Ash-Shura: 43

Ayat

Terjemahan Per Kata
وَلَمَن
dan sungguh orang
صَبَرَ
dia sabar
وَغَفَرَ
dan dia memaafkan
إِنَّ
sesungguhnya
ذَٰلِكَ
demikian itu
لَمِنۡ
benar-benar termasuk
عَزۡمِ
teguh hati
ٱلۡأُمُورِ
urusan

Terjemahan

Akan tetapi, sungguh siapa yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.

Tafsir

Tafsir Surat Asy-Syura: 40-43 Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik. pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. (Asy-Syura: 40) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadapmu. (Al-Baqarah: 194) Semakna pula dengan firman-Nya: Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. (An-Nahl: 126), hingga akhir ayat. Maka keseimbangan merupakan hal yang disyariatkan, yaitu hukum qisas, sedangkan yang lebih utama daripada itu hanyalah dianjurkan, yaitu memaafkan seperti yang disebutkan pula dalam ayat yang lain melalui firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan luka-luka (pun) ada qisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah: 45) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Allah. (Asy-Syura: 40) Artinya, hal tersebut tidak sia-sia di sisi Allah. Seperti apa yang disebutkan di dalam sebuah hadis shahih: Tidak sekali-kali Allah memberi tambahan kepada seseorang hamba dengan sifat pemaaf, melainkan kemuliaanlah (yang diperolehnya). Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Asy-Syura: 40) Maksudnya, orang-orang yang bersikap melampaui batas, yaitu orang yang memulai permusuhan dan berbuat jahat. Kemudian dalam firman berikutnya di sebutkan: Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. (Asy-Syura: 41) Tiada dosa atas mereka dalam melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang telah berbuat aniaya terhadap dirinya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Bazi', telah menceritakan kepada kami Muaz bin Mu'az, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya tentang pembelaan diri yang terdapat di dalam firman-Nya: Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. (Asy-Syura: 41) Maka Ali bin Zaid bin Jad'an menceritakan kepadanya sebuah hadis dari Ummu Muhammad, istri ayahnya. Ibnu Aun mengatakan bahwa mereka menduga Ummu Muhammad pernah masuk menemui Siti Aisyah radhiyallahu ‘anhu Lalu Siti Aisyah bercerita kepadanya, "Pada suatu hari Rasulullah ﷺ masuk menemui kami, sedangkan di antara kami terdapat Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anhu Maka Nabi ﷺ berisyarat dengan tangannya kepadaku, sedangkan beliau tidak mengetahui bahwa di rumahku ada Zainab. Kemudian aku memberikan isyarat kepada Beliau ﷺ bahwa ada Zainab hingga beliau mengetahui isyaratku, lalu beliau menghentikan isyaratnya." Tetapi rupanya Zainab mengetahui hal itu, maka ia langsung mencaci Aisyah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah ﷺ melarangnya, tetapi Zainab tetap terus mencaci Aisyah. Lalu Nabi ﷺ bersabda kepada Aisyah, "Balas cacilah dia!" Kemudian aku (Aisyah) mencacinya hingga aku dapat membungkamnya. Zainab pergi dan mendatangi Ali radhiyallahu ‘anhuma, lalu mengadu kepadanya, "Sesungguhnya Aisyah telah mencacimu dan menjatuhkan namamu." Maka Fatimah radhiyallahu ‘anhu datang, tetapi Nabi ﷺ bersabda kepadanya, "Sesungguhnya Aisyah adalah kekasih ayahmu, demi Tuhan yang memiliki Ka'bah." Akhirnya Fatimah pergi dan mengadu kepada suaminya bahwa sesungguhnya ia telah mengatakan hal tersebut kepada Nabi ﷺ, tetapi Nabi ﷺ menjawabnya dengan jawaban anu dan anu. Maka Ali datang kepada Nabi ﷺ, dan Nabi ﷺ menerangkan duduk perkaranya kepada Ali. Demikianlah bunyi riwayat yangdikemukakan oleh Ibnu Aun, tetapi Ali bin Zaid bin Jad'an dalam riwayatnya sering mendatangkan hal-hal yang mungkar; ini menjadi kebiasaannya, dan riwayat ini mengandung hal yang mungkar. Riwayat yang shahih adalah yang berbeda dengan konteks ini seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Khalid bin Salamah Al-Fa'fa, dari Abdullah Al-Bahi, dari Urwah yang menceritakan bahwa Siti Aisyah radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan, bahwa tanpa ia sadari dirinya memasuki rumah Zainab tanpa izin, saat itu Zainab sedang marah. Kemudian Zainab berkata kepada Rasulullah ﷺCukuplah bagimu bila kusingkapkan baju kurung anak perempuan Abu Bakar ini." Lalu Zainab meluapkan emosinya kepadaku, tetapi aku berpaling darinya, hingga Rasulullah ﷺ bersabda, "Hai kamu, belalah dirimu!" Akhirnya aku hadapi Zainab, hingga kulihat dia terbungkam tidak dapat menjawab sepatah kata pun terhadapku, dan saat itu kulihat wajah Nabi ﷺ cerah. Demikianlah menurut lafaz hadis yang diketengahkan oleh Imam An-Nasa’i. ". Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Abu Hamzah, dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang berdoa untuk (kemudaratan) orang yang telah menganiaya dirinya, maka sesungguhnya ia telah membela dirinya. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadis ini melalui Abul Ahwas, dari Abu Hamzah yang nama aslinya Maimun. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan, "Kami tidak mengenal hadis ini kecuali melalui riwayatnya (Abu Hamzah), padahal mengenai hafalannya masih diragukan." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya dosa itu. (Asy-Syura: 42) Yakni dosa dan penderitaan. atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. (Asy-Syura: 42) Yaitu memulai perbuatan aniaya terhadap orang lain, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis shahih yang menyebutkan: Kedua orang yang saling mencaci menurut apa yang dikatakan oleh masing-masing, sedangkan dosanya ditanggung oleh pihak yang memulainya, selama pihak yang teraniaya tidak melampaui batas. Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mereka itu mendapat azab yang pedih. (Asy-Syura: 42) Yakni siksa yang sangat menyakitkan. Abu Bakar bin Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Musa, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Zaid (saudara lelaki Hammad bin Zaid), telah menceritakan kepada kami Usman Asy-Syahham, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Wasi' yang mengatakan bahwa ia tiba di Mekah, dan ia menjumpai di atas parit ada jembatan, lalu ia di tangkap dan dibawa menghadap kepada Marwan ibnul Muhallab yang saat itu menjabat sebagai amir (gubernur) di Basrah. Lalu Marwan bertanya, "Ada apakah keperluanmu, hai Abu Abdullah?" Abu Abdullah (nama panggilan Muhammad bin Wasi') menjawab, "Keperluanku hanyalah menginginkan agar engkau seperti saudara Bani Addi bila engkau mampu.Marwan bertanya, "Siapakah saudara Bani Addi yang engkau maksud?" Abu Abdullah menjawab, "Dia adalah Al-Ala bin Ziyad. Dia pernah menugaskan seorang teman dekatnya untuk menjadi 'amil (pejabat), lalu ia berkirim surat kepada 'amil-nya yang isinya seperti berikut, 'Amma Ba'du, Jika engkau mampu untuk tidak menginap (tidur) kecuali dirimu dalam keadaan tanpa beban, perutmu kosong, dan tanganmu bersih dari darah kaum muslim dan harta mereka, lakukanlah. Dan Jika engkau melakukan hal tersebut, berarti tidak ada dosa bagimu'." Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. (Asy-Syura: 42) Maka Marwan berkata, "Demi Allah, dia benar dan memberi nasihat." Marwan bertanya, "Hai Abu Abdullah, lalu apakah keperluanmu?" Abu Abdullah menjawab, "Keperluanku ialah engkau biarkan aku berkumpul dengan keluargaku." Marwan menjawab, "Baiklah, aku izinkan." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Setelah mencela perbuatan aniaya dan para pelakunya serta ditetapkan-Nya hukum qisas (pembalasan), lalu Allah subhanahu wa ta’ala menyerukan kepada (hamba-hamba-Nya) untuk memaaf dan mengampuni (kesalahan orang lain) melalui firman-Nya: Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan. (Asy-Syura: 43) Yakni sabar dalam mengadapi gangguan yang menyakitkan dan memaafkan perbuatan buruk yang dilakukan terhadap dirinya. Sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (Asy-Syura: 43) Sa'id bin Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hal tersebut benar-benar termasuk perkara yang benar yang dianjurkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk dilakukan. Dengan kata lain, sifat memaafkan kesalahan orang lain itu merupakan sikap yang disyukuri dan perbuatan yang terpuji, pelakunya akan mendapat pahala yang berlimpah dan pujian yang baik. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Imran bin Musa At-Tartusi, telah menceritakan kepada kami Abdul Musammad bin Yazid (pelayan Al-Fudail bin Iyad yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Al-Fudail bin Iyad mengatakan, "Apabila datang kepada Anda seorang lelaki yang mengadu kepadamu perihal perbuatan seseorang terhadap dirinya, maka katakanlah kepadanya, 'Hai saudaraku, maafkanlah dia, karena sesungguhnya sikap memaafkan itu lebih dekat kepada ketakwaan.' Dan jika dia mengatakan kepada Anda, 'Hatiku tidak kuat untuk memberi maaf, tetapi aku akan membela diri sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala,' maka katakanlah kepadanya, 'jika engkau dapat membela diri, lakukanlah. Tetapi jika engkau tidak mampu, maka kembalilah ke jalan memaafkan, karena sesungguhnya pintu memaafkan itu sangat luas. Dan barang siapa yang memaafkan serta berbuat baik, maka pahalanya ditanggung oleh Allah subhanahu wa ta’ala Orang yang memaaf tidur dengan tenang di pelaminannya di malam hari, sedangkan orang yang membela dirinya membalikkan permasalahan'." ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya (yakni Ibnu Sa'id Al-Qattan), dari Ibnu Ajlan, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Sa'id, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki mencaci sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma, sedangkan Nabi ﷺ saat itu duduk, lalu Nabi ﷺ hanya tersenyum dan merasa kagum. Tetapi ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu membalas sebagian cacian yang ditujukan terhadap dirinya, Nabi ﷺ kelihatan marah, lalu bangkit. Maka Abu Bakar menyusulnya dan bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika dia mencaciku engkau tetap dalam keadaan duduk, Tetapi ketika aku membalas caciannya, engkau kelihatan marah dan meninggalkan tempat duduk." Nabi ﷺ menjawab: Sesungguhnya pada mulanya ada malaikat yang bersamamu membela dirimu. Tetapi ketika engkau membalas terhadapnya sebagian dari caciannya (malaikat itu pergi) dan datanglah setan, maka aku tidak mau duduk bersama setan. Kemudian beliau ﷺ bersabda pula: Hai Abu Bakar, ada tiga perkara yang semuanya benar, yaitu tidak sekali-kali seseorang hamba dianiaya dengan suatu penganiayaan, lalu ia menahan dirinya karena Allah, melainkan Allah akan memuliakannya dan menolongnya. Dan tidak sekali-kali seorang lelaki membuka pintu pemberian dengan mengharapkan silaturahim, melainkan Allah subhanahu wa ta’ala makin menambah banyak (hartanya). Dan tidak sekali-kali seorang lelaki membuka pintu meminta-minta karena ingin memperbanyak (hartanya), melainkan Allah subhanahu wa ta’ala makin menambah sedikit (hartanya). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Abdul A'la bin Hammad, dari Sufyan bin Uyaynah; Abu Daud mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Safwan bin Isa yang keduanya (Sufyan dan Safwan) meriwayatkannya dari Muhammad bin Ajlan. Abu Daud telah meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Al-Laits, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Basyir ibnul Muharrar, dari Sa'id ibnul Musayyab secara mursal. Hadis ini sangat baik maknanya dan sesuai dengan akhlak As-Siddiq radhiyallahu ‘anhu"

Ash-Shura: 43

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat