Taha: 124

Ayat

Terjemahan Per Kata
وَمَنۡ
dan barangsiapa
أَعۡرَضَ
ia berpaling
عَن
dari
ذِكۡرِي
peringatan-Ku
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
لَهُۥ
baginya
مَعِيشَةٗ
penghidupan
ضَنكٗا
sulit/sempit
وَنَحۡشُرُهُۥ
dan Kami akan mengumpulkannya
يَوۡمَ
hari
ٱلۡقِيَٰمَةِ
kiamat
أَعۡمَىٰ
buta

Terjemahan

Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”

Tafsir

Tafsir Surat Taha: 123-126 Allah berfirman, "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” Berkatalah ia, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman, "Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” Ayat 123 Allah berfirman kepada Adam, Hawa, dan iblis, "Turunlah kalian semua dari surga!" Penjelasan mengenai hal ini telah kami kemukakan dalam tafsir surat Al-Baqarah. “Sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain." (Thaha: 123) Yakni Adam dan keturunannya lawan iblis dan keturunannya. Firman Allah ﷻ: “Maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku.” (Thaha: 123) Abul Aliyah mengatakan yang dimaksud dengan petunjuk ialah melalui para nabi dan para rasul serta keterangan yang disampaikan mereka. “Lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123) Ibnu Abbas mengatakan, bahwa dia tidak akan sesat di dunia ini dan tidak akan celaka di akhiratnya nanti. Ayat 124 “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku.” (Thaha: 124) Yaitu menentang perintah-Ku dan menentang apa yang Kuturunkan kepada rasul-rasul-Ku, lalu ia berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil petunjuk dari selainnya. maka sungguh baginya kehidupan yang sempit.” (Thaha: 124) Yakni kehidupan yang sempit di dunia. Maka tiada ketenangan baginya dan dadanya tidak lapang, bahkan selalu sempit dan sesak karena kesesatannya; walaupun pada lahiriahnya ia hidup mewah dan memakai pakaian apa saja yang disukainya, memakan makanan apa saja yang disukainya, dan bertempat tinggal di rumah yang disukainya. Sekalipun hidup dengan semua kemewahan itu, pada hakikatnya hatinya tidak mempunyai keyakinan yang mantap dan tidak mempunyai pegangan/petunjuk, bahkan hatinya selalu khawatir, bingung, dan ragu. Dia terus-menerus tenggelam di dalam keragu-raguannya. Hal inilah yang dimaksudkan dengan kehidupan yang sempit. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “maka sungguh baginya kehidupan yang sempit.” (Thaha: 124) Yaitu kesengsaraan. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Maka sungguh baginya kehidupan yang sempit.” (Thaha: 124). Segala sesuatu yang Aku berikan kepada seorang hamba, sedikit atau banyak, ia tidak bertakwa kepada-Ku karenanya, maka tiada kebaikan pada sesuatu itu; inilah yang dimaksud dengan kehidupan yang sempit. Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa sesungguhnya bila ada suatu kaum yang sesat, mereka berpaling dari kebenaran, padahal kehidupan mereka makmur dan mudah lagi bersikap sombong; maka itulah yang dinamakan kehidupan yang sempit. Dikatakan demikian karena mereka menganggap bahwa Allah tidak menentang prinsip kehidupan mereka yang berburuk sangka kepada Allah dan mendustakan-Nya. Apabila seorang hamba mendustakan Allah dan berburuk sangka terhadap-Nya serta tidak percaya kepada-Nya, maka kehidupannya menjadi keras, dan kehidupan yang keras inilah yang dimaksud dengan kehidupan yang sempit dalam ayat ini. Ad-Dahhak mengatakan, kehidupan yang sempit ialah pekerjaan yang buruk dan rezeki yang kotor. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Malik ibnu Dinar. Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Abu Hazim, dari Abu Salamah, dari Abu Sa'id sehubungan dengan makna firman-Nya: “Kehidupan yang sempit.” (Thaha: 124) Bahwa kuburannya menjepitnya (menghimpitnya) sehingga tulang-tulang iganya berantakan (bila ia telah mati nanti). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Lahi'ah, dari Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: “Maka sungguh baginya kehidupan yang sempit.” (Thaha: 124). Bahwa makna yang dimaksud ialah kuburan menghimpitnya. Predikat mauquf hadis ini lebih dibenarkan (daripada predikat marfu -nya). Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Asad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj Abus Samah, dari Ibnu Hujairah yang nama aslinya Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ yang bersabda, "Orang mukmin di dalam kuburnya seakan-akan berada di dalam suatu taman yang hijau, dan diluaskan baginya kuburnya seluas tujuh puluh hasta, lalu diberi cahaya di dalam kuburnya sehingga terang seperti malam di bulan purnama. Tahukah kalian sehubungan dengan apakah ayat berikut diturunkan: 'Maka sungguh baginya kehidupan yang sempit' (Thaha: 124) Tahukah kalian apakah yang dimaksud dengan kehidupan yang sempit?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah ﷺ bersabda: “Azab orang kafir di dalam kuburnya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya dia dikuasai oleh sembilan puluh sembilan ular naga. Tahukah kalian apakah ular naga itu? Yaitu sembilan puluh sembilan ular besar, tiap ekor ular mempunyai tujuh kepala; semuanya menyembur tubuh si kafir itu, mematuki, dan mencakarinya sampai hari berbangkit nanti.” Predikat marfu' hadis ini munkar sekali (ditolak sama sekali). Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: “Maka sungguh baginya kehidupan yang sempit.” (Thaha: 124) Nabi ﷺ bersabda: “Kehidupan yang sempit yang disebutkan oleh Allah ialah Dia menyerahkankan si orang kafir kepada sembilan puluh sembilan ekor ular, yang semuanya menggerogoti dagingnya sampai hari kiamat terjadi." Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: “Maka sungguh baginya kehidupan yang sempit.” (Thaha: 124). Bahwa yang dimaksud ialah azab kubur. Sanad hadis berpredikat jayyid (baik). Firman Allah ﷻ: “Dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha: 124) Menurut Mujahid, Abu Saleh, dan As-Saddi, makna yang dimaksud ialah bahwa orang yang bersangkutan tidak mempunyai alasan kelak di hari kiamat untuk membela dirinya. Ikrimah mengatakan bahwa orang kafir dibutakan matanya dari segala sesuatu, kecuali neraka Jahanam. Dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud ialah orang kafir dibangkitkan atau digiring ke neraka dalam keadaan buta penglihatan, juga buta hatinya. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: “Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) di atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam.” (Al-Isra: 97), hingga akhir ayat. Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Ayat 125 “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang mampu melihat?” (Thaha: 125) Yakni ketika di dunia ia melihat. Maka Allah menjawab melalui firman-Nya: Ayat 126 “Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” (Thaha: 126) Maksudnya, karena engkau berpaling dari ayat-ayat Allah dan kamu memperlakukannya seakan-akan kamu tidak mengingatnya, padahal sudah disampaikan kepadamu. Kamu pura-pura melupakannya, berpaling darinya, serta melalaikannya. Maka begitu pula pada hari ini, Kami memperlakukan kamu sebagaimana perlakuan orang yang melupakanmu. Hal yang sama telah disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya yang mengatakan: “Maka pada hari (kiamat) ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini.” (Al-A'raf: 51). Maka sungguh pembalasan itu disesuaikan dengan jenis perbuatannya sebagai tindakan yang adil. Adapun mengenai masalah lupa terhadap lafaz Al-Qur'an, padahal maknanya telah dipahami dan makna yang diisyaratkannya telah dikerjakan, maka hal ini tidak termasuk ke dalam apa yang diancamkan oleh ayat ini. Sekalipun demikian orang yang berbuat tersebut terkena ancaman pula hanya dari sisi lain, yaitu dari sunnah yang menyebutkan larangan yang kuat dan ancaman yang keras terhadap orang yang berlaku demikian. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Khalid, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Isa ibnu Fa-id, dari seorang lelaki, dari Sa'd ibnu Ubadah r.a., dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Tidak sekali-kali seseorang hafal Al-Qur'an, lalu ia melupakannya, melainkan ia akan datang kepada Allah di hari berjumpa dengan-Nya, sedangkan ia dalam keadaan berpenyakit lepra.” Imam Ahmad meriwayatkannya melalui hadis Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Isa ibnu Fa-id, dari Ubadah ibnus Samit, dari Nabi ﷺ dengan lafaz yang serupa.

Taha: 124

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat