Ash-Shura: 23

Ayat

Terjemahan Per Kata
ذَٰلِكَ
demikian itu
ٱلَّذِي
yang
يُبَشِّرُ
menggembirakan
ٱللَّهُ
Allah
عِبَادَهُ
hamba-hamba-Nya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mereka beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِۗ
kebaikan
قُل
katakanlah
لَّآ
tidak
أَسۡـَٔلُكُمۡ
aku minta kepadamu
عَلَيۡهِ
atasnya
أَجۡرًا
upah
إِلَّا
kecuali
ٱلۡمَوَدَّةَ
kasih sayang
فِي
dalam
ٱلۡقُرۡبَىٰۗ
kekeluargaan
وَمَن
dan barang siapa
يَقۡتَرِفۡ
mengerjakan
حَسَنَةٗ
kebaikan
نَّزِدۡ
Kami tambahkan
لَهُۥ
baginya
فِيهَا
padanya
حُسۡنًاۚ
kebaikan
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
غَفُورٞ
Maha Pengampun
شَكُورٌ
Maha mensyukuri

Terjemahan

Itulah (karunia) yang (dengannya) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu suatu imbalan pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” Siapa mengerjakan kebaikan, akan Kami tambahkan kebaikan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.

Tafsir

Tafsir Surat Asy-Syura: 23-24 [[Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan Ashmengerjakan amal saleh. Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Bahkan mereka mengatakan, "Dia (Muhammad) telah mengada-adakan dusta terhadap Allah. Maka jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengunci mati hatimu; dan Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang hak dengan kalimah-kalimah-Nya (Al-Qur'an). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.]] (Asy-Syura: 23-24) Setelah menceritakan taman-taman surga untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan dalam firman selanjutnya: [[Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh.]] (Asy-Syura: 23) Yakni hal ini pasti diperoleh mereka sebagai berita gembira dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkannya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: [[Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.”]] (Asy-Syura: 23) Katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik dari kaum Quraisy, "Aku tidak meminta sesuatu harta pun dari kamu atas penyampaian dan nasihatku kepada kalian ini sebagai imbalannya yang kamu berikan kepadaku. Sesungguhnya yang aku minta dari kalian ialah hendaknya kalian menghentikan kejahatan kalian kepadaku, dan kalian biarkan aku menyampaikan risalah-risalah Tuhanku. Jika kalian tidak mau membantuku, maka janganlah kalian menggangguku, demi hubungan kekeluargaan yang ada antara aku dan kalian." Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abdul malik bin Maisarah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Tawus menceritakan hal berikut dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma Bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai makna firman-Nya, "Kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan." Maka Sa'id bin Jubair (yang ada di majelis itu) langsung menjawab, "Keluarga ahli bait Muhammad." Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, "Engkau tergesa-gesa, sesungguhnya Nabi ﷺ itu tiada suatu keluarga pun dari kabilah Quraisy melainkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan beliau ﷺ Untuk itulah maka beliau ﷺ bersabda, 'terkecuali bila kalian menghubungkan kekerabatan yang telah ada antara aku dan kalian'." Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid (menyendiri dari al-kutubussittah lainnya). Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini dari Yahya Al-Qattan, dari Syu'bah dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh ‘Amir Asy-Syabi, Ad-Dahhak, Ali bin Abu Talhah, Al-Aufi, dan Yusuf bin Mihran serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah, As-Suddi, Abu Malik, dan Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam serta lain-lainnya. Al-Hafidzh Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim bin Zaid At-Ath-Thabarani dan Ja'far Al-Qalanisi. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Khasif, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ berkata kepada mereka (orang-orang musyrik Mekah): Aku tidak meminta kepada kalian atas seruanku ini suatu upah pun kecuali kecintaanmu kepadaku mengingat kekeluargaanku dengan kalian, dan hendaknya kalian pelihara kekeluargaan yang ada antara aku dan kalian ini. Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Hasan bin Musa, bahwa telah menceritakan kepada kami Quz'ah (yakni Ibnu Suwaid) dan Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Muslim bin Ibrahim, dari Quz'ah bin Suwaid, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Aku tidak meminta kepada kalian atas keterangan dan petunjuk yang kusampaikan kepada kalian ini sesuatu upah pun, kecuali ketaatan kalian kepada Allah dan pendekatan diri kalian kepada-Nya dengan cara taat kepada-Nya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Qatadah, dari Al-Hasan Al-Basri. Dan hal ini bagaikan pendapat yang kedua seakan-akan disebutkan: [[… kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.]] (Asy-Syura: 23) Yakni kecuali bila kalian mengerjakan amal ketaatan yang mendekatkan diri kalian kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Pendapat yang ketiga ialah seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya melalui riwayat Said bin Jubair dengan kesimpulan bahwa makna yang dimaksud yaitu, 'kecuali bila kalian menunaikan hak kekeluargaan kalian denganku'. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa terkecuali kalian berbuat baik kepada kaum kerabat kalian. As-Suddi telah meriwayatkan dari Abid Dailam yang telah menceritakan bahwa ketika Ali ibnul Husain didatangkan sebagai tawanan dan diberdirikan di atas tangga kota Damaskus, maka berdirilah seorang lelaki dari kalangan penduduk negeri Syam, lalu berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah membunuh dan memberantas kalian serta memotong sumber fitnah (kekacauan)." Maka Ali ibnul Husain bertanya kepada lelaki itu, "Apakah engkau membaca Al-Qur'an?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Ali ibnul Husain bertanya, "Tidakkah engkau membaca Aalu Ha Mim (keluarga Haa Miim, rangkaian 7 surat berawalan Haa Miim)?" Lelaki itu menjawab, "Aku telah membaca seluruh Al-Qur'an, tetapi belum pernah menemukan yang namanya Aalu Ha Mim." Ali ibnul Husain berkata, “Tidakkah engkau pernah membaca firman-Nya: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. (Asy-Syura: 23) Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya kamukah yang dimaksud dengan mereka itu (ahlul bait)?" Ali ibnul Husain menjawab, "Ya." Abu Ishaq As-Sabi'i mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Amr bin Syu'aib tentang firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. (Asy-Syura: 23) Maka Amr bin Syu'aib menjawab, bahwa yang dimaksud adalah kaum kerabat Nabi ﷺ Riwayat ini dan yang sebelumnya kedua-duanya diketengahkan oleh Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Malik bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam, telah menceritakan kepadaku Yazid bin Abu Ziad, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa orang-orang Ansar pernah mengatakan anu dan anu seakan-akan mereka membangga-banggakan dirinya. Maka Ibnu Abbas atau Al-Abbas, -Abdus Salam sang perawi ragu- mengatakan, "Kamilah yang lebih utama daripada kamu." Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah ﷺ, maka beliau mendatangi majelis mereka, lalu bersabda, "Hai orang-orang Anshar, bukankah dahulu kalian dalam keadaan hina, lalu Allah memuliakan kalian melaluiku?" Mereka menjawab, "Memang benar, ya Rasulullah." Beliau ﷺ bertanya, "Bukankah dahulu kamu dalam keadaan sesat, lalu Allah memberimu petunjuk melaluiku?" Mereka menjawab, "Benar, ya Rasulullah." Rasulullah ﷺ bersabda, "Mengapa kalian tidak menjawabku?"Mereka balik bertanya, "Apakah yang harus kami katakan, ya Rasulullah?" Rasulullah ﷺ bersabda: Mengapa kalian tidak katakan: Bukankah kaummu telah mengusirmu, lalu kami memberimu tempat tinggal? Bukankah mereka mendustakanmu, lalu kami membenarkanmu? Dan bukankah mereka menghinamu, lalu kami menolongmu? Rasulullah ﷺ terus-menerus mengatakan hal itu sehingga mereka terduduk di atas lutut mereka dan mereka mengatakan, "Semua harta yang ada pada tangan kami untuk Allah dan Rasul-Nya." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ali ibnul Husain, dari Abdul Mu'min bin Ali, dari Abdus Salam, dari Yazid bin Abu Ziad, tetapi ini dhaif, dengan sanad yang semisal atau mendekatinya. Di dalam kitab Shahihain, dalam Bab "Pembagian Ghanimah Perang Hunain" disebutkan hal yang semisal dengan konteks ini, tetapi tidak disebutkan turunnya ayat terebut. Mengenai penyebutan turunnya ayat ini di Madinah masih diragukan kebenarannya, mengingat suratnya adalah Makkiyyah. Dan tidak ada kaitan yang jelas antara ayat dan riwayat ini; hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami seorang lelaki yang senama dengannya (yakni Ali), telah menceritakan kepada kami Husain Al-Asyqar, dari Qais, dari Al-A'masy, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. (Asy-Syura: 23) Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka yang diperintahkan oleh Allah agar kita mencintainya?" Beliau ﷺ bersabda, "Fatimah dan anaknya." Sanad hadis ini dha’if, karena didalamnya terdapat seseorang yang tidak dikenal yang menerima hadis ini dari seorang guru beraliran Syi'ah yang ekstrim. Dia adalah Husain Al-Asyqar yang beritanya tidak dapat diterima dalam masalah ini. Dan penyebutan mengenai turunnya ayat di Madinah jauh dari kebenaran, karena sesungguhnya ayat ini Makkiyyah, dan pada saat itu Fatimah radhiyallahu ‘anhu belum mempunyai anak sama sekali. Mengingat sesungguhnya Fatimah radhiyallahu ‘anhu baru menikah dengan sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu hanya setelah Perang Badar, yaitu di tahun kedua Hijrah. Pendapat yang benar sehubungan dengan tafsir ayat ini adalah apa yang telah diketengahkan oleh ulama umat ini juru penafsir Al-Qur'an, yaitu Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, seperti yang disebutkan dalam riwayat yang dikemukakan oleh Imam Bukhari darinya. Memang tidak diingkari adanya wasiat (anjuran) serta perintah untuk memperlakukan ahli bait dengan perlakuan yang baik dan menghormati serta memuliakan mereka. Karena sesungguhnya mereka berasal dari keturunan yang suci dari ahli bait yang paling mulia di muka bumi ini dipandang dari segi keturunan, kedudukan, dan kebanggaannya. Terlebih lagi bila mereka benar-benar mengikuti sunnah nabi yang shahih, jelas, dan gamblang; seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulu mereka, misalnya Al-Abbas dan kedua putranya, Ali dan ahli bait serta keturunannya. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka. Di dalam hadis shahih telah disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ dalam khotbahnya di Ghadir Khum (nama sebuah mata air) telah bersabda: Sesungguhnya aku menitipkan kepada kalian dua perkara yang berat, yaitu Kitabullah dan keturunanku (ahli baitku), dan sesungguhnya keduanya tidak dapat dipisahkan sebelum keduanya sampai di telaga (ku). Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, telah menceritakan kepadaku Ismail bin Abu Khalid, dari Yazid bin Abu Ziad, dari Abdullah ibnul Haris, dari Al-Abbas bin Abdul Muttalib radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Quraisy itu apabila sebagian dari mereka bersua dengan sebagian yang lain, mereka menjumpainya dengan wajah, yang cerah dan baik. Tetapi bila mereka bersua dengan kami, maka mereka menjumpai kami dengan wajah yang kami tidak kenal (dengan muka tidak sedap)." Maka Nabi ﷺ marah sekali, lalu bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, iman masih belum meresap ke dalam hati seseorang sebelum dia menyukai kalian karena Allah dan Rasul-Nya. Yakni sebelum mencintai ahli bait Rasulullah ﷺ demi karena Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yazid bin Abu Ziad, dari Abdullah ibnul Haris, dari Abdul Muttalib bin Rabi'ah yang menceritakan bahwa Al-Abbas radhiyallahu ‘anhu masuk menemui Rasulullah ﷺ, lalu berkata, "Sesungguhnya kami benar-benar keluar dan kami lihat orang-orang Quraisy sedang berbicara dengan asyik. Tetapi bila mereka melihat kami, maka mendadak mereka diam." Maka Rasulullah ﷺ marah dan mengernyitkan dahinya, kemudian bersabda: Demi Allah, iman masih belum meresap ke dalam kalbu seseorang muslim sebelum dia mencintai kamu karena Allah dan karena kekerabatanku. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Khalid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Waqid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan, "Ingatlah Muhammad ﷺ terhadap ahli baitnya." Di dalam kitab shahih disebutkan bahwa Abu Bakar As-Siddiq radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada Ali radhiyallahu ‘anhuma, "Demi Allah, sesungguhnya hubungan kerabat dengan Rasulullah ﷺ lebih aku sukai daripada aku menghubungkan persaudaraan dengan kerabatku sendiri." Umar ibnul Khattab pernah berkata kepada Al-Abbas radhiyallahu ‘anhuma, "Demi Allah, sesungguhnya keislamanmu di hari engkau masuk Islam lebih aku sukai ketimbang keislaman Al-Khattab seandainya dia masuk Islam. Karena sesungguhnya keislamanmu lebih disukai oleh Rasulullah ﷺ daripada keislaman Al-Khattab." Demikianlah sikap kedua Syekh (Abu Bakar dan Umar) dan hal ini merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk meniru jejaknya. Karena itulah maka keduanya merupakan orang mukmin yang paling utama sesudah para nabi dan para rasul; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada keduanya, juga kepada semua sahabat Rasulullah. Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim, dari Abu Hayyan At-Taimi; telah menceritakan kepadaku Yazid bin Hayyan yang mengatakan, "Aku dan Husain bin Maisarah serta Umar bin Muslim berangkat menuju ke rumah Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu Dan ketika kami sampai di rumahnya, Husain berkata, “Hai Yazid, sesungguhnya engkau telah menjumpai banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah ﷺ dan mendengar hadis langsung darinya, ikut berperang bersamanya, dan salat bersamanya. Sesungguhnya engkau, hai Yazid, telah menjumpai kebaikan yang banyak. Maka ceritakanlah kepada kami sebagian dari apa yang engkau telah dengar dari Rasulullah ﷺ.” Maka Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu menjawab, 'Hai anak saudaraku, sesungguhnya usiaku telah tua dan sudah cukup lama hidup sehingga aku lupa kepada sebagian yang pernah kuhafal dari Rasulullah ﷺ Karena itu, apa yang akan kuceritakan kepadamu, terimalah; dan yang tidak dapat kuceritakan, janganlah kamu memaksaku untuk menceritakannya'." Kemudian Zaid bin Arqam melanjutkan, bahwa di suatu hari Rasulullah ﷺ bangkit melakukan khutbah di sebuah mata air yang dikenal dengan nama Khum, terletak di antara Mekah dan Madinah. Pertama beliau mengucapkan hamdalah dan sanjungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, lalu memberikan peringatan dan pelajaran (nasihat). Setelah itu beliau bersabda: Ammd ba'du. Hai manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang hampir kedatangan utusan Tuhanku, lalu aku menyambutnya. Dan sesungguhnya aku titipkan kepada kalian dua perkara yang berat; yang pertama ialah Kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambillah Kitabullah dan berpegang teguhlah kepadanya. Nabi ﷺ menganjurkan (mereka) untuk berpegang teguh kepada Kitabullah dan memberikan dorongan (kepada mereka) untuk mengamalkannya, lalu beliau bersabda: Dan (yang kedua ialah) ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku. Maka Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhuma, "Hai Zaid, siapakah yang dimaksud dengan ahli baitnya? Bukankah istri-istri beliau ﷺ termasuk ahli baitnya juga?" Zaid menjawab, "Sesungguhnya istri-istri beliau bukan termasuk ahli baitnya, tetapi yang termasuk ahli baitnya adalah orang yang tidak boleh menerima zakat sesudah beliau tiada." Husain bertanya, "Siapa sajakah mereka itu?" Zaid menjawab, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far, dan keluarga Al-Abbas radiyallahu 'anhum." Husain bertanya, "Apakah mereka semua tidak boleh menerima harta zakat?" Zaid menjawab, "Ya." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam An-Nasa’i melalui berbagai jalur dari Yazid bin Hibban dengan sanad yang sama. Abu Isa At-At-Tirmidzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Munzir Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudail, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id dan Al-A'masy, dari Habib bin Abu Sabit, dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu yang selama kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat sesudahku. salah satunya lebih besar daripada yang lain, yaitu kitabullah yang merupakan tali yang terjulurkan dari langit ke bumi. Dan yang lainnya ialah keluargaku, yakni ahli baitku; keduanya tidak akan terpisahkan sebelum keduanya mendatangi telaga (ku). Maka perhatikanlah, bagaimanakah kalian menggantikan diriku terhadap keduanya. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadis ini secara tunggal, kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib. Imam At-Tirmidzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Nasr bin Abdur Rahman Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hasan, dari Ja'far bin Muhammad ibnul Hasan, dari ayahnya, dari Jabir, bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah ﷺ dalam hajinya di hari Arafah menunggang unta qaswa-nya seraya berkhotbah, dan ia mendengarnya bersabda: Hai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian suatu perkara yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu kitabullah dan keturunanku, yakni ahli baitku. Imam At-Tirmidzi mengetengahkan hadis ini secara tunggal pula, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib. Dalam bab yang sama telah diriwayatkan hal yang semisal dari Abu Dzar, Abu Sa'id, Zaid bin Arqam, dan Huzaifah bin Usaid radiyallahu 'anhum. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Sulaiman ibnul Asy'as, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Mu'in, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf, dari Abdullah bin Sulaiman An-Naufali, dari Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya (yakni Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu) yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Cintailah Allah subhanahu wa ta’ala karena Dia telah melimpahkan kepada 'kalian sebagian dari nikmat-nikmat-Nya. Dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah ahli baitku karena cinta kepadaku. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib, sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui jalur ini. Dan sesungguhnya telah diketengahkan banyak hadis menyangkut hal ini dengan penjabaran yang sudah cukup dan tidak perlu diulangi lagi di sini, yaitu pada tafsir firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Al-Hafidzh Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Mufaddal bin Abdullah, dari Abu Ishaq, dari Hanasy yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata seraya memegang pegangan pintu, "Hai manusia, barang siapa yang mengenalku, maka sesungguhnya dia mengenalku. Dan barang siapa yang tidak kenal denganku, maka aku adalah Abu Dzar. Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya perumpamaan ahli baitku di kalangan kalian hanyalah seperti bahtera Nabi Nuh a.s.; barang siapa yang masuk ke dalamnya selamat, dan barang siapa yang tertinggal darinya (tidak masuk) niscaya ia binasa'. Bila ditinjau dari segi sanadnya hadis ini dha’if. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. (Asy-Syura: 23) Yakni barang siapa yang mengerjakan suatu kebaikan, maka Kami tambahkan baginya dalam kebaikan itu kebaikan lagi, sebagai imbalan dan pahalanya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah. Dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40) Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa sesungguhnya sebagian dari pahala kebaikan ialah kebaikan yang lain sesudahnya, dan sesungguhnya balasan keburukan ialah keburukan lain sesudahnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (Asy-Syura: 23) Artinya, Dia mengampuni orang yang banyak dosanya dan memperbanyak pahala kebaikan bagi orang yang beramal sedikit. Maka Dia menutupi, mengampuni, dan melipatgandakannya sebagai tanda terima kasih dariNya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Bahkan mereka mengatakan, "Dia (Muhammad) telah mengada-adakan dusta terhadap Allah. Maka jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengunci mati hatimu. (Asy-Syura: 24) Sekiranya engkau membuat-buat kedustaan terhadap Allah, sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang jahil itu, niscaya Dia mengunci mati hatimu. (Asy-Syura: 24) Maknanya, niscaya Dia menutup rapat hatimu dan mencabut kembali Al-Qur'an yang telah diberikan-Nya kepadamu. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu. (Al-Haqqah: 44-47) Yakni niscaya Kami akan mengazabnya dengan azab yang keras, dan tidak ada seorang manusia pun sanggup menghalang-halanginya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Allah menghapuskan yang batil. (Asy-Syura: 24) ini tidak di- ataf-kan kepada firman-Nya, "Yakhtim yang berakibat di-jazam-kan, bahkan yamhu tetap dibaca rafa' sebagai permulaan kalimat. Demikianlah menurut Ibnu Jarir, selanjutnya ia mengatakan bahwa lalu dalam tulisan huruf wawu-nya dibuang menurut rasam mushaf Imam (Mushaf Usmani) sebagaimana dibuang pula pada firman-Nya: kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah. (Al-'Alaq: 18) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. (Al-Isra: 11) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan membenarkan yang hak dengan kalimah-kalimah-Nya (Al-Qur'an). (Asy-Syura: 24) di- ataf-kan kepada firman-Nya: dan Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang hak. (Asy-Syura: 24) Yaitu merealisasikannya, mengukuhkannya, menjelaskan, dan menerangkannya dengan kalimah-kalimah-Nya, yakni dengan hujah-hujah dan bukti-bukti-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (Asy-Syura: 24) Allah mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi di balik kalbu dan segala yang tersimpan di dalam dada berupa rahasia-rahasia."

Ash-Shura: 23

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat