusia seperti kamu, tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Tidak mungkin bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Hanya kepada Allah seharusnya orang-orang yang beriman bertawakal.
Tafsir
(Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, "Tiada lain) tidak lain (kami ini hanyalah manusia biasa sama dengan kalian) persis seperti apa yang kalian katakan itu (akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya) berupa kenabian. (Dan tidak patut) tidak layak (bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kalian melainkan dengan izin Allah) berdasarkan perintah-Nya karena sesungguhnya kami ini adalah hamba-hamba yang dipelihara oleh-Nya (Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal.") hanya percaya kepada-Nya.
Tafsir Surat Ibrahim: 10-12
Rasul-rasul mereka berkata, "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kalian untuk memberi ampunan kepada kalian dari dosa-dosa kalian dan menangguhkan (siksaan) kalian sampai masa yang ditentukan? Mereka berkata, "Kalian tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kalian menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami. Karena itu, datangkanlah kepada kami bukti yang nyata. Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.
Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kalian melainkan dengan seizin Allah. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang beriman bertawakal. Mengapa kami tidak bertawakal kepada Allah, padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kalian lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakal itu berserah diri." Allah ﷻ menceritakan perdebatan yang berlangsung antara orang-orang kafir dan rasul-rasul-Nya.
Demikian itu karena ketika para rasul mendapat jawaban keraguan dari pihak umatnya masing-masing terhadap apa yang disampaikan oleh para rasul kepada mereka, yang intinya menyeru agar mereka menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Maka berkatalah para rasul: Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah. (Ibrahim: 10) Kalimat ini mengandung dua interpretasi, yaitu: Pertama, apakah ada keragu-raguan terhadap keberadaan-Nya. Karena sesungguhnya fitrah manusia mempersaksikan keberadaan-Nya, dan fitrah manusia telah diciptakan dalam keadaan mengakui keberadaan Allah sebagai Tuhannya.
Orang yang memiliki fitrah yang sehat pasti mengakui Allah, tetapi adakalanya fitrah manusia dijangkiti oleh penyakit keragu-raguan dan kelabilan. Maka untuk menyembuhkannya diperlukan sarana bukti (dalil) yang menunjukkan keberadaan-Nya guna melenyapkan keragu-raguan itu. Untuk itulah maka para rasul memberikan bimbingan dan petunjuk kepada mereka ke arah jalan yang menghantarkan mereka untuk dapat mengenal-Nya. Maka disebutkanlah: Pencipta langit dan bumi? (Ibrahim: 10) yang Dia ciptakan dan Dia adakan tanpa contoh yang mendahuluinya.
Karena sesungguhnya bukti-bukti kejadian, penciptaan, dan pengaturan yang ada pada keduanya menunjukkan bahwa pasti ada yang membuatnya. Dialah Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, Pencipta segala sesuatu, Dialah Tuhan dan pemiliknya. Kedua, sejumlah ulama mengartikan firman-Nya: Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah. (Ibrahim: 10) Yakni sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang harus disembah, padahal Dialah yang menciptakan semua yang ada; tiada yang berhak disembah selain Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Sesungguhnya sebagian besar umat manusia mengakui Tuhan Yang Maha Pencipta, tetapi mereka menyembah selain-Nyayang dipersekutukan dengan-Nya, yaitu perantara-perantara yang mereka duga dapat memberikan manfaat kepada mereka atau dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah. Para rasul mereka berkata kepada mereka: Dia menyeru kalian untuk memberi ampunan kepada kalian dari dosa-dosa kalian. (Ibrahim: 10) Yakni di hari akhirat kelak. dan menangguhkan (siksaan) kalian sampai masa yang ditentukan. (Ibrahim: 10) Yaitu di dunia ini.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan hendaklah kalian meminta ampun kepada Tuhan kalian dan bertobat kepada-Nya. (Jika kalian mengerjakan yang demikian itu), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepada kalian sampai waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. (Hud: 3), hingga akhir ayat. Kemudian setelah umat-umatnya kalah berdebat dengan para rasul mereka, maka mereka beralih alasan untuk menolak dengan cara mendebat kedudukan rasul yang disandangnya.
Kesimpulan jawaban mereka disebutkan oleh firman-Nya: Kalian tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kami juga, (Ibrahim: 10) Yakni mana mungkin bagi kami mengikuti kalian hanya dengan perkataan kalian, sedangkan kami belum melihat adanya suatu mukjizat dari kalian, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya menyitir kata-kata mereka dalam firman selanjutnya: Karena itu, datangkanlah kepada kami bukti yang nyata. (Ibrahim: 10) Yaitu suatu mukjizat yang kami minta dari kalian mengemukakannya.
Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kalian. (Ibrahim: 11) Artinya, memang benar kami adalah manusia biasa seperti kalian. akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. (Ibrahim: 11) Yakni kerasulan dan kenabian. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kalian. (Ibrahim: 11) sesuai dengan apa yang kalian minta, melainkan dengan izin Allah. (Ibrahim: 11) Yakni sesudah kami minta kepada-Nya dan Dia mengizinkan kepada kami untuk mengeluarkannya.
Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal. (Ibrahim: 11) Yaitu dalam semua urusan mereka. Kemudian para rasul berkata: Mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah. (Ibrahim: 12) Maksudnya, apakah yang mencegah kami untuk bertawakal kepada Allah, padahal Dia telah menunjuki kami jalan yang paling lurus, paling jelas, dan paling gamblang. dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kalian lakukan kepada kami. (Ibrahim: 12) seperti perkataan yang buruk dan perbuatan-perbuatan yang rendah. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakal itu berserah diri. (Ibrahim: 12)"
Pandangan orang kafir itu sangat keliru. Mereka seolah ingin memaksakan kehendak bahwa para rasul haruslah bukan manusia biasa.
Untuk mematahkan logika ini, rasul-rasul mereka berkata kepada mereka,
Wahai kaum kami, kami memang hanyalah manusia biasa seperti kamu,
tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara
hamba-hamba-Nya. Kami adalah beberapa orang di antara mereka yang
Allah beri karunia itu. Ketahuilah, tidak pantas bagi kami untuk mendatangkan suatu bukti kepada kamu atas kuasa kami sendiri, melainkan semuanya haruslah dengan izin Allah. Dan oleh sebab itu, hanya kepada
Allah saja hendaknya orang yang beriman bertawakal dan berserah diri. Dan kami, para rasul, selalu bertawakal kepada Allah. Mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah Yang Maha Pencipta dan Mahaperkasa, sedangkan Dia telah menunjukkan jalan yang lurus kepada kami
sehingga kami akan selamat dari azab-Nya, dan jika kalian menyakiti
kami karenanya, baik dengan perkataan maupun perbuatan, kami sungguh akan tetap bersabar terhadap gangguan yang kamu lakukan kepada kami itu. Dan ketahuilah, hanya kepada Allah saja orang yang bertawakal
berserah diri. Mereka bertawakal kepada-Nya karena yakin bahwa Dia
akan mengulurkan pertolongan.
Untuk menjawab pertanyaan dan permintaan umatnya, maka dalam ayat ini disebutkan ucapan para rasul itu kepada mereka bahwa benar mereka hanyalah manusia seperti umat mereka juga, hanya saja Allah telah memberikan karunia kepada mereka, yaitu berupa kenabian dan kerasulan, yang disertai mukjizat yang hanya dapat digunakan dengan seizin Allah ﷻ Oleh sebab itu, bukanlah wewenang seorang rasul untuk mengemukakan mukjizat yang lain dari apa yang telah dikaruniakan Allah kepadanya.
Pada akhir ayat ini ditunjukkan pula, bahwa tawakal adalah merupakan suatu prinsip dan sikap hidup yang harus menjadi pegangan bagi setiap orang yang beriman, apabila mereka sudah melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 6
“Dan (ingatlah) tatkala berkata Musa kepada kaumnya: Ingatlah olehmu akan nikmat Allah atas kamu, ketika dilepaskan-Nya kamu dan keluarga Fir'aun yang telah menyiksa kamu dengan seburuk-buruk adzab."
Di sini telah mulai dibayangkan betapa pahit penindasan yang mereka derita. Bukan saja Fir'aun sendiri yang menyiksa dan menganiaya mereka terutama lagi ialah keluarga Fir'aun, atau yang di zaman sekarang disebut orang Regime (rejim). Berlindung di bawah payung panji nama Fir'aun, maka segala kaki tangan, segala keluarga, segala pegawai, segala pembesar, yang tersebut kaum golongan Fir'aun, berleluasalah menindas mereka. Inilah salah satu sebab mengapa Musa sebelum menjadi rasul sampai membunuh orang, sebab tidak tega hatinya melihat kaumnya Bani Israil disiksa dan dihina demikian saja oleh seorang manusia biasa, yang tidak ada kelebihannya, hanyalah karena dia kaum Qibthi, artinya sekaum dengan Fir'aun. Empat ratus tahun, generasi demi generasi mereka menderita penindasan.
“Mereka sembelih anak-anak laki-laki kamu dan mereka hidupi perempuan-perempuan kamu. Sedang pada yang demikian itu adalah bencana dari Tuhan kamu, yang amat besar."
Tentu dapatlah dipikirkan betapa besarnya bencana itu. Kalau anak-anak laki-laki habis disembelih, dan perempuan-perempuan dibiarkan tinggal hidup, apa latar belakang dari kekejaman itu? Niscaya bertambah kurang atau kalau boleh habislah laki-laki Bani Israil. Niscaya perempuan-perempuan yang masih tinggal jatuh miskin, dan anak-anak perempuan tidak ada jodohnya lagi. Maka mudahlah bagi seluruh laki-laki Fir'aun, mengambili perempuan-perempuan itu menjadi budak dan gundik. Niscaya kalau mereka melahirkan anak lagi, anak itu bukan lagi Bani Israil, tetapi keturunan dari kaum Fir'aun.
Maka nikmat Allah atas Bani Israil, karena dengan bimbingan Nabi Musa dan Harun, dengan izin Allah, mereka telah dapat diselamatkan meninggalkan negeri Mesir itu, dan tenggelamlah Fir'aun dengan seluruh bala tentaranya di laut ketika mereka mengejar. Hal ini disuruh mereka ingati selalu.
Ayat 7
“Dan (ingatlah) tatkala telah memberi ingat Tuhan kamu: Sesungguhnya jikalau bersyukur kamu, akan ditambahilah untuk kamu. Dan jika kufur kamu, sesungguhnya adzab-Ku adalah sangat ngeri."
Inilah peringatan Allah kepada Bani Israil setelah mereka dibebaskan dari penindasan Fir'aun. Kebebasan itu sendiri adalah perkara besar yang wajib disyukuri. Dalam bersyukur hendaklah terus berusaha guna mengatasi kesulitan. Setelah bebas dari tindasan Fir'aun, mereka harus membangun. Jangan mengomel atas persediaan yang serba kurang, jangan mengeluh kalau belum tercapai apa yang dicita. Syukuri yang ada, maka pastilah akan ditambah Allah. Tetapi kalau hanya mengeluh, ini kurang, itu belum beres, yang itu lagi belum tercapai seakan-akan pertolongan Allah tidak juga segera datang, maka itu namanya kufur, artinya melupakan nikmat, tidak mengenal terima kasih. Orang yang demikian akan mendapat siksa yang pedih dan ngeri. Di antaranya ialah jiwanya yang merumuk karena ditimpa penyakit selalu merasa tidak puas.
Tersebut di dalam sebuah hadits,
“Sesungguhnya seorang hamba Allah akan dijauhkan Allah daripadanya rezeki karena dosa yang diperbuatnya."
Artinya, meskipun dia kelihatan kaya dengan harta yang tidak halal, namun jiwanya akan senantiasa merasa kosong, selalu merasa miskin dan kekurangan karena padanya tidak ada rasa terima kasih.
Dan tersebut pula di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad, dari Anas bin Malik, bahwa pernah datang kepada Nabi ﷺ seorang peminta-minta, lalu diberi oleh Nabi sebutir buah kurma. Rupanya pemberian itu tidak diterimanya dengan senang hati. Lalu datang pula seorang lagi, lalu diberi Nabi sebanyak itu pula. Maka diterimanyalah kurma pemberian itu walaupun hanya sebutir, seraya berkata, “Sebutir kurma dari Nabi saw, sendiri, Subhanallah!" (tanda syukur) Melihat demikian cara penerimaan orang itu, bersabdalah Rasulullah ﷺ kepada jariyah beliau, “Kau pergi kepada Ummi Salmah (istri Rasulullah ﷺ), supaya dia berikan kepada orang ini 40 dirham."
Nabi ﷺ mendidik umatnya berterima-kasih.
Ayat 8
“Dan telah berkata Musa: “Jika kamu kufur, kamu dan siapa-siapa yang ada di bumi ini semuanya pun, maka sesungguhnya Allah adalah (tetap) Maha Kaya, Maha Terpuji,"
Timbulnya kufur, yaitu rasa tidak puas, rasa tidak mengenal terima kasih, dan menghitung sesuatu dari segi kekurangannya saja, adalah siksa bagi jiwa sendiri. Orangnya akan memandang hidup ini dengan suram dan tidak akan ada yang dapat dikerjakannya. Maka jika kamu masih berperasaan demikian — demikian kata Musa kepada kaumnya — baik kamu ataupun manusia seisi dunia ini, maka sikap hidupnya yang serba tidak puas itu tidaklah akan mengurangi kebesaran dan kekayaan Allah. Allah akan tetap menjalankan rencana takdir-Nya menurut yang telah Dia tentukan. Dan Allah tetap terpuji, sebab bekas rahmat-Nya tetap melimpah juga, dan tetap dirasakan oleh orang yang bersyukur. Orang yang bersyukur itu merasakan nikmat jiwa menerima pemberian Allah; yang sedikit dipandang oleh orang yang kurang puas, dipandang banyak oleh orang yang bersyukur, dan mereka tidak berhenti berusaha.
Sebuah Hadits Qudsi yang dirawikan oleh Muslim dari Abu Dzar adalah penguat dari ayat ini,
“Wahai hamba-Ku! Jika kiranya kamu yang mula-mula dan kamu yang paling akhir, dan manusia kamu dan jin kamu, semuanya berhati takwa jadi satu, tidaklah, itu akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Hai hamba-Ku! Jika kamu yang mula-mula dan kamu yang paling akhir dan manusia kamu dan jin kamu semuanya bersatu hati mendurhaka, tidaklah itu akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit jua pun. Hai hamba-Ku! Jika sekiranya kamu yang mula-mula dan kamu yang paling akhir dan manusia kamu dan jin kamu semuanya sama berdiri di satu tempat ketinggian, lalu semuanya meminta kepada-Ku, lalu Aku beri masing-masing yang meminta itu, tidaklah itu akan mengurangi ke-kayaan-Ku sedikit pun, melainkan hanya laksana kurangnya sebuah jarum jika dimasukkan ke lautan." (HR Muslim)
Ayat 8 ini adalah landasan untuk menjadi perbandingan bagi kaum yang didatangi oleh Nabi Muhammad ﷺ maka janganlah umat Muhammad mengambil teladan buruk dari Bani Israil itu, yaitu tidak sabar atas cobaan dan tidak bersyukur atas nikmat. Setelah itu berfirman Allah,
Ayat 9
“Apakah tidak datang kepadamu berita tentang orang-orang yang sebelum kamu, kaum Nuh, kaum ‘Ad, kaum Tsamud dan orang-orang yang sesudah mereka, yang tidak mengetahui siapa-siapa mereka kecuali Allah".
Tandanya bahwa umat dan kaum yang binasa itu banyak, cuma tidak semua diceritakan dalam Al-Qur'an.
“Telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan keterangan-keterangan, maka mereka tutupkan tangan mereka kepada mulut mereka dan mereka katakan: “Sesungguhnya kami tidaklah percaya kepada apa yang telah diutus kamu untuknya, dan sesungguhnya kami benar-benar dalam syak dari hal apa yang kamu serukan kepada kami itu, lagi ragu~ragu."
Ini untuk meyakinkan bagi Nabi Muhammad ﷺ dan bagi umat yang setia mengikut jejak beliau, bahwasanya seruan tauhid itu di segala zaman telah ditentang. Tentangan yang sekarang ini hanya semata perulangan riwayat saja dari zaman-zaman yang lampau! Mereka menyatakan bahwa mereka syak, mereka ragu-ragu, mereka tidak yakin akan ajaran itu. Mereka tidak mau mengakui bahwa kekuasaan itu hanya pada Allah Yang Maha Esa dan Tunggal. Mereka tidak mau keyakinan atau pegangan mereka turun-temurun itu diusik-usik.
Mereka mengaku tidak percaya dan hati mereka ragu-ragu tentang Allah. Mereka tu-tupkan jari ke mulut, sebagai ibarat dari keengganan dan benci mereka akan seruan Rasul itu. Mereka memandang kedatangan rasul-rasul itu dengan jijik. Orang yang benci mendengar percakapan seseorang, ditutupnya mulutnya. Yang mereka jadikan dasar ialah bahwa mereka masih belum mendapat kepastian, mereka masih syak tentang Allah itu.
Tetapi rasul-rasul pun tidak pula mau mundur dari kewajiban yang mereka pikul.
Ayat 10
“Berkata Rasul-rasul mereka, “Apakah kepada Allah ada syak?"
Syak atau ragu-ragu, tidak ada keyakinan, tidak ada kepastian. Maka sekarang rasul-rasul menggerakkan hati mereka supaya berpikir dengan tenang: Apakah tentang Allah itu masih juga akan syak? Padahal dia adalah “Pencipta semua langit dan bumi." Ujung seruan Rasul ini, mengingatkan mereka tentang adanya Maha Pencipta. Melihat perjalanan isi langit dan bumi itu yang sangat teratur, baik perjalanan matahari dan bulan, ataupun pergantian musim dan bintang-bintang, tidaklah dapat diragukan lagi bahwasanya semua diatur oleh Maha Pencipta itu. Maka kalau ada orang yang menyatakan dirinya syak atau ragu tentang adanya Allah, tandanya jiwa muminya sudah dikotorinya sendiri. Padahal akal itulah yang menunjukkan tentang Kebenaran Allah Pencipta itu.
Yang kedua, mungkin timbul keraguan tentang Maha Kuasanya Allah Yang Maha Tunggal itu. Mungkin mereka ragu tentang mutlaknya kuasa-Nya sendiri, tidak bersekutu dan berserikat dengan yang lain. Lantaran keraguan itulah terjadi penyembahan kepada yang selain Allah, kepada Thaghut dan berhala. Maka banyaklah orang-orang musyrikin itu pada tahap yang pertama tidak mereka ragu. Kalau ditanyakan kepada mereka siapa yang menjadikan langit dan bumi, yang menciptakan matahari dan bulan, semuanya tetap menjawab bahwa pencipta semuanya itu hanya Allah jua. Tetapi karena keraguan hati melihat yang lain, lalu mereka sembahlah berhala. Kadang-kadang mereka katakan bahwa mereka menyembah berhala itu adalah buat menyampaikan permohonan mereka kepada Allah Yang Maha Esa itu juga. Sekarang diutuslah oleh Allah itu sendiri, Allah yang tidak diragui lagi tentang ada-Nya, dan tentang Esa-Nya, diutus-Nyalah nabi-nabi dan rasul-rasul memberi tuntunan bagaimana supaya mereka itu kembali berhubungan langsung dengan Allah Yang Pengasih lagi Penyayang itu. Tidaklah manusia dijadikan-Nya lalu dibiarkan-Nya saja. Malahan sesudah manusia dijadikan, diberi akal dan diberi pula pimpinan dan bimbingan supaya selamat dan langkahnya yang salah bisa di-perbaiki. Yang dilanjutkan oleh seruan Rasul itu, “Menyeru kamu agar Dia memberi ampun kepada kamu dari dosa-dosa kamu." Sebagaimana telah dinyatakan di awal surah, dan juga dalam maksud kedatangan Nabi Musa, yaitu mengeluarkan dari gelap gulita dosa, karena kami tidak mengerti mana jalan yang akan ditempuh. Ditunjukkan jalan yang benar supaya hidup jangan tersesal. Pintu taubat senantiasa terbuka, mana yang salah akan diberi ampun dan jalan selamat bahagia akan direntangkan di muka, terang benderang, nur Ilahi: “Dan dia undurkan kamu sampai kepada suatu masayang tertentu." Artinya, Dia berikan kesempatan yang luas buat memperbaiki langkah yang salah itu, kembali kepada langkah yang benar. Masuklah, sebelum pintu ditutup.
Itulah rayuan nabi-nabi dan rasul-rasul umumnya kepada seluruh umat yang mereka datangi. Rasul-rasul selain dari mengancam dengan siksaan, adalah pula membujuk menunjukkan jalan yang benar, supaya selamat di dunia dan di akhirat.
Tetapi seruan yang demikian tulusnya yang disampaikan oleh rasul-rasul Allah tidaklah langsung diterima dengan baik oleh kaum mereka masing-masing. Malahan mereka dengan kasar, “Mereka berkata, “Tidaklah ada kamu, hanyalah manusia seperti kami juga." Tidak ada ubahnya kamu dengan kami. Sebab itu maka seruan kamu itu tidak ada harganya bagi kami. Kami tahu maksud kamu hai orang-orang yang mendakwakan dirinya rasul-rasul dari Allah, yaitu
“Kamu ingin hendak menghambat-hambat kami dari apa yang disembah oleh nenek-moyang kami. Maka bawalah kepada kami satu keterangan yang nyata."
Sambutan yang demikian kasar telah meninggalkan kesan yang mendalam kepada kita betapa sulitnya mengeluarkan manusia yang telah biasa dalam gelap gulita kepada cahaya terang benderang. Mereka telah merasa senang hidup dalam kfegelapan, dan silaulah mata mereka kena cahaya matahari, sehingga rasul-rasul yang bermaksud baik untuk mereka, telah mereka pandang jahat. Mereka hanya bertahan bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu adalah pusaka nenek moyang yang wajib dipertahankan, sedang rasul-rasul itu menurut mereka adalah semata-mata hendak menghambat-hambat mereka dan adat-istiadat dan pusaka yang luhur dari nenek moyang itu. Niscaya mereka hendak bertahan mati-matian. Tetapi oleh karena rasul-rasul itu benar-benar bermaksud baik untuk mereka, maka perkataan-perkataan yang kasar itu telah mereka sambut dengan baik, tetapi tepat dan jitu.
Ayat 11
“Berkata kepada mereka rasul-rasul mereka: “Tidaklah kami ini melainkan manusia seperti kamu juga."
Mereka sambut dengan baik perkataan mereka bahwa mereka, rasul-rasul itu, hanya manusia seperti mereka, tidak ada kelebihan dari mereka. Mereka akui, memang mereka manusia seperti mereka itu juga. Dalam hal sebagai sama-sama manusia, tidaklah ada kelebihan mereka."Tetapi Allah telah mengaruniai barangsiapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya." Di antara kita manusia yang sama kejadian itu, Allah telah memilih kami buat menjadi utusan-Nya dan menyampaikan seruan-Nya kepada kamu. Oleh sebab itu jika kami mengangkat suara, bukanlah itu karena kami memandai-mandai dengan kehendak sendiri saja."Dan tidaklah kami boleh mendatangkan kepada kamu sesuatu keterangan kecuali dengan izin Allah." Hanya dengan izin-Nya kami sampaikan berita ini kepada kamu. Sekarang kamu bantah, kamu tantang dan kamu tolak, namun kami akan menyampaikannya terus, betapa pun sikap kamu kepada kami, karena kami ini diperintah.
“Dan kepada Altah-lah berserah diri orang-orang yang beriman."
Kata-kata seruan yang lemah-lembut, dari hati yang tulus ikhlas dan penuh cinta itu, mereka teruskan lagi,
Ayat 12
“Bagaimana kami tidak akan berserah diri kepada Allah, padahal Dia telah memberi kami petunjuk dalam perjalanan-perjalanan kami."
Kami diberi-Nya petunjuk menempuh cahaya yang terang, dan kami merasa sedih melihat kamu masih dalam kegelapan, “Dan sungguh kami akan sabar atas gangguan kamu kepada kami." Apa pun sikap kamu kepada kami karena kegelapan paham kamu, tidaklah akan kami ambil keberatan, dan kami akan menyampaikannya terus, sampai kamu pun merasakan pula nikmat iman itu, sampai kamu mendapat ampunan dari Allah, Alangkah berbahagia kami kalau terjadi demikian.
“Dan kepada Allah bertawakal orang-orang yang bertawakal."
(ujung ayat 12)