Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذۡ
dan ketika
قَالَ
berfirman
رَبُّكَ
Tuhanmu
لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ
kepada para malaikat
إِنِّي
sesungguhnya Aku
جَاعِلٞ
pencipta
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
خَلِيفَةٗۖ
khalifah (wakil)
قَالُوٓاْ
mereka berkata
أَتَجۡعَلُ
apakah Engkau jadikan
فِيهَا
di dalamnya
مَن
orang
يُفۡسِدُ
merusak
فِيهَا
didalamnya
وَيَسۡفِكُ
dan menumpahkan
ٱلدِّمَآءَ
darah
وَنَحۡنُ
dan kami
نُسَبِّحُ
kami bertasbih
بِحَمۡدِكَ
dengan memujiMu
وَنُقَدِّسُ
dan kami mensucikan
لَكَۖ
bagiMu
قَالَ
Dia berfirman
إِنِّيٓ
sesungguhnya Aku
أَعۡلَمُ
Aku lebih mengetahui
مَا
apa
لَا
tidak
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
وَإِذۡ
dan ketika
قَالَ
berfirman
رَبُّكَ
Tuhanmu
لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ
kepada para malaikat
إِنِّي
sesungguhnya Aku
جَاعِلٞ
pencipta
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
خَلِيفَةٗۖ
khalifah (wakil)
قَالُوٓاْ
mereka berkata
أَتَجۡعَلُ
apakah Engkau jadikan
فِيهَا
di dalamnya
مَن
orang
يُفۡسِدُ
merusak
فِيهَا
didalamnya
وَيَسۡفِكُ
dan menumpahkan
ٱلدِّمَآءَ
darah
وَنَحۡنُ
dan kami
نُسَبِّحُ
kami bertasbih
بِحَمۡدِكَ
dengan memujiMu
وَنُقَدِّسُ
dan kami mensucikan
لَكَۖ
bagiMu
قَالَ
Dia berfirman
إِنِّيٓ
sesungguhnya Aku
أَعۡلَمُ
Aku lebih mengetahui
مَا
apa
لَا
tidak
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
Terjemahan
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Tafsir
(Dan) ingatlah, hai Muhammad! (Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi") yang akan mewakili Aku dalam melaksanakan hukum-hukum atau peraturan-peraturan-Ku padanya, yaitu Adam. (Kata mereka, "Kenapa hendak Engkau jadikan di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya) yakni dengan berbuat maksiat (dan menumpahkan darah) artinya mengalirkan darah dengan jalan pembunuhan sebagaimana dilakukan oleh bangsa jin yang juga mendiami bumi? Tatkala mereka telah berbuat kerusakan, Allah mengirim malaikat kepada mereka, maka dibuanglah mereka ke pulau-pulau dan ke gunung-gunung (padahal kami selalu bertasbih) maksudnya selalu mengucapkan tasbih (dengan memuji-Mu) yakni dengan membaca 'subhaanallaah wabihamdih', artinya 'Maha suci Allah dan aku memuji-Nya'. (dan menyucikan-Mu) membersihkan-Mu dari hal-hal yang tidak layak bagi-Mu. Huruf lam pada 'laka' itu hanya sebagai tambahan saja, sedangkan kalimat semenjak 'padahal' berfungsi sebagai 'hal' atau menunjukkan keadaan dan maksudnya adalah, 'padahal kami lebih layak untuk diangkat sebagai khalifah itu!'" (Allah berfirman,) ("Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui") tentang maslahat atau kepentingan mengenai pengangkatan Adam dan bahwa di antara anak cucunya ada yang taat dan ada pula yang durhaka hingga terbukti dan tampaklah keadilan di antara mereka. Jawab mereka, "Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih tahu dari kami, karena kami lebih dulu dan melihat apa yang tidak dilihatnya." Maka Allah Taala pun menciptakan Adam dari tanah atau lapisan bumi dengan mengambil dari setiap corak atau warnanya barang segenggam, lalu diaduk-Nya dengan bermacam-macam jenis air lalu dibentuk dan ditiupkan-Nya roh hingga menjadi makhluk yang dapat merasa, setelah sebelumnya hanya barang beku dan tidak bernyawa.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 30
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau!" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui."
Allah ﷻ menceritakan tentang anugerah-Nya kepada Bani Adam, yaitu sebagai makhluk yang mulia; mereka disebutkan di kalangan makhluk yang tertinggi yaitu para malaikat sebelum mereka diciptakan. Untuk itu, Allah ﷻ berfirman: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat” (Al-Baqarah: 30). Makna yang dimaksud ialah 'wahai Muhammad, ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, dan ceritakanlah hal ini kepada kaummu'.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari salah seorang ahli bahasa Arab yaitu Abu Ubaidah bahwa lafal idz dalam ayat ini merupakan huruf zaidah (tambahan), dan bentuk lengkap kalimat ialah wa qala rabbuka tanpa memakai idz. Pendapat tersebut dibantah oleh Ibnu Jarir. Menurut Al-Qurthubi, semua ahli tafsir pun membantahnya. Hingga Az-Zujaj mengatakan bahwa pendapat tersebut merupakan suatu tindakan kurang ajar dari Abu Ubaidah.
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Al-Baqarah: 30). Yakni suatu kaum yang sebagiannya menggantikan sebagian yang lain silih berganti, abad demi abad, dan generasi demi generasi, sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya: “Dan Dialah yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi” (Al-An'am: 165). “dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi” (An-Naml: 62). “Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami sanggup jadikan malaikat-malaikat yang turun-temurun sebagai ganti kalian di muka bumi” (Az-Zukhruf: 60). “Maka datanglah sesudah mereka generasi lain” (Al-A'raf: 169). Menurut qira'at yang syadz (aneh) dibaca inni ja'ilun fil ardhi khalifah (sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah-khalifah di muka bumi). Demikianlah diriwayatkan oleh Zamakhsyari dan lain-lain.
Al-Qurthubi menukil dari Zaid ibnu Ali, yang dimaksud dengan khalifah dalam ayat ini bukanlah Nabi Adam a.s. saja seperti yang dikatakan oleh sejumlah ahli tafsir. Al-Qurthubi menisbatkan pendapat ini kepada Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, dan semua ahli takwil. Akan tetapi, apa yang dikatakan oleh Al-Qurthubi ini masih perlu dipertanyakan.
Bahkan perselisihan dalam masalah ini banyak, menurut riwayat Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, juga oleh yang lain. Pengertian lahiriah Nabi Adam a.s. saat itu masih belum kelihatan di alam wujud. Karena jika sudah ada, berarti ucapan para malaikat yang disitir oleh firman-Nya dinilai kurang sesuai, yaitu: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?” (Al-Baqarah: 30). Karena sesungguhnya mereka (para malaikat) bermaksud bahwa di antara jenis makhluk ini ada orang-orang yang melakukan hal tersebut, seakan-akan mereka mengetahui hal tersebut melalui ilmu yang khusus, atau melalui apa yang mereka pahami dari watak manusia.
Karena Allah ﷻ memberitahukan kepada mereka bahwa Dia akan menciptakan jenis makhluk ini dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam. Atau mereka memahami bahwa yang dimaksud dengan khalifah adalah orang yang melerai persengketaan di antara manusia, yaitu memutuskan hukum terhadap apa yang terjadi di kalangan mereka menyangkut perkara-perkara penganiayaan, dan melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan serta dosa-dosa. Demikianlah menurut Al-Qurthubi.
Atau para malaikat mengkiaskan manusia dengan makhluk sebelumnya, sebagaimana yang akan kami kemukakan dalam berbagai pendapat ulama tafsir. Ucapan para malaikat ini bukan dimaksudkan menentang atau memprotes Allah, bukan pula karena dorongan dengki terhadap manusia, sebagaimana yang diduga oleh sebagian ulama tafsir. Sesungguhnya Allah ﷻ menyifati para malaikat bahwa mereka tidak pernah mendahului firman Allah ﷻ, yakni tidak pernah menanyakan sesuatu kepada-Nya yang tidak diizinkan bagi mereka mengemukakannya.
Dalam ayat ini (dinyatakan bahwa) ketika Allah memberitahukan kepada mereka bahwa Dia akan menciptakan di bumi suatu makhluk, menurut Qatadah para malaikat telah mengetahui sebelumnya bahwa makhluk-makhluk tersebut gemar menimbulkan kerusakan padanya.
Maka mereka mengatakan: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?” (Al-Baqarah: 30). Sesungguhnya kalimat ini merupakan pertanyaan meminta informasi dan pengetahuan tentang hikmah yang terkandung di dalam penciptaan itu. Mereka mengatakan, "Wahai Tuhan kami, apakah hikmah yang terkandung dalam penciptaan mereka, padahal di antara mereka ada orang-orang yang suka membuat kerusakan di muka bumi dan mengalirkan darah? Jikalau yang dimaksudkan agar Engkau disembah, maka kami selalu bertasbih memuji dan mensucikan Engkau," yakni kami selalu beribadah kepada-Mu, sebagaimana yang akan disebutkan nanti.
Dengan kata lain (seakan-akan para malaikat mengatakan), "Kami tidak pernah melakukan sesuatu pun dari hal itu (kerusakan dan mengalirkan darah), maka mengapa Engkau tidak cukup hanya dengan kami para malaikat saja?" Allah ﷻ berfirman menjawab pertanyaan tersebut: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian tidak ketahui” (Al-Baqarah: 30). Dengan kata lain, seakan-akan Allah bermaksud bahwa sesungguhnya Aku mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui menyangkut kemaslahatan yang jauh lebih besar dalam penciptaan jenis makhluk ini daripada kerusakan-kerusakan yang kalian sebutkan itu. Karena sesungguhnya Aku akan menjadikan dari kalangan mereka nabi-nabi dan rasul-rasul; di antara mereka ada para shiddiqin, para syuhada, orang-orang saleh, ahli ibadah, ahli zuhud, para wali, orang-orang bertakwa, para muqarrabin, para ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang yang khusyuk, dan orang-orang yang cinta kepada Allah ﷻ lagi mengikuti jejak rasul-rasul-Nya.
Ditetapkan di dalam hadits shahih bahwa para malaikat itu apabila naik (ke langit) menghadap kepada Tuhan mereka seraya membawa amal-amal hamba-hamba-Nya, maka Allah ﷻ bertanya kepada mereka (sekalipun Dia lebih mengetahui), "Dalam keadaan apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?" Mereka (para malaikat) menjawab, "Kami datangi mereka dalam keadaan sedang shalat, dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan sedang shalat." Itu karena mereka datang kepada kita secara silih berganti, dan mereka berkumpul dalam shalat Subuh dan shalat Ashar. Malaikat yang datang tinggal bersama kita, sedangkan malaikat yang telah menunaikan tugasnya naik meninggalkan kita seraya membawa amal-amal kita, sebagaimana disebutkan oleh sabda Nabi ﷺ: “Dilaporkan kepada-Nya amal perbuatan malam hari sebelum siang hari, dan amal siang hari sebelum malam hari.” Ucapan para malaikat yang mengatakan, "Kami datangi mereka sedang dalam keadaan shalat, dan kami tinggalkan mereka sedang dalam keadaan shalat," merupakan tafsir dari firman-Nya kepada mereka (para malaikat): “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui” (Al-Baqarah: 30).
Menurut pendapat lain, firman-Nya ini merupakan jawaban kepada mereka, yang artinya, "Sesungguhnya Aku mempunyai hikmah terperinci mengenai penciptaan makhluk ini, sedangkan keadaan yang kalian sebutkan itu sebenarnya kalian tidak memahaminya." Menurut pendapat lain, firman Allah ﷻ ini merupakan jawaban ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya: “padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau” (Al-Baqarah: 30). Lalu Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui” (Al-Baqarah: 30). Maksudnya, keberadaan iblis di antara kalian dan keadaan penciptaan ini tidaklah sebagaimana yang kalian gambarkan itu.
Menurut pendapat lain, bahkan ucapan para malaikat tersebut disitir oleh firman-Nya: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau” (Al-Baqarah: 30). Ayat ini mengandung makna permintaan mereka kepada Allah untuk menghuni bumi sebagai ganti dari Bani Adam, lalu Allah ﷻ berfirman kepada mereka: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui” (Al-Baqarah: 30). Artinya, keberadaan kalian pada tempatnya lebih maslahat dan lebih layak bagi kalian. Demikian yang dikemukakan oleh Ar-Razi dalam salah satu jawabannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnul Hasan, telah menceritakan kepadaku Al-Hajjaj, dari Jarir ibnu Hazim dan Mubarak, dari Al-Hasan dan Abu Bakar, dari Al-Hasan dan Qatadah. Semua menceritakan bahwa Allah berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menciptakan khalifah di muka bumi." Firman Allah yang menyatakan bahwa 'Dia akan melakukan hal tersebut' artinya 'Dia memberitahukan hal tersebut kepada mereka'.
As-Suddi mengatakan, Allah bermusyawarah dengan para malaikat tentang penciptaan Adam. Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. As-Suddi mengatakan bahwa hal yang serupa juga diriwayatkan oleh Qatadah. Ungkapan ini mengandung sikap gegabah jika tidak dikembalikan kepada pengertian pemberitahuan. Ungkapan Al-Hasan serta Qatadah dalam riwayat Ibnu Jarir merupakan ungkapan yang lebih baik.
Sehubungan dengan makna firman-Nya, "Fil ardhi," Ibnu Abu Hatim meriwayatkan: Telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu ‘Atha’ ibnus Sa'ib, dari Abdur Rahman ibnu Sabit, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Bumi dihamparkan mulai dari Mekah, dan yang mula-mula melakukan tawaf di Baitullah adalah para malaikat, lalu Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi’," yakni Mekah.
Hadits ini berpredikat mursal, sedangkan di dalam sanadnya terdapat kelemahan, dan di dalam hadits ini terdapat madraj (kalimat yang dari luar hadits), yaitu makna yang dimaksud dengan bumi adalah Mekah. Karena sesungguhnya menurut pengertian lahiriah, yang dimaksud dengan bumi lebih umum daripada hal itu (Mekah).
Firman Allah, "Khalifah," menurut As-Suddi di dalam kitab tafsirnya, dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat, disebutkan bahwa Allah ﷻ berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka bertanya, "Wahai Tuhan kami, siapakah khalifah tersebut?" Allah berfirman, "Kelak dia mempunyai keturunan yang suka membuat kerusakan di muka bumi, saling mendengki, dan sebagian mereka membunuh sebagian yang lain."
Ibnu Jarir mengatakan bahwa takwil ayat ini seperti berikut, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah dari-Ku yang berkedudukan menggantikan diri-Ku dalam memutuskan hukum secara adil di kalangan makhluk-Ku." Sesungguhnya khalifah itu adalah Adam dan orang-orang yang menempati kedudukannya dalam ketaatan kepada Allah dan memutuskan hukum dengan adil di kalangan makhluk-Nya. Mereka yang suka menimbulkan kerusakan dan mengalirkan darah tanpa alasan yang dibenarkan, hal itu bukan berasal dari khalifah-khalifah-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya makna khilafah yang disebut oleh Allah ﷻ tiada lain khilafah satu generasi dari mereka atas generasi lain. Ibnu Jarir mengatakan bahwa khalifah fi'liyyah diambil dari perkataan khalafa fulanun fulanan fi hadzal amri; dikatakan demikian apabila Fulan pertama menggantikan Fulan kedua dalam hal itu sesudahnya. Pengertiannya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya: “Kemudian Kami jadikan kalian pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat” (Yunus: 14). Termasuk ke dalam pengertian ini disebut sultan yang terbesar sebagai khalifah, karena dia berkedudukan menggantikan sultan yang sebelumnya dalam menjabat urusan-urusannya, maka dikatakan dia sebagai penggantinya.
Ibnu Jarir juga mengatakan bahwa Muhammad Ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Al-Baqarah: 30). Yang dimaksud adalah sebagai penghuni dan pembangunnya. Dengan kata lain, yang akan membangun bumi dan menghuninya adalah makhluk selain kalian (para malaikat). Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, dari Abu Rauq, dari Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya yang pertama kali menghuni bumi adalah makhluk jin. Lalu mereka menimbulkan kerusakan di atas bumi dan mengalirkan banyak darah serta sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain." Ibnu Abbas melanjutkan perkataannya, "Setelah itu Allah mengirimkan Iblis untuk memerangi mereka. Akhirnya iblis bersama para malaikat memerangi jin, hingga mengejar mereka sampai ke pulau-pulau yang ada di berbagai laut dan sampai ke puncak-puncak gunung. Setelah itu Allah menciptakan Adam, lalu menempatkannya di bumi. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Al-Baqarah: 30).
Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari ‘Atha’ ibnus Sa'ib, dari Ibnu Sabit sehubungan dengan makna firman-Nya: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah” (Al-Baqarah: 30). Yang dimaksud oleh para malaikat adalah Bani Adam (manusia).
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Allah berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menciptakan di muka bumi makhluk (manusia) dan Aku akan menjadikan seorang khalifah padanya," sedangkan saat itu Allah ﷻ tidak memiliki makhluk selain malaikat dan bumi waktu itu masih belum ada makhluknya. Maka para malaikat berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan?"
Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan sebuah riwayat yang diketengahkan oleh As-Suddi melalui Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, serta sejumlah sahabat; ketika Allah ﷻ memberitahukan kepada para malaikat tentang apa saja yang akan dilakukan oleh keturunan Adam, maka malaikat mengatakan hal tersebut. Dalam keterangan yang lalu disebutkan pula sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas, bahwa jin menimbulkan kerusakan di muka bumi sebelum Adam, maka para malaikat mengatakan hal tersebut; mereka mengkiaskan manusia dengan jin.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Ta-nafisi, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Bukair ibnul Akhnas, dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa pada mulanya Jin Banul Jan adalah penghuni bumi sebelum Adam diciptakan dalam tenggang masa dua ribu tahun. Lalu jin menimbulkan kerusakan di bumi dan mengalirkan darah. Maka Allah mengirimkan bala tentara dari kalangan malaikat. Lalu para malaikat memerangi mereka hingga mengejar mereka sampai ke pulau-pulau di berbagai lautan. Kemudian Allah berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?” (Al-Baqarah: 30). Lalu Allah berfirman menjawab mereka: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30).
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Razi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan firman-Nya: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Al-Baqarah: 30). sampai dengan firman-Nya: “dan Aku mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan” (Al-Baqarah: 33). Bahwa Allah menciptakan malaikat pada hari Rabu, menciptakan jin pada hari Kamis, dan menciptakan Adam pada hari Jumat. Ternyata suatu kaum dari makhluk jin itu kafir, lalu para malaikat turun ke bumi memerangi mereka karena mereka membangkang yang diawali sebelumnya dengan perusakan di muka bumi. Karena itulah para malaikat berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya, seperti kerusakan yang dilakukan oleh makhluk jin. dan mengalirkan darah seperti yang dilakukan oleh mereka?'
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnu Shabah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudalah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, bahwa Allah ﷻ berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi," yakni Allah berfirman kepada mereka, "Sesungguhnya Aku hendak melakukannya." Mereka beriman kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengajarkan kepada mereka suatu ilmu dan menyembunyikan ilmu lain dari mereka yang hanya diketahui-Nya, sedangkan mereka tidak mengetahuinya. Lalu mereka mengatakan atas dasar ilmu yang mereka ketahui, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Lalu Allah menjawab melalui firman-Nya, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui."
Al-Hasan mengatakan, dahulu makhluk jin menimbulkan kerusakan di muka bumi dan gemar mengalirkan darah. Akan tetapi, Allah menjadikan dalam hati mereka (para malaikat) bahwa hal tersebut akan terjadi, lalu mereka mengucapkan kata-kata yang diajarkan-Nya kepada mereka itu.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, sehubungan dengan makna firman-Nya: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya” (Al-Baqarah: 30). Pada mulanya Allah memberitahukan kepada para malaikat, "Apabila di muka bumi terdapat makhluk, niscaya makhluk itu akan menimbulkan kerusakan padanya dan suka mengalirkan darah." Oleh sebab itu mereka mengatakan, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya?"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari orang yang dikenal (yakni Ibnu Kharbuz Al-Makki), dari seseorang yang pernah mendengar Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali mengatakan hal berikut: “As-Sijl adalah malaikat, teman-temannya antara lain Harut dan Marut, sedangkan As-Sijl setiap harinya mempunyai kesempatan melihat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz) sebanyak tiga kali. Kemudian dia melihat sesuatu yang belum pernah dia lihat sebelumnya, maka dia memandangnya dan ternyata di dalamnya terdapat perihal penciptaan Adam dan semua perkara yang berkaitan dengannya. Lalu As-Sijl membisikkan hal tersebut kepada Harut dan Marut yang merupakan pembantu As-Sijl. Ketika Allah ﷻ berfirman: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka mengatakan, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Keduanya mengatakan hal tersebut dengan maksud ingin melebihi para malaikat lainnya.
Atsar ini gharib (aneh), seandainya atsar ini memang benar dari Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali Ibnul Husain Al-Baqir, maka dia menukilnya dari kalangan ahli kitab; di dalam kisah ini terkandung kesalahan yang mengakibatkan atsar ini ditolak. Kesimpulan riwayat ini menyatakan bahwa malaikat yang mengatakan hal tersebut hanya dua malaikat saja, padahal pengertian ini bertentangan dengan konteksnya. Hal yang lebih aneh lagi ialah atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim yang menyatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Abu Ubaidillah, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Yahya ibnu Abu Kasir yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa para malaikat yang mengatakan seperti apa yang disebut dalam ayat berikut, yaitu firman-Nya: “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau” (Al-Baqarah: 30). Jumlah mereka semuanya ada sepuluh ribu malaikat, kemudian keluarlah api dari sisi Allah dan membakar mereka. Kisah ini pun merupakan kisah Israiliat yang tidak benar, sama dengan kisah sebelumnya.
Ibnu Juraij mengatakan, sesungguhnya mereka (para malaikat) hanya mengatakan apa-apa yang telah diajarkan oleh Allah kepada mereka, yaitu bahwa hal tersebut akan terjadi sejak penciptaan Adam, lalu mereka berkata, "Mengapa Engkau menjadikan khalifah di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?"
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian ulama mengatakan bahwa sesungguhnya para malaikat mengatakan, "Mengapa Engkau menjadikan khalifah di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Karena Allah telah mengizinkan mereka menanyakan hal tersebut sesudah Allah memberitahu mereka bahwa hal itu akan terjadi di kalangan Bani Adam. Lalu para malaikat bertanya kepada Allah ﷻ dengan ungkapan yang mengandung pengertian aneh terhadap hal tersebut, "Mengapa mereka berbuat durhaka terhadap-Mu, wahai Tuhan, padahal Engkaulah Yang menciptakan mereka?" Maka Allah menjawab mereka melalui firman-Nya: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui” (Al-Baqarah: 30). Dengan kata lain, hal tersebut pasti terjadi di kalangan mereka, sekalipun kalian tidak diberi tahu mengenainya; dan sebagian dari apa yang kalian kemukakan kepada-Ku menunjukkan rasa taat kalian kepada-Ku.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa sebagian ulama mengatakan hal tersebut diajukan oleh para malaikat untuk meminta petunjuk tentang hal-hal yang tidak mereka ketahui mengenai hal itu. Seakan-akan mereka-mengatakan, "Wahai Tuhan, ceritakanlah kepada kami," sebagai ungkapan meminta penjelasan, bukan sebagai ungkapan protes. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Sa'id ibnu Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (Al-Baqarah: 30). Bahwa para malaikat meminta pendapat tentang penciptaan Adam. Untuk itu mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di muka bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Mereka mengatakan demikian karena mengetahui bahwa tiada suatu perbuatan pun yang lebih dibenci oleh Allah selain dari mengalirkan darah dan membuat kerusakan di muka bumi. Lalu para malaikat berkata pula, "Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau." Allah ﷻ berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." Termasuk di antara hal yang hanya ada dalam pengetahuan Allah ﷻ adalah bahwa di antara khalifah tersebut terdapat para nabi, para rasul, kaum yang saleh, dan para penghuni surga.
Sa'id ibnu Qatadah mengatakan, telah sampai kepada kami, dari Ibnu Abbas , bahwa dia pernah berkata, "Sesungguhnya ketika Allah ﷻ hendak menciptakan Adam a.s., para malaikat berkata, 'Allah tidak akan menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih alim di sisi-Nya daripada kami.' Maka mereka diuji dengan penciptaan Adam." Setiap makhluk mendapat ujian, seperti langit dan bumi menerima ujian untuk taat kepada Allah ﷻ, sebagaimana dinyatakan di dalam firman-Nya; “Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan sukarela atau terpaksa! Keduanya menjawab, "Kami datang dengan sukarela" (Fushshila:t 11).
Firman Allah ﷻ: “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau” (Al-Baqarah: 30). Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah yang mengatakan bahwa tasbih dan taqdis artinya shalat.
As-Suddi meriwayatkan dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan firman-Nya: “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau” (Al-Baqarah: 30). Menurut mereka, makna yang dimaksud ialah para malaikat berkata, "Kami senantiasa shalat kepada-Mu."
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa kami senantiasa mengagungkan dan membesarkan Engkau.
Sedangkan menurut Adh-Dhahhak, makna taqdis adalah mensucikan.
Menurut Muhammad ibnu Ishaq, makna firman-Nya: “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau” (Al-Baqarah: 30). Kami tidak pernah berbuat maksiat terhadap-Mu dan kami tidak pernah melakukan sesuatu yang tidak Engkau sukai.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna taqdis adalah mengagungkan dan mensucikan. Termasuk ke dalam pengertian ini adalah lafal subbuhun quddusun; dimaksudkan dengan ucapan mereka subbuhun artinya memahasucikan Allah, dan arti quddusun ialah mensucikan dan mengagungkan Allah.
Hal yang sama juga dikatakan terhadap tanah seperti Tanah Suci, yang dimaksud ialah tanah yang disucikan. Dengan demikian, berarti makna firman-Nya: “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau.” (Al-Baqarah: 30) Kami senantiasa mensucikan Engkau dan membersihkan Engkau dari hal-hal yang dinisbatkan oleh orang-orang kafir kepada-Mu. Dan makna firman-Nya: “dan mensucikan Engkau” (Al-Baqarah: 30). Kami nisbatkan Engkau kepada suatu hal dari sifat-sifat-Mu, yaitu suci dari semua hal yang kotor dan suci dari segala sesuatu yang disandarkan oleh orang-orang kafir kepada Engkau.
Di dalam sebuah hadits shahih Muslim disebutkan dari Abu Dzar bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai kalam (zikir) yang paling utama. Maka beliau menjawab: “Zikir yang dipilih oleh Allah buat para malaikat-Nya yaitu Subhanallahi wa bihamdihi (Maha Suci Allah dengan segala puji bagi-Nya).”
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Qart, bahwa Rasulullah ﷺ di malam beliau di-isra-kan mendengar suara tasbih di langit yang tertinggi mengatakan: “Subhanal 'aliyyil a'la subhanahu wa ta'ala (Maha Suci Tuhan Yang Maha Tinggi atas segalanya, Maha Suci Dia dan Maha Tinggi).”
Firman Allah ﷻ : Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui" (Al-Baqarah: 30). Qatadah mengatakan, tersebut di dalam ilmu Allah bahwa kelak di kalangan khalifah tersebut terdapat para nabi, para rasul, kaum yang saleh, dan para penghuni surga.
Dalam pembahasan berikut akan disebutkan berbagai pendapat dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, serta sejumlah sahabat dan tabi'in mengenai hikmah yang terkandung di dalam firman-Nya: Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui" (Al-Baqarah: 30). Al-Qurthubi dan lain-lain menyimpulkan dalil ayat ini, wajib mengangkat seorang khalifah untuk memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara manusia, memutuskan persengketaan mereka, menolong orang-orang yang teraniaya dari perlakuan sewenang-wenang orang-orang yang zalim dari kalangan mereka, menegakkan hukum had, dan memperingatkan mereka dari perbuatan-perbuatan keji serta hal-hal lain yang penting dan tidak dapat ditegakkan kecuali dengan adanya seorang imam, mengingat suatu hal yang merupakan kesempurnaan bagi perkara yang wajib hukumnya wajib pula.
Pengangkatan imam dapat dilakukan melalui nas seperti yang dikatakan oleh golongan ahli sunnah sehubungan dengan pengangkatan sahabat Abu Bakar atau dengan penunjukan seperti yang dikatakan oleh golongan lain dari kalangan ahli sunnah. Atau dengan pengangkatan oleh khalifah yang mendahuluinya, seperti yang dilakukan oleh sahabat Abu Bakar As-Siddiq terhadap sahabat Umar ibnul Khattab. Atau pengangkatannya diserahkan kepada permusyawaratan sejumlah orang-orang saleh, seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar.
Atau dengan kesepakatan ahlul halli wal 'aqdi yang sepakat mem-bai'at-nya.
Atau melalui pembai’atan yang dilakukan oleh salah seorang dari ahlul halli wal 'aqdi terhadap seseorang yang di bai'atnya. Bila terjadi hal ini, maka menurut jumhur ulama wajib ditetapkan. Imam Haramain meriwayatkan adanya kesepakatan ulama terhadap hal ini. Atau orang yang terkuat di kalangan orang-orang banyak mengangkat dirinya secara paksa untuk ditaati, maka khilafah wajib diberikan kepadanya untuk menghindari perpecahan dan perselisihan. Pendapat ini telah dinaskan oleh Imam Syafii.
Apakah wajib mempersaksikan pengangkatan imam? Hal ini masih diperselisihkan. Di antara ulama ada yang mengatakan tidak disyaratkan adanya kesaksian, sedangkan pendapat lain mengatakan kesaksian merupakan syarat pengangkatan; hal ini cukup dilakukan oleh dua orang saksi. Al-Jubba'i mengatakan bahwa saksi harus dilakukan oleh empat orang selain dari orang yang mengangkat dan orang yang diangkatnya, seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar Dia menyerahkan pengangkatan khalifah kepada permusyawaratan di antara enam orang. Yang terpilih menjadi pengangkat adalah sahabat Abdur Rahman bin Auf, dan yang diangkatnya adalah sahabat Usman, sedangkan hukum wajib saksi empat orang disimpulkan dari empat orang dari sisanya. Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertanyakan.
Seorang khalifah wajib laki-laki, merdeka, baligh, berakal, muslim, adil, mujtahid, dapat melihat, semua anggota tubuhnya sehat, berpengalaman dalam masalah pertempuran dan memiliki pendapat; dan dari kalangan Quraisy menurut pendapat yang shahih. Dalam hal ini tidak disyaratkan harus seorang Hasyimi, tidak pula orang yang terpelihara dari kekeliruan; berbeda dengan pendapat kaum militan dari golongan Rafidah.
Seandainya imam berbuat fasik, apakah harus dipecat atau tidak? Masalah ini masih diperselisihkan. Tetapi menurut pendapat yang shahih, ia tidak dipecat karena berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ yang mengatakan: “Terkecuali jika kalian melihat kekufuran yang terang-terangan (dilakukannya) terhadap Allah di antara kalian, sedangkan hal itu ada buktinya.”
Apakah seorang imam boleh mengundurkan diri? Masalah ini masih diperselisihkan. Al-Hasan ibnu Ali mengundurkan diri dan menyerahkan jabatannya kepada Mu'awiyah. Akan tetapi, apa yang dilakukannya itu mempunyai uzur (alasan)nya tersendiri, ternyata sikapnya itu terpuji.
Pengangkatan dua orang imam dalam satu negeri atau lebih dari dua orang hukumnya tidak boleh karena ada sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: “Barangsiapa datang kepada kalian, sedangkan perkara kalian telah bersatu, dia bermaksud memecah belah di antara kalian, maka bunuhlah dia oleh kalian dimanapun ia berada.” Demikianlah pendapat jumhur ulama, dan menurut suatu riwayat yang tidak hanya dikemukakan oleh satu orang disebutkan adanya kesepakatan mengenai hal ini; di antara mereka yang meriwayatkannya adalah Imam Haramain.
Mazhab Karamiyah mengatakan, diperbolehkan mengangkat dua orang imam, bahkan lebih, seperti yang terjadi pada Ali dan Mu'awiyah yang keduanya merupakan imam yang harus ditaati. Mereka mengatakan, apabila diperbolehkan mengutus dua orang nabi dalam waktu yang sama dan bahkan lebih dari dua orang, hal ini pun diperbolehkan dalam imamah, karena kenabian lebih tinggi kedudukannya daripada imamah tanpa ada yang memperselisihkan.
Imam Haramain meriwayatkan dari Abu Ishaq, diperbolehkan mengangkat dua orang imam atau lebih apabila letak wilayahnya berjauhan, sedangkan daerah-daerah di antara keduanya cukup luas. Akan tetapi, Imam Haramain bersikap ragu dalam hal ini. Menurut kami, pendapat ini mirip dengan keadaan para Khalifah Bani Abbas di Irak, Khalifah Fatimiyyah di Mesir, serta Khalifah Umayyah di Magrib. Kami akan membahas seluruh masalah ini di tempat yang lain, yaitu bagian dari Kitabul Ahkam, insya Allah.
Setelah pada ayat-ayat terdahulu Allah menjelaskan adanya kelompok manusia yang ingkar atau kafir kepada-Nya, maka pada ayat ini Allah menjelaskan asal muasal manusia sehingga menjadi kafir, yaitu kejadian pada masa Nabi Adam. Dan ingatlah, wahai Rasul, satu kisah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah, yakni manusia yang akan menjadi pemimpin dan penguasa, di bumi. Khalifah itu akan terus berganti dari satu generasi ke generasi sampai hari Kiamat nanti dalam rangka melestarikan bumi ini dan melaksanakan titah Allah yang berupa amanah atau tugas-tugas keagamaan. Para malaikat dengan serentak mengajukan pertanyaan kepada Allah, untuk mengetahui lebih jauh tentang maksud Allah. Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang memiliki kehendak atau ikhtiar dalam melakukan satu pekerjaan sehingga berpotensi merusak dan menumpahkan darah di sana dengan saling membunuh, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu' Malaikat menganggap bahwa diri merekalah yang patut untuk menjadi khalifah karena mereka adalah hamba Allah yang sangat patuh, selalu bertasbih, memuji Allah, dan menyucikan-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya. Menanggapi pertanyaan malaikat tersebut, Allah berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Penciptaan manusia adalah rencana besar Allah di dunia ini. Allah Mahatahu bahwa pada diri manusia terdapat hal-hal negatif sebagaimana yang dikhawatirkan oleh malaikat, tetapi aspek positifnya jauh lebih banyak. Dari sini bisa diambil pelajaran bahwa sebuah rencana besar yang mempunyai kemaslahatan yang besar jangan sam-pai gagal hanya karena kekhawatiran adanya unsur negatif yang lebih kecil pada rencana besar tersebut.
Salah satu sisi keutamaan manusia dijelaskan pada ayat ini. Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama semuanya, yaitu nama bendabenda dan kegunaannya yang akan bisa membuat bumi ini menjadi layak huni bagi penghuninya dan akan menjadi ramai. Benda-benda tersebut seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, dan benda-benda lainnya. Kemudian Dia perlihatkan benda-benda tersebut kepada para malaikat dan meminta mereka untuk menyebutkan namanya seraya berfirman, Sebutkan kepada-Ku nama semua benda ini, jika kamu yang benar! Allah ingin menampakkan kepada malaikat akan kepatutan Nabi Adam untuk menjadi khalifah di bumi ini.
Ketika Allah ﷻ memberitahukan kepada para malaikat-Nya ) bahwa Dia akan menjadikan Adam a.s. sebagai khalifah ) di bumi, maka para malaikat itu bertanya, mengapa Adam yang akan diangkat menjadi khalifah di bumi, padahal Adam dan keturunannya kelak akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah di bumi. Para malaikat menganggap bahwa diri mereka lebih patut memangku jabatan itu, sebab mereka makhluk yang selalu bertasbih, memuji dan menyucikan Allah ﷻ
Allah ﷻ tidak membenarkan anggapan mereka itu, dan Dia menjawab bahwa Dia mengetahui yang tidak diketahui oleh para malaikat. Segala yang akan dilakukan Allah ﷻ adalah berdasarkan pengetahuan dan hikmah-Nya yang Mahatinggi walaupun tak dapat diketahui oleh mereka, termasuk pengangkatan Adam a.s. menjadi khalifah di bumi.
Yang dimaksud dengan kekhalifahan Adam a.s. di bumi adalah kedudukannya sebagai khalifah di bumi ini, untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan memakmurkan bumi serta memanfaatkan segala apa yang ada padanya. Pengertian ini dapat dikuatkan dengan firman Allah:
"?.Wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi ?" (sad/38: 26)
Sebagaimana kita ketahui Daud a.s. di samping menjadi nabi juga menjadi raja bagi kaumnya. Ayat ini merupakan dalil tentang wajibnya kaum Muslimin memilih dan mengangkat seorang pimpinan tertinggi sebagai tokoh pemersatu antara seluruh kaum Muslimin yang dapat memimpin umat untuk melaksanakan hukum-hukum Allah di bumi ini.
Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh tokoh pimpinan yang dimaksudkan itu, antara lain ialah: adil serta berpengetahuan yang memungkinkannya untuk bertindak sebagai hakim dan mujtahid, tidak mempunyai cacat jasmaniah, serta berpengalaman cukup, dan tidak pilih kasih dalam menjalankan hukum-hukum Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 30-33
Ayat 30
Dan (Ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat, “Sesungguhnya, Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah." Berkata mereka, “Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau?" Dia berkata, “Sesungguhnya, Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Maka, tampaklah di pangkal ayat, Allah telah berfirman kepada malaikat menyatakan maksud hendak mengangkat seorang khalifah di bumi ini.
“Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau?' Dia berkata, ‘Sesungguhnya, Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!'"
Artinya, setelah Allah menyatakan mak-sud-Nya itu, malaikat pun memohon penjelasan, khalifah manakah lagi yang dikehendaki oleh Allah hendak menjadikan?
Di dalam ayat tersebut, terbayanglah oleh kita bahwa Malaikat, sebagai makhluk Ilahi, yang tentu saja pengetahuannya tidak seluas pengetahuan Allah, meminta penjelasan, bagaimana agaknya corak khalifah itu? Apakah tidak mungkin terjadi dengan adanya khalifah, kerusakan yang akan timbul dan penumpahan darahlah yang akan terjadi? Padahal alam dengan kudrat iradat Allah Ta'aala telah tenteram, sebab mereka, malaikat, telah dicipta-kan Allah sebagai makhlukyang patuh, tunduk, taat, dan setia. Bertasbih, shalat, menyucikan nama Allah. Rupanya ada sedikit pengetahuan dari malaikat-malaikat itu bahwasanya yang akan diangkat jadi khalifah itu ialah satu jenis makhluk. Dalam jalan pendapat malaikat, bilamana jenis makhluk itu telah ramai, mereka akan berebut-rebut kepentingan di antara satu sama lain.
Kepentingan satu orang atau satu golongan bertumbuk dengan satu orang atau satu golongan yang lain. Maka, beradulah yang keras timbullah, pertentangan, dan dengan demikian timbullah kerusakan, bahkan akan timbul juga pertumpahan darah. Dengan demikian, ketenteraman yang telah ada, dengan adanya makhluk, Malaikat yang patuh, taat, dan setia, menjadi hilang.
Pertanyaan dan kemusykilan itu dijawab oleh Allah, “Sesungguhnya, Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Artinya, dengan jawaban itu, Allah Ta'aala tidak membantah pendapat dari malaikat-Nya, cuma menjelaskan bahwasanya pendapat dan ilmu mereka tidaklah seluas dan sejauh pengetahuan Allah. Bukanlah Allah memungkiri bahwa kerusakan pun akan timbul dan darah pun akan tertumpah, tetapi ada maksud lain yang lebih jauh dari itu sehingga kerusakan hanyalah sebagai pelengkap saja, dan pembangunan dan pertumpahan darah hanyalah satu tingkat perjalanan hidup saja di dalam menuju kesempurnaan.
Dalam jawaban Allah yang demikian, malaikat pun menerimalah dengan penuh khusyu dan taat.
Sekarang, kami uraikan terlebih dahulu tentang apa atau siapakah Malaikat itu?
Malaikat untuk banyak, sedangkan Malak untuk satu.
Allah menyebut di dalam Al-Qur'an tentang adanya makhluk Allah bernama malaikat. Disebutkan pekerjaan atau tugas mereka; ada yang mencatat amalan makhluk setiap hari dan mencatat segala ucapan, ada yang membawa wahyu kepada rasul-rasul dan nabi-nabi, ada yang menjadi duta-duta (safarah) yang memelihara Al-Qur'an, ada yang memikul Arsy Allah, ada yang menjaga surga dan yang menjaga neraka, dan ada yang siang dan malam berdoa, memuji-muji Allah dan bersujud, dan ada pula yang mendoakan agar makhluk yang taat diberi ampun dosanya oleh Allah. Dan banyak lagi yang lain.
Akan tetapi, Allah tidak menyebutkan dari bahan apa malaikat itu dijadikan. Dan tersebut juga bahwa ada malaikat itu yang menyatakan dirinya sebagai yang datang membawakan ilham kepada Maryam bahwa dia akan diberi putra, atau yang kelihatan oleh Nabi kita Muhammad ﷺ seketika beliau mula-mula menerima wahyu. Dan, disebut juga ada malaikat itu yang bersayap, dua-dua, tiga-tiga, dan empat-empat.
Orang-orang di zaman jahiliyyah mencoba menggambarkan malaikat itu sebagai manusia dan mereka pun menentukan jenisnya, yaitu perempuan. Ini dibantah keras oleh Al-Qur'an. Maka, tidaklah pantas makhluk gaib itu ditentukan kelamin jantan atau betinanya.
Tersebut pula bahwa malaikat yang datang membawa wahyu kepada rasul-rasul itu namanya Jibril dan disebut juga Ruhul Amin, dan disebut juga Ruhul Qudus. Akan tetapi, manusia yang beriman dan istiqamah (tetap hati) di dalam iman kepada Allah, juga akan didatangi oleh malaikat-malaikat, untuk menghilangkan rasa takut dan duka cita mereka. Dan, di dalam Peperangan Badar, malaikat itu pun datang, sampai tiga ribu banyaknya.
Seperti itulah yang tersebut dalam Al-Qur'an. Dijelaskan pula oleh hadits-hadits bahwa malaikat-malaikat itu memberikan ilham yang baik kepada manusia serta menimbulkan keteguhan semangat dan iman. Sebagaimana juga tersebut di dalam hadits, bahkan di dalam Al-Qur'an sendiri bahwa setan, sebaliknya dari malaikat, selalu membawa ilham buruk dan waswas kepada manusia.
Setelah itu, Allah pun melanjutkan apa yang telah Dia tentukan, yaitu menciptakan khalifah itu; itulah Adam.
Ayat 31
“Dan telah diajarkan-Nya kepada Adam nama-namanya semuanya."
Artinya, diberilah oleh Allah kepada Adam itu semua ilmu,
“Kemudian Dia kemukakan semuanya kepada malaikat, lalu Dia berfirman, ‘Beritakanlah kepada-Ku nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk-makhluk yang benar.'"
Sesudah Adam dijadikan, kepadanya telah diajarkan oleh Allah nama-nama yang dapat dicapai oleh kekuatan manusia, baik dengan pancaindra maupun dengan akal semata-mata, semuanya diajarkan kepadanya. Kemudian, Allah panggillah malaikat-malaikat itu dan Allah tanyakan adakah mereka tahu nama-nama itu? Jika benar pendapat mereka selama ini bahwa jika khalifah itu terjadi akan timbul bahaya kerusakan dan pertumpahan darah, sekarang cobalah jawab pertanyaan Allah; dapatkah mereka menunjukkan nama-nama itu?
Ayat 32
“Mereka menjawab, ‘Mahasuci Engkau! Tidak ada pengetahuan bagi kami kecuali apa yang Engkau …kan kepada kami. Karena sesungguhnya Engkaulah Yang Mahatahu, lagi Mahabijaksana.'"
Di sini tampak penjawaban malaikat yang mengakui kekurangan mereka. Tidak ada pada mereka pengetahuan kecuali apa yang diajarkan Allah juga. Mereka memohon ampun dan karunia, menjunjung kesucian Allah bahwasanya pengetahuan mereka tidak lebih daripada apa yang diajarkan jua, lain tidak. Yang mengetahui akan semua hanya Allah. Yang bijaksana membagi-bagikan ilmu kepada siapa yang Dia kehendaki, hanyalah Dia juga.
Sekarang Allah menghadapkan pertanya-an-Nya kepada Adam,
Ayat 33
“Berkata Dia, Wahai, Adam! Beritakanlah kepada mereka nama-nama itu semuanya.
Oleh Adam titah Allah itu pun dijunjung. Segala yang ditanyakan Allah dia jawab, dia terangkan semuanya di hadapan malaikat banyak itu.
“Maka, tatkala diberitahukannya kepada mereka nama-nama itu semuanya, berfirmanlah Dia,
“Bukankah telah Aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku lebih mengetahui rahasia semua langit dan bumi, dan lebih Aku ketahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan."
TENTANG KHALIFAH
Arti yang tepat dalam bahasa kita terhadap kata khalifah ini hanya dapat kita ungkapkan setelah kita kaji apa tugas khalifah.
1. Ketika Rasulullah ﷺ telah wafat, sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ sependapat mesti ada yang menggantikan beliau mengatur masyarakat, mengepalai mereka, yang akan menjalankan hukum, membela yang lemah, menentukan perang atau damai, dan memimpin mereka semuanya. Sebab dengan wafatnya Rasulullah, kosonglah jabatan pemimpin itu. Maka sepakAllah mereka mengangkat Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. menjadi pemimpin mereka. Dan mereka gelari dia “Khalifah Rasulullah". Meskipun yang dia gantikan memerintah itu ialah Utusan Allah, dia tidaklah langsung menjadi nabi atau rasul pula. Sebab risalah itu tidaklah dapat di-gantikan. Jadi, di sini dapat kita artikan bahwa khalifah itu pengganti Rasulullah dalam urusan pemerintahan.
Kepada Nabi Dawud, Allah pernah berfirman,
“Wahai, Daud! Sesungguhnya, engkau telah Kami jadikan khalifah di bumi" (Shaad 26)
Ini bisa diartikan sebagai khalifah Allah sendiri; pengganti atau alat dari Allah buat melaksanakan hukum Tuhan dalam pemerintahannya. Dan, boleh juga diartikan bahwa dia telah ditakdirkan Allah menjadi pengganti dari raja-raja dan pemimpin-pemimpin dan nabi-nabi Bani Israil yang terdahulu darinya.
Namun, ada pula ayat-ayat bahwa anak-cucu atau keturunan yang di belakang adalah sebagai khalafah atau khalifah dari nenek moyang yang dahulu (sebagai tersebut dalam surah Yuunus: 14. Demikian juga dalam surah-surah yang lain.
Namun, di dalam surah an-Naml: 62 ditegaskan bahwa seluruh manusia ini adalah khalifah di muka bumi ini,
“Atau siapakah yang memperkenankan permohonan orang-orang yang ditimpa susah apabila menyeru kepada-Nya? Dan yang menghilangkan kesusahan? Dan yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi? Adakah Tuhan lain beserta Allah? Sedikit kamu yang ingat." (an-Naml: 62)
Setelah meninjau sekalian ayat ini dan gelar khalifah bagi Sayyidina Abu Bakar, barangkali tidaklah demikian jauh kalau khalifah kita artikan pengganti. Sekarang, timbul pertanyaan: pengganti dari siapa?
Ada penafsir mengatakan pengganti dari jenis makhluk yang telah musnah, sebangsa manusia juga, sebelum Adam. Itulah yang akan digantikan.
Ada setengah penafsiran mengatakan khalifah dari Allah sendiri. Pengganti Allah sendiri. Sampai di sini niscaya dapat dipahamkan bahwa mentang-mentang manusia dijadikan khalifah-Nya oleh Allah, bukanlah berarti bahwa dia telah berkuasa pula sebagai Allah dan sama kedudukan dengan Allah; bukan! Sebagaimana juga Abu Bakar diberi gelar sebagai Khalifah Rasulullah, bukan berarti bahwa langsung sama kedudukan Abu Bakar dengan Rasulullah. Maka jika manusia menjadi khalifah Allah, bukan berarti manusia menjadi sama kedudukan dengan Allah! Maka pengertian pengganti di sini harus diberi arti manusia diangkat oleh Allah menjadi khalifah-Nya. Dengan perintah-perintah tertentu. Dan untuk menghilangkan kemusykilan dalam hati, kalau hendak dituruti tafsir yang kedua bahwa manusia adalah khalifah Allah di muka bumi, janganlah dia dibahasa-lndonesiakan; tetap sajalah dalam bahasa aslinya: khalifah Allah!
Sekarang kita lanjutkan tentang kedua penafsiran itu.
Pendapat pertama ialah khalifah dari makhluk dulu-dulu yang telah musnah. Di kala mereka masih ada di dunia, mereka hanya berkelahi, merusak, bunuh-membunuh karena berebut hidup. Itu sebabnya, malaikat ter-kenang akan itu kembali lalu menyampaikan permohonan dan pertanyaan kepada Tuhan kalau-kalau terjadi demikian pula.
Maka, tersebarlah semacam dongeng pusaka bangsa Iran (Persia), yang kadang-kadang setengah ahli tafsir tidak pula keberatan menukilnya. Katanya, sebelum Nabi Adam ada makhluk namanya Hinn dan Binn, ada juga yang mengatakan namanya ialah Thimm dan Rimm. Setelah makhluk yang dua itu habis, datanglah makhluk yang bernama Jin. Semua makhluk itu musnah sebab mereka rusak-merusak, bunuh-membunuh. Akhirnya-—kata dongeng—dikirimlah oleh Tuhan bala tentaranya, terdiri atas malaikat-malaikat, dan dikepalai oleh iblis, lalu makhluk jin itu diperangi sehingga musnah. Adapun sisa-sisa-nya lari ke pulau-pulau dan ke lautan. Kemudian barulah Allah menciptakan Adam.
Dalam setengah kitab tafsir ada juga bertemu keterangan ini meskipun riwayat ini tidak berasal dari riwayat Islam sendiri.
Meskipun dia hanya dongeng belaka, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pendapat tentang adanya makhluk purbakala yang di-khalifahi oleh Adam itu bukanlah pendapat kemarin dalam kalangan manusia, melainkan telah tua, beratus tahun sebelum keluar teori Darwin. Bukankah ahli-ahli pengetahuan menggali ilmu juga dari dongeng?
Ada lagi pendapat yang sejalan dengan itu, yaitu dari beberapa golongan kaum sufi dan kaum Syi'ah Imamiyah.
Al-Alusi, pengarang Tafsir Ruhul Ma'ani, mengatakan bahwa di dalam kitab Jami'ul Akhbar dari orang Syi'ah Imamiyah, Pasal 15, ada tersebut bahwa sebelum Allah menjadikan Adam nenek kita, telah ada tiga puluh Adam.
Jarak di antara satu Adam dengan Adam yang lain seribu tahun, setelah Adam yang tiga puluh itu, 50.000 tahun lamanya dunia rusak binasa, kemudian ramai lagi 50.000 tahun, barulah dijadikan Allah nenek kita Adam,
Ibnu Buwaihi meriwayatkan di dalam Kitab at-Tauhid, riwayat dari Imam Ja'far ash-Shadiq dalam satu hadits yang panjang, dia berkata, “Barangkali kamu sangka bahwa Allah tidak menjadikan manusia (basyar) selain kau. Bahkan, demi Allah! Dia telah menjadikan 1.000.000 Adam (alfu alfi Adama), dan kamulah yang terakhir dari Adam-Adam itu!"
Berkata al-Haitsam pada syarahnya yang besar atas Kitab Nahjul Balaghah, “Dan dinukilkan dan Muhammad al-Baqir bahwa dia berkata, ‘Telah habis sebelum Adam yang Bapak kita seribu Adam atau lebih.'" Semua ini adalah pendapat dari kalangan imam-imam Syi'ah sendiri: Ja'far ash-Shadiq dan Muhammad al-Baqir, dua di antara dua belas imam Syi'ah Imamiyah.
Kalangan kaum sufi pun mempunyai pendapat demikian. Asy-Syekh al-Akbar Ibnu Arabi berkata dalam kitabnya yang terkenal al-Futuhat al-Makkiyab bahwa 40.000 tahun sebelum Adam sudah ada Adam yang lain.
Bahkan, untuk menjadi catatan, imam Syi'ah yang besar itu, Ja'far ash-Shadiq, menyatakan bahwa di samping alam kita ini, Tuhan Allah telah menjadikan pula 12.000 alam, dan tiap-tiap alam itu lebih besar daripada tujuh langit dan tujuh bumi kita ini.
Di dalam beberapa ranting yang mengenai kepercayaan terdapat perbedaan sedikit-sedikit, sebagai kita yang dinamai Ahlus-Sunnah, dengan kaum Syi'ah. Tetapi di dalam hal yang mengenai ilmu pengetahuan alam ini, amat sempitlah paham kita sekiranya kita tidak mau memedulikan, mentang-mentang dia timbul dari Syi'ah. Karena hal ihwal yang berkenan dengan ilmu pengetahuan itu adalah universal sifatnya, yaitu menjadi kepunyaan manusia bersama. Apatah lagi sampai kepada saat sekarang ini dan seterusnya, penyelidikan ilmiah tentang alam, tentang hidupnya manusia di dunia ini, tidaklah akan berhenti.
Cobalah cocokkan keterangan Imam Ja'far ash-Shadiq ini dengan hasil penyelidikan alam yang terakhir, yang mengatakan bahwa alam cakrawala itu terdiri atas berjuta-juta kekeluargaan bintang-bintang, masing-masing dengan mataharinya sendiri yang dinamai galaksi.
Berdasarkan kepada semuanya ini, ditafsirkan oleh setengah ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan Adam sebagai khalifah ialah khalifah dari Adam-Adam yang telah berlalu itu, yang sampai mengatakan seribu-ribu (sejuta Adam). Dan dongeng Iran yang diambil dan dimasukkan ke dalam beberapa tafsir itu pun menunjukkan bahwa dalam kalangan Islam sudah lama ada yang berpendapat bahwa sebelum manusia kita ini sudah ada makhluk dengan Adamnya sendiri terlebih dahulu. Sekarang, tidaklah berhenti orang menyelidiki hal itu, sehingga akhirnya datanglah pendapat secara ilmiah, di antaranya teori Darwin, dilanjutkan lagi oleh berpuluh penyelidikan tentang ilmu manusia, pada fosil-fosil yang telah membantu menunjukkan bahwa 400,000 tahun yang lalu telah ada manusia Peking atau manusia Mojokerto.
Adapun Al-Qur'an, karena dia bukanlah kitab catatan penyelidikan fosil atau teori Darwin, tidaklah dia membicarakan hal itu. Tidak dia menentang teori itu, malahan menganjurkan orang meluas-dalamkan ilmu penge-tahuan tentang apa saja, sehingga bertambah yakin akan kebesaran Allah.
Penafsiran yang ke dua ialah khalifah dari Allah sendiri.
Di antara makhluk sebanyak itu manusialah yang telah dipilih Allah menjadi khalifah-Nya,yaitu Adam dan keturunannya (lihat surah an-Naml ayat 62). Demikian kata mereka.
Pada manusia itulah Allah menyatakan hukum-Nya dan peraturan-Nya; Dia menjadi khalifah untuk mengatur bumi ini, untuk mengeluarkan rahasia yang terpendam di dalamnya. Dianugerahkan kepadanya akal. Akal itu pun suatu yang ajaib dan gaib. Bentuknya tidak tampak, tetapi bekasnyalah yang menunjukkan bahwa akal itu ada. Manusia yang ketika mulai lahir lemah tadi, kian lama kian diberi persiapan. Kekuatan yang ada padanya amat luas dan keinginan hendak tahu tidak terbatas. Memang kalau sendiri-sendiri dia lemah tidak berdaya, tetapi kumpulan dari bekas usaha orang seorang itu dapat memberi kesan dan membekas pada seluruh bumi. Dari keturunan demi keturunan manusia itu bertambah dapat menguasai dan mengatur bumi. Telah dikuasainya lautan dan telah diselaminya. Telah terbang dia di udara, telah pandai dia bercakap bersambutan kata, padahal yang seorang di Kutub Utara dan yang seorang di Kutub Selatan. Gunung ditembusinya dan dibuatnya jalan kereta api di bawahnya. Dan banyak lagi kemungkinan-kemungkinan lain yang akan dapat dikerjakan dalam bumi, terutama sejak terbuka rahasia tenaga atom dalam abad ke-20 ini.
Memang ilmu yang luas itu tidak diberikan semuanya kepada orang seorang dan tidak pula diberikan sekaligus, melainkan dari penyelidikan mereka sendiri. Yang karena kesungguhan mereka, rahasia itu dibukakan dan dibukakan lagi oleh Tuhan, Jadi, dapAllah dipahamkan bahwasanya ayat 31 yang menerangkan bahwa Allah mengajarkan nama-nama kepada Adam dan seketika ditanyakan kepada malaikat, malaikat menyembahkan bahwa pengetahuan mereka hanya terbatas sekadar yang diajarkan Allah kepada mereka (ayat 32), lalu Adam disuruh menerangkan. Maka, Adam pun menerangkanlah semua nama-nama itu. Dapat ditarik maksud yang dalam tentang keistimewaan yang diberikan Allah kepada manusia, yang kian lama kian dibukakan rahasia segala nama itu kepada manusia; tetapi kegaiban semua langit dan bumi masih banyak lagi yang belum diajarkan kepada malaikat ataupun kepada manusia, sebagaimana yang tersebut pada ujung ayat 33.
Pada tafsiran yang mana pun kita akan cenderung, baik jika ditafsirkan bahwa Adam dan keturunannya diangkat jadi khalifah dari makhluk yang telah musnah maupun sebagai khalifah dari Allah sendiri. Namun isi ayat, sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya, telah menyingkapkan lagi tabir pemikiran yang lebih luas bagi manusia agar janganlah mereka kafir terhadap Allah. Ingatlah bahwa kedudukannya dalam hidup bukanlah sembarang kedudukan.
Janganlah disia-siakan waktu pendek yang dipakai selama hidup di dunia itu.
Demikian besar sanjungan yang diberikan Allah, sangAllah tidak layak kalau manusia menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan; di sini disebutkan bahwa dia adalah khalifah. Di waktu yang lain Tuhan katakan bahwa manusia telah dijadikan sebaik-baiknya bentuk (surah at-Tiin: ayat 4. Dan, di kala yang lain Allah menyanjungnya tinggi-tinggi.
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan bani Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri rezeki mereka dengan yang baik-baik, dan sungguh-sungguh Kami lebihkan mereka daripada kebanyakan (makhluk) yang telah Kami jadikan, sebenar-benar dilebihkan!' (al-Israa': 70)
Demikianlah kemuliaan yang telah dilimpahkan Tuhan kepada manusia. Adakah patut kalau manusia tiada juga sadar akan dirinya dari hubungannya dengan Tuhannya?!