TAFSIR IJMALI JUZ 12
Pada pembahasan kali ini akan memuat materi dari Juz dua belas yakni dari Q.S. Hud ayat 6 sampai Q.S. Yusuf ayat 52 yang diawali dengan sebuah pertanyaan retoris diujarkan oleh Jibril yang saat itu menjelma sebagai lelaki rupawan untuk menenangkan Nabi Luth. “Bukankah waktu Subuh sudah dekat?” Sementara di luar rumah, penduduk Sodom terus saja berteriak sembari berusaha mendobrak pintu rumah Nabi Luth. Mereka yang menyimpang orientasi seksualnya memaksa ingin melakukan ‘perbuatan’ keji terhadap para tamu tampan tersebut yang sebenarnya adalah para malaikat. Setelah singgah di rumah Nabi Ibrahim di Al-Quds, mereka bertandang ke rumah Nabi Luth di Sodom untuk menurunkan azab kepada umat beliau. Menjelang Subuh, Nabi Luth beserta keluarga beliau mengevakuasikan diri ke luar kota. Allah larang mereka untuk menoleh ke belakang melihat ke kota yang diazab. Sayangnya istri beliau tetap menengok ke arah kota sehingga ia pun disambar batu azab.
Momen azab mengerikan itu pernah terjadi pula lima abad sebelumnya kala terjadi Global Flood. Doa Nabi Nuh untuk mengazab kaumnya Allah ijabah. Beliau yang tinggal di Mesopotamia pun diperintahkan merakit bahtera dari kayu. Semakin dicemoohlah beliau oleh kaumnya karena merakit perahu bukan di tepian pantai. Hanya saja kala banjir telah tiba, semua tenggelam kecuali hewan-hewan dan mereka yang beriman kepada Nabi Nuh. Nabi Nuh dan pengikutnya memperhatikan seksama bagaimana sekeliling bahtera dibanjiri curahan air dari langit dan semburan bah dari bumu. Dari kejauhan, nampak Kana’an (Yam), salah satu putra Nabi Nuh yang belum naik, berbeda dengan Sam, Ham, dan Yafits yang beriman serta sudah lebih dulu naik. “Biarkan aku berlari. Mendaki. Menuju puncak gunung agar aku selamat!” tukas Kan’an saat diseru sang ayah untuk naik ke atas kapal laut. Tetapi banjir terus meninggi sampai ke atas puncak gunung sehingga ia pun tenggelam. Adapun kapal Nabi Nuh, maka ia terus berlayar selama 40 hari sebagai satu-satunya objek di bumi yang tidak tenggelam, hingga banjir surut dan mendarat di bukit Judiy di Turki.
Azab juga meluluhlantakkan wilayah Ahqaf, Yaman, tempat tinggal suku ‘Ad, umatnya Nabi Hud. Angin kencang menerpa pemukiman mereka tanpa henti sepanjang 8 hari 7 malam hingga mereka mati bergelimpangan. Azab pun menimpa wilayah Hijr, Arab Saudi, tempat tinggal suku Tsamud, umatnya Nabi Shalih. Suara menggelegar bagai guntur beriring gempa bumi memorak-porandakan bangunan-bangunan mereka. Begitu pula azab melumat wilayah Madyan, Arab Saudi, tempat tinggal Ash-habul Aikah, umatnya Nabi Syu’aib. Gempa yang menghancurkan, teriakkan yang memekakkan, serta awan azab yang mematikan membinasakan mereka. Seluruhnya terjadi karena mereka mendustakan para rasul dan memusuhi dakwah mereka.
Maka tidakkah kalian, wahai musyrikin Mekkah, mengambil pelajaran? Tidakkah kalian tergugah untuk menghapus jejak dosa dengan menyusulkan kebaikan. Janganlah justru kalian jumawa ketika Kami tangguhkan azab dengan berkata, “Apakah yang menghalanginya datang?” Ketahuilah, ketika azab itu datang, tidaklah dapat kalian elakkan. Kalian tak mampu menghalangi siksaan Allah di bumi, dan tidak akan ada bagi kalian penolong selain Allah. Azab itu dilipatgandakan kepada kalian. Ingat pula bahwa perumpamaan orang kafir dan mukmin laksana orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Samakah kedua golongan itu? Maka tidakkah kalian mengambil pelajaran?
Tidakkah tergerak hati mereka untuk bertaubat laiknya leluhur Bani Israil? Allah muliakan mereka dengan taubat serta mengisahkan migrasi mereka dari Syam ke Mesir. Sebab mulai dari ayat 69 surat Hud Allah ceriterakan bahwa rumah Nabi Ibrahim begitu pula anak (Ishaq) dan cucu beliau (Israil/Ya’qub) di Syam, tetapi mulai ayat 96 Allah kisahkan bahwa Bani (keturunan) Israil (Nabi Ya’qub) berada di bawah perbudakan Firaun di Mesir. Allah bawakan hikayat bahwa Nabi Ya’qub memiliki 12 putra. Anak yang ke-11 tetapi paling beliau cintai ialah Yusuf, yang kelak menjadi nabi. Yusuf kecil berkisah pada ayahandanya bahwa dia bermimpi melihat 11 gemintang, surya, dan candra bersujud padanya. Ayahnya pesankan agar jangan dia ceriterakan pada siapapun apalagi saudaranya.
Tetapi takdir Allah pasti terjadi, kesepuluh kakaknya pun berunding hendak mengenyahkannya karena kasih sayang Nabi Ya’qub begitu kentara padanya melebihi perhatian beliau kepada anak-anak lainnya. Diajaklah Yusuf yang masih berusia 17 tahun ke luar kota lalu dimasukkanlah ia ke dalam sumur setelah pakaiannya dilucuti. Yusuf muda diboyong kafilah dagang dan dijual di Mesir sebagai budak milik Al-‘Aziz Potiphar. Tumbuh di rumah dinas Al-‘Aziz, Yusuf yang sangat rupawan begitu menawan di mata Zulaikha’ hingga ia diajak melakukan perbuatan nista. Yusuf lari menyelamatkan iman, akhlak, dan kemuliaannya hingga koyak pakaiannya karena ditarik dari belakang. Sejatinya telah terbukti Yusuf tak bersalah, tetapi karena berita tersebut viral di Mesir dan Yusuf pun enggan menuruti ajakan lucah teman-teman wanitanya Zulaikha, maka Yusuf tetap dimasukkan ke penjara. Bagi Yusuf, masuk penjara tidak lebih hina daripada masuk perangkap setan. Dipenjara dalam jeruji besi lebih mulia daripada dipenjara dalam hawa nafsu.
Dijebloskanlah Nabi Yusuf ke dalam penjara dengan tuduhan tak berdasar. Bersamanya di satu sel, masuk pula dua pemuda. Seiring berjalannya waktu, kedua anak muda itu semakin kagum dan percaya pada Nabi Yusuf. Mereka pun mengisahkan mimpi mereka kepada beliau di mana yang seorang bermimpi memeras anggur menjadi khamr dan yang satu lagi bermimpi ada roti di atas kepalanya yang disambar burung. Sebelum ditakwilkannya mimpi tersebut, Nabi Yusuf lebih dahulu ajak mereka kepada tauhid. Beliau paparkan tanda-tanda kebesaran-Nya, termasuk mengajarkan ilmu takwil mimpi. Barulah beliau terangkan bahwa orang pertama akan dibebaskan dari penjara lalu menjadi pelayan raja, sementara orang kedua akan dihukum pancung. Tak lupa Nabi Yusuf berpesan kepada yang selamat agar menyampaikan ketidakbersalahan beliau, sayang setan membuatnya lupa hingga beliau tetap mendekam di penjara.
Tujuh tahun berselang, Raja (bukan Pharaoh/Firaun, sebab mereka bangsa Hyksos, bukan Koptik) Mesir mengumpulkan para penafsir mimpi kenamaan seantero kerajaan untuk menanyakan ta’bir mimpinya yang berisi 7 sapi gemuk dimakan 7 sapi kurus serta 7 tangkai hijau dimakan 7 tangkai kering. Mereka menyerah. Lalu teringatlah seorang pelayan raja yang dulu bersama Nabi Yusuf di penjara sehingga ia datangi Nabi Yusuf untuk mendapatkan jawaban. Nabi Yusuf menakwilkan mimpi itu dengan mengagumkan. Raja pun mengundangnya ke istana. Nabi Yusuf enggan datang sampai kasusnya dituntaskan dan nama baiknya dibersihkan lebih dulu. Kebenaran pun diakui oleh Zulaikha yang akhirnya bertaubat, “Yang demikian itu agar suamiku mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” Wallahu A’lam.
Penulis: Nur Fajri Romadhon
Tag:azab, Bahtera, Bani Israil, Kafir, Mukmin, Musyrik, Nabi Hud, Nabi Ibrahim, Nabi Luth, Nabi Nuh, Nabi Shalih, Nabi Yusuf, pendusta agama, Sodom, sombong, Takwil Mimpi, Taubat, Tsamud