Al-Anfal: 11

Ayat

Terjemahan Per Kata
إِذۡ
ketika
يُغَشِّيكُمُ
(Allah) menutupkan/menjadikan kamu
ٱلنُّعَاسَ
mengantuk
أَمَنَةٗ
perasaan tentram
مِّنۡهُ
daripadanya
وَيُنَزِّلُ
dan (Allah) menurunkan
عَلَيۡكُم
atas kalian
مِّنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air/hujan
لِّيُطَهِّرَكُم
untuk menyucikan kamu
بِهِۦ
dengannya
وَيُذۡهِبَ
dan menghilangkan
عَنكُمۡ
dari kalian
رِجۡزَ
kotoran/gangguan
ٱلشَّيۡطَٰنِ
syaitan
وَلِيَرۡبِطَ
dan untuk menguatkan
عَلَىٰ
atas
قُلُوبِكُمۡ
hatimu
وَيُثَبِّتَ
dan Dia memperteguh
بِهِ
dengannya
ٱلۡأَقۡدَامَ
telapak kaki

Terjemahan

(Ingatlah) ketika Allah membuat kamu mengantuk sebagai penenteraman dari-Nya dan menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu, menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu, dan menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu.

Tafsir

Tafsir Surat Al-Anfal: 11-14 (Ingatlah) ketika Allah menjadikan kalian mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk menyucikan kalian dengan hujan itu dan menghilangkan dari kalian gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hati kalian dan mengokohkan dengannya telapak kaki (pendirian) kalian. (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras azab-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atas kalian), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka. Ayat 11 Allah mengingatkan mereka akan nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka, yaitu rasa kantuk yang membuai mereka; hal ini menjadi penenteram hati mereka dari rasa ketakutan yang diakibatkan dari sedikitnya jumlah bilangan mereka, sedangkan jumlah musuh mereka sangat banyak. Hal yang sama telah dilakukan pula oleh Allah sesudah Perang Uhud sebagai penenteram hati mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Kemudian setelah kalian berduka cita Allah menurunkan kepada kalian keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kalian, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri.” (Ali Imran: 154), hingga akhir ayat. Abu Talhah mengatakan bahwa dia termasuk salah seorang yang terkena rasa kantuk itu dalam Perang Uhud, dan sesungguhnya pedangnya sampai terjatuh berkali-kali dari tangannya. Bila pedangnya jatuh, maka ia memungutnya; dan bila jatuh lagi, ia memungutnya kembali. Dan sungguh dia melihat pasukan kaum muslim menelentangkan tubuh mereka, sedangkan mereka berada di bawah lindungan tamengnya masing-masing. Al-Hafidzh Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, dari Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Harisah ibnu Mudarrib, dari Ali yang mengatakan, "Di antara kami tiada seorang penunggang kuda pun selain Al-Miqdad dalam Perang Badar. Dan sesungguhnya di antara kami tiada seorang pun melainkan dalam keadaan tertidur, kecuali Rasulullah ﷺ yang sedang shalat di bawah sebuah pohon seraya menangis hingga pagi harinya." Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari ‘Ashim, dari Abu Razin, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa rasa kantuk dalam situasi perang merupakan penenteram hati dari Allah ﷻ, sedangkan jika kantuk dalam shalat merupakan godaan dari setan. Qatadah mengatakan bahwa kantuk mempengaruhi kepala, sedangkan tidur mempengaruhi hati. Menurut kami, kantuk telah menimpa mereka dalam Perang Uhud; kisah mengenainya telah dikenal. Adapun mengenai apa yang disebutkan di dalam ayat ini tiada lain berkaitan dengan kisah dalam Perang Badar. Hal ini menunjukkan bahwa rasa kantuk itu pun telah dialami pula oleh mereka saat itu. Seakan-akan hal tersebut selalu menimpa kaum mukmin di saat menghadapi peperangan, dimaksudkan agar hati mereka tenteram dan percaya akan pertolongan Allah. Hal ini merupakan karunia dari Allah dan merupakan rahmat-Nya bagi mereka serta nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Alam Nasyrah: 5-6) Karena itulah di dalam kitab Shahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ ketika dalam Perang Badar berada di dalam kemah kecilnya dengan Abu Bakar As-Siddiq sedang berdoa terkena rasa kantuk, kemudian beliau terbangun seraya tersenyum dan bersabda: “Bergembiralah, wahai Abu Bakar, ini Malaikat Jibril datang (dengan mengendarai kuda) yang pada kedua sisinya beterbangan debu-debu.” Kemudian Nabi ﷺ keluar (berangkat) melalui pintu Al-Arisy seraya membacakan firman-Nya: “Golongan (kaum musyrik) itu pasti akan dikalahkan, dan mereka akan mundur ke belakang.” (Al-Qamar: 45) Mengenai firman Allah ﷻ: “Dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit.” (Al-Anfal: 11) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi ﷺ ketika berangkat menuju medan Badar dan sampai padanya, lalu turun beristirahat. Saat itu pasukan kaum musyrik berada di dalam posisi yang antara mereka dan mata air terdapat banyak gundukan pasir, sedangkan keadaan pasukan kaum muslim sangat lemah, lalu setan menyusupkan rasa kebencian di dalam hati mereka dan membisikkan godaannya di antara mereka seraya mengatakan, "Kalian mengakui bahwa diri kalian adalah kekasih-kekasih Allah, dan di antara kalian terdapat Rasul-Nya, tetapi kaum musyrik ternyata dapat mengalahkan kalian dalam menguasai mata air; sedangkan kalian, shalat pun kalian kerjakan dalam keadaan berjinabah." Maka Allah menurunkan hujan kepada pasukan kaum muslim, yaitu hujan yang cukup lebat, sehingga kaum muslim beroleh minuman dan bisa bersuci. Allah pun menghilangkan godaan setan dari mereka, dan tanah yang berpasir itu setelah terkena hujan menjadi padat dan kuat, sehingga orang-orang dengan mudah dapat berjalan di atasnya, begitu pula hewan-hewan kendaraan mereka; lalu pasukan kaum muslim maju menuju ke arah pasukan kaum musyrik. Kemudian Allah menurunkan bala bantuan kepada Nabi-Nya dan kaum mukmin dengan seribu malaikat. Malaikat Jibril turun bersama lima ratus malaikat di suatu sisi, sedangkan di sisi lain turun Malaikat Mikail dengan membawa lima ratus malaikat lagi. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya pasukan kaum musyrik dari kalangan Quraisy ketika berangkat untuk melindungi iringan kafilah mereka dan membelanya dari serangan kaum muslim, mereka turun istirahat di dekat mata air Badar, sehingga mereka menguasai sumber air itu dan mendahului kaum muslim. Karenanya pasukan kaum muslim mengalami kehausan hingga mereka shalat dalam keadaan mempunyai jinabah dan berhadas (tanpa bersuci), hal tersebut membuat mereka merasa berdosa besar. Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, hujan yang deras, sehingga lembah tempat mereka berada dialiri oleh air yang banyak. Lalu pasukan kaum mukmin minum dan memenuhi wadah-wadah air mereka serta memberi minum kendaraan-kendaraan mereka, dan mereka melakukan mandi jinabah. Maka hal itu dijadikan oleh Allah sebagai sarana bersuci buat mereka dan untuk memantapkan pijakan mereka. Demikian itu karena antara mereka dan kaum musyrik terdapat padang pasir maka Allah menurunkan hujan di atas pasir itu sehingga membuat tanah pasir itu keras dan kuat dipijak oleh kaki. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah, Adh-Dhahhak, dan As-Suddi. Telah diriwayatkan pula dari Sa'id ibnul Musayyab, Asy-Sya'bi, Az-Zuhri, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa mereka tertimpa hujan dalam Perang Badar. Tetapi kisah yang dikenal mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ berjalan menuju medan Perang Badar, beliau turun istirahat di dekat sumber air yang ada di tempat itu, yakni permulaan mata air yang dijumpainya. Maka Al-Habbab ibnul Munzir menghadap kepada beliau dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah tempat ini merupakan tempat yang diperintahkan oleh Allah agar engkau berhenti padanya dan kita tidak boleh melampauinya? Ataukah tempat ini engkau jadikan sebagai tempat untuk menyusun strategi perang dan melancarkan tipu muslihat perang?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak, bahkan ini merupakan tempat yang sengaja saya tempati untuk strategi perang dan menyusun tipu muslihatnya." Al-Habbab ibnul Munzir berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tempat ini bukan tempat yang strategis untuk berperang dan melancarkan siasat. Tetapi bawalah kami hingga sampai di mata air yang paling dekat dengan pasukan kaum musyrik, kemudian kita keringkan semua sumur lainnya, sehingga kita beroleh mata air untuk minum, sedangkan mereka tidak mempunyai air." Maka Rasulullah ﷺ berangkat untuk melakukan strategi tersebut Di dalam 'kitab Magazil Umawi disebutkan bahwa ketika Al-Habbab melakukan hal tersebut, turunlah malaikat dari langit, sedangkan Malaikat Jibril sedang duduk di dekat Rasulullah ﷺ. Lalu malaikat itu berkata, "Wahai Muhammad sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam buatmu. Dia berfirman bahwa pendapat yang benar adalah pendapat yang diutarakan oleh Al-Habbah ibnul Munzir." Maka Rasulullah ﷺ menoleh ke arah Malaikat Jibril a.s. dan bersabda, "Tahukah kamu siapakah ini?" Jibril memandang ke arah malaikat itu dan berkata, "Tidak semua malaikat dapat aku kenal. Tetapi dia adalah malaikat, bukan setan." Hal yang lebih baik dari riwayat ini ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, penulis kitab Al-Magazi rahimahullah sebagai berikut: Telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Ruman, dari Urwah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa Allah menurunkan hujan dari langit yang sebelumnya lembah itu (Badar) dalam keadaan kering. Maka Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya terkena hujan yang membuat tanah berpijak mereka menjadi kuat dan tidak menghalangi mereka untuk berjalan. Sedangkan hujan yang menimpa kaum musyrik membuat mereka tidak mampu bergerak dengan bebas. Mujahid mengatakan bahwa Allah menurunkan hujan kepada kaum muslim sebelum rasa kantuk menyerang mereka. Dengan air hujan itu debu tidak ada lagi, dan tanah menjadi keras karenanya, sehingga hati mereka menjadi senang dan kaki mereka menjadi kokoh. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami Israil, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Jariyah, dari Ali yang mengatakan bahwa di malam hari kami tertimpa hujan yakni malam hari yang keesokan harinya terjadi Perang Badar hingga kami berlindung di bawah pepohonan dan memakai tameng-tameng untuk menaungi diri dari siraman air hujan. Sedangkan Rasulullah ﷺ malam itu terus-menerus memberikan semangat untuk berperang. Firman Allah ﷻ: “Untuk menyucikan kalian dengan hujan itu.” (Al-Anfal:11) Maksudnya, menyucikan kalian dari hadas kecil atau hadas besar, yakni penyucian lahiriah. “Dan menghilangkan dari kalian gangguan-gangguan setan.” (Al-Anfal:11) Yaitu melenyapkan gangguan setan dan bisikannya yang jahat, hal ini merupakan penyucian batin. Pengertian ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Allah ﷻ dalam kisah ahli surga, yaitu: “Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak.” (Al-Insan:21) Hal ini merupakan perhiasan lahiriah. Dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih.” (Al-Insan: 21) Yakni untuk menyucikan kedengkian, kebencian, dan permusuhan yang ada di dalam hati mereka; hal ini merupakan, perhiasan batin dan penyuciannya. Firman Allah ﷻ: “Dan untuk menguatkan hati kalian.” (Al-Anfal: 11) Yaitu dengan kesabaran dan pendirian yang kokoh dalam menghadapi musuh. Hal ini merupakan sifat keberanian yang tidak kelihatan. “Dan untuk mengokohkan dengannya telapak kaki (kalian).” (Al-Anfal: 11) Hal ini merupakan keberanian yang lahir, yakni yang tampak. Ayat 12 Firman Allah ﷻ: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka kokohkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman’.” (Al-Anfal: 12) Sebenarnya hal ini adalah nikmat tersembunyi yang ditampakkan oleh Allah kepada mereka agar mereka mensyukurinya, yaitu Allah ﷻ berfirman kepada para malaikat yang Dia turunkan untuk menolong Nabi-Nya, agama-Nya, dan golongan orang-orang mukmin, agar menghembuskan rasa semangat di kalangan pasukan kaum mukmin dengan mengatakan kepada mereka bahwa hendaklah mereka memperteguh telapak kakinya. Ibnu Ishaq mengatakan, makna yang dimaksud ialah dukunglah mereka. Sedangkan menurut yang lain yaitu berperanglah kalian bersama mereka. Menurut pendapat lainnya, perbanyaklah bilangan pasukan mereka. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, contoh hal tersebut ialah misalnya malaikat datang kepada seorang sahabat Nabi ﷺ, lalu mengatakan kepadanya, "Saya telah mendengar perkataan mereka (yakni pasukan kaum musyrik) demi Allah seandainya kamu menyerang mereka, niscaya mereka akan terpukul dan mundur. Maka sebagian dari pasukan kaum muslim membicarakan hal tersebut kepada sebagian yang lainnya, hingga hal itu membuat hati pasukan kaum muslim bertambah kuat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dan apa yang telah diketengahkan merupakan lafaznya tanpa ada yang dibuang barang sedikit pun. Firman Allah ﷻ: “Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir.” (Al-Anfal: 12) Dengan kata lain, teguhkanlah hati kalian wahai orang-orang mukmin dan kuatkanlah jiwa kalian dalam menghadapi musuh kalian. Ini adalah perintah dari-Ku kepada kalian, kelak Aku akan menimpakan rasa gentar, takut, dan hina kepada orang-orang yang menentang perintah-Ku dan mendustakan Rasul-Ku. “Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (Al-Anfal: 12) Artinya, pukullah kepala mereka dan belahlah, penggallah batang leher mereka dan jadikanlah terputus, serta tebaslah jari-jemari tangan dan kaki mereka. Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna ayat ini: “Bagian atas lehernya.” (Al-Anfal: 12) Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah pukullah kepala mereka; pendapat ini dikatakan oleh Ikrimah. Menurut pendapat lain, 'alal a'naq ialah batang leher; pendapat ini dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan Atiyyah Al-Aufi. Pengertian ini diperkuat oleh firman Allah ﷻ dalam petunjuk-Nya kepada kaum mukmin dalam melakukan hal ini, yaitu melalui firmanNya: “Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka.” (Muhammad: 4) Waki' telah meriwayatkan dari Al-Mas'udi, dari Al-Qasim yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ, pernah bersabda: “Sesungguhnya aku tidak diutus untuk mengazab dengan azab Allah. Sesungguhnya aku hanya diutus untuk memenggal batang leher dan mengencangkan ikatan (menawan musuh).” Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan pengertian memukul batang leher dan menghantam kepala. Menurut kami, di dalam kitab Magazil Umawi disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ berjalan memeriksa orang-orang yang gugur dalam Perang Badar, lalu beliau ﷺ bersabda, "Pecahlah kepala." Kemudian Abu Bakar melanjutkan apa yang dimaksudkan oleh Nabi ﷺ: “Banyak kaum lelaki yang sombong terhadap kita, mereka adalah orang-orang yang paling menyakitkan dan paling za;im. Rasulullah ﷺ memulai menyitir suatu bait syair, sedangkan yang melanjutkannya adalah Abu Bakar karena Nabi ﷺ tidak pandai bersyair, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya: “Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad), dan bersyair itu tidaklah layak baginya.” (Yasin: 69) Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa kaum muslim dalam Perang Badar mengetahui orang-orang kafir yang dibunuh oleh para malaikat dan yang dibunuh oleh mereka sendiri, yaitu dengan tanda adanya bekas pukulan pada batang leher dan jari-jemari, seperti bekas terkena api dan hangus. Firman Allah ﷻ: “Dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (Al-Anfal: 12) Ibnu Jarir mengatakan, makna yang dimaksud ialah pukullah musuh kalian wahai orang-orang mukmin pada setiap bagian anggota dan persendian jari-jemari tangan dan kaki mereka. Menurut pengertian bahasa, al-banan adalah bentuk jamak dari bananah, seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair: “Aduhai, seandainya saja sebuah jari tanganku terputus, lalu saya jumpai dia di dalam rumah itu dalam keadaan terjaga dan waspada.” Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (Al-Anfal: 12) Yakni pada tiap-tiap ujung jari mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan Ibnu Jarir. As-Suddi mengatakan bahwa al-banan artinya ujung jari, sedangkan menurut pendapat lain yaitu setiap persendiannya. Juga Ikrimah, Atiyah, dan Adh-Dhahhak di dalam riwayat lain mengatakan, "Setiap persendiannya." Al-Auza'i telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (Al-Anfal: 12) Artinya, pukullah muka dan bagian mata serta lemparilah dengan pijaran api; namun apabila engkau telah menangkapnya, maka semuanya itu tidak boleh kamu lakukan. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas menceritakan perihal Perang Badar; lalu ia melanjutkan kisahnya, bahwa Abu Jahal mengatakan (kepada pasukannya), "Janganlah kalian bunuh mereka secara langsung, tetapi tangkaplah mereka terlebih dahulu hingga kalian dapat mengenal mereka, siapa di antara mereka yang telah mencaci maki agama kalian dan membenci Lata dan 'Uzza." Lalu Allah ﷻ berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka kokohkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (Al-Anfal: 12) Maka Abu Jahal terbunuh bersama enam puluh sembilan orang pasukan kaum musyrik, dia termasuk seorang dari mereka. Kemudian Uqbah ibnu Abu Mu'it tertawan, lalu ia dibunuh tanpa perlawanan, sehingga jumlah mereka yang terbunuh dari kalangan pasukan kaum musyrik genap tujuh puluh orang. Ayat 13 “(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Anfal: 13) Yakni mereka menentang Allah dan Rasul-Nya dengan cara meninggalkan syariat dan tidak mau beriman kepada-Nya serta menentang keduanya. Pengertian lafal syaqqun ini dapat pula diambil! dari kata syaqqul 'asa yang artinya membelahnya menjadi dua bagian. “Dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras azab-Nya.” (Al-Anfal: 13) Maksudnya, Allahlah yang akan menuntut dan Maha Menang atas orang-orang yang menentang-Nya dan yang membangkang terhadap-Nya. Tiada sesuatu pun yang luput dari-Nya, dan tiada sesuatu pun yang dapat bertahan terhadap murka-Nya. Maha Suci lagi Maha Tinggi Allah, tiada Tuhan selain Dia dan tiada Rabb selain Dia. Itulah hukuman dunia yang ditimpakan atas kalian, maka rasakanlah hukuman itu. Ayat 14 “Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka.” (Al-Anfal: 14) Khitab atau pembicaraan ayat ini ditujukan kepada orang-orang kafir yakni rasakanlah siksa dan pembalasan dunia ini; dan ketahuilah pula oleh kalian bahwa azab neraka di akhirat pun akan menimpa orang-orang kafir.

Al-Anfal: 11

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat