Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
جَآءُو
(mereka) datang
مِنۢ
dari
بَعۡدِهِمۡ
sesudah mereka
يَقُولُونَ
mereka berkata
رَبَّنَا
ya Tuhan kami
ٱغۡفِرۡ
ampunilah
لَنَا
bagi kami
وَلِإِخۡوَٰنِنَا
dan bagi saudara-saudara kami
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
سَبَقُونَا
(mereka) mendahului kami
بِٱلۡإِيمَٰنِ
dengan beriman
وَلَا
dan tidak
تَجۡعَلۡ
Engkau jadikan
فِي
dalam
قُلُوبِنَا
hati kami
غِلّٗا
kedengkian
لِّلَّذِينَ
kepada orang-orang
ءَامَنُواْ
yang beriman
رَبَّنَآ
ya Tuhan kami
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
رَءُوفٞ
Maha Penyantun
رَّحِيمٌ
Maha Penyayang
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
جَآءُو
(mereka) datang
مِنۢ
dari
بَعۡدِهِمۡ
sesudah mereka
يَقُولُونَ
mereka berkata
رَبَّنَا
ya Tuhan kami
ٱغۡفِرۡ
ampunilah
لَنَا
bagi kami
وَلِإِخۡوَٰنِنَا
dan bagi saudara-saudara kami
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
سَبَقُونَا
(mereka) mendahului kami
بِٱلۡإِيمَٰنِ
dengan beriman
وَلَا
dan tidak
تَجۡعَلۡ
Engkau jadikan
فِي
dalam
قُلُوبِنَا
hati kami
غِلّٗا
kedengkian
لِّلَّذِينَ
kepada orang-orang
ءَامَنُواْ
yang beriman
رَبَّنَآ
ya Tuhan kami
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
رَءُوفٞ
Maha Penyantun
رَّحِيمٌ
Maha Penyayang
Terjemahan
Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar) berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami serta saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
Tafsir
(Dan orang-orang yang datang sesudah mereka) yakni sesudah kaum Muhajirin dan kaum Ansar hingga hari kiamat nanti (mereka berdoa, "Ya Rabb kami! Beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami) yakni rasa dengki (terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.").
Tafsir Surat Al-Hasyr: 8-10
(Juga) bagi para fuqara Muhajirin yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan-(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhaj irin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhaj irin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan /anganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, menceritakan keadaan orang-orang fakir yang berhak untuk mendapatkan harta fai, bahwa mereka adalah: Muhajirin yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan-(Nya). (Al-Hasyr: 8) Yakni mereka tinggalkan kampung halaman mereka dan menentang kaum mereka demi meraih rida Allah dan ampunan-Nya.
dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Al-Hasyr: 8) Yaitu merekalah orang-orang yang ucapan mereka bersesuaian dengan perbuatannya, mereka adalah para pemimpin kaum Muhajirin. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memuji sikap orang-orang Ansar dan menjelaskan keutamaan, kemuliaan, dan kehormatan yang ada pada diri mereka, serta ketulusan mereka dalam mementingkan nasib Muhajirin hingga kepentingan untuk diri mereka sendiri dikesampingkan, padahal mereka sangat memerlukannya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Yakni mereka telah menempati negeri hijrah sebelum kaum Muhajirin tiba, dan sebagian besar dari mereka telah beriman. Umar mengatakan, "Aku berwasiat kepada khalifah sesudahku agar memperhatikan kaum Muhajirin yang pertama, hendaknya hak mereka tetap diberikan kepada mereka dan kehormatan mereka tetap dipelihara.
Aku juga berwasiat agar orang-orang Ansar diperlakukan dengan baik, yaitu mereka yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka (Muhajirin). Hendaklah orang-orang yang baik dari mereka diterima, dan orang-orang yang berbuat buruk dari mereka dimaafkan." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam tafsir ayat ini. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. (Al-Hasyr: 9) Artinya, termasuk kemuliaan dan kehormatan diri mereka ialah mereka menyukai orang-orang Muhajirin dan menyantuni mereka dengan harta bendanya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas yang mengatakan bahwa orang-orang Muhajirin berkata, "Wahai Rasulullah, kami belum pernah melihat hal yang semisal dengan kaum yang kami datang berhijrah kepada mereka. Yakni dalam hal memberi santunan kepada kami, orang-orang yang hidup sederhana dari mereka tidak segan menyantuni kami, dan orang yang hartawan dari mereka sangat banyak dalam memberi kami.
Sesungguhnya mereka telah menjamin semua kebutuhan kami dan bersekutu dengan kami dalam kesenangan, hingga kami merasa khawatir bila mereka memborong semua pahala." Maka Nabi ﷺ menjawab: Tidak, selama kamu memuji mereka dan mendoakan bagi mereka kepada Allah. Aku belum pernah melihat hadits ini di dalam semua kitab hadits yang diriwayatkan melalui jalur ini. [] Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Yahya ibnu Sa'id.
Ia mendengar Anas ibnu Malik saat berangkat bersamanya menuju ke tempat Al-Walid mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah memanggil orang-orang Ansar dengan maksud akan memberikan bagian kepada mereka tanah Bahrain. Tetapi mereka menjawab, "Tidak, terkecuali jika engkau berikan hal yang sama kepada saudara-saudara kami dari kaum Muhaj irin." Nabi ﷺ bersabda: Jika tidak mau, maka bersabarlah sampai kamu menjumpaiku, dan sesungguhnya kelak kalian akan ditimpa oleh penyakit mementingkan diri sendiri. Imam Al-Bukhari meriwayatkan nadis ini secara munfarid melalui jalur ini. Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa orang-orang Ansar pernah berkata, "Bagikanlah antara kami dan saudara-saudara kami (kaum Muhajirin) kebun kurma (kami)." Nabi ﷺ menjawab, "Jangan." Kaum Muhajirin berkata, "Maukah kalian menutupi semua pembiayaannya dan kami akan menggarapnya dengan imbalan bagi hasil dari buahnya?" Orang-orang Ansar menjawab, "Kami dengar dan kami taati syarat itu." Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits ini secara munfarid tanpa Imam Muslim.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Yakni mereka tidak mempunyai rasa iri dalam hati mereka terhadap keutamaan yang telah diberikan oleh Allah kepada kaum Muhajirin berupa kedudukan, kemulian, dan prioritas dalam sebutan dan urutan. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka. (Al-Hasyr: 9) Yaitu rasa dengki dan iri hati.
terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah terhadap apa yang telah diberikan kepada saudara-saudara mereka dari kaum Muhajirin. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid. Di antara dalil yang menunjukkan makna ini ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: ". ". telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Anas, bahwa ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah ﷺ , lalu beliau ﷺ bersabda: Sekarang akan muncul kepada kalian seorang lelaki calon penghuni surga.
Maka muncullah seorang lelaki dari kalangan Ansar yang jenggotnya masih meneteskan air bekas air wudunya, dia menjinjing kedua terompahnya dengan tangan kirinya. Pada keesokan harinya Rasulullah ﷺ mengucapkan kata-kata yang sama. Lalu muncullah lelaki itu seperti pada yang pertama kali. Dan pada hari yang ketiganya Rasulullah ﷺ mengucapkan kata-kata yang sama lagi, lalu muncullah lelaki itu dalam keadaan seperti pada yang pertama kali. Ketika Rasulullah ﷺ bangkit, maka lelaki itu diikuti oleh Abdullah ibnu Amr ibnul As, lalu ia berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku telah bertengkar dengan ayahku, maka aku bersumpah tidak akan pulang kepadanya selama tiga hari. Jika engkau sudi, bolehkah aku menginap di rumahmu, maka aku akan merasa senang sekali." Lelaki itu menjawab, "Silakan." Anas melanjutkan kisahnya, bahwa Abdullah telah menceritakan kepadanya bahwa ia menginap di rumah lelaki Ansar itu selama tiga malam, dan dia tidak melihatnya bangun malam untuk mengerjakan sesuatu dari shalat sunat, hanya saja bila ia berbalik di tempat peraduannya di tengah malam, ia berzikir kepada Allah dan mengucapkan takbir, hingga ia bangun dari peraduannya untuk mengerjakan shalat fajar (subuh).
Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa hanya saja ia tidak mendengarnya mengatakan sesuatu kecuali hanya kebaikan belaka. Dan setelah tiga malam berlalu dan hampir saja aku memandang remeh amal perbuatannya, maka aku berterus terang kepadanya, "Wahai hamba Allah, sebenarnya tidak ada pertengkaran antara aku dan ayahku dan tidak ada pula saling mendiamkan dengannya, tetapi aku telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda kepada kami sebanyak tiga kali: Sekarang akan muncul kepada kalian seorang lelaki calon penghuni surga.
Ketika kulihat, ternyata engkau sebanyak tiga kali. Maka aku bermaksud untuk menginap di rumahmu guna menyaksikan apa yang engkau perbuat, lalu aku akan menirunya. Tetapi ternyata aku tidak melihatmu melakukan amal yang istimewa, lalu apakah yang menyebabkan engkau sampai kepada kedudukan seperti apa yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ ?" Lelaki itu menjawab, "Tiada yang kulakukan selain dari apa yang telah engkau lihat sendiri." Ketika aku pergi darinya, ia memanggilku dan berkata, "Tiada lain amal itu kecuali seperti yang engkau lihat, hanya saja dalam hatiku tidak terdapat rasa iri terhadap seorang pun dari kaum muslim dan tidak pula rasa dengki terhadap seorang pun atas kebaikan yang telah diberikan oleh Allah kepadanya." Abdullah ibnu Amr berkata, "Rupanya amal itulah yang menghantarkan dirimu mencapai tingkatan itu, amal tersebut sulit untuk dilakukan dan amatlah berat." Imam An-Nasai meriwayatkannya di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah, dari Suwaid ibnu Nasr, dari Ibnul Mubarak, dari Ma'mar dengan sanad yang sama.
Sanad ini shahih dengan syarat Sahihain, tetapi Aqil dan lain-lainnya telah meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari seorang lelaki, dari Anas. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Yakni terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin. Abdur Rahman mengatakan bahwa ada sebagian orang yang memperbincangkan harta Bani Nadir yang orang-orang Ansar tidak diberi bagian darinya.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala menghukum mereka karena ucapannya yang demikian itu. Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Hasyr: 6); Abdur Rahman melanjutkan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda (kepada kaum Ansar): Sesungguhnya saudara-saudara kalian ini (kaum Muhajirin) telah meninggalkan harta benda dan anak-anak mereka, lalu mereka keluar (berhijrah) kepada kalian. Orang-orang Ansar menjawab, "Kalau begitu, harta kami, kami rela berbagi dengan mereka." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Bagaimanakah kalau dengan cara selain itu?" Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Mereka (kaum Muhajirin) adalah kaum yang tidak mengetahui pertanian, bagaimanakah kalau kalian menjamin mereka saja dengan cara bagi hasil buah-buahan dengan mereka?" Orang-orang Ansar menjawab, "Kami setuju, wahai Rasulullah." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). (Al-Hasyr: 9) Yang dimaksud dengan khasasah ialah keperluan. Yakni mereka lebih mementingkan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan diri mereka sendiri; mereka memulainya dengan kebutuhan orang lain sebelum diri mereka, padahal mereka sendiri membutuhkannya.
Di dalam kitab shahih telah disebutkan dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Sedekah yang palingutama ialahjerih payah dari orang yang minim. Yaitu dari orang yang memerlukannya. Kedudukan ini lebih tinggi dari pada kedudukan orang yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya: Dan mereka memberikan makanan yang disukainya. (Al-Insan: 8) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan memberikan harta yang dicintainya. (Al-Baqarah: 177) Karena sesungguhnya mereka menyedekahkan apa yang mereka sendiri menyukainya, tetapi adakalanya mereka tidak memerlukannya dan tidak mempunyai kebutuhan darurat terhadapnya. Sedangkan mereka (golongan yang pertama) mengesampingkan kebutuhan mereka, padahal mereka dalam keadaan memerlukannya dan membutuhkan apa yang mereka sedekahkan. Dan termasuk ke dalam kedudukan ini ialah apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar As-Siddiq karena dia telah menyedekahkan semua harta bendanya, hingga Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya, "Lalu apa yang engkau sisakan buat keluargamu?" Abu Bakar menjawab, "Aku sisakan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya." Demikian pula halnya air minum yang ditawarkan kepada Ikrimah dan teman-temannya pada Perang Yarmuk; masing-masing dari mereka memerintahkan agar diberikan kepada temannya, padahal Ikrimah sendiri dalam keadaan luka berat dan sangat memerlukan air minum, lalu temannya menyerahkan air itu kepada orang yang ketiga, dan belum sampai air itu ke tangan orang yang ketiga.
Akhirnya mereka mati semua dan tiada seorang pun dari mereka yang meminum air itu. Semoga Allah meridai mereka dan membuat mereka puas dengan balasan pahala-Nya. Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim ibnu Kasir, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Gazwan, telah menceritakan kepada kami Abu Hazim Al-Asyja'i, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah ﷺ , lalu berkata, "Wahai Rasulullah, aku lapar." Maka Rasulullah ﷺ menyuruh seseorang ke rumah istri-istri beliau, dan ternyata tidak dijumpai makanan apa pun pada mereka.
Maka Nabi ﷺ bersabda, "Adakah seseorang yang mau menjamu orang ini malam ini, semoga Allah merahmatinya?" Maka berdirilah seorang lelaki dari kalangan Ansar seraya berkata, "Akulah yang akan menjamunya, wahai Rasulullah." Kemudian lelaki itu pulang ke rumah keluarganya dan berkata kepada istrinya, "Orang ini adalah tamu Rasulullah ﷺ , maka jangan engkau simpan apa pun untuknya." Istrinya menjawab, "Demi Allah, aku tidak mempunyai makanan apa pun selain makanan untuk anak-anak." Suaminya berkata, "Jika anak-anak ingin makan malam, tidurkanlah mereka, lalu kemarilah dan matikanlah lampu, biarlah kita menahan lapar untuk malam ini." Istrinya melakukan apa yang diperintahkan suaminya itu.
Kemudian pada pagi harinya lelaki itu menemui Rasulullah ﷺ , maka Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah merasa kagum atau rida dengan apa yang telah dilakukan oleh si Fulan dan si Fulanah. Dan Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). (Al-Hasyr: 9) Demikian pula Imam Al-Bukhari meriwayatkannya dalam tempat lain, juga Imam Muslim, Imam At-Tirmidzi, dan Imam An-Nasai melalui jalur Fudail ibnu Gazwan dengan sanad yang sama dan lafal yang semisal. Di dalam riwayat Imam Muslim disebutkan nama orang Ansar tersebut, yaitu Abu Talhah Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 9) Yakni barang siapa yang terbebas dari sifat kikir, maka sesungguhnya dia telah beruntung dan berhasil.
". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Qais Al-Farra, dari Ubaidillah ibnu Miqsam, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Jauhilah perbuatan aniaya, kerena sesungguhnya perbuatan aniaya itu adalah kegelapan kelak di hari kiamat; dan takutlah kalian terhadap sifat kikir, karena sesungguhnya sifat kikir itu telah membinasakan orang-orang terdahulu sebelum kalian. Karena sifat kikir mendorong mereka untuk mengalirkan darah mereka dan menghalalkan kehormatan mereka.
Imam Muslim mengetengahkan hadits ini secara munfarid, maka dia meriwayatkannya dari Al-Qa'nabi, dari Daud ibnu Qais dengan sanad yang sama. ". Al-A'masy dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah, dari Abdullah ibnul Haris, dari Zuhair ibnul Aqmar, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Hindarilah oleh kalian perbuatan aniaya, karena sesungguhnya perbuatan aniaya itu merupakan kegelapan di hari kiamat. Dan takutlah kalian terhadap perbuatan keji, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai kata-kata yang keji dan tidak pula perbuatan yang keji (kotor).
Jauhilah oleh kalian sifat kikir, karena sesungguhnya sifat kikir itu telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian. Sifat kikir mendorong mereka berbuat aniaya, maka mereka berbuat aniaya; dan mendorong mereka untuk berbuat kedurhakaan, maka mereka berbuat kedurhakaan; dan mendorong mereka untuk memutuskan silaturahmi, maka mereka memutuskan pertalian silaturahmi.' Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud telah meriwayatkannya melalui jalur Syu'bah, sedangkan Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui jalur Al-A'masy.
Keduanya (Syu'bah dan Al-A'masy) dari Amr ibnu Murrah dengan sanad yang sama. Al-Al-Laits telah meriwayatkan dari Yazid ibnul Had, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari Safwan ibnu Abu Yazid, dari Al-Qa'qa' ibnul Jallah, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Tidak dapat terkumpul di dalam perut seorang hamba selamanya antara debu di jalan Allah dan asap neraka Jahanam. Dan tidak dapat terkumpul pula antara sifat kikir dan iman dalam hati seorang hamba selama-lamanya.
Ibnu Abu Hatirri mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdah ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Jami' ibnu Syaddad, dari Al-Aswad ibnu Hilal yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang kepada Abdullah, lalu berkata, "Wahai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya aku takut bila diriku binasa." Abdullah bertanya, "Apakah yang kamu takutkan?" Lelaki itu menjawab bahwa ia telah membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menyebutkan: Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 9) Sedangkan aku adalah orang yang kikir, hampir saja aku tidak pernah mengeluarkan sesuatu dari tanganku.
Maka Abdullah menjawab, "Bukan itu yang dimaksud dengan kikir yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur'an. Sesungguhnya kikir yang dimaksud oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur'an itu tiada lain bila engkau memakan harta saudaramu secara aniaya. Tetapi yang itu adalah sifat kikir, dan seburuk-buruk sifat adalah kikir." Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Tariq ibnu Abdur Rahman, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Abul Hayyaj Al-Asadi yang mengatakan bahwa ketika ia sedang tawaf di Baitullah, ia melihat seorang lelaki mengucapkan doa, "Ya Allah, peliharalah diriku dari kekikiran diriku." Hanya itu doa yang dibacanya, tidak lebih.
Lalu aku bertanya kepadanya, "Mengapa demikian?" Ia menjawab, "Jika aku dipelihara dari kekikiran diriku, berarti aku tidak akan mencuri, tidak berzina, dan tidak berbuat macam-macam dosa." Dan ternyata lelaki itu adalah sahabat Abdur Rahman ibnu Auf Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepada kami Majma' ibnu Jariyah Al-Ansari, dari pamannya Yazid ibnu Jariyah, dari Anas ibnu Malik, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Telah disembuhkan dari kekikiran orang yang menunaikan zakatnya, menjamu tamunya, dan memberi derma kepada yang terkena musibah.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 10) Mereka adalah golongan yang ketiga dari kaum fakir mereka yang berhak mendapat bagian dari harta fai.
Pertama, adalah golongan Muhajirin. Kedua, golongan Ansar. Dan ketiga, adalah orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. (At-Taubah: 100) Orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik adalah orang-orang yang mengikuti jejak mereka yang baik dan sifat-sifat mereka yang terpuji, serta menyeru (orang lain) mengikuti jejak mereka, baik secara diam-diam maupun terang-terangan.
Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini oleh firman-Nya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa. (Al-Hasyr: 10) Yaitu selalu mendoakan. Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami. (Al-Hasyr: 10) Yakni rasa dengki dan kebencian. terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 10) Alangkah baiknya apa yang disimpulkan oleh Imam Malik rahimahullah dari ayat yang mulia ini, bahwa kaum Rafidah yang selalu mencaci para sahabat.
Mereka tidak punya hak dari harta fai ini, karena mereka tidak termasuk orang-orang yang bersifat seperti apa yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam rangka memuji mereka melalui firman-Nya: Ya Tuhan kami. beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 10) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abdur Rahman Al-Masruqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim ibnu Muhajir, dari ayahnya, dari Aisyah; ia telah mengatakan bahwa mereka (orang-orang Rafidah) diperintahkan untuk memohonkan ampunan bagi para sahabat yang terdahulu, tetapi sebaliknya justru mereka mencacinya.
Kemudian Aisyah membaca firman-Nya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami. (Al-Hasyr: 10), hingga akhit ayat. ". Ismail ibnu Aliyyah telah meriwayatkan dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Masruq, dari Aisyah yang mengatakan, "Kalian diperintahkan untuk memohonkan ampunan bagi sahabat-sahabat Muhammad ﷺ , tetapi kalian justru mencaci maki mereka. Aku telah mendengar Nabi kalian bersabda: 'Umat ini tidak akan lenyap sebelum orang-orang yang terkemudian dari mereka melaknat orang-orang yang terdahulunya'.
Al-Bagawi telah meriwayatkan hadits ini. Imam Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa Umar membaca firman-Nya: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun. (Al-Hasyr: 6) Az-Zuhri melanjutkan, bahwa lalu Umar mengatakan bahwa yang ini khusus untuk Rasulullah ﷺ Dan kampung-kampung Arinah serta lain-lainnya termasuk di antara harta fai yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk kota-kota. Maka harta-harta fai itu adalah untuk Allah, Rasul-Nya, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan, serta untuk orang-orang fakir Muhajirin yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka, dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar).
Maka ayat-ayat ini mencakup semua orang, hingga tiada seorang muslim pun melainkan baginya ada hak dari harta fai ini. Menurut Ayyub, mempunyai bagian terkecuali sebagian dari orang-orang yang kamu miliki, yaitu para budak. Demikianlah menurut riwayat Abu Dawud, tetapi dalam sanadnya terdapat inqita' (mata rantai yang tidak berhubungan). Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul A' la, telah menceritakan kepada kami AbuSaur, dari Ma'mar, dari Ayyub, dari Ikrimah ibnu Khalid, dari Malik ibnu Aus ibnul Hadsan yang mengatakan bahwa Umar membaca firman-Nya: Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin. (At-Taubah: 60) sampai dengan firman-Nya: Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 60) Kemudian Umar mengatakan bahwa ini adalah untuk mereka.
Lalu ia membaca firman-Nya: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul. (Al-Anfal: 41), hingga akhir ayat. Kemudian Umar mengatakan bahwa ini untuk mereka, lalu ia membaca firman-Nya: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul. (Al-Hasyr: 7) sampai dengan firman-Nya: (juga) bagi para fuqara. (Al-Hasyr: 8), hingga akhir ayat. Kemudian dilanjutkan dengan firman-Nya: Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9), hingga akhir ayat.
Lalu dilanjutkan dengan firman-Nya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar). (Al-Hasyr: 10), hingga akhir ayat. Kemudian Umar mengatakan bahwa semuanya ini mencakup kaum muslim secara umum, tiada seorang pun dari mereka melainkan mempunyai hak padanya. Lalu Umar mengatakan bahwa seandainya ia masih hidup, sungguh seorang penggembala yang sedang berada di Himyar di bawah sebuah pohon Sarwu akan kedatangan bagiannya dari harta itu tanpa harus memeras keringat dahinya untuk mendapatkannya."
Sesudah menjelaskan keberhasilan Muhajirin dan Ansar membangun persaudaraan sejati atas dasar iman, Allah lalu menjelaskan karakter orang-orang beriman generasi sesudah mereka. Dan orang-orang beriman, berilmu, dan beramal saleh yang datang sesudah mereka dari generasi ke generasi hingga hari Kiamat, mereka berdoa kepada Allah, 'Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dan ampuni pula dosa-dosa saudara-saudara kami seiman yang telah beriman lebih dahulu dari kami, umat Rasulullah maupun umat para nabi sebelumnya dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman karena kedengkian itu menghapuskan amal saleh. Ya Tuhan kami, Sungguh, Engkau Maha Penyantun kepada setiap hamba, Maha Penyayang kepada hamba yang beriman sehingga mereka mendapat kebaikan dunia dan akhirat. ' 11. Jika pada ayat sebelumnya, Allah menjelaskan persaudaraan sejati di antara Muhajirin dan Ansar dan sifat orang-orang beriman generasi sesudah mereka, pada ayat ini Allah menjelaskan sifat orang-orang munafik di Madinah pada masa Rasulullah. Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang munafik seperti 'Abdull'h bin Ubay bin Sal'l, Wad'ah bin M'lik, Suwaid, dan Da'is yang berkata kepada saudara-saudaranya yang kafir di antara Ahli Kitab, yakni Bani Nadir yang sedang dikepung kaum muslim karena merencanakan untuk membunuh Rasulullah, 'Sungguh, jika kamu, wahai Bani Nadir, benar-benar diusir oleh Muhammad dari perkampungan kamu di Madinah, niscaya kami pun akan keluar bersama kamu dari Madinah sebagai bentuk solidaritas kami kepada Anda; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun demi kamu, yakni mendengar dan mematuhi perintah Muhammad; dan jika kamu diperangi Muhammad agar kamu keluar dari Madinah, pasti kami akan membantumu melawan Muhammad. ' Dan Allah menyaksikan, kebohongan janji orang-orang munafik terhadap Bani Nadir tersebut, baik sesudah maupun sebelum pengepungan kaum muslim terhadap Bani Nadir bahwa mereka, orang-orang munafik itu benar-benar pendusta, sebab janji mereka untuk menolong Bani Nadir itu tidak ditepati sehingga Bani Nadir menyerah kepada Rasulullah untuk menerima hukuman diusir dari Madinah.
Ayat ini menerangkan bahwa generasi kaum Muslimin yang datang kemudian, setelah berakhirnya generasi Muhajirin dan Ansar, sampai datangnya hari Kiamat nanti berdoa kepada Allah, yang artinya, "Wahai Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa saudara-saudara kami seagama yang lebih dahulu beriman daripada kami."
Ada beberapa hal yang dapat diambil dari ayat ini, yaitu:
1. Jika seseorang berdoa, maka doa itu dimulai untuk diri sendiri, kemudian untuk orang lain.
2. Kaum Muslimin satu dengan yang lain mempunyai hubungan persaudaraan, seperti hubungan saudara seibu-sebapak. Mereka saling mendoakan agar diampuni Allah segala dosa-dosanya, baik yang sekarang, maupun yang terdahulu.
3. Kaum Muslimin wajib mencintai para sahabat Rasulullah saw, karena mereka telah memberikan contoh dalam berhubungan yang baik dengan sesama manusia. Jika seseorang ingin hidupnya bahagia di dunia dan di akhirat, hendaklah mencontoh hubungan persaudaraan yang telah dilakukan kaum Muhajirin dan Ansar itu.
Ayat ke-10 ini mempunyai hubungan erat dengan ayat sebelumnya (ayat ke-9). Oleh karena itu, maksud ayat ini ialah menjelaskan bagaimana hubungan orang-orang Muhajirin yang telah meninggalkan kampung halaman, keluarga, dan harta mereka di Mekah dengan orang-orang Ansar yang beriman yang menerima orang-orang Muhajirin dengan penuh kecintaan dan persaudaraan di kampung halaman mereka, yang mereka lakukan semata-mata untuk mencari keridaan Allah dan bersama-sama menegakkan agama Allah serta menunjukkan iman mereka yang benar, demikian pulalah hendaknya hubungan kaum Muslimin yang datang sesudahnya. Hendaklah mereka tolong-menolong dan mempererat persaudaraan dalam meninggikan kalimat Allah.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa hubungan orang yang sedang berhijrah dan penduduk negeri yang menerima mereka, dapat menimbulkan hubungan persaudaraan yang kuat di antara manusia, asal dalam hubungan itu terdapat unsur-unsur keimanan, keikhlasan, dan tolong-menolong, seperti yang telah dilakukan kaum Muhajirin dan kaum Ansar. Dalam situasi ini terdapat kesempatan yang paling banyak bagi seorang mukmin untuk melakukan berbagai perbuatan yang membentuk sifat-sifat takwa dan diridai Allah.
Ibnu Abi Laila berkata, "Manusia terbagi kepada beberapa tingkatan yaitu tingkatan Muhajirin, tingkatan Ansar, dan tingkatan generasi sesudahnya yang selalu mengikuti jejak Muhajirin dan Ansar. Oleh karena itu, hendaknya kita berupaya agar dapat masuk ke dalam salah satu dari tiga tingkatan tersebut.
Kemudian disebutkan lanjutan doa orang-orang yang beriman itu, yang artinya, "Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau timbulkan dalam hati kami rasa dengki kepada orang-orang yang beriman."
Rasa dengki dan dendam adalah sumber segala kejahatan dan maksiat yang mendorong orang berbuat kebinasaan, kezaliman, dan menumpahkan darah di muka bumi. Allah berfirman:
Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung. (at-Taubah/9: 100)
Pada akhir ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang tersebut dalam ayat 10 ini mengatakan bahwa Allah Maha Penyayang kepada para hamba-Nya, dan banyak melimpahkan rahmat-Nya. Oleh karena itu, mereka mohon agar Dia memperkenankan doa-doa mereka.
Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar bahwa ia mendengar seorang laki-laki bertemu dengan sebagian orang Muhajirin, maka dibacakan ayat, "Lil fuqara'il-muhajirin" (bagi orang fakir golongan Muhajirin), kemudian salah seorang berkata kepadanya, "Mereka itu orang-orang Muhajirin, apakah kamu termasuk sebagian dari mereka." Orang itu menjawab, "Tidak." Kemudian dibacakan pula kepadanya: "Wal-ladhina tabawwa'ud-dara wal-imana min qablihim" (dan orang-orang yang telah menempati kota Medinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka). Kemudian salah seorang berkata kepadanya, "Mereka itu golongan Ansar, apakah engkau dari golongan mereka?" Ia menjawab, "Tidak." Kemudian dibacakan ayat: "Wal-ladhina ja'u min ba'dihim" (orang-orang yang datang kemudian), Seseorang juga bertanya kepadanya, "Apakah engkau dari golongan mereka?" Ia menjawab, "Aku mengharap demikian." Kemudian ia berkata, "Bukankah sebagian mereka mencela sebagian yang lain?" Ayat ini menunjukkan bahwa antara orang-orang mukmin tidak boleh mencela sesama mereka.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
AL-ANSHAR
“Dan orang-orang yang telah menetap di kota itu dan (tetap) beriman dari sebelum mereka." Itulah orang-orang Anshar, pembela dan penolong Rasul dan yang menampung beliau dan saudara-saudaranya yang hijrah dalam kemiskinan itu. Mereka adalah menetap dalam kota Madinah itu dan tetap pula dalam iman, lalu menunggu saudaranya yang hijrah dan meninggalkan kampung halamannya itu. “Mereka itu kasih kepada orang-orang yang telah berhijrah kepada mereka." Tidak ada rasa benci atau muak atau bosan dengan saudara sepaham yang baru datang itu, melainkan betas kasihanlah yang ada. “Dan tidak mereka dapati dalam dada mereka suatu keinginan pun dari apa yang telah diberikan kepada mereka." Artinya tidaklah ada rasa dengki atau iri hati kaum Anshar itu melihat Allah dan Rasul-Nya memberikan anugerah berlebih kepada saudara-saudara kaum Muhajirin itu. “Dan mereka lebih mengutamakan (saudara-saudara mereka yang baru datang itu), lebih dari diri mereka sendiri, walaupun mereka dalam kesulitan." Nabi ﷺ setelah berkata kepada kaum Anshar itu, “Kalau kamu suka, bolehlah kamu bagi-bagikan untuk saudaramu kaum Muhajirin itu rumah-rumah kediaman dan harta benda kamu; dan aku bagikan kepada kamu harta rampasan itu sebagaimana telah aku bagikan kepada mereka; dan jika kamu kehendaki untuk mereka harta rampasan dan untuk kamu rumah-rumah dan harta benda kamu." Kaum Anshar menjawab, “Kami tidak mau begitu! Mau kami ialah menyerahkan sebagian rumah kami dan harta kami kepada mereka, dan harta rampasan itu biarlah mereka saja yang menerimanya, kami tidak usah!"
“Dan harangsiapa yang terpelihara dari kekikiran dirinya." Sebab kikir atau bakhil adalah satu sifat pokok pada diri setiap orang. Oleh sebab itu barangsiapa yang dapat menguasai dan mengalahkan kikir yang menjadi sifat asli pada tiap-tiap diri seseorang itu. “Maka orang-orang inilah yang beroleh kemenangan." (ujung ayat 9). Yaitu terutama sekali kemenangan menguasai diri sendiri. Orang yang dapat mengatasi atau menekan sifat kikir yang jadi bawaan setiap diri, sehingga kikir itu tidak menghalanginya lagi buat berkorban adalah satu kemenangan utama bagi seseorang atas dirinya sendiri.
Maka kita dapati lima kelebihan dan pujian bagi kaum Anshar.
Pertama, mereka telah menunggu saudaranya Muhajirin di kota tempat mereka dengan tetap dalam iman.
Kedua, mereka mencintai saudara-saudara mereka yang datang menumpangkan diri itu.
Ketiga, mereka tidak merasa dengki ataupun keberatan jika kaum Muhajirin itu diberi pembagian lebih banyak, bahkan harta rampasan Bani Nadhir sebagian besar hanya untuk Muhajirin.
Keempat, mereka lebih mengutamakan saudara-saudara mereka yang baru hijrah itu, lebih dari mengutamakan diri mereka sendiri.
Kelima, mereka telah sanggup mengatasi sifat kikir mereka, sehingga mereka mendapat kemenangan.
“Dan (pula) orang-orang yang datang sesudah mereka." Ada dua tiga macam penafsiran tentang siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang datang sesudah Muhajirin dan Anshar ini.
1. Setengah ulama menafsirkan ialah yang datang sesudah era sahabat, yang diberi sebutan tabi'in, yaitu mereka yang mendapati sahabat- sahabat Rasulullah dan berguru belajar kepada mereka.
2. Tetapi setengah ahli tafsir lagi menafsirkan bahwa yang datang sesudah Muhajirin dan Anshar itu ialah segala orang yang mengaku percaya kepada risalah Nabi Muhammad ﷺ, walaupun telah jauh jarak waktunya. Pertemuan di antara jiwa kaum Muslimin di seluruh tempat dan di seluruh zaman, tidaklah ada yang membatasinya. Walaupun kita yang empat belas abad sesudah Nabi ini, masuklah juga dalam golongan “orang-orang yang datang sesudah mereka", asal kita setia memegang teguh ajarannya, menjalankan Sunnah-nya.
Meskipun jarak sudah sejauh itu, namun jiwa ini masih terasa amat dekat, sehingga dibuktikan dengan doa, “Mereka itu berkata, ‘Ya Tuhan kami! Ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan iman.'" Oleh sebab mereka telah lebih dahulu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sedang kami ini datang kemudian, sudilah kiranya Allah memberi ampun kepada kami kalau ada kesalahan kami, bersamaan juga hendaknya Engkau memberi ampunan kepada orang-orang yang beriman lebih dahulu dari kami. “Dan janganlah Engkau jadikan di dalam hati kami rasa dengki kepada orang-orang yang beriman." Karena dengki adalah penyakit yang paling berbahaya dalam merusakkan iman itu sendiri dalam jiwa orang yang pendengki. “Tuhan kami! Sesungguhnya Engkau adalah Maha Penyantun, Maha Penyayang." (ujung ayat 10) Tersebutlah di dalam hadits yang shahih,“Bahwasanya pada suatu ketika Nabi ﷺ pergi ke kuburan, lalu beliau baca, “Assalamu'alaikum wahai isi kampung yang beriman, dan sesungguhnyalah kami ini in syaa Allah akan menyusul kamu. Inginlah aku melihat ikhwanuna, saudara-saudara kita." Lalu para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah! Bukankah kami ini saudara-saudara engkau" Rasulullah menjawab, “Bahkan kamu ini adalah sahabat- sahabatku. Saudara-saudara kita belumlah datang sekarang. Aku akan menemui mereka di telaga al-Haudh." (HR Muslim)