At-Taubah: 2

Ayat

Terjemahan Per Kata
فَسِيحُواْ
maka berjalanlah kamu
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
(muka) bumi
أَرۡبَعَةَ
empat
أَشۡهُرٖ
bulan
وَٱعۡلَمُوٓاْ
dan ketahuilah
أَنَّكُمۡ
bahwa kamu
غَيۡرُ
tidak/bukan
مُعۡجِزِي
melemahkan
ٱللَّهِ
Allah
وَأَنَّ
dan sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
مُخۡزِي
menghinakan
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang kafir

Terjemahan

Berjalanlah kamu (kaum musyrik) di bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa kamu tidak dapat melemahkan Allah. Sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir.

Tafsir

Tafsir Surat At-Taubah: 1-2 (Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrik yang kalian (kaum muslim) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah kalian (wahai kaum musyrik) di muka bumi selama empat bulan, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir. Ayat 1 Surat yang mulia ini merupakan akhir dari apa yang diturunkan kepada Rasulullah ﷺ seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Bukhari. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Barra’ mengatakan bahwa akhir ayat yang diturunkan adalah firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah.” (An-Nisa: 176) dan surat yang paling akhir diturunkan ialah surat Al-Baraa-ah (yakni surat At-Taubah). Sesungguhnya surat At-Taubah tidak memakai basmalah pada permulaannya, tiada lain karena para sahabat tidak menuliskan basmalah pada permulaannya di dalam Al-Mushaf Al-Imam (mushaf induk), bahkan mereka dalam hal ini mengikut kepada cara Amirul Mu’minin ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Imam At-Tirmidzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dan Muhammad bin Abu Ja'far. serta Ibnu Abu Addi dan Suhail bin Yusuf; mereka mengatakan bahwa Auf bin Abu Jamilah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yazid Al-Farisi, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin ‘Abbas bahwa ia pernah bertanya kepada ‘Utsman bin ‘Affan, "Apakah yang mendorongmu sengaja membarengkan antara surat Al-Anfal dan surat Al-Baraa-ah (At-Taubah) padahal keduanya termasuk surat Matsani (surat yang cukup panjang), sehingga jumlah ayat keduanya menjadi dua ratusan, tanpa engkau tuliskan Bismillahir Rahmanir Rahim: di antara keduanya, kemudian engkau letakkan keduanya ke dalam kategori Sabut Tiwal (tujuh surat yang panjang-panjang), apakah alasanmu?" ‘Utsman menjawab, "Dahulu semasa Rasulullah ﷺ masih menerima penurunan surat-surat yang ayat-ayatnya mempunyai bilangan tertentu, apabila ada sesuatu yang diturunkan kepadanya, maka iapun memanggil sebagian juru tulis wahyunya, lalu bersabda, 'Letakkanlah ayat ini dalam surat yang ada di dalamnya disebutkan masalah ini dan itu.' Dan surat Al-Anfal termasuk surat yang mula-mula diturunkan di Madinah, sedangkan surat Al-Bara’ah (Taubah) termasuk surat Al-Qur'an yang paling akhir diturunkan. Tersebut pula bahwa kisah yang disebutkan di dalam surat Al-Bara’ah mirip dengan kisah yang disebutkan di dalam surat Al-Anfal. Saya merasa khawatir bila surat Al-Bara’ah ini termasuk bagian dari surat Al-Anfal, karena Rasulullah ﷺ diwafatkan, sedangkan beliau belum menjelaskan kepada kami bahwa Al-Baraa-ah termasuk bagian dari surat Al-Anfal. Mengingat hal tersebut, maka saya menggandengkan kedua surat tersebut tanpa menuliskan Bismillahir Rahmanir Rahim di antara keduanya, kemudian saya meletakkan keduanya ke dalam kelompok tujuh surat yang panjang-panjang." Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya serta Imam Al-Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui berbagai jalur lainnya dari Auf Al-A'rabi. Imam Al-Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim) tidak merilisnya dalam kedua kitab Shahih mereka. Permulaan dari surat ini diturunkan kepada Rasulullah ﷺ ketika beliau kembali dari Perang Tabuk dan mereka dalam keadaan menunaikan haji. Kemudian disebutkan bahwa kaum musyrik di musim haji tahun itu datang pula sebagaimana kebiasaan mereka. Mereka melakukan tawafnya di Baitullah dengan bertelanjang. Maka Nabi ﷺ tidak suka haji bersama dengan mereka. Untuk itu, beliau mengirimkan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai amir haji pada tahun itu, untuk memimpin manasik haji orang-orang muslim, sekaligus untuk memberitahukan kepada kaum musyrik bahwa sesudah tahun itu mereka tidak boleh menunaikan haji lagi. Secara khusus Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ditugaskan oleh Nabi ﷺ untuk menyerukan firman Allah ﷻ berikut ini kepada semua orang: “(Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya.” (At-Taubah :1 ). Setelah Abu Bakar baru berangkat, maka Nabi ﷺ mengiringkannya dengan Ali Ibnu Abu Talib sebagai utusan khusus dari Nabi ﷺ, mengingat Ali adalah keluarga terdekat Nabi ﷺ, seperti yang akan dijelaskan kemudian. Firman Allah ﷻ: “Ini adalah pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya.” (At-Taubah: 1) Hal ini adalah pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya yang ditujukan: kepada orang-orang musyrik yang kalian (kaum muslim) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah kalian (kaum musyrik) di muka bumi selama empat bulan. Ulama tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini. Perbedaannya cukup banyak. Sebagian mengatakan bahwa ayat ini ditujukan bagi orang-orang musyrik yang telah mengadakan perjanjian perdamaian secara mutlak tanpa ikatan waktu, atau mereka yang terikat perjanjian yang masanya kurang dari empat bulan, yang karenanya masa perjanjiannya dilengkapkan menjadi empat bulan. Adapun bagi mereka yang mempunyai perjanjian perdamaian berwaktu, maka batas pemutusannya ialah bila telah habis masa perjanjiannya, berapapun lamanya, karena ada firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Maka terhadap mereka itu patuhilah janjinya sampai habis waktunya.” (At-Taubah: 4). Juga karena hadis yang akan dikemukakan kemudian. Pada garis besarnya hadis itu menyatakan, "Barang siapa yang antara dia dan Rasulullah ﷺ terdapat perjanjian perdamaian, maka batas pemutusannya sampai habis masa perjanjiannya." Pendapat ini merupakan pendapat yang paling baik dan paling kuat. Ibnu Jarir memilih pendapat ini dan ia telah meriwayatkan hal ini dari Al-Kalbi, Muhammad bin Kaab Al-Qurazi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Ali bin Abu Talhah telah meriwayatkan dari lbnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrik yang kalian (kaum muslim) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah kalian (kaum musyrik) di muka bumi selama empat bulan”, Allah ﷻ memberikan batas waktu selama empat bulan terhadap orang-orang musyrik yang telah mengadakan perjanjian perdamaian dengan Rasulullah ﷺ Dalam masa itu mereka bebas berjalan di muka bumi dalam keadaan aman. Allah ﷻ pun memberikan batas waktu terhadap orang-orang yang tidak mempunyai perjanjian perdamaian sampai dengan berakhir bulan-bulan suci, dimulai dari Hari Raya Kurban sampai dengan lepasnya bulan Muharram, yang seluruhnya berjumlah lima puluh hari. Kemudian Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya apabila bulan Muharram telah habis untuk mengangkat senjata terhadap orang-orang yang tidak mempunyai perjanjian perdamaian dengannya, yaitu dengan memerangi mereka hingga mereka mau masuk Islam. Dan Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya berkaitan dengan orang-orang yang mempunyai perjanjian perdamaian dengannya bahwa apabila empat bulan yang telah ditetapkan telah habis, yang permulaannya dimulai dari Hari Raya Kurban dan berakhir sampai dengan tanggal sepuluh bulan Rabi'ul Akhir, hendaklah ia mengangkat senjata terhadap mereka hingga mereka mau masuk Islam.” Abu Ma'syar Al-Madani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ka'b Al-Qurazi dan lain-lainnya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ mengirimkan Abu Bakar sebagai amir haji pada tahun sembilan Hijriah, dan beliau mengutus Ali bin Abu Talib untuk menyampaikan tiga puluh atau empat puluh ayat surat At-Taubah. Maka Ali membacakannya kepada orang-orang, yang isinya tentang pemberian masa tangguh bagi orang-orang musyrik selama empat bulan. mereka dapat berjalan dengan bebas di muka bumi selama itu. Ali bin Abu Talib membacakannya kepada mereka pada hari Arafah, bahwa masa penangguhan mereka dimulai dari tanggal dua puluh bulan Zul Hijjah dan berakhir sampai tanggal sepuluh bulan Rabi'ul Akhir. Dan Ali membacakannya pula di rumah-rumah mereka, seraya mengatakan bahwa sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik menunaikan haji dan tidak boleh lagi ada orang tawaf sambil telanjang. Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: “(Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya.” (At-Taubah: 1) Yakni ditujukan kepada Bani Khuza'ah dan Bani Mudlij serta orang-orang lain yang telah mengadakan perjanjian damai atau selain mereka. Maka Rasulullah ﷺ kembali dari medan Tabuk setelah menyelesaikan urusannya, lalu beliau berniat untuk menunaikan haji, kemudian beliau ﷺ bersabda, “Sesungguhnya orang-orang musyrik pasti hadir dan akan melakukan tawafnya dengan telanjang, maka saya tidak suka berhaji sebelum hal tersebut ditiadakan." Maka beliau ﷺ mengirimkan Abu Bakar dan Ali untuk berkeliling kepada semua orang di Dzul Majaz, di tempat-tempat mereka biasa melakukan perdagangannya dan di semua pasar musiman mereka. Nabi ﷺ memerintahkan kepada keduanya bahwa beritahukanlah kepada orang-orang musyrik yang ada dalam ikatan perjanjian, bahwa mereka dalam keadaan aman selama empat bulan secara berturut-turut, dimulai dari tanggal dua puluh bulan Zul Hijjah berakhir sampai tanggal sepuluh bulan Rabi'ul Akhir, setelah itu tidak ada lagi perjanjian perdamaian dengan mereka.Dan permaklumatkanlah kepada seluruh kaum musyrik akan keadaan perang terkecuali jika mereka mau beriman. Demikianlah menurut riwayat As-Saddi dan Qatadah. Az-Zuhri mengatakan bahwa permulaan masa tangguh itu dimulai dari bulan Syawwal dan berakhir pada akhir bulan Muharram. Pendapat ini ganjil, karena mengapa mereka dihitung mulai dari masa yang hukumnya belum sampai kepada mereka. Sesunguhnya perkara ini hanya baru muncul pada Hari Raya Kurban, yaitu di saat Rasulullah ﷺ mempermaklumatkan hal itu kepada sahabat-sahabatnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: [bersambung ke tafsir ayat selanjutnya]

At-Taubah: 2

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat