Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidak
جَعَلَهُ
menjadikannya
ٱللَّهُ
Allah
إِلَّا
kecuali/melainkan
بُشۡرَىٰ
kabar gembira
وَلِتَطۡمَئِنَّ
dan agar menetapkan
بِهِۦ
dengannya
قُلُوبُكُمۡۚ
hatimu
وَمَا
dan tidak
ٱلنَّصۡرُ
pertolongan/kemenangan
إِلَّا
kecuali
مِنۡ
dari
عِندِ
sisi
ٱللَّهِۚ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَزِيزٌ
Maha Perkasa
حَكِيمٌ
Maha Bijaksana
وَمَا
dan tidak
جَعَلَهُ
menjadikannya
ٱللَّهُ
Allah
إِلَّا
kecuali/melainkan
بُشۡرَىٰ
kabar gembira
وَلِتَطۡمَئِنَّ
dan agar menetapkan
بِهِۦ
dengannya
قُلُوبُكُمۡۚ
hatimu
وَمَا
dan tidak
ٱلنَّصۡرُ
pertolongan/kemenangan
إِلَّا
kecuali
مِنۡ
dari
عِندِ
sisi
ٱللَّهِۚ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَزِيزٌ
Maha Perkasa
حَكِيمٌ
Maha Bijaksana
Terjemahan
Allah tidak menjadikannya (bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Tafsir
(Dan Allah tidak menjadikannya) bala bantuan tersebut (melainkan sebagian berita gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana).
Tafsir Surat Al-Anfal: 9-10
(Ingatlah) ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian, lalu diperkenankan-Nya bagi kalian, "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut."
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hati kalian menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat 9
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Nuh Qirad, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sammak Al-Hanafi Abu Zamit, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Khattab yang mengatakan bahwa ketika Perang Badar Nabi ﷺ memandang kepada semua sahabatnya yang saat itu berjumlah tiga ratus orang lebih. Nabi ﷺ juga memandang kepada pasukan kaum musyrik, ternyata jumlah mereka seribu orang lebih. Kemudian Nabi ﷺ menghadapkan dirinya ke arah kiblat - saat itu beliau memakai kain selendang dan kain sarungnya - lalu berdoa: “Ya Allah tunaikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika golongan kaum muslim ini binasa, maka Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini selama-lamanya.”
Nabi ﷺ terus-menerus memohon pertolongan kepada Tuhannya dan berdoa kepada-Nya sehingga kain selendangnya terlepas dari pundaknya. Lalu Abu Bakar datang menghampirinya dan memungut kain selendangnya, kemudian disandangkan di tempatnya, dan Abu Bakar tetap berdiri di belakangnya. Kemudian Abu Bakar berkata, "Wahai Nabi Allah, cukuplah permohonanmu kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia pasti akan menunaikan apa yang telah dijanjikanNya kepadamu."
Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “(Ingatlah) ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian, lalu diperkenankan-Nya bagi kalian, ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut’.” (Al-Anfal: 9)
Maka setelah terjadi pertempuran di antara kedua pasukan, dan Allah mengalahkan pasukan kaum musyrik sehingga tujuh puluh orang dari mereka gugur, sedangkan tujuh puluh orang lainnya tertawan lalu Rasulullah bermusyawarah dengan Abu Bakar, Umar, dan Ali.
Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, mereka adalah saudara-saudara sepupu, satu famili dan teman-teman. Sesungguhnya saya berpendapat sebaiknya engkau memungut tebusan dari mereka, sehingga hasilnya akan menjadi kekuatan bagi kita guna menghadapi orang-orang kafir. Dan mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada mereka, sehingga pada akhirnya mereka akan menjadi pendukung bagi perjuangan kita."
Rasulullah ﷺ bertanya." Bagaimanakah menurut pendapatmu, wahai Ibnu Khattab?"
Umar menjawab, "Demi Allah, saya mempunyai pendapat yang berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Abu Bakar tadi. Saya berpendapat bahwa sebaiknya engkau memberikan izin kepadaku terhadap si Fulan (salah seorang kerabatnya yang tertawan), lalu saya akan memenggal lehernya. Engkau mengizinkan pula kepada Ali terhadap Uqail, lalu Ali memenggal lehernya. Dan engkau memberi izin pula kepada Hamzah terhadap si Fulan, saudaranya; lalu Hamzah memenggal lehernya. Sehingga Allah mengetahui dengan nyata bahwa hati kita tidak mempunyai rasa belas kasihan terhadap orang-orang musyrik; mereka adalah para pendekar, pemimpin, dan panglimanya."
Rasulullah ﷺ lebih menyukai pendapat yang diutarakan oleh Abu Bakar dan tidak menyukai pendapat yang dikemukakan Umar. Karena itu, maka beliau ﷺ memungut tebusan dari mereka. Kemudian pada keesokan harinya Umar menghadap kepada Nabi ﷺ yang sedang ditemani Abu Bakar, saat itu keduanya sedang menangis. Lalu Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau dan temanmu menangis? Jika saya dapat menangis, maka saya ikut menangis pula; dan jika saya tidak dapat menemukan penyebabnya, maka saya akan pura-pura menangis karena tangisan kamu berdua."
Nabi ﷺ bersabda, "Saya menangis karena usulan yang telah diutarakan oleh temanmu yang menyarankan untuk menerima tebusan. Sesungguhnya telah ditampakkan kepadaku azab yang akan menimpa kalian dalam jarak yang lebih dekat daripada pohon ini," seraya mengisyaratkan ke arah sebuah pohon yang dekat dengan Nabi ﷺ.
Lalu Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi.” (Al-Anfal: 67) sampai dengan firman-Nya: “Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kalian ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik.” (Al-Anfal: 69) Sejak saat itu dihalalkan bagi kaum muslim memakan ganimah (harta rampasan perang).
Kemudian ketika terjadi Perang Uhud, yaitu pada tahun berikutnya, pasukan kaum muslim mendapat siksaan akibat dari apa yang telah mereka lakukan dalam Perang Badar, yaitu karena mereka menerima tebusan. Sehingga yang gugur dari kalangan kaum muslim dalam Perang Uhud adalah tujuh puluh orang. Sahabat-sahabat Nabi ﷺ lari meninggalkan Nabi ﷺ sehingga gigi geraham beliau ada yang rontok, topi besi yang dikenakan di kepalanya pecah, dan darah mengalir dari wajahnya.
Lalu Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuh kalian (pada peperangan Badar) kalian berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri.’ Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (Ali-Imran: 165); Yakni sebagai akibat dari perbuatan kalian sendiri yang mau menerima tebusan tawanan perang.
Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadits Ikrimah ibnu Ammar Al-Yamani dengan lafal yang sama. Ali Ibnul Madini dan Imam At-Tirmidzi menilainya shahih. Keduanya mengatakan bahwa hadits ini tidak dikenal melainkan hanya melalui hadits Ikrimah ibnu Ammar Al-Yamani. Demikian pula menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah dan Al-AuFi, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat yang mulia ini, yaitu: “(Ingatlah) ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian.” (Al-Anfal: 9) diturunkan berkenaan dengan doa Nabi ﷺ. Hal yang sama telah dikatakan oleh Yazid ibnu Tabi', As-Suddi, dan Ibnu Juraij.
Abu Bakar ibnu Ayyasy telah meriwayatkan dari Abu Husain, dari Abu Saleh yang mengatakan bahwa ketika Perang Badar, Nabi ﷺ berdoa memohon kepada Tuhannya dengan doa yang sangat khusyuk. Lalu Umar ibnul Khattab datang menghampirinya dan berkata, "Wahai Rasulullah, sebagian dari doamu itu, demi Allah, benar-benar akan membuat Allah menunaikan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu."
Imam Bukhari mengatakan di dalam kitab Al-Magazi-nya, yaitu dalam bab firman-Nya: “(Ingatlah), ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian, lalu diperkenankan-Nya bagi kalian.” (Al-Anfal: 9) sampai dengan firman-Nya: “Maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (Al-Anfal: 13) Bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Mukhariq, dari Tariq ibnu Syihab yang mengatakan, ia pernah mendengar Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa ia telah menyaksikan suatu sikap dari Al-Miqdad ibnul Aswad, sehingga membuatnya lebih menyukai apa yang dilakukan oleh Miqdad daripada sikap yang dilakukannya.
Yaitu pada suatu hari Rasulullah ﷺ sedang berdoa untuk kebinasaan orang-orang musyrik, lalu datanglah Al-Miqdad dan mengatakan, "Kami tidak akan mengatakan seperti apa yang pernah dikatakan oleh kaum Nabi Musa, yaitu: ‘Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua.’ (Al-Maidah: 24) Tetapi kami akan berperang di sebelah kanan dan di sebelah kiri serta di hadapan muka dan di belakangmu." Dan ia melihat wajah Nabi ﷺ bersinar karena gembira (mendengarnya).
Telah menceritakan pula kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Hausyab, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Khatid Al-Hazza, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika Perang Badar Nabi ﷺ berdoa: “Ya Allah, saya memohon kepada Engkau ketetapan dan janji-Mu. Ya Allah jika Engkau menghendaki, niscaya Engkau tidak akan disembah.”
Lalu Abu Bakar memegang tangan Nabi ﷺ seraya berkata, "Cukuplah." Maka Nabi ﷺ keluar (dari kemah kecilnya) seraya membacakan firman-Nya: “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (Al-Qamar: 45)
Imam An-Nasai meriwayatkannya dari Bandar, dari Abdul Wahhab, dari Abdul Majid As-Saqafi.
Firman Allah ﷻ: “Dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (Al-Anfal: 9)
Artinya, sebagian dari mereka datang sesudah sebagian yang lainnya secara berturut-turut. Demikian pula menurut Harun ibnu Hubairah, dari Ibnu Abbas, bahwa murdifin artinya berturut-turut. Tetapi dapat pula ditakwilkan bahwa makna murdifin ialah sebagai pertolongan buat kalian. Seperti apa yang dikatakan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa murdifin artinya bantuan taktis, sebagaimana engkau katakan kepada seseorang, “Tambahkanlah kepadanya bantuan sebanyak sekian dan sekian."
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ibnu Kasir Al-Qari', dan Ibnu Zaid, bahwa murdifin artinya bala bantuan. Abu Kadinah telah meriwayatkan dari Qabus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (Al-Anfal: 9) Bahwa di belakang setiap malaikat ada malaikat lagi.
Menurut riwayat lain masih dalam sanad ini juga, murdifin artinya sebagian dari mereka datang sesudah sebagian yang lainnya. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Zabyan, Adh-Dhahhak, dan Qatadah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Muhammad Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz ibnu Imran, dari Ar-Rab'i, dari Abul Huwairis, dari Muhammad ibnu Jubair, dari Ali yang mengatakan bahwa Jibril turun bersama seribu malaikat disebelah kanan Nabi ﷺ yang padanya terdapat Abu Bakar, sedangkan Mikail turun bersama seribu malaikat lainnya di sebelah kiri Nabi ﷺ. Saat itu aku (Ali) berada di sebelah kirinya.
Riwayat ini jika sanadnya shahih membuktikan bahwa jumlah seribu malaikat diiringi dengan seribu malaikat lainnya. Karena itulah sebagian ulama ada yang membacanya murdafin, dengan huruf dal yang di-fathah-kan.
Pendapat yang terkenal ialah yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sebagai berikut: “Allah memberikan bantuan kepada Nabi-Nya dan kaum mukmin dengan seribu malaikat. Malaikat Jibril turun bersama lima ratus malaikat di sebelah Nabi ﷺ, dan Malaikat Mikail turun bersama lima ratus malaikat lainnya di sebelah lain dari sisi Nabi ﷺ.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir dan Imam Muslim telah meriwayatkan melalui hadits Ikrimah ibnu Ammar, dari Abu Zamil Sammak ibnu Walid Al-Hanafi, dari Ibnu Abbas, dari Umar, hadits yang telah disebutkan di atas.
Kemudian Abu Zamil mengatakan, Ibnu Abbas telah menceritakan kepadaku bahwa ketika seorang lelaki dari pasukan kaum muslim sedang bertempur sengit melawan salah seorang pasukan kaum musyrik yang ada di hadapannya, tiba-tiba ia mendengar suara pukulan cambuk di atas kepalanya dan suara penunggang kuda seraya berkata, "Majulah, Haizum!" Tiba-tiba lelaki muslim itu melihat lelaki musyrik yang ada di hadapannya jatuh terjungkal dan mati dalam keadaan telentang. Kemudian lelaki muslim itu memandangnya, ternyata lelaki musyrik itu telah hangus, sedangkan wajahnya terbelah seperti bekas pukulan cambuk; maka hal tersebut membuat seluruh pasukan kaum muslim bersemangat.
Seorang lelaki dari kalangan Anshar datang kepada Rasulullah ﷺ dan menceritakan peristiwa tersebut. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Engkau benar, itu adalah bantuan dari langit yang ketiga." Pada hari itu telah terbunuh dari kalangan pasukan kaum musyrik sebanyak tujuh puluh orang, sedangkan tujuh puluh orang lainnya tertawan.
Imam Bukhari dalam Bab "Kesaksian para Malaikat dalam Perang Badar" mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Mu'az ibnu Rifa'ah ibnu Rafi Az-Zuraqi Ar-Rizqi, dari ayahnya, sedangkan ayahnya adalah salah seorang yang ikut dalam Perang Badar.
Ayahnya menceritakan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Nabi ﷺ, lalu bertanya, "Apakah yang telah engkau persiapkan guna menghadapi Perang Badar?" Nabi ﷺ menjawab, "Pasukan yang terdiri atas kaum muslim yang paling pilihan," atau kalimat yang serupa. Jibril berkata, "Demikian pula malaikat yang ikut dalam Perang Badar." Hadits ini diketengahkan oleh Imam Bukhari secara munfarid. Imam Ath-Thabarani telah meriwayatkannya di dalam kitab Al-Mu'jamul Kabir melalui hadits Rafi ibnu Khadij, tetapi keliru; yang benar adalah riwayat Imam Bukhari.
Di dalam kitab Shahihain disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepada Umar ketika Umar meminta pendapat darinya tentang niat Umar yang hendak membunuh Hatib ibnu Abu Balta'ah: “Sesungguhnya dia adalah orang yang telah ikut dalam Perang Badar. Tahukah kamu apakah yang bakal diperlihatkan oleh Allah untuk ahli Perang Badar? Allah berfirman, ‘Berbuatlah sesuka kalian, sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan bagi kalian’."
Ayat 10
Firman Allah ﷻ: “Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira.” (Al-Anfal: 10), hingga akhir ayat.
Artinya, tidak sekali-kali Allah mengirim para malaikat dan kalian diberi tahu oleh-Nya tentang bantuan mereka buat kalian, melainkan sebagai berita gembira buat kalian.
“Dan agar hati kalian menjadi tenteram karenanya.” (Al-Anfal: 10) Tetapi pada prinsipnya Allah ﷻ mampu menjadikan kalian menang atas musuh-musuh kalian tanpa bantuan para malaikat, melainkan hanya dengan kekuasaan Allah semata.
“Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah.” (Al-Anfal: 10) Yakni sekalipun tanpa hal tersebut. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya:
“Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah.” (Al-Anfal: 10) Pengertiannya sama dengan apa yang difirmankan-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: “Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi petunjuk kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka.” (Muhammad: 4-6)
“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kalian dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.” (Ali Imran: 140-141)
Hal ini merupakan suatu ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah ﷻ, yaitu berjihad melawan orang-orang kafir dibebankan kepada orang-orang mukmin. Karena sesungguhnya Allah ﷻ menghukum umat-umat terdahulu yang mendustakan nabi-nabi mereka hanyalah dengan azab-azab yang menimpa keseluruhan umat yang mendustakanNya. Sebagaimana Dia membinasakan kaum Nabi Nuh dengan banjir besar, kaum Ad yang pertama dengan angin kencang yang sangat dingin, kaum Tsamud dengan pekikan yang sangat keras, kaum Nabi Luth dengan gempa besar yang membalikkan tempat tinggal mereka serta dengan hujan batu dari Sijjil, dan kaum Nabi Syu'aib dengan awan.
Ketika Allah mengutus Nabi Musa, maka Allah membinasakan musuhnya yaitu Fir'aun dengan ditenggelamkan bersama para pendukungnya di dalam laut. Kemudian Allah menurunkan kitab Taurat kepada Musa yang di dalamnya disyariatkan memerangi orang-orang kafir. Kemudian hukum ini tetap berlangsung sampai kepada syariat-syariat lainnya yang datang sesudah Nabi Musa, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita.” (Al-Qashash: 43)
Bila orang-orang kafir dibunuh oleh orang-orang mukmin, maka hal itu terasa lebih menghinakan orang-orang kafir, dan sekaligus menjadi penawar bagi hati orang-orang mukmin dan melegakannya. Seperti yang diungkapkan oleh Allah ﷻ dalam perintahnya kepada umat ini, yaitu: “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kalian terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 14)
Karena itulah terbunuhnya para pemimpin kaum Quraisy di tangan musuh mereka yang mereka pandang dengan pandangan yang hina lagi meremehkan merupakan suatu azab yang lebih menyakitkan bagi mereka dan melegakan hati golongan kaum mukmin. Abu Jahal terbunuh dalam peperangan, yaitu dalam perang Badar; hal tersebut lebih menghinakannya daripada dia mati di atas tempat tidurnya karena azab atau halilintar atau sejenisnya, seperti yang dialami oleh Abu Lahab la'natullahi 'alaihi yang ditimpa penyakit adasah, sehingga tidak ada seorang pun dari keluarganya yang berani mendekatinya.
Dan sesungguhnya mereka memandikannya hanya dari jarak jauh, yaitu dengan menyiramkan air padanya dari kejauhan, lalu mereka menguburnya dengan cara melemparinya dengan batu hingga tubuhnya tertutup oleh batu. Karena itulah dalam ayat berikutnya disebutkan:
“Sesungguhnya Allah Maha Perkasa.” (Al-Anfal: 10)
Maksudnya, kemenangan itu hanyalah milik Dia, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman kepada keduanya di dunia dan akhirat. Seperti yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain: “Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (Al-Mumin: 51)
“Lagi Maha Bijaksana.” (Al-Anfal: 10)
Yakni dalam syariat-Nya yang memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir, sekalipun Dia sendiri mampu menghancurkan dan membinasakan mereka dengan kekuasaan dan kekuatan-Nya. Maha Suci lagi Maha Tinggi Allah.
Meski berita keterlibatan malaikat sangat menggembirakan, tetapi jangan menduga bantuan pasukan malaikat itu adalah sebab kemenangan. Dan tidaklah Allah menjadikannya, yakni pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira berupa kemenangan bagi kamu kaum Muslim agar hatimu menjadi tenteram karenanya dan terus maju. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah, bukan dari kekuatan pasukanmu dan atau bantuan malaikat. Kemenangan hanya diraih dengan restu dan kehendak Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, tidak dapat dikalahkan oleh siapa pun, Mahabijaksana, dalam menetapkan segala urusan sebagaimana mestinya sesuai dengan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu
Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah nikmat Allah yang lain, yaitu ketika kamu kekurangan perbekalan air dan di saat kalian dicekam rasa takut pada musuh, lalu Allah membuat kamu mengantuk sehingga beberapa saat kamu terlena dan tidak menghiraukan sesuatu, dan dengan demikian kamu dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Itu dilakukan oleh Allah untuk memberi ketenteraman dari-Nya, dengan hilangnya rasa takut, dan di antara nikmat lainnya Allah juga menurunkan air hujan dari langit kepa-damu. Air hujan itu berguna untuk menyucikan kamu dengan hujan itu, yakni dengan menggunakannya untuk berwudu, mandi wajib dan sunah, dan hujan itu juga menghilangkan gangguangangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu dalam menghadapi musuh serta memperteguh telapak kakimu, sebab tanah berupa pasir yang disiram air akan menjadi padat, sehingga mudah diinjak dan tidak membuat kaki tergelincir atau terbenam di pasir. Dengan cara itu pula Allah memperteguh pendirian kaum muslim.
Ayat ini memberikan penjelasan bahwa Allah tidak mengirimkan bala bantuan kecuali sebagai kabar gembira, yaitu agar kaum Muslimin menjadi tenteram karenanya, dan mempunyai semangat tempur yang tinggi serta mempunyai keyakinan yang kuat bahwa kemenangan akan diperoleh mereka seperti yang telah dijanjikan Allah, juga agar terhindar dari kegoncangan jiwa, terlepas dari rasa takut karena melihat jumlah kekuatan dari daya tahan dan keyakinan yang kuat dalam mencapai kemenangan yang gemilang.
Di dalam ayat ini dijelaskan pula bahwa kemenangan yang mereka peroleh, bukanlah karena kekuatan dan persenjataan, tetapi semata-mata karena bantuan Allah, dan hanya Allah sajalah yang dapat memberikan pertolongan dengan jalan mengirimkan bala tentara dari malaikat. Pernyataan Allah ini amat penting artinya bagi kaum Muslimin, agar mereka tidak merasa congkak dan takabur pada saat menghadapi musuh. Karena kedua sifat ini dapat menghilangkan kehati-hatian dan kontrol terhadap diri pribadi dalam peperangan.
Di akhir ayat ini Allah menandaskan bahwa sesungguhnya Allah Maha kuasa lagi Mahabijaksana. Mahakuasa berarti kuasa memberikan kemenangan kepada umat Muhammad menurut yang Dia kehendaki. Sedangkan Mahabijaksana berarti memberikan kemenangan kepada hamba-Nya yang beragama tauhid dan menghancurkan hamba-Nya yang terjerumus ke dalam kemusyrikan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 9
“(Ingatlah) tatkala kamu memohon pertolongan kepada Tuhan kamu."
Artinya, setelah Rasulullah memohon dengan secara demikian dan tentu saja seluruh kaum Muslimin yang 300 lebih itu pun bermohon pula dengan cara masing-pasing, apatah lagi setelah melihat bahwa kekuatan tidak seimbang di antara tiga dengan sepuluh: sebab peperangan tidak jadi dengan rombongan Abu Sufyan yang kecil, melainkan dengan seluruh tenaga kaum Quraisy yang telah dikerahkan dari Mekah. Baik pada hadits yang dirawikan oleh ahli-ahli hadits yang tersebut di atas tadi, atau pada hadits yang juga dirawikan oleh Bukhari, setelah Rasulullah mengetahui berapa banyak bilangan musuh, karena menanyakan berapa ekor mereka me-nyembelih unta satu hari, kepada mata-mata pihak Quraisy yang dapat ditangkap. Setelah diterangkan oleh mata-mata yang dapat ditangkap itu bahwa mereka menyembelih unta kadang-kadang sampai sembilan ekor dan kadang-kadang sepuluh, beliau berkata bahwa orang-orang ini tidak kurang di antara tujuh ratus dan seribu orang. Kemudian beliau tanyakan pula siapa-siapa pemuka Quraisy yang ikut serta. Mata-mata itu menjawab, “Di antaranya Utbah dan Syaibah anak Rabi'ah, Abui Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin ‘Azzam, Naufal bin Khuwailid, al-Harits bin Amir, Thu'aimah bin Adi, an-Nadhar bin al-Harits, Zam'ah bin al-Aswad, Amer bin Hisyam (Abu Jabal), Umamah bin Khalaf dan lain-lain!"
Mendengar itu berkata Rasulullah ﷺ kepada sahabat-sahabatnya, “Inilah Mekah, dia telah melemparkan seluruh buah hatinya."
Maka, terjadilah musyawarah sebagai yang tadi kita terangkan dan dipilihlah tempat buat bertempur; dan kelihatanlah angkatan perang Quraisy itu dari jauh yang memang lebih banyak dari seribu orang. Di waktu itulah beliau berdoa sebagai yang diriwayatkan tadi.
Bukanlah karena beliau merasa kurang yakin akan datangnya kemenangan dan janji Allah makanya beliau berdoa demikian; dia melihat perimbangan kekuatan! Dia memohonkan agar 300 orang umatnya yang setia, yang akan berperang dibawa oleh keyakinan menegakkan tauhid di muka alam ini; kalau kalah yang sekali ini tidak ada harapan akan bangkit lagi; dan akan pudarlah cahaya tauhid di muka bumi. Apatah lagi, baru kali inilah permulaan perang besar yang akan mereka hadapi, sehingga bolehlah dikatakan bahwa Perang Badar adalah perang keputusan yang akan menentukan sejarah selanjutnya. Abu Bakar menyaksikan keadaan itu, merasakan apa yang dirasakan Nabi waktu itu. Maka, sebagai salah seorang dari pengikut yang 300 orang itu, beliau memberikan jaminan bahwa mereka semuanya teguh di bawah komando beliau, dan bolehlah beliau bertenang hati memikirkan mereka.
Maka, tersebutlah dalam lanjutan ayat,
“Lalu Dia perkenankan bagi kamu, (seraya kata-Nya), ‘Sesungguhnya Aku akan membantu kamu dengan seribu dari malaikat yang beriring-iring.'"
Maka, Allah pun menurunkan beriring-iring seribu malaikat buat membantu mereka, sehingga orang yang 300 merasai mempunyai lebih dari kekuatan seribu orang. Timbul keberanian dalam hati orang yang tiga ratus, sebab mereka telah merasa diri mereka lebih banyak, walaupun malaikat itu tidak kelihatan oleh mata. Malaikat telah masuk ke dalam semangat dan ruh mereka. Mereka merasa lebih kuat dari orang seribu. Riwayat mengatakan bahwa tentara malaikat seribu orang menyatakan diri dan sampai kelihatan oleh mata, memakai serban hijau dan turut berperang, sebagai tersebut dalam beberapa tafsir; tidaklah begitu kuat: Ternyata termasuk kisah israiliyat juga. Dan, kedatangan bantuan malaikat seribu sebagai peneguh semangat itu dijelaskan benar-benar oleh ayat selanjutnya:
Ayat 10
“Dan, tidaklah Allah menjadikan bantuan itu melainkan sebagai berita gembira supaya tenteramlah dengan dia hati kamu."
Inilah bantuan semangat dari Allah, semangat yang biasa disebut dalam pepatah nenek moyang kita bangsa Indonesia, “Sabung berjuara, perang bermalaikat." Tegasnya, semangat satu-satu orang dari yang tiga ratus, disokong Allah dengan semangat malaikat, sehingga satu orang sama dengan empat orang. Semangat yang tinggi adalah syarat yang mutlak dari suatu angkatan perang. “Dan tidaklah ada suatu kemenangan, melainkan dari sisi Allah." Manusia hanya berikhtiar, berusaha dan berjuang dengan segenap tenaga, taktik dan teknik yang ada padanya. Adapun hasil kemenangan adalah semata-mata dari sisi Allah.
“Sesungguhnya Allah adalah Mahagagah lagi Bijaksana."
Keadaan atau suasana bantuan malaikat dalam Perang Badar itu pernah dinyatakan oleh Sayyidina Umar bin Khaththab, “Adapun di hari Badar itu kami tidak raga lagi bahwa malaikat memang ada bersama kami. Adapun pada peperangan-peperangan yang sesudah itu, Allah-lah Yang Mahatahu."
Ayat 11
“Dan, (ingatlah) tatkala Dia jadikan kamu mengantuk sebagai keamanan daripada-Nya."
Artinya, setelah doa Rasulullah yang demikian khusyu dan datang janji Allah akan bantuan malaikat, memang terjadilah keteguhan hati dan keyakinan akan menang pada tentara Islam yang hanya tiga ratus orang itu. Tidak ada lagi pada mereka rasa bimbang bahwa mereka akan dapat dikalahkan, padahal tentara yang berkuda hanya satu orang yaitu al-Miqdad; ada pun yang lain adalah tentara yang berjalan kaki semua. Akan tetapi, malam yang besoknya akan bertempur itu, karena tebalnya keyakinan mereka, sampai mereka mengantuk dan tertidur.
Padahal orang yang ketakutan tidaklah dapat tidur matanya. Ali bin Abi Thalib men-ceritakan bahwa kami semuanya pada malam itu mengantuk, kecuali Rasulullah saja yang tetap mengerjakan shalatnya di bawah sebatang kayu sampai waktu Shubuh. Maka, dengan dapatnya mereka tertidur itu timbullah kekuatan dan kesegaran baru pada mereka untuk menghadapi peperangan dengan tidak ada keraguan sedikit pun.
“Dan Dia turunkan atas kamu air dari langit untuk membersihkan kamu dan menghabiskan dari kamu kekotoran setan dan supaya Dia perkuat hati kamu dan Dia teguhkan dengan dia pendirian kamu."
Mereka telah dapat tidur sedikit, sebab pikiran tenang dari perasaan pasti menang. Dan, lepas tengah malam, turunlah hujan, sumur-sumur jadi berisi, penampung air jadi penuh, dan pasir yang terserak yang bisa mengikat kaki dalam perjalanan menjadi keras, sehingga mudah dipijak. Di dalam ayat ini diterangkan empat faedah yang mereka rasai lantaran turunnya hujan menjelang siang itu: Pertama: mereka bisa membersihkan diri. Dengan diri yang bersih, pikiranpun terbuka. Ada yang dapat mandi sepuas-puasnya; air wudhu cukup dan bersuci pun tidak terhalang.
Kedua: segala kotoran setan menjadi sirna. Sebab, apabila melihat keadaan sekeliling kotor karena kurang air maka bersaranglah pengaruh setan dalam hati.
Ketiga: kegembiraan adanya air menjadi merata pada semuanya sehingga hati pun ber-tambah bersatu padu.
Keempat: melihat keadaan bumi yang keras diinjakkan, hati pun bertambah bulat menghadapi musuh.
Menurut riwayat Ibnu Hisyam, Rasulullah saw, pada mulanya telah memilih tempat buat labuhan tentara dan memasang kemah-kemah akan menghadapi musuh pada satu tempat yang di sana tidak ada persediaan air. Sedang di jurusan sana ada tempat yang baik persediaannya dan kalau ada hujan, bisa menampung air. Kalau tidak segera pergi ke tempat itu, niscaya kalau Quraisy datang, mereka akan berebut tempat itu. Maka, tampillah seorang sahabat bernama al-Habbab bin al-Mundzir ke hadapan Rasulullah, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, ketika engkau memilih tempat ini untuk tempat perhentian kita, apakah ini dari petunjuk Allah kepada engkau, sehingga kami tidak boleh melampaui atau surut? Atau ini adalah semata-mata pendapat engkau dalam perang dan siasat?" Rasulullah ﷺ menjawab, “Hanya semata-mata perang dan pendapat dan siasat."
Mendengar jawab beliau itu, maka berkatalah al-Habbab, “Ya Rasulullah! Ini bukanlah tempat yang baik. Perintahkanlah manusia sehingga sampai ke tempat yang dekat air. Di sana kita berhenti dan kemudian kita gali sumur-sumur dan kita buat kolam-kolam penampung air lalu kita berperang. Kita mendapat air minum sedang mereka tidak dapat minum."
Usul al-Habbab itu diterima oleh Rasulullah dan disambut baik dengan sabda beliau, “Benarpendapatmu itu!"
Di sini kita lihat, meskipun pada beliau terpegang komando tertinggi, tetapi beliau selalu sudi mendengarkan pertimbangan-pertimbangan dan usul-usul yang sehat. Dan, si empunya usul, yaitu al-Habbab lebih dahulu bertanya dengan hormatnya, apakah ke
tentuan tempat ini dari wahyu atau hanya pendapat beliau saja. Kalau dari wahyu dia tidak akan membantah. Akan tetapi, kalau ini termasuk taktik dan teknik perang, dia hendak mengemukakan usul. Rasulullah ﷺ pun menjawab terus terang bahwa itu hanyalah taktik dan teknik perang. Maka, setelah usul al-Habbab diterima, segeralah mereka menduduki tempat yang strategis itu, yang amat penting bagi persediaan air, sehingga pihak musuh tidak dapat mendahuluinya. Dan, setelah hujan turun semalam, mereka mendapat faedah yang banyak sekali dari hujan itu, sedang pihak musuh tidak dapat menyediakan air, sebab tanahnya tidak bisa digali dan air hujan meluncur saja di atas pasir di tempat perhentian mereka. Sebab itu, dalam Perang Badar ini, komando tertinggi telah memerhatikan dua syarat penting, yaitu medan dan cuaca.
Ayat 12
“(Ingatlah) tatkala Tuhan engkau mewahyukan kepada malaikat."
Yaitu seribu malaikat yang tak kelihatan pada mata yang telah dirasai adanya oleh mereka itu. Malaikat itulah yang telah diperintahkan oleh Allah agar menyampaikan titah Allah kepada mereka. “Sesungguhnya Aku adalah beserta kamu. Oleh sebab itu tetapkanlah hati orang-orang yang beriman." Mata telah dapat tidur dan hujan telah membawa kesegaran maka dimasukkanlah oleh malaikat perasaan kepada hati masing-masing bahwa mereka adalah kuat, gagah sebab Allah adalah bersama mereka. Mereka pasti dibantu oleh Allah dan sebagai orang-orang yang beriman mereka pun mendapat ketetapan hati. Sebaliknya pula, “Akan Aku masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang yang kafir." Artinya, semangat mereka akan menurun sehingga meskipun bilangan jumlah mereka itu tiga kali lebih banyak dari bilangan kaum Muslimin, mereka telah kalah semangat. Sebab, mereka tidak mempunyai keyakinan bahwa Allah ada bersama mereka dan tujuan peperangan mereka tidak suci dan mulia.
“Maka, pancunglah di atas kuduk dan pukullah daripada mereka tiap-tiap ujung jari mereka."
Artinya, dengan semangat yang demikian tinggi, keyakinan bantuan malaikat, keyakinan bahwa Allah ada bersama mereka, kesegaran badan dapat mandi, dan semalam pun dapat pula tidur beristirahat dan ada persediaan air yang cukup, mulailah manusia bertempur, perang melawan musuh. Kalau memancung atau menghantam lawan, hendaklah yang tepat memotong leher mereka, biar putus. Atau pancung ujung jari mereka sehingga tangan mereka tidak dapat lagi memegang pedang. Dalam bahasa kita yang populer dikatakan, “Gasak terus!"
Bunyi wahyu yang seperti ini dapatlah dipahamkan, bahwasanya apabila telah menghadapi tuhuk perang, hendaklah gagah berani. Hantam! Jika membunuh musuh jangan tanggung-tanggung, hendaklah latih diri bagaimana memukul yang tepat. Jika mengayunkan pedang, hendaklah ditaksir agar tepat putus leher musuh itu atau rembah tangannya, sehingga terlepas pedang dari tangan itu.
Sebab di dalam menyerang itupun tersimpan siasat bertahan. Akan tetapi, diingatkan kembali dengan ayat seterusnya, bahwa perang Islam itu mempunyai tujuan yang pasti. Terutama di dalam Peperangan Badar sebagai perang besar yang pertama dalam sejarah pertumbuhan Islam. Berperang bukan semata-mata karena hendak membunuh.
Ayat 13
“Yang demikian ialah karena mereka telah melanggar Allah dan Rasul-Nya."
Hantam mereka! Sebab mereka itu adalah musuh Allah! Dan musuh Rasul! Dan mereka akan terus melanggar atau memerangi Allah dan Rasul, kalau mereka tidak diperangi dengan gagah perkasa. Akan tetapi, berkali-kali mereka hendak membunuh Rasul Allah semasa masih di Mekah. Telah mereka tindas tiap-tiap orang yang menyatakan iman kepada Rasul. Bahkan akhirnya telah terpaksa Rasul hijrah ke Madinah bersama Muhajirin, karena paling akhir mereka telah memutuskan hendak membunuh Rasul dengan membagi-bagi darahnya kepada seluruh kabilah Quraisy, supaya tidak berani lagi keluarga terdekat Rasul Allah, yaitu Bani Hasyim menuntut darahnya. Dan, setelah pindah ke Madinah, tidak pula mereka berhenti mengatur siap-siapan hendak menghancurkan Islam yang baru tumbuh di Madinah itu. Sebab itu, Peperangan Badar ini adalah hukuman yang setimpal buat mereka.
“Dan barangsiapa yang melanggar Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya Allah, adalah sangat pedih siksaan-Nya."
Sangat pedih siksaan-Nya terhadap orang-orang yang tetap mempertahankan syirik itu, yang bukan saja tidak mau diajak kepada tauhid, bahkan memeranginya dan menyakiti dan mengusir orang yang berusaha menegakkan agama Allah di dunia ini. Dengan peperangan ini, mereka akan merasai betapa pedihnya siksa Allah kepada mereka.
Ayat 14
“Begitulah, maka rasakanlah olehmu itu."
Wahai kaum yang tidak mau menerima kebenaran. Rasakanlah siksaan Allah yang pedih itu, dengan kedatangan tentara Allah, yang berperang karena menegakkan cita-cita yang suci.
“Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir adalah siksaan neraka."
Tegasnya, di dunia mereka akan menderita siksaan yang pedih dengan sebab kekalahan dan harta benda yang menjadi rampasan orang dan beberapa orang yang ditawan dan beberapa pula yang mati. Adapun yang mati tewas dalam peperangan itu, adzab api neraka pulalah yang mereka derita.
Maka, terjadilah pertempuran Badar yang terkenal itu, yang mulai menyerang ialah pihak musyrikin. Pahlawan Musyrik yang bernama al-Aswad bin Abdul Asad mencoba lebih dahulu menyerbu, dengan maksud hendak merebut kolam penampung air yang dibuat kaum Muslimin, sambil dia bersumpah, ‘Aku berjanji dengan Allah, aku mesti minum dari air kolam mereka itu atau aku runtuhkan kolam itu, atau aku tewas di sana." Melihat dia datang dengan gagahnya itu, tampillah Hamzah bin Abdul Muthalib menghadangnya. Maka, terjadilah perkelahian hebat dengan pedang. Pedang Hamzah telah dapat menetak kakinya sehingga putus sebelah. Namun, dia masih dengan bersemangat dengan kaki sebelah hendak menuju kolam air itu juga. Akan tetapi, tenaganya tidak ada lagi, meskipun dia masih memegang pedang.
Hamzah segera datang. Dipancungnya Aswad sekali lagi, bercerailah badannya dengan kepalanya dan mati!
Melihat pelopor mereka yang pertama sudah mati, kedua pahlawan Quraisy bersaudara, yaitu Utbah dan Syaibah anak Rabi'ah dan al-Walid bin Utbah tampil pula ke muka dengan pedang terhunus. Melihat itu maka beberapa pemuda dari Anshar tampil pula hendak menghadang mereka. Lalu, mereka bersorak, “Hai Muhammad, tampillah ke muka yang sepadan dengan kami dari kaum kami sendiri!" Mereka meminta sesama Quraisy yang hijrah, jangan Anshar! Beliau kabulkan permintaan itu lalu beliau minta pemuda Anshar itu mundur dahulu, biar musuh itu dihadapi oleh kaum mereka sendiri yang telah sama-sama diusir dari kampung halamannya. Lalu, Nabi Muhammad ﷺ memanggil Ubaidah bin al-Harits dan Hamzah sekali lagi dan Ali bin Ab'i Thalib. Ubaidah menghadapi
Utbah, Hamzah menghadapi Syaibah dan Ali menghadapi al-Walid. Pertandingan di antara Utbah berimbang, keduanya telah sama luka. Dengan secepatkilatAli dan Hamzah melompat ke sisi Syaibah dan mengayunkan pedangnya dan Syaibah pun mati, sedang al-Walid pun menyusul kawannya. Adapun Ubaidah yang luka parah, mereka angkat berdua ke hadapan Rasulullah ﷺ Lalu, beliau letakkan kepala Ubaidah di atas haribaan beliau. Dengan terharu dia berkata, “Ya Rasulullah! Kalau sekiranya Abi Thalib melihatku sekarang ini niscaya tahulah beliau bahwa akulah yang pantas memegang kata beliau di kala beliau masih hidup dahulu:
Kami akan menyerahkan diri kepadanya, hingga kami lelah tetvas dekatnya.
Dan, kami kurbankan untuknya anak-anak kami dan keluarga kami.
Setelah itu Ubaidah pun menghembuskan napasnya yang penghabisan sedang di atas pangkuan Rasulullah ﷺ (Syair yang diulang Ubaidah ketika akan menghembuskan napas yang penghabisan itu ialah ucapan Abi Thalib seketika beliau didesak oleh pemuka-pemuka Quraisy supaya menyerahkan Muhammad kepada mereka. Abi Thalib berkata, menurut ungkapan kata di zaman sekarang, “Baru kamu akan dapat menangkap Muhammad kalau kamu telah melangkahi mayat dari anak-anakku dan istri-istriku.")
Pukulan pertama ini sangat menyakitkan hati kaum Quraisy. Telah berempat pahlawan mereka gugur dan dari pihak Muslimin hanya seorang. Itu pun disambut dalam pangkuan Rasulullah ﷺ dengan segenap kasih cinta. Melihat yang demikian, mulailah Quraisy mengadakan penyerbuan umum, dimulai dengan memanah, kemudian mendesak ke muka, keluarlah tombak dan pedang mereka. Kaum Muslimin teguh pada pertahanan mereka, sambil mengucapkan semboyan (yel-yel): “Ahad, Ahad!" (Esa-Esa) Semboyan yang menjelaskan bahwa mereka berperang adalah untuk Allah Yang Maha Esa!
Rasulullah berdiri memegang komando dari kemah terbuka dan memerintahkan Muslimin mengacau-balaukan serbuan musyrikin yang tersusun rapat itu.
Dengan jalan demikian, serbuan mereka mulailah mengendur, sebab dipecah dan di-kacau dengan serbuan ke tengah oleh Muslimin yang bersenjata pedang. Beliau saksikan betapa tinggi semangat pahlawan Allah yang hanya 300 orang itu, menghadapi 1.000 lebih musuh, sehingga dalam saat ketika saja sudah kelihatan di pihak mana kemenangan akan turun. Tiba-tiba Rasulullah ﷺ yang sedang berdiri di kemah komando itu berkata: “Ya Abu Bakar! Pertolongan Allah sudah datang. Jibril sudah kulihat datang menuntun kudanya dari celah Bukit Naqa', membawa berita kemenangan."
Beliau keluar dari kemah komando mengerahkan lagi kaum Muslimin dengan sabdanya, “Demi Allah, yang jiwa Muhammad ada dalam tangan-Nya. Barangsiapa yang menyerbu ke tengah mereka di hari ini, sampai dia sendiri mati terbunuh, dengan gagah perkasa, tabah dan sadar akan Allah, maju terus pantang mundur maka Allah telah menyatakan janji-Nya bahwa dia langsung masuk surga!"
Dan, kata beliau pula, “Surga yang luasnya seluas langit dan bumi!"
Tiba-tiba tampil seorang pemuda dari Anshar, bernama Umair bin Hammam, bertanya, “Ya!"
Dia menyahut, “Bakhin (baik-baik)!" Nabi bertanya pula, “Mengapa engkau berkata bakhin, bakhin?" Hammam menjawab, “Tidak apa-apa, ya Rasul Allah! Demi Allah aku berkata demikian karena ingin hendak menjadi penduduk surga itu." Rasul Allah menjawab, “Akan terkabul keinginanmu itu!"
Lalu, pemuda itu melemparkan beberapa butir buah kurma yang sedang dimakannya, sambil berkata, “Terlalu lama hidup buat menghabiskan buah kurma ini!" Dan dia bernyanyi:
Maju terus menghadap Allah, tak perlu bawa apa-apa.
Selain takwa dan amal untuk akhirat.
Dan, sabar pada jalan Allah, di dalam jihad.
Perbekalan dunia hanya barang yang akan habis.
Hanya takwa, kebajikan dan kecerdikan ...! Pemuda itu bertempur, dan ... dia pun syahid.
Itulah satu contoh semangat Muslim pada waktu itu. Tiga ratus orang yang bersedia mati, untuk memberikan leher dan darah bagi menggalang agama Allah. Semangat yang setinggi ini tiada tertangkis, oleh Musyrikin lagi. Musyrikin mendapat kekalahan besar oleh serbuan yang hebat itu. Tujuh puluh orang mereka tewas dan 70 orang pula yang tertawan. Di antara yang 70 orang itu adalah orang-orang penting, pemuka dan seperti yang dikatakan Rasulullah, “Buah hati negeri Mekah." Sedang dari pihak Muslimin mencapai syahidnya empat belas orang!
Di antara Muslimin yang tewas ialah seorang pemuda bernama Haritsah bin Suraqah. Dia bertugas berdiri di tempat ketinggian menilik gerak-gerik musuh, bukan masuk pertempuran. Dia terkena panah sesat lalu tewas. Maka, datang ibunya kepada Rasulullah bertanya, “Haritsah bagaimana, ya Rasulullah? Kalau dia masuk surga, aku akan sabar. Akan tetapi, kaiau tidak, aku akan berbuat sesuatu untuk dia." (Yaitu meratapinya; sebab di waktu itu belum dilarang meratap.)
Rasulullah ﷺ menjawab, “Surga itu bertingkat delapan. Anakmu duduk pada tingkat yang di atas sekali!"
Adapun yang hanya kena panah sesat, lagi beroleh tempat yang mulia demikian tinggi, kononlah yang tiga belas orang lagi, yang memang tewas dalam bertempur.
Dan, sejak itu pula Rasulullah saw, memaklumkan bahwasanya sekalian mereka yang turut dalam Peperangan Badar adalah mendapat kedudukan dan kemuliaan yang istimewa dari Allah. Dosa mereka diampuni. Sehingga setelah beberapa tahun kemudian seorang sahabat terkemuka berbuat satu kesalahan, yaitu berkirim surat kepada seorang sahabat teman karibnya di Mekah, meminta perlindungannya kalau kaum Muslimin kalah dalam pengepungan Mekah di tahun kedelapan, yaitu ketika penaklukkan Mekah, tetapi surat itu ditangkap. Umar bin Khaththab mengusulkan supaya sahabat itu dibunuh, sebab membuka rahasia. Sahabat itu ialah Hatib bin Abu Balta'ah. Rasulullah ﷺ memberinya maaf dengan alasan bahwa dia turut dalam Peperangan Badar, apatah lagi surat itu telah tertangkap sebelum sampai ke alamatnya.
Namun, lain dari kekhilafan Hatib yang sekali itu, tidak terdengar ada seorang pun anggota tentara Badar yang merugikan Islam.