Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Allah) berfirman
ٱهۡبِطَا
turunlah kamu berdua
مِنۡهَا
daripadanya
جَمِيعَۢاۖ
semuanya/bersama-sama
بَعۡضُكُمۡ
sebagian kamu
لِبَعۡضٍ
bagi sebagian yang lain
عَدُوّٞۖ
musuh
فَإِمَّا
maka adapun/jika
يَأۡتِيَنَّكُم
datang kepada kalian
مِّنِّي
dari pada-Ku
هُدٗى
petunjuk
فَمَنِ
maka barangsiapa
ٱتَّبَعَ
mengikuti
هُدَايَ
petunjuk-Ku
فَلَا
maka dia tidak akan
يَضِلُّ
tersesat
وَلَا
dan dia tidak
يَشۡقَىٰ
celaka
قَالَ
(Allah) berfirman
ٱهۡبِطَا
turunlah kamu berdua
مِنۡهَا
daripadanya
جَمِيعَۢاۖ
semuanya/bersama-sama
بَعۡضُكُمۡ
sebagian kamu
لِبَعۡضٍ
bagi sebagian yang lain
عَدُوّٞۖ
musuh
فَإِمَّا
maka adapun/jika
يَأۡتِيَنَّكُم
datang kepada kalian
مِّنِّي
dari pada-Ku
هُدٗى
petunjuk
فَمَنِ
maka barangsiapa
ٱتَّبَعَ
mengikuti
هُدَايَ
petunjuk-Ku
فَلَا
maka dia tidak akan
يَضِلُّ
tersesat
وَلَا
dan dia tidak
يَشۡقَىٰ
celaka
Terjemahan
Dia (Allah) berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama. Sebagian kamu (Adam dan keturunannya) menjadi musuh bagi yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, (ketahuilah bahwa) siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.
Tafsir
(Allah berfirman, "Turunlah kamu berdua) Adam dan Hawa berikut apa yang telah dikandung oleh kalian yaitu anak cucu kalian (daripadanya) dari surga (bersama-sama, sebagian kalian) sebagian keturunan kalian (menjadi musuh bagi sebagian yang lain) disebabkan sebagian dari mereka berbuat zalim terhadap sebagian yang lain. (Maka jika) lafal Imma ini asalnya terdiri dari In Syarthiyah yang diidgamkan kepada Ma Zaidah (jika datang kepada kalian petunjuk daripada-Ku maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku) yakni Al-Qur'an (maka ia tidak akan sesat) di dunia (dan tidak akan celaka) di akhirat nanti.
Tafsir Surat Taha: 123-126
Allah berfirman, "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari per ingatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
Berkatalah ia, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat? Allah berfirman, "Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan. Allah berfirman kepada Adam, Hawa, dan iblis, "Turunlah kalian semua dari surga!" Penjelasan mengenai hal ini telah kami kemukakan dalam tafsir surat Al-Baqarah.
sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain. (Thaha: 123) Yakni Adam dan keturunannya lawan iblis dan keturunannya. Firman Allah ﷻ: maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku. (Thaha: 123) Abul Aliyah mengatakan yang dimaksud dengan petunjuk ialah melalui para nabi dan para rasul serta keterangan yang disampaikan mereka. lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (Thaha: 123) Ibnu Abbas mengatakan, bahwa dia tidak akan sesat di dunia ini dan tidak akan celaka di akhiratnya nanti.
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku. (Thaha: 124) Yaitu menentang perintah-Ku dan menentang apa yang Kuturunkan kepada rasul-rasul-Ku, lalu ia berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil petunjuk dari selainnya. maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha: 124) Yakni kehidupan yang sempit di dunia. Maka tiada ketenangan baginya dan dadanya tidak lapang, bahkan selalu sempit dan sesak karena kesesatannya; walaupun pada lahiriahnya ia hidup mewah dan memakai pakaian apa saja yang disukainya, memakan makanan apa saja yang disukainya, dan bertempat tinggal di rumah yang disukainya.
Sekalipun hidup dengan semua kemewahan itu, pada hakikatnya hatinya tidak mempunyai keyakinan yang mantap dan tidak mempunyai pegangan petunjuk, bahkan hatinya selalu khawatir, bingung, dan ragu. Dia terus-menerus tenggelam di dalam keragu-raguannya. Hal inilah yang dimaksudkan dengan penghidupan yang sempit. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha: 124) Yaitu kesengsaraan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha: 124) Segala sesuatu yang Aku berikan kepada seorang hamba, sedikit atau banyak, ia tidak bertakwa kepada-Ku karenanya, maka tiada kebaikan pada sesuatu itu; inilah yang dimaksud dengan kehidupan yang sempit. Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa sesungguhnya bila ada suatu kaum yang sesat, mereka berpaling dari kebenaran, padahal kehidupan mereka makmur dan mudah lagi bersikap sombong; maka itulah yang dinamakan kehidupan yang sempit.
Dikatakan demikian karena mereka memandang bahwa tidaklah Allah menentang prinsip kehidupan mereka yang berburuk sangka kepada Allah dan mendustakan-Nya. Apabila seorang hamba mendustakan Allah dan berburuk sangka terhadap-Nya serta tidak percaya kepada-Nya, maka kehidupannya menjadi keras, dan kehidupan yang keras inilah yang dimaksud dengan kehidupan yang sempit dalam ayat ini. Ad-Dahhak mengatakan, kehidupan yang sempit ialah pekerjaan yang buruk dan rezeki yang kotor.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Malik ibnu Dinar. Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Abu Hazim, dari Abu Salamah, dari Abu Sa'id sehubungan dengan makna firman-Nya: kehidupan yang sempit. (Thaha: 124) Bahwa kuburannya menjepitnya (mengimpitnya) sehingga tulang-tulang iganya berantakan (bila ia telah mati nanti). Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa An-Nu'man ibnu Abu Iyasy nama julukannya adalah Abu Salamah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Lahi'ah, dari Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha: 124) Bahwa makna yang dimaksud ialah kuburan mengimpitnya.
Predikat mauquf hadis ini lebih dibenarkan (daripada predikat marfu -nya). Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Asad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj Abus Samah, dari Ibnu Hujairah yang nama aslinya Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda, "Orang mukmin di dalam kuburnya seakan-akan berada di dalam suatu taman yang hijau, dan diluaskan baginya kuburnya seluas tujuh puluh hasta, lalu diberi cahaya di dalam kuburnya sehingga terang seperti malam di bulan purnama.
Tahukah kalian sehubungan dengan apakah ayat berikut diturunkan: 'maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit' (Thaha: 124) Tahukah kalian apakah yang dimaksud dengan penghidupan yang sempit?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah ﷺ bersabda: Azabnya orang kafir di dalam kuburnya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya dia dikuasai oleh sembilan puluh sembilan ular naga. Tahukah kalian apakah ular naga itu? Yaitu sembilan puluh sembilan ular besar, tiap ekor ular mempunyai tujuh kepala; semuanya menyembur tubuh si kafir itu, mematuki, dan mencakarinya sampai hari berbangkit nanti.
Predikat marfu' hadis ini munkar sekali (ditolak sama sekali). Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha: 124) Nabi ﷺ bersabda: Penghidupan yang sempit yang disebutkan oleh Allah ialah Dia menguasakan si orang kafir kepada sembilan puluh sembilan ular, yang semuanya menggerogoti dagingnya sampai hari kiamat terjadi. ". Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha: 124) Bahwa yang dimaksud ialah azab kubur.
Sanad hadis berpredikat jayyid. Firman Allah ﷻ: dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (Thaha: 124) Menurut Mujahid, Abu Saleh, dan As-Saddi, makna yang dimaksud ialah bahwa orang yang bersangkutan tidak mempunyai alasan kelak di hari kiamat untuk membela dirinya. Ikrimah mengatakan bahwa orang kafir dibutakan matanya dari segala sesuatu, kecuali neraka Jahanam. Dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud ialah orang kafir dibangkitkan atau digiring ke neraka dalam keadaan buta penglihatan, juga buta hatinya.
Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam. (Al-Isra: 97), hingga akhir ayat. Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat? (Thaha: 125) Yakni ketika di dunia ia melihat. Maka Allah menjawab melalui firman-Nya: Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan. (Thaha: 126) Maksudnya, karena engkau berpaling dari ayat-ayat Allah dan kamu memperlakukannya seakan-akan kamu tidak mengingatnya, padahal sudah disampaikan kepadamu.
Kamu pura-pura melupakannya, berpaling darinya, serta melalaikannya. Maka begitu pula pada hari ini, Kami memperlakukan kamu sebagaimana perlakuan orang yang melupakanmu. Hal yang sama telah disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya yang mengatakan: Maka pada hari (kiamat) ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini. (Al-A'raf: 51) Maka sesungguhnya pembalasan itu disesuaikan dengan jenis perbuatannya sebagai tindakan yang adil. Adapun mengenai masalah lupa terhadap lafaz Al-Qur'an, padahal maknanya telah dipahami dan makna yang diisyaratkannya telah dikerjakan, maka hal ini tidak termasuk ke dalam apa yang diancamkan oleh ayat ini.
Sekalipun orang yang berbuat demikian terkena ancaman pula hanya dari sisi lain, yaitu dari sunnah yang telah menyebutkan larangan yang kuat dan ancaman yang keras terhadap orang yang berlaku demikian. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Khalid, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Isa ibnu Fa-id, dari seorang lelaki, dari Sa'd ibnu Ubadah r.a., dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Tidak sekali-kali seseorang hafal Al-Qur'an, lalu ia melupakannya, melainkan ia akan datang kepada Allah di hari bersua dengan-Nya, sedangkan ia dalam keadaan berpenyakit lepra.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya melalui hadis Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Isa ibnu Fa-id, dari Ubadah ibnus Samit, dari Nabi ﷺ dengan lafaz yang semisal."
123. Allah berfirman, 'Wahai Adam dan Hawa, turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama. Ketahuilah, sebagian dari kamu akan menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka, jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku untuk menjadi pedoman dalam kehidupanmu, lalu siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku dan melaksanakan ajaran-Ku, dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan pula celaka dalam kehidupan akhirat. '124. Pada ayat ini Allah memberi peringatan dan ancaman bagi mereka yang berpaling dari petunjuk-Nya. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku dan enggan mengikuti petunjuk-Ku, maka sungguh dia akan mendapat balasan dengan menjalani kehidupan yang sempit sehingga selalu merasa kurang meski sudah memperoleh banyak rezeki di dunia, dan Kami akan mengumpulkannya kelak pada hari kiamat dalam keadaan buta sehingga tidak dapat meniti jalan ke surga.
Bukan saja Adam yang harus turun ke bumi tetapi Iblis musuh yang memperdayakannya harus turun pula ke dunia. Kedua jenis makhluk ini akan menjadi musuh satu sama lain, permusuhan Iblis terhadap manusia adalah permusuhan yang abadi dan berkesinambungan sampai datangnya hari Kiamat. Iblis akan selalu berusaha menyesatkan manusia dari jalan yang benar dengan berbagai macam tipu dayanya. Oleh sebab itu Allah mengingatkan kepada anak cucu Adam agar ia selalu waspada terhadap musuh utamanya itu. Apabila telah datang petunjuk dari Tuhan dengan perantaraan nabi dan rasul-Nya maka hendaklah manusia mengikuti petunjuk seperti yang diajarkan rasul. Dengan demikian dia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka. Ibnu Abbas berkata mengenai ayat ini bahwa Allah melindungi orang-orang yang mengikuti ajaran Al-Qur'an dari kesesatan di dunia dan dari kecelakaan dan malapetaka di akhirat.
Dari Ibnu Abbas r.a., Rasulullah bersabda, "Siapa yang mengikuti kitabullah, Allah akan memberikan petunjuk kepadanya untuk menghindari kesesatan di dunia dan memeliharanya dari keburukan hisab pada hari Kiamat." (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan ath-thabrani).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
ADAM DAN ISTRINYA KENA PERDAYAAN IBLIS
Ayat 115
“Dan sesungguhnya telah Kami beri suatu janji kepada Adam dari sebelum ini."
Yaitu bahwa sebelum keturunan manusia ini berkembang, sebelum syariat diturunkan dan nabi-nabi diutus, Allah telah mendatangkan perintah kepada Adam, dan Adam pun telah berjanji akan mematuhi perintah itu, bahwa Adam diizinkan berdiam di dalam surga, memakan apa yang disukainya (seperti tersebut juga dalam surah al-Baqarah ayat 35), tetapi ada semacam buah-buahan yang tidak boleh dimakannya.
“Maka lupalah dia dan tidaklah Kami dapati padanya satu kesengajaan."
Dia lupa akan janji itu karena pandainya setan merayunya, sebagaimana akan diterangkan kelak pada ayat yang seterusnya. Dan dibela lagi hamba-Nya yang bernama Adam itu oleh Allah bahwa pelanggaran itu terjadi hanyalah karena lupa, bukan karena suatu kesengajaan.
Lalu dijelaskan Allah pula pada ayat berikutnya apa sebab maka Adam sampai lupa akan janjinya dengan Allah itu. Sebabnya ialah karena ada musuh yang memperdayakannya, sampai dia lupa.
Ayat 116
“Dan (ingatlah) tatkala Kami katakan kepada malaikat-malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam."
Di dalam syari'at Islam, kita dilarang oleh Allah bersujud kepada siapa pun jua, kecuali kepada Allah sahaja. Jika kita menghormat kepada orang yang patut dihormati, (tahiyyah), cukuplah dengan merundukkan kepala sedikit, jangan sampai batas ruku'. Sedangkan batas ruku' lagi haram, apatah lagi sujud. Tetapi malaikat disuruh sujud, menimbulkan kepada kita dua kesan. Pertama mereka adalah melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah sendiri. Kalau Allah sendiri yang memerintahkan, walaupun Adam itu makhluk jua, salahlah malaikat kalau sujud itu tidak mereka laksanakan. Kesan kedua ialah bahwa kita tidak boleh lupa bahwa malaikat itu adalah bangsa Nur, atau cahaya. Dalam ayat-ayat yang lain Allah mengatakan bahwa segala isi langit dan isi bumi, sampai kepada gunung-gunung dan kayu di hutan, sujud kepada Allah. Tentu saja sujud menurut cara dan kemungkinan masing-masing. Karena yang dimaksud dengan sujud ialah ketundukan dan kepatuhan.
Ayat-ayattentangperintahkepadamalaikat supaya sujud kepada Adam ini diceritakan di dalam Al-Qur'an sampai tujuh kali.
1. Surah al-Baqarah (Madinyah) ayat 30 sampai 38.
2. Surah al-A'raaf (Makkiyah) ayat 11 sampai 27.
3. Surah al-Hijr (Makkiyah) ayat 28 sampai 43.
4. Surah al-Israa' (Makkiyah) ayat 61 sampai 65.
5. Surah al-Kahf (Makkiyah) ayat 50 sampai 51.
6. Surah Thaahaa (Makkiyah) ayat 115 sampai 123.
7. Surah Shaad (Makkiyah) ayat 71 sampai 85.
Sampai tujuh kali kisah ini diulang-ulang dalam Ai-Qur'an dan yang paling banyak wahyu mengenai ini diturunkan di Mekah. Hikmahnya ialah untuk menanamkan dalam jiwa manusia bahwa manusia ini, sebagai keturunan dari Adam, telah lebih dimuliakan oleh Allah, diangkat dan diangkut mereka di darat dan di laut, diberi mereka rezeki yang baik-baik dan dilebihkan mereka daripada kebanyakan makhluk di muka bumi ini, sampai pun kepada manusia pertama itu malaikat-malaikat diperintahkan sujud. (Ini tersebut di dalam surah al-Israa' ayat 70). Dan diulang-utangkan kisah ini sampai tujuh kali, supaya mengertilah manusia bahwa dalam kedudukannya yang mulia di sisi Allah itu, mereka mempunyai musuh yang besar turun-temurun yang selalu hendak memerdayakan mereka, yaitu Iblis. Agar mereka selalu awas dan menjaga diri. Ituiah sebabnya maka di ujung ayat 116 ini ditegaskan,
“Maka bensujudlah nteneka semuanya yaitu malaikat-malaikat itu, “kecuali Iblis; Dia enggan."
Di surah ini tidak diterangkan apa sebab Iblis itu enggan. Di dalam surah al-Baqarah ayat 34 diterangkan sebabnya. “Dia enggan dan menyombongkan diri." Alasan yang menyebabkan dia sombong dijelaskan pula di dalam surah al-A'raaf, ayat 12, “Saya lebih mulia daripada dia; Engkau jadikan aku dari api dan Engkau jadikan dia dari tanah." Demikian juga alasan kesombongannya yang diterangkan Allah pada surah al-Hijr ayat 33, “Aku tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau jadikan dari tanah kering, dari tempaan tanah hitam yang berubah bau."
Ayat 117
“Maka berkatalah Kami, “Hai Adam! Sesungguhnya dia ini adalah musuhmu dan musuh bagi istrimu"
Keengganan dari Iblis melakukan perintah Allah untuk bersujud itu telah jelas yang menjadi sebabnya, yaitu kesombongan. Dan kesombongan itu tidaklah akan berhenti hingga itu saja. Dia akan menimbulkan akibat lebih jauh, yaitu benci dan dengki. Oleh karena sombong yang mengakibatkan benci dan dengki itu, dia akan berusaha melampiaskan nafsu benci dan dengkinya dengan berbagai cara. Sebab itu maka lawan yang dipandangnya rendah dari dia itu akan dimusuhinya. Inilah yang diperingatkan Allah kepada Adam, sebagai manusia pertama datang ke dunia, manusia yang belum berpengalaman.
Itulah peringatan Allah yang pertama kepada Adam, dan akan menjadi perbandingan terus-menerus bagi manusia selama berada dalam dunia ini. Yaitu bahwa Iblis sejak semula telah menyatakan sikap kesombongan, yang berarti bahwa dia akan memusuhi terus-menerus. Dikatakan kepada Adam bahwa Iblis itu akan menjadi musuhnya dan musuh istrinya. Artinya ialah bahwa Iblis akan jadi musuh segala manusia, laki-laki dan perempuan. Yang permusuhan itu telah tumbuh sejak semula, supaya dia awas. Maka diperingatkan Allah selanjutnya."Maka janganlah (sampai) dia keluarkan kalian keduanya dari dalam surga “ yaitu dengan segala macam tipu dan daya, bujuk dan rajlu, sehingga engkau lupa atau
lalai akan janjimu dengan Allah, lalu karena tipu dayanya itu engkau tercampak dari surga ini:
“Karena engkau akan sengsara dibuatnya."
Kalau kiranya engkau sampai tercampak keluar dari dalam surga, engkau akan sengsara, hidupmu akan sukar. Dalam surga ini engkau banyak mendapat karunia dari Allah.
Ayat 118
“Sesungguhnya kaiunianya untuk engkau, bahwa engkau tidak merasakan lapar di dalamnya."
Engkau tidak merasa kekurangan makanan, dan engkau di surga tidak akan berpayah-payah menanam. Apa makanan yang engkau kehendaki akan senantiasa sedia.
“Dan tidak pula akan bertelanjang."
sebab kain baju dicukupkan, yang teramat indah-indahnya, sebagai pakaian penduduk surga.
Ayat 119
“Dan sesungguhnya engkau tidak akan haus padanya."
Bagaimana akan merasa haus, sedang air senantiasa sedia berlimpah-limpah, dari mata-mata air dan sungai-sungai yang airnya jernih dan sejuk?
“Dan tidak akan merasa kepanasan."
Bagaimana pula akan merasa kepanasan, sedangkan cahaya matahari menjadi sejuk dan nyaman karena rimbunnya daun-daun kayu, bahkan saking rimbunnya daun-daun kayu itu, matahari pun tidak sampai kelihatan, (surah al-Insaan ayat 13).
Itulah peringatan Allah kepada Adam agar dia dan istrinya berhati-hati. Sebab sejak Iblis dengan secara terang-terangan menolak tidak mau sujud itu, permusuhan kedua pihak telah terjalin.
Akhirnya apa yang diperingatkan Allah itu terjadi. Ayat selanjutnya menyebutkan,
Ayat 120
“Maka mewaswaskan setan kepadanya."
Kata waswas kita salinkan dalam aslinya, karena kalimat itu pun telah terpakai dalam bahasa Indonesia, berkat pengaruh Islam. Misalnya, “Waswas hatiku melepaskan anakku belayar!'', maksudnya ada suara keengganan dalam hatinya yang tidak terkatakan. Maka menyelinaplah Iblis ke dalam hati Adam, memasukkan waswas, atau suara-suara yang dapat menimbulkan ragu. Kemudian lanjutan ayat menjelaskan apa waswas yang dimasukkan oleh Iblis itu.
“Dia berkata, “Hai Adam! Sudikah engkau, aku tunjukkan kepada engkau atas sesuatu pohon yang kekal dan kerajaan yang tidak akan binasa?"
Khayat kita dapat saja menggambarkan bahwa di dalam Taman Firdaus itu nenek kita Adam telah merasai nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya, lalu berkelilinglah beliau bersama istrinya, yang hadits ﷺ telah menyebutkan namanya, yaitu Hawa. Dalam pesiar-pesiar itu bertemulah pohon yang terlarang dimakan buahnya itu. Sudahlah wajar kita timbul pertanyaan dalam hati, apalah gerangan sebabnya maka buah kayu ini tidak boleh dimakan? Apakah rahasianya? Di sinilah Iblis memasukkan waswasnya, bahwa kalau dimakan buah kayu itu timbullah khuld, artinya kekal selama-lamanya. Mau dimakan buah kayu ini dapatlah kerajaan dan kemegahan yang tidak akan putus.
Dapat pulalah kita khayatkan bahwa manusia pertama belumlah banyak pengalaman, meskipun pengetahuan secara teori sudah banyak diajarkan.
Seketika menafsirkan ayat ini dalam surah al-A'raaf, al-Qurthubi menyatakan bahwa Adam itu adalah seorang yang beriman kepada
Allah. Dan biasanya orang yang beriman itu terlalu amat jujur, sehingga karena jujurnya mudahlah dia tertipu. Sedang orang-orang yang durjana dan durhaka mudah sekali menipu. Lalu al-Qurthubi menyalinkan sebuah hadits Rasulullah ﷺ yang dirawikan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah,
“Orang yang beriman itu terlalu jujur (hingga mudah tertipu) dan budi pekertinya mulia. Dan orang yang durjana pintar sekali menipu." (HR Imam Ahmad)
Di satu hadits riwayat yang lain kata durjana (fajir) itu disebut “al-Muna'iq".
Sebab itu maka Adam telah menjadi korban dari sangat kejujurannya.
Ayat 121
“Lalu makanlah keduanya dari (pohon itu)."
Artinya, karena sangat cerdik dan pintarnya iblis, memasukkan rayuan dan bujuk cumbunya, tertipulah beliau keduanya, sehingga telanjurlah beliau keduanya, suami-istri, memakan buah itu. Apa akibatnya? “Maka jadi jelaslah dari keduanya kemaluan keduanya." Tegasnya baru saja buah itu masuk ke dalam mulut, atau ditelan, tiba-tiba tanggallah pakaian-pakaian surga yang mereka pakai dengan sendirinya. Tidak mau lekat di tubuh lagi. Tubuh yang tadinya masih bersih, sekarang telah dikotori oleh suatu kesalahan, yang tadinya tidak disadari. Mulai waktu itu timbullah rasa malu atas aurat yang telah terbuka, kemaluan yang telah bersimbah, “Dan segeralah keduanya menutup (aurat) keduanya dengan daun-daunan dari surga."
Dalam ayat ini tergambarlah betapa rasa malu Adam karena terbuka aurat atau kemaluan itu, sehingga keduanya segera mengambil apa saja daun-daunan dalam surga yang dapat menutupi aurat itu jangan sampai kelihatan, karena yang bernama kain atau sutra tidak mau lekat lagi pada tubuh.
Lalu datanglah ujung ayat menyatakan keadaan yang telah terjadi,
“Maka durhakalah Adam kepada Tuhannya dan tersesatlah dia."
Di ujung ayat ini ditegaskanlah hal yang sebenarnya. Dengan sebab memakan buah yang dalam janji sejak semula dilarang Allah mendekatinya, dengan sendirinya Adam melanggar janji dengan Allah. Melanggar janji adalah suatu kesalahan. Itu tidak dapat diragui lagi. Kalau itu tidak dipandang salah, tentu tidak ada keadilan. Tetapi sejak semula sudah dikatakan, yaitu pada ayat 115 di atas tadi, Dia lupa, dan Allah membuktikan bahwa tidak terdapat padanya kesengajaan buat melanggar. Dia jujur, dia terbujuk, dia tertipu dan dirayu oleh mulut manis dan oleh waswas yang dimasukkan oleh Iblis, musuhnya. Meskipun Allah telah memperingatkan bahaya Iblis itu, maka sebagai seorang yang beriman dia terlalu jujur. Kejujurannya itulah yang menyebabkan dia tertipu.
Tetapi setelah baju yang lekat di badan tanggal dengan sendirinya, dia menyesal. Baru waktu itu dia insaf akan kecelakaan yang telah diperingatkan Allah kalau dia tertipu oleh Iblis itu.
Nabi kita Muhammad ﷺ pernah pula mengatakan pada sebuah hadits yang shahih bahwa orang yang beriman itu memandang suatu kesalahannya, bagaimana kecil sekalipun, rasanya laksana duduk di kaki sebuah gunung; takut gunung itu akan menimpa dirinya. Dosa bagaimana kecilnya pun, dianggap oleh orang yang beriman sebesar gunung.
Adam dan istrinya menyesal atas kesalahannya itu. Dia memohonkan ampun kepada Allah. Di dalam ayat 37 dari surah al-Baqarah dinyatakan bahwa Allah mengajarkan kepada Adam bagaimana caranya memohonkan ampun itu. Setelah dibacanya kalimat-kalimat
memohonkan ampun itu dengan segala ketulusan hatinya, Allah pun memberi ampun kepadanya. Di dalam ayat 23 dari surat al-A'raaf diterangkan lagi oleh Allah kalimat-kalimat yang Allah ajarkan itu,
“Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami! Kami telah aniaya kepada diri kami sendiri, dan jika tidaklah Engkau beri ampun akan kami dan tidak Engkau belas kasihan kepada kami, niscaya jadilah kami termasuk orang-orang yang rugi." (al-A'raaf: 23)
Dan permohonannya dikabulkan oleh Allah; dia dan istrinya diberi ampun, diberi tobat. Karena memang Allah itu mempunyai sifat yang sangat belas kasih kepada hamba-Nya. Bukan itu saja, bahkan kepercayaan Allah akan hamba-Nya tidaklah berkurang dan maksud Allah hendak mengangkat khalifah-Nya di muka bumi tetap tidak berubah. Dan orang yang akan jadi khalifah itu ialah Adam dan keturunannya. Sebab itu maka lanjutan ayat jelas sekali.
Ayat 122
“Kemudian itu Tuhannya memilih dia."
Berlakulah ilmu Allah Yang Mahatinggi, bahwa manusia itu dibikin oleh Allah pada sebaik-baik dan seindah-indah bentuk. Baik bentuk tubuh (khalq), ataupun bentuk batin atau jiwa (khulq). Manusia dilambangkan dengan Adam sebagai nenek moyangnya telah dipilih di antara seluruh makhluk Ilahi."Maka Tuhan memberi tobat kepadanya." Tegasnya bahwa kesalahannya karena memakan buah yang terlarang itu telah diampuni. Kesalahan yang sekali atau yang pertama, dalam permulaan hidup itu tidaklah akan diambil berat oleh Allah dan memang itulah yang makan pada akal yang sehat, yang menjadi sifat dari Allah sebagai Fencipta dan Penguasa Mahatinggi dari seluruh alam. Selanjutnya, sesudah dia terpilih dan sesudah kesalahannya diberi tobat."Dan membelinya petunjuk."
Ayat 123
“Berfirman Tuhan, ‘Turunlah kalian keduanya darinya."
Disebut ihbitha yang bermakna “turunlah kalian keduanya". Karena surga itu ialah tempat yang dianggap tinggi dan bumi dianggap rendah. Surga dianggap di alam Alam Jabarut dan bumi adalah alam Nasut. Mereka keduanya disuruh turun ke sana. Dan turun ke sana itu bukan hukuman karena bersalah sebab kesalahan makan buah sudah diampuni, malahan Adam tetap orang yang terpilih. Disuruh turun ke bumi ialah melaksanakan kehendak Ilahi menjadi khalifah di muka bumi, (lihat al-Baqarah ayat 30). Di sini kita merasakan kebesaran Allah dengan sepenuh arti kalimat. Di sini kita bertemu pula inti dari aqidah Islam tentang Adam dan perbedaan aqidah kita itu dengan aqidah Kristen, yang menegakkan kepercayaan bahwa Adam itu berdosa terus menerus, karena memakan buah itu, dan dosa itu terus jadi warisnya turun-temurun. Lalu Allah mengirim putranya “yang tunggal" Yesus Kristus untuk menebus dosa itu dengan mati di kayu salib. Selama kita belum percaya bahwa Yesus datang ke dunia untuk menebus dosa manusia, dan Yesus itu sendiri pada hakikatnya ialah Allah itu sendiri yang menjelma jadi anaknya, maka kita masih berdosa. Dasar kepercayaan seperti ini menimbulkan serba kekacauan dalam pikiran. Mengapa dikatakan Allah itu Kasih, kalau hanya karena seorang nenek makan buah terlarang lalu dosa memakan itu jadi waris buat selama -lamanya? Dan mengapa kepada orang yang telah mengakui bahwa Yesus (Isa al-Masih) telah datang menebus dosa manusia, masih juga selalu dikatakan bahwa mereka berdosa?
Sekarang kita kembali kepada kelanjutan ayat. Pada kelanjutannya itu disebutkan sebagai sambungannya, “Sekaliannya1.", yakni turunlah kalian berdua dari dalam surga itu, ditambah dengan kalimat “sekaliannya". Sebab yang disuruh keluar itu menjadi bukan mereka berdua suami istri saja, tetapi ada satu lagi, yaitu Iblis yang jadi musuhnya itu. Dia pun disuruh keluar dari tempat itu, menjadi sudah bertiga. Kepada Iblis perintah keluar ini ditegaskan pada ayat yang lain, yaitu surah al-A'raaf ayat 18,
“Keluarlah engkau dari surga itu, dalam keadaan terhina, lagi terhalau." (al-A'raaf: 18)
Dengan mempertalikan ayat yang satu dengan ayatyang lain, dapatlah kita memahami bahwa turunnya kedua pihak itu dari dalam surga jauh berbeda. Adam dengan diiringikan oleh istrinya, sebagai orang yang terpilih dan telah diberi tobat dan diberi pula petunjuk, adalah turun ke bumi buat melaksanakan tugas. Sedang Iblis disuruh keluar dari dalam surga adalah dalam keadaan terhina dan terhalau.
Kemudian itu Allah memberi peringatan kepada Adam."Dalam keadaan yang setengah kamu jadi musuh bagiyang setengah."
i adalah peringatan yang kedua kali, dari yang pertama di ayat 117 di atas, yang mula diperingatkan oleh Allah setelah nyata bahwa Iblis tidak mau sujud kepada Adam. Tetapi sesudah peringatan betapa hebatnya permusuhan itu, Allah memberikan alat peneguhan hati bagi Adam."Maka jika datang kepada kamu petunjuk dariku," perkataan ini telah mengandung janji pula dari Allah bahwa selama Adam dan keturunannya melakukan tugas di dunia itu, Allah akan mendatangkan petunjuknya. Allah akan mengirimkan wahyu-Nya.
“Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku itu, maka tidaklah dia akan tersesat, dan tidaklah dia akan celaka."
Betapapun hebatnya dan besarnya pertentangan dan permusuhan di antara manusia yang melaksanakan tugas yang dipikulkan Ilahi di atas bumi, dengan Iblis dan keturunannya serta kaki tangannya yang diusir keluar dari surga itu dalam keadaan terhina dan terhalau, namun Allah tidaklah akan membiarkan saja hamba-hamba-Nya yang telah ditugaskannya itu menjadi mangsa korban dari musuhnya. Di dalam surah al-Qiyaamah, ayat 36, Allah pun telah berfirman,
“Apakah manusia menyangka bahwa dia akan dibiarkan percuma?" (al-Qiyamaah: 36)
Niscaya tidaklah akan dibiarkan saja oleh Allah makhluk-Nya yang dipilih-Nya itu memikul beban seberat itu, dengan tidak ada petunjuk dan bimbingan.
Di uju ng ayat dikatakan bahwa barangsiapa yang mengikuti petunjuk itu tidaklah dia akan tersesat. Yaitu dalam perjalanan hidup di dunia ini. Sebab yang akan menyesatkan perjalanan hidup di dunia itu, terutama ialah Iblis tadi dengan segala macam bujuk rayunya. Dan dikatakan pula bahwa jika petunjuk itu diikut tidaklah akan celaka. Jika di dunia telah tersesat, niscaya di akhirat akan celaka, mendapat adzab siksaan dari Allah.
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa barangsiapa yang bersungguh-sungguh membaca dan memerhatikan Al-Qur'an tidaklah dia akan tersesat di dunia ini dan tidak pula dia akan celaka di akhirat.
Suatu hal yang patut kita perhatikan dalam susunan ayat yang mengandung kisah Nabi Adam dan istrinya dengan Iblis ini, sekali lagi bertemu satu pokok lagi dari aqidah Islam mengenai kedudukan orang perempuan. Cobalah perhatikan kembali dari ayat 115 sampai kepada ayat 123 tampaklah tang-gungjawab terletak pada pundak Adam yang dikatakan lupa akan janjinya dan diakui oleh Allah bahwa perbuatan itu bukan kesengajaan, ialah Adam. Yang diberi peringatan utama oleh Allah bahwa Iblis adalah musuhnya dan musuh istrinya, ialah Adam. Yang dirayu dan ditimbulkan waswas dalam hatinya oleh Iblis, ialah Adam. Sejak ayat 115 sampai ayat 120 masih Adam yang jelas sekali bertanggung jawab atas kesalahan itu semua. Di ayat 121 baru dinyatakan bahwa istri telah turut makan, menurut suaminya. Tetapi di akhir ayat 121 kembali dijelaskan bahwa dosa ini terletak di atas pundak Adam.
Berbeda sekali dari apa yang tertulis dalam Perjanjian Lama, yang disebut sebagai sisa dari kitab Taurat, yaitu kitab Kejadian Pasal 3, bahwa yang lebih dahulu teperdaya ialah Hawa, tegasnya perempuan. Suaminya, Adam, turut makan karena diajak oleh istrinya. Dan seketika Allah menanyakan kepada Adam, mengapa dilanggar janji itu, dipikulkannya salah kepada istrinya, dilepaskannya tanggung jawab dari pundaknya. Maka sahut Adam, “Adapun perempuan yang telah Allah karuniakan kepadaku itu, ia itu memberikan daku pohon itu, lalu kumakan." (Kejadian 3; 12).
Sebab itu memandang rendah derajat perempuan adalah satu dasar yang dalam sekali dalam kepercayaan Kristen. Jika datang berontak perempuan modern terhadap agama Kristen, ialah karena tidak mau menerima penghinaan ini.
Tentunya seorang yang dianggap orang suci dalam agama Kristen berkata, “Kalau bukanlah Adam mendurhakai Tuhannya, niscaya hiduplah dia dalam kesucian dan akan tetap berkembang biak juga jenis manusia di dunia ini dengan jalan lain, bukan dengan jalan yang keji sebagai perbuatan binatang ini." (Maksud beliau; bersetubuh!).