Ayat

Terjemahan Per Kata
ٱلۡحَمۡدُ
segala puji
لِلَّهِ
bagi Allah
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَ
telah menciptakan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضَ
dan bumi
وَجَعَلَ
dan Dia telah menjadikan
ٱلظُّلُمَٰتِ
gelap
وَٱلنُّورَۖ
dan cahaya/terang
ثُمَّ
kemudian
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
بِرَبِّهِمۡ
dengan Tuhan mereka
يَعۡدِلُونَ
mereka menyamakan/mempersekutukan
ٱلۡحَمۡدُ
segala puji
لِلَّهِ
bagi Allah
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَ
telah menciptakan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضَ
dan bumi
وَجَعَلَ
dan Dia telah menjadikan
ٱلظُّلُمَٰتِ
gelap
وَٱلنُّورَۖ
dan cahaya/terang
ثُمَّ
kemudian
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
بِرَبِّهِمۡ
dengan Tuhan mereka
يَعۡدِلُونَ
mereka menyamakan/mempersekutukan
Terjemahan

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan kegelapan-kegelapan dan cahaya. Sungguhpun demikian, orang-orang yang kufur mempersamakan tuhan mereka (dengan sesuatu yang lain).
Tafsir

Al-An'aam (Hewan Ternak)
(Segala puji) yaitu ungkapan tentang sifat yang baik lagi tetap (bagi Allah) apakah yang dimaksud dengan pemberitaan dalam bentuk ini sebagai ungkapan rasa iman terhadap-Nya ataukah hanya sebagai panjatan puji kepada-Nya atau memang untuk maksud keduanya? Memang mengandung beberapa hipotesis akan tetapi hipotesis yang paling banyak faedahnya ialah yang ketiga, demikianlah menurut pendapat Syekh di dalam surah Al-Kahfi (Yang telah menciptakan langit dan bumi) Allah menyebutkan keduanya secara khusus mengingat keduanya adalah makhluk ciptaan Allah yang paling besar di mata orang-orang yang menyaksikannya (dan mengadakan) menjadikan (gelap dan terang) artinya setiap yang gelap dan terang; pengungkapan kata gelap dengan bentuk jamak sedangkan untuk terang tidak karena gelap itu mempunyai banyak penyebabnya. Hal ini merupakan sebagian dari bukti-bukti keesaan-Nya (namun orang-orang yang kafir) sekalipun dengan adanya bukti ini (terhadap Tuhan mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan-Nya) mereka menyamakan selain Allah dalam hal ibadah.
Tafsir Surat Al An’am : 1-3
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang (siang dan malam), namun orang-orang kafir justru menyekutukan (sesuatu dengan) Tuhan mereka.
Dialah yang menciptakan kalian (manusia) dari tanah, kemudian ditetapkan-nya ajal (kematian kalian), dan bahkan telah ditetapkan pula waktu kebangkitan yang hanya dia sendirilah yang mengetahuinya. Kemudian kalian masih ragu-ragu akan semua itu.
Dan Dialah Allah (Yang berhak disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui segala apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian tampakkan, dan mengetahui (pula) apa yang kalian usahakan (kerjakan).
Ayat 1
Allah ﷻ Yang Maha Mulia dan Maha Agung berfirman memuji diri-Nya sendiri Yang Maha Tinggi, karena Dia telah menciptakan langit dan bumi sebagai bukti kebesarannya yang ditujukan kepada hamba-hamba-Nya, juga karena Dia telah menjadikan gelap dan terang untuk kebaikan (yang bermanfaat) pada hamba-hamba-Nya, yaitu di malam hari dan di siang hari mereka.
Lafal “zulumat” diungkapkan dalam bentuk jamak, sedangkan lafal “nur” diungkapkan dalam bentuk tunggal, karena cahaya lebih mulia daripada gelap. Hal ini sama dengan yang disebutkan di dalam firman Allah ﷻ:
“Ke kanan dan ke kiri.” (An-Nahl: 48)
Sama seperti yang disebutkan di akhir surat ini melalui firman-Nya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” (Al-An'am: 153)
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Namun orang-orang kafir mempersekutukan (sesuatu dengan) Tuhan mereka.” (Al-An'am: 1).
Artinya meskipun demikian, ada juga sebagian dari hamba-hamba-Nya yang kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu bagi-Nya, serta menjadikan bagi-Nya istri dan anak. Maha Tinggi Allah dari segala sesuatunya itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya (tidak terhingga).
Ayat 2
Firman Allah ﷻ: “Dialah yang menciptakan kalian dari tanah” (Al-An'am: 2). Yakni bapak mereka semua, yaitu Nabi Adam. Dialah asal mereka, dan darinya mereka berasal, lalu menyebar ke timur dan barat.
Firman Allah ﷻ: “Sesudah itu ditentukan-Nya ajal, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya.” (Al-An'am: 2).
Said ibnu Jubair telah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan ajal pertama adalah kematian, sedangkan yang kedua ialah ketentuan untuk dibangkitkan di akhirat. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, Adh-Dhahhak, Zaid ibnu Aslam, Atiyyah, As-Suddi, dan Muqatil ibnu Hayyan serta lain-lainnya.
Menurut pendapat Al-Hasan Al-Basri dalam suatu riwayat yang bersumber darinya mengenai makna firman-Nya:
“Sesudah itu ditentukan-Nya ajal” (Al-An'am: 2)
Bahwa yang dimaksud ialah masa antara sejak ia diciptakan sampai meninggal dunia. Sedangkan firman-Nya:
“Dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya.” (Al-An'am: 2)
Yakni antara dia meninggal dunia sampai ia dibangkitkan.
Pendapat ini sama dengan pendapat sebelumnya. Penentuan ajal yang pertama bersifat khusus, yakni menyangkut usia setiap manusia. Sedangkan penentuan ajal kedua bersifat umum, yakni menyangkut usia dunia seluruhnya. Kemudian habislah usia dunia, lalu lenyap dan kembali ke alam akhirat.
Dari Ibnu Abbas dan Mujahid disebutkan sehubungan dengan firman-Nya: “sesudah itu ditentukan-Nya ajal.” (Al-Anam: 2)
Yaitu adalah usia dunia. Dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada di sisi-Nya, yaitu usia seseorang sampai saat kematiannya. Seolah-olah takwil (tafsir) ini bersumber dari pengertian yang terdapat pada ayat selanjutnya yang menyebutkan: ”Dan Dialah yang menidurkan kalian di malam hari. Dan Dia mengetahui apa yang kalian kerjakan pada siang hari.” (Al-An'am: 60) hingga akhir ayat.
Atiyyah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Sesudah itu ditentukan-Nya ajal.” (Al-An'am: 2)
yakni tidur. Di dalam tidur roh seseorang dikeluarkan, kemudian dikembalikan lagi kepadanya saat ia terbangun dari tidurnya. Dan ada lagi suatu ajal yang ketentuannya ada di sisi-Nya, yakni batas usia seorang manusia. Tetapi pendapat ini berpredikat gharib (asing).
Makna firman-Nya: “ada di sisi-Nya.” (Al-An'am: 2)
Dengan kata lain, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah. Hal ini sejalan dengan makna dalam firman-Nya: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku. Tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.” (Al-A'raf: 187)
Demikian pula dengan pengertian yang terdapat di dalam ayat lainnya: “Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya? Siapakah kamu (maka) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).” (An-Nazi'at: 42-44).
Mengenai firman Allah ﷻ: “Kemudian kalian masih ragu-ragu.” (Al-An'am: 2)
Menurut As-Suddi dan lain-lainnya, makna yang dimaksud ialah 'kemudian kalian meragukan tentang hari kiamat'.
Ayat 3
Firman Allah ﷻ: “Dan Dialah Allah (yang berhak disembah), baik di langit maupun di bumi. Dia mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan (tampakkan) dan mengetahui (pula) apa yang kalian usahakan (kerjakan).” (Al-An'am: 3)
Para ulama tafsir berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat ini. Ada berbagai pendapat sesudah mereka sepakat menolak pendapat golongan Jahmiyah pertama, yaitu yang mengatakan hal-hal yang Allah ﷻ Maha Tinggi dari ucapan mereka dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Mereka (golongan Jahmiyah) menginterpretasikan ayat ini dengan pengertian bahwa Allah berada di semua tempat. Pendapat yang paling shahih mengatakan bahwa Dialah yang disembah di langit dan di bumi, yakni Tuhan yang disembah dan ditauhidkan.
Semua makhluk yang di langit dan di bumi mengakui-Nya sebagai Tuhan, mereka semuanya menyembah-Nya dengan rasa harap dan takut, kecuali orang yang kafir dari kalangan jin dan manusia. Takwil seperti ini sesuai dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Dan Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi.” (Az-Zukhruf: 84)
Yakni Dia adalah Tuhan bagi semua makhluk yang di langit dan Tuhan semua makhluk yang di bumi.
Dengan demikian, firman Allah ﷻ : “Dia mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan (tampakkan).” (Al-An'am: 3)
Dapat dipahami (berkedudukan) sebagai kalimat berita atau keterangan keadaan.
Pendapat kedua mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Dia adalah Allah Yang mengetahui semua yang di langit dan semua yang di bumi, yakni semua yang tersembunyi dan semua yang kelihatan.
Berdasarkan takwil ini, berarti lafal “ya'lamu” (mengetahui) berkaitan dengan firman-Nya: “Di langit dan di bumi.” (Al-An'am: 3)
Penjelasannya ialah bahwa Dialah Allah Yang mengetahui rahasia kalian dan lahiriah kalian, baik yang di langit maupun yang di bumi, dan Dia mengetahui semua apa yang kalian usahakan.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa firman Allah ﷻ: “Dan Dialah Allah (yang disembah) di langit.” (Al-An'am: 3)
Diwaqafkan (dihentikan bacaannya) secara sempurna.
Kemudian dimulai dengan berita baru, yaitu firman-Nya: “Dan Dia di bumi mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan.” (Al-An'am: 3)
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Dan firman-Nya: “Dan mengetahui (pula) apa yang kalian usahakan.” (Al-An'am: 3)
Yakni mengetahui semua amal perbuatan kalian, yang baik dan yang buruknya.
Pada akhir Surah al-Ma'idah Allah menjelaskan bahwa Nabi Isa dan ibunya bukanlah tuhan sebagaimana anggapan orang Nasrani. Nabi Isa adalah rasul atau utusan Allah yang bertugas mengajak Bani Israil untuk mengesakan Allah. Pada awal surah ini dijelaskan bahwa Allah yang menciptakan langit dan bumi serta menunjukkan manusia kepada jalan yang terang agar manusia meninggalkan jalan yang gelap, namun kebanyakan manusia menyimpang dari ajaran Allah yang lurus. Segala puji bagi Allah, yang berhak atas segala kesempurnaan, dan jauh dari segala kekurangan; yang telah menciptakan langit dan bumi, atas dasar cinta dan kasih sayang kepada makhluk-Nya; dan Allah telah menjadikan gelap dan terang, malam dan siang, salah dan benar, kufur dan iman; namun demikian orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang menutup pikiran dan hati nurani mereka dari cahaya Allah menghindar dari ajaran Tuhan mereka dengan menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lebih rendah dari dirinya sebagai manusia. Dialah Allah, yang menciptakan kamu dan nenek moyangmu, Nabi Adam, langsung dari tanah, dan menciptakan kamu, anak keturunan Adam dari saripati tanah; kemudian Dia menetapkan ajal, saat kematianmu; sedangkan batas akhir hidupmu di dunia bersifat rahasia, hanya diketahui oleh-Nya semata-mata; namun demikian, kamu, manusia yang kafir masih saja meragukannya, yakni meragukan keberadaan Allah beserta kekuasaan, kebesaran, dan kasih sayang-Nya.
Allah membuka Surah al-An'am dengan memberi petunjuk kepada manusia bahwa segala pujian hanyalah bagi Allah, Pencipta langit, bumi dan segala isinya, serta menerangkan kepada manusia ada jalan kegelapan, yaitu jalan yang diikuti oleh orang-orang yang sesat seperti menganggap makhluk-makhluk ciptaan Allah sebagai tuhan. Allah juga menunjukkan jalan yang terang dan cahaya yang benar, yaitu mengesakan Allah dan menghindari sikap dan anggapan yang menuju ke arah syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan makhluk ciptaaan-Nya. Tetapi orang-orang yang ingkar kepada Allah lebih suka memilih jalan yang tidak benar, yaitu yang mengarah kepada syirik dan kegelapan.
Allah memuji dirinya dengan "Alhamdulillah". Dengan demikian para hamba mengetahui bagaimana hendaknya mereka memuji Tuhan yaitu dengan mengucapkan kalimat "Alhamdulillah". Segala puji adalah untuk Allah, karena Dialah yang paling berhak untuk menerima pujian itu, yang memiliki segala sifat-sifat yang terpuji, dan segala sifat-sifat kesempurnaan. Allah menjelaskan tentang diri-Nya sebagai Zat Yang Maha Terpuji itu dengan menerangkan bahwa Allah Pencipta langit dan bumi, gelap dan terang. Penciptaan langit dan bumi disebutkan secara khusus dalam ayat ini adalah untuk menunjukkan keistimewaannya sebagai ciptaan Allah yang besar, dan senantiasa disaksikan oleh umat manusia. Pada keduanya terdapat pelajaran bagi manusia yang kesemuanya itu merupakan tanda-tanda kesempurnaan Allah.
Penciptaan gelap dan terang yang dimaksudkan dalam ayat ini ialah penciptaan berbagai kegelapan dan cahaya terang yang nampak oleh indra mata. Keduanya bermanfaat bagi hamba-hamba Allah. Di antara ulama salaf ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan dhulmah (gelap) dalam ayat ini ialah kekufuran, dan yang dimaksud dengan nur (terang) ialah iman; maka mereka menguraikan maksud ayat-ayat ini sebagai berikut: Allah menciptakan langit dan bumi lalu Dia menunjukkan bukti-bukti untuk mengenal-Nya dan mengesakan-Nya. Allah memperingatkan jalan kesesatan dan menunjukkan jalan lurus dengan menurunkan syariat-syariat dan kitab-kitab-Nya, walaupun demikian orang-orang kafir itu berbuat jauh dari pikiran yang sehat, dan mereka selalu memilih jalan kesesatan. Karena itu Allah berfirman pada akhir ayat ini yang artinya, "Namun orang-orang kafir itu mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan." Dalam ayat ini Allah menggunakan dhulumat (kegelapan) dalam bentuk jamak (plural) dari dhulmah (gelap). Sedangkan kata nur (terang) digunakan bentuk kata tunggal. Dimaksudkan dengan perbedaan bentuk itu ialah kesesatan (gelap) banyak macamnya sedangkan petunjuk (terang) hanya satu. Kebenaran hanya satu, sedangkan kebatilan itu berbilang. Di akhir ayat ini, ditegaskan bahwa orang-orang kafir itu mengambil sikap bertolak belakang. Mereka tidaklah mengkhususkan pujian dan ibadah kepada Allah sebagai Pencipta langit dan bumi dan Yang mengadakan gelap dan terang, tetapi mereka mempersamakan Allah dengan yang lain dalam ibadah dan pujian. Padahal mereka menyadari, hanyalah Allah yang paling berhak menerima ibadah dan pujian itu.
Selain Surah al-An'am, masih ada empat surah lagi yang dimulai dengan al-hamdulillah, artinya segala puji bagi Allah, yaitu surah pertama al-Fatihah, surah ke-18 al-Kahf, surah ke-34 Saba', dan surah ke-35 Fathir. Kecuali memberi petunjuk bagaimana cara yang benar dalam memuji Allah, kita juga diberi petunjuk bagaimana bersikap dan berperilaku yang baik, yaitu hanya Allah yang berhak mendapat pujian, kerena betapapun kita memiliki sedikit atau beberapa kebaikan yang dapat dibanggakan, itu semua dari Allah. Allah yang Mahasempurna dan menganugerahkan beberapa sifat kebaikannya kepada para makhluk yang dikehendaki-Nya, terutama kepada manusia. Allah betul-betul memuliakan makhluk ini sebagaimana disebutkan dalam Surah al-Isra'/17 ayat 70:
Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna. (al-Isra'/17: 70)
Langit, bumi dan segala isinya, termasuk manusia ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan diciptakan Allah Yang Mahakuasa, dengan aturan dan ketentuan yang sempurna sehingga tidak ada satu makhluk pun yang dapat menyimpang dari aturan dan ketentuan Allah. Jika makhluk itu terjadi dengan sendirinya atau atas kemauan dan keinginan mereka sendiri, keadaan pasti menjadi kacau, karena semua ingin menjadi yang terbaik atau lebih baik dari yang lain, dan tidak ada yang ingin menjadi jelek, yang lemah atau dikalahkan oleh yang lain. Tetapi, ternyata semua itu terjadi karena semua makhluk itu tunduk pada aturan dan ketentuan Allah yang Mahakuasa, tetapi juga Mahabijaksana, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Allah menciptakan dan menyediakan bagi manusia adz-dzulumat, yaitu berbagai kegelapan, jalan yang gelap, suasana yang gelap, hidup yang serba gelap dan sebagainya. Allah juga menciptakan dan menyediakan bagi manusia an-nur, yaitu cahaya terang, jalan yang terang, kehidupan dan pemikiran yang terang, sikap dan perilaku yang transparan. Maka terserah manusia akan memilih yang mana. Dalam ayat ini diterangkan, bahwa orang-orang yang ingkar, kafir dan tidak memiliki iman yang kuat banyak yang memilih dzulumat yang menyimpang dari fitrah dan nurani manusia sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Surah al -An'aam
(BINATANG TERNAK)
SURAH KE-6,165 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Ayat 1
“Segala puji-pujian untuk Allah yang telah menjadikan semua langit dan bumi dan telah mengadakan yang gelap-gelap dan cahaya."
Kalau kita wiridkan membaca Al-Qur'an sebagaimana yang dikatakan tadi, ujung surah al-Maa'idah telah meninggalkan bekas dalam jiwa kita tentang Kerajaan Allah yang meliputi seluruh langit dan bumi. Ketika itu, terbayanglah dalam pikiran segala alam yang masih dapat dijangkau oleh penglihatan mata dan dapat dikenang oleh ingatan. Terasa kebesaran Allah pada waktu itu. Di langit, tampaklah keindahan peraturan, di bumi kelihatan nikmat yang tidak berhenti mengalir. Tidak ada yang sia-sia, tidak ada yang batil. Oleh sebab itu, di permulaan ayat ini timbullah pujian kepada Allah, bahkan segala puji-pujian hanya untuk Dia saja. Dari lubuk hati kita, timbul pujian itu, sebab kita diberikan kesempatan dengan adanya perasaan, kenangan, ingatan, dan akal untuk merasakan nikmat itu. Bagaimana kita akan melakukan kontak dengan langit dan bumi, kalau pada diri kita sendiri tidak ada alat untuk menghubungi keindahan langit dan bumi itu? Kalau kita hidup dengan sentosa di atas hamparan bumi ini, di bawah naungan langit yang biru, kepada siapa kita mengaturkan puji kalau tidak kepada Allah? Dalam kalimat alhamdu, yang berarti segala puji, bulatlah segala puji-pujian hanya untuk Allah. Di sini, kita telah merasakan nikmat perasaan tauhid. Misalnya, jika matahari mengirimkan sinarnya, bukanlah matahari itu yang patut kita puji, melainkan diberikan kepada yang menciptakan matahari itu. Semua langit dan bumi itu Dia yang menciptakan. Bertambah kita renungkan langit dan bumi, bertambah datanglah pujian kita yang baru. Dengan demikian, dapatlah kita pahami jika riwayat dan hadits, baik para sahabat Rasulullah maupun tabi'in mengatakan bahwa surah ini ketika diturunkan, telah diiringkan 70 ribu malaikat yang mengucapkan tahmid (pujian) “Alhamdulilah", dan tasbih “Subhanallah al-'Azhim'1. Apalagi setelah Dia menjadikan langit dan bumi itu, Dia adakan pula yang gelap-gelap dan cahaya. Oleh karena itu, disebutkanlah yang lebih dulu dijadikan ialah semua langit dan bumi, artinya seluruh alam setelah ada seluruh alam, Allah pun mengadakan yang gelap-gelap. Dan, setelah ada yang gelap-gelap, baru Allah menjadikan yang terang, yaitu cahaya. Di dalam ayat ini dan di dalam ayat-ayat yang lain, selalu Allah menyebutkan yang gelap-gelap. Zhulumaat, yaitu kalimat jamak, menunjukkan bahwa yang gelap itu banyak ragamnya, tetapi terang cahaya hanya satu, yang disebut Nur. Banyak yang gelap, tetapi sumber cahaya hanya satu. Cahaya yang satu inilah yang memancarkan sinar yang bisa terbagi ke hulu dan ke hilir. Namun, sumber cahaya yang menyebabkan semua kegelapan menjadi sirna hanyalah satu jua.
Gelap dan terang dapat dipahami pada lahir dan batinnya, pada kenyataan di luar diri dan di dalam diri. Pada malam hari, kita mengenal kegelapan. Namun, setelah matahari terbit, hari pun siang dan terang pun menyirnakan yang gelap. Ukuran umur dan perhitungannya kita tentukan pada pergantian yang gelap-gelap dan terang. Pada waktu malam, kita dapat beristirahat sebab gelap. Pada siang hari kita dapat berusaha, sebab terang. Namun, ada lagi yang gelap-gelap dan yang terang cahaya itu di dalam diri kita sendiri, dalam ruhani kita yang disebut gelap-gelap dan terang-terang maknawi.
Kebodohan sama dengan serba gelap, ilmu sama dengan terang cahaya. Bertambah luas dan dalam ilmu, bertambah dalam dan luas yang dapat diterangi oleh mata hati kita. Tidak jarang, dua dan tiga orang yang sama-sama berdiri di bawah sinar matahari melihat alam, tetapi apa yang mereka dapat nikmati di bawah cahaya matahari atau daerah terang yang dapat mereka kenal tidaklah sama. Hal itu terjadi karena cahaya terang yang ada di dalam diri mereka masing-masing tidak sama. Mata dan telinga adalah alat penerima gelap-gelap dan terang yang ada di luar diri untuk disampaikan pada batin kita sendiri. Namun, kalau persediaan menerima tidak ada, banyaklah yang tidak terlihat oleh mata dan tidak terdengar oleh telinga.
Ibnu Abbas menafsirkan dengan tegas bahwa yang dimaksud dengan yang gelap-gelap di dalam ayat ini ialah kufur, sedangkan yang dimaksud dengan terang dan cahaya ialah iman. Oleh karena itu, menurut beliau kufur ialah kegelapan ruhani dan iman ialah terangnya.
Dapatlah dipahami penafsiran Ibnu Abbas, sebab dalam ayat ini kegelapan disebut dalam bilangannya yang banyak. Orang yang kufur ialah mereka yang musyrik. Oleh sebab itu, kegelapannya pun banyak. Di lain pihak, orang yang beriman hanya disinari oleh satu cahaya Sebab yang diimani hanya satu.
Kata Abusy-Syaikh, dengan bunyi ayat menerangkan Allah yang mencipta semua langit dan bumi, dicabutkanlah orang dari kegelapan tidak berbahaya, yaitu orang Dahri dan Mulhid. Naturalis dan ateis yang berkata bahwa alam ini tidak ada yang menjadikan. Dan dengan bunyi ayat bahwa Dia yang menjadikan yang gelap-gelap dan terang, diperbaikilah kesalahan orang Majusi yang menyatakan bahwa Tuhan itu dua, yaitu Tuhan terang yang mereka namai Ahuramazda dan Tuhan gelap yang mereka namai Ahrimah."Kemudian itu," artinya, sesudah seterang dan sejelas itu bahwa yang mencipta menjadikan semua langit dan bumi hanya Allah dan yang mengadakan gelap dan terang hanya Dia sehingga hanya Dia pula yang patut menerima segala pujian,
“Orang-orang yang kafir itu adalah mereka, dengan Tuhan mereka mempersekutukan."
Apa sebab masih ada yang memperseku-tukan-Nya? Itu semua terjadi karena cahaya terang yang satu itu belum juga masuk ke dalam ruhani mereka dan yang gelap-gelap masih bersarang di dalam. Satu di antaranya ialah gelap kejahilan, kedua ialah gelap hawa nafsu, ketiga ialah gelap yang didiridirigkan oleh setan, dan macam-macam lagi kegelapan yang lain. Lantaran itu, tidaklah mereka merasakan nikmat yang sejati yang telah menimbulkan bekas bahwa sekalian puji-pujian hanya dihadapkan kepada Allah. Pada ujung ayat ditulis Ya'diluri' yang oleh ahli tafsir diartikan mempersekutukan yang lain dengan Allah yang dapat juga diartikan dengan kata populer yang baru tumbuh di Indonesia, yaitu “menyeleweng"; membelok dari jalan lurus yang telah ditentukan Allah sehingga cahaya terang yang dibawa oleh wahyu, mereka tinggalkan dan mereka pilih kembali jalan dalam kegelapan.
Ayat 2
“Dialah yang telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian Dia tentukan suatu ajal dan suatu ajal bagi yang telah tertentu ada disisi-Nya."
Setelah di ayat satu, Allah mewahyukan bahwa Dialah yang menjadikan semua langit dan bumi, serta mengadakan yang gelap-gelap dan cahaya, dalam daerah alam yang besar (mikrokosmos) bahwa mereka pun menjadikan Tuhan dari tanah yang sudah ada. Tanah itu adalah bagian kecil saja dari bumi. Sesudah ada langit dan bumi, entah berapa juta tahun lamanya, barulah manusia didptakan, diambil dari bumi yang telah ada itu, yaitu dari tanahnya. Manusia yang pertama, yang menurut kepercayaan kita orang yang beragama ialah Adam. Manusia pertama, Adam, “bahan" tubuhnya diambil dari tanah. Taruhlah sebentar, kita ikuti teori ahli ilmu hayat yang tidak percaya bahwa Adam adalah manusia yang pertama, tetapi mereka tidah dapat menolak bahwasanya asal manusia yang pertama menurut teori mereka itu, tidak lain dari tanah juga. Ada yang mengatakan dari “lumut"-lah terdapat hayat yang pertama. Akan tetapi, lumut tidaklah didatangkan dari bintang lain, melainkan dari bintang yang bernama bumi juga, yaitu tanah yang tumbuh menjadi lumut.
Dan kita sendiri pun, seluruh manusia ini, sebagai keturunan dari manusia pertama pun bahan tubuh kita diambil dari tanah. Ayah bunda kita makan ikan, sayur dan daging, cukup vitamin, dan hormon. Semuanya itu tergabung menjadi darah, itulah sperma atau mani, dan itulah bibityang keluar dari sulbi dan tara-ib bunda. Tak ada bahan lain untuk tubuh manusia, sebagai penghuni bumi melainkan dari tanah lain untuk tubuh manusia, sebagai penghuni bumi melainkan dari tanah bumi. Oleh karena itu, ayat ini menutup pintu tentang dongeng “dewa" yang turun dari kayangan lalu menjelma menjadi manusia, lalu menjadi raja di satu daerah."Kemudian itu, Dia tentukan suatu ajal dan suatu ajal lagi yang telah tertentu ada di sisi-Nya." Dengan demikian, manusia yang telah Dia jadikan dari tanah itu ditentukanlah ajalnya, janji, dan jangka hidupnya. Dari tanah dia diciptakan, lalu diberi nyawa. Nanti datanglah waktunya dan janjinya. Adapun setelah mati, bercerailah nyawanya dengan badannya. Dan dia pun kembali kepada asalnya, yaitu tanah, baik dikuburkan ke perut bumi maupun dibakar menjadi abu. Semuanya itu ialah janji pasti. Kepastian hidup dan kepastian mati. Itulah ajal pertama. Kemudian, ditentukan-Nya pula ajal kedua yang telah pasti di sisi-Nya sendiri. Tidak ada makhluk yang tahu, yaitu kapan dunia ini akan Kiamat. Pada waktu itu, semua makhluk yang bernyawa, yang masih tersisa dari yang telah mati, akan dimatikan semua lalu dibangkitkan lagi. Rahasia bilakah masa Kiamat itu ada di tangan-Nya sendiri. Oleh sebab itu, kita diberi dua ajal. Ajal pertama adalah dari hidup menjelang mati, ajal kedua adalah hari kebangkitan kembali.
“Kemudian, kamu masih (juga) ragu-ragu."
Siapakah yang masih ragu-ragu juga? Merekalah orang yang jiwanya masih gelap tadi, yang masih kufur dan musyrik. Mereka masih ragu-ragu karena pikirannya tidak jalan. Padahal kalau mau berpikir, tidaklah mereka akan menolak kemungkinan ajal yang kedua itu. Terlebih setelah mereka melihat peristiwa tumbuhnya ajal yang pertama, yang telah diuraikan itu. Dari tanah manusia dijadikan, baik manusia pertama maupun manusia yang menjadi keturunan ini. Baik diri mereka sendiri maupun diri anak-anaknya. Bagaimana sekebat daun sayur bayam yang mengandung zat besi dan sayur yang lain, digiling oleh “kilang" cernaan makanan dalam perut, ampasnya menjadi kotoran dan keluar kembali melalui dubur, sedangkan sarinya masuk ke dalam darah lalu menjadi air mani, yang selanjutnya menjadi manusia. Semuanya itu aneh, tetapi benar. Kalau demikian adanya pertumbuhan hidup, mengapa akan mustahil bagi Allah untuk menimbulkan lagi ajal yang kedua, yaitu kebangkitan pada hari Kiamat?
Ayat 3
“Dan Dialah Allah di semua langit dan di bumi."
Allah, Zat Yang Mahakuasa itu, jelas keku-asaan-Nya, ke-Allah-an-Nya di semua langit dan di bumi, di semua penjuru dan pelosok, di alam raya yang besar, di hama dan kuman yang halus. Di matahari yang besar dengan satelitnya dan atom yang amat kecil dengan satelitnya pula. Ke mana saja perhatian ditujukan yang kita lihat hanya satu kekuasaan belaka. Allah. Tidak ada yang lain. Sekiranya berhasillah penyelidikan manusia atas bulan atau bintang Mars, ataupun yang lain, niscaya manusia tetap akan bertemu hanya satu kekuasaan yang serupa di bintang mana pun dengan kekuasaan yang meliputi bumi ini. Dan dengan itu pula kita mendapat pengajaran bahwa Allah itu bukan saja pencipta, melainkan juga pengatur, penyelenggara, dan pemelihara. Inilah yang disebut tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah."Dia mengetahui akan rahasia kamu dan yang terang dari kamu." Kekuasaan Allah meliputi seluruh langit dan bumi, dan seluruh lahir serta batin kamu sendiri, hai manusia! Dia itu tidak hanya menguasai dan mengatur alam semesta, yang lalu tidak menguasai keadaan lahir dan batin manusia. Jangankan lahir dan batin manusia, lahir dan batin kuman yang sangat halus pun diketahui-Nya dan diatur-Nya. Tungau dan kuman yang kecil itu pun berhati berjantung seperti manusia juga. Dan kepada sesama manusia, mungkin kita dapat memperlihatkan dua macam kehidupan, yaitu kehidupan lahir dan kehidupan batin. Kehi-dupan di masyarakat, kehidupan di rumah. Kehidupan di pekarangan dan kehidupan di dalam kamar. Namun dengan Allah, kita tidak dapat berbuat demikian, bahkan jiwa kita sendiri pun merasakan ada sesuatu yang selalu mengawasi kita.
“Dan Dia pun mengetahui apa yang kamu usahakan."
Adapun yang masih tercetus dalam hati, belum menjadi kenyataan Dia bisa tahu, apa lagi yang telah menjadi usaha dan pekerjaan. Ke mana kita menuju sebelum melangkah, apa niat yang ada dalam hati pada waktu itu, niat baikkah atau niat buruk. Sudah menjadi kepastian kalau kita selalu dalam pengawasan Allah. Kalau usaha dan pekerjaan itu baik, niscaya diberi-Nya pahala dan kalau jahat niscaya diberi-Nya dosa. Dengan tiga ayat ini, tersimpullah pokok pangkal ajaran tauhid. Bertemulah di sini lima hal yang selalu menjadi soal dalam pikiran manusia, yaitu adanya alam, adanya hidup, adanya insan, adanya peraturan, dan adanya pencipta. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika ketiga ayat pangkal dari surah al-An'aam ini selalu kita baca dengan memperdalam pahamnya. Dengan demikian, ketika penulis membaca hadits-hadits yang menerangkan fadhilah (pahala-pahala) membaca ayat-ayat Al-Qur'an, ketika bertemu sebuah hadits yang dirawikan oleh ad-Dailami dari Abdullah bin Mas'ud dan riwayat-riwayat yang lain dari beberapa tabi'in, dapatlah penulis memahami maksud hadits itu. Bunyi hadits itu ialah:
“Berkata Rasulullah saus, ‘Barangsiapa mengerjakan shalat fajar dengan berjamaah dan duduk dia di tempat shalatnya lalu dibacanya tiga ayat dan pangkal surah al-An'aam, niscaya akan diwakilkan Allah tujuh puluh malaikat yang mengucapkan tasbih kepada Allah dan memo-honkan ampun untuk dia sampai pada hari Kiamat.'" (HR ad-Dailami)
Maksudnya, yaitu dibaca dan dipahami untuk memperteguh tauhid dan iman dalam hati. Apalagi dengan adanya malaikat yang selalu memohonkan ampunan bagi hamba Allah yang taat, memang termaktub di dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an. Di antaranya ialah pada surah al-Mu'min: ayat 7. Yang di sana diterangkan bahwa malaikat-malaikat yang memikul Arsy sendirilah yang memohonkan ampun itu. Demikian juga pada surah-surah yang lain.
(4) Dan tidaklah datang kepada mereka satu ayat pun dari ayat-ayat Tuhan mereka, melainkan mereka berpaling daripadanya.
(5) Maka, sesungguhnya mereka telah mendustakan kebenaran tatkala dia telah datang kepada mereka. Karena itu, akan datanglah kepada mereka berita-berita tentang apa yang telah mereka perolok-olokkan itu.
(6) Apakah tidak mereka lihat berapa banyak angkatan yang telah Kami binasakan sebelum mereka, yang telah Kami beri mereka kekuasaan yang teguh di bumi, yang tidak Kami berikan kepada kamu. Dan telah Kami turunkan hujan lebat kepada mereka dan telah Kami jadikan sungal-sungai yang mengalir di bawah mereka. Maka, telah Kami binasakan mereka itu karena dosa-dosa mereka dan Kami timbulkan sesudah mereka angkatan yang lain.
Setelah diterangkan pada tiga ayat permulaan itu betapa luas dan besarnya kekuasaan Allah mencipta alam, mencipta gelap dan terang, menjadikan manusia dari tanah, mengatur langit dan bumi sesudah menjadikan, mengetahui rahasia manusia dan kenyataannya, tetapi masih ada makhluk yang lalai tidak mau tahu. Inilah yang menentang kebenaran Allah, menyembah berhala, menjadi musyrik. Surah diturunkan di Mekah, kala kaum Musyrikin masih menentang hebat. Dan perjuangan di antara paham tauhid dengan syirik itu masih akan tetap ada di dunia.
Ayat 4
“Dan tidaklah datang kepada mereka satu ayat pun dari ayat-ayat Tuhan mereka, melainkan mereka berpaling daripadanya."
Berapa banyaknya ayat yang datang, yaitu tanda dari kekuasaan Allah. Berapa banyaknya ayat itu terbentang di langit, dengan matahari memancarkan sinar, dengan bulan menyebar cahaya, dengan bintang berkelip-kelip. Berapa banyaknya ayat di bumi sendiri, tempat mereka hidup, sebagai tumbuh-tumbuhan dan binatang ternak. Berapa banyaknya mereka menyaksikan sendiri orang lahir ke dunia kemudian mati. Berapa banyaknya lagi ayat-ayat dan tanda-tanda yang lain yang patut mereka renungkan, tetapi semuanya itu tidak juga menarik perhatian mereka. Mereka masih tetap berpaling, tidak mau mengacuhkan, membuang muka, dan menghadapkan punggung, bahkan menentang dengan segala kekerasan. Mereka telah mengetahui hanya ada satu kekuasaan yang meliputi semua langit dan bumi. Allah Yang Satu menguasai semua, tetapi mereka masih saja menyembah yang lain, memuja berhala.
Ayat 5
“Maka, sesungguhnya mereka telah mendustakan kebenaran tatkala dia telah datang kepada mereka."
Telah diutus Allah seorang rasul kepada mereka, menyatakan kebenaran itu. Kebenaran hanya satu, yaitu agama yang diajarkan rasul sebagai wahyu dari Allah, yakni Allah Pencipta dan Pengatur langit, bumi, dan diri manusia itu. Namun, kebenaran itu telah mereka dustakan. Mereka tidak mau menerimanya dan tidak mau percaya. Terdapat dua macam ayat. Pertama ayat pada alam, yang dapat disaksikan oleh mata dan direnungkan oleh pikiran, Kedua, ayat wahyu, firman Ilahi yang disampaikan Rasul, berupa Al-Qur'an. Ayat yang terbentang di mata tidak mereka perhatikan, ayat yang datang berupa Al-Qur'an pun mereka dustakan. Mereka tidak menerimanya. Bagaimanakah akhir kelaknya aqidah dari sikap mereka itu? Karena di dalam mendustakan itu ada tambahan lagi, yaitu mereka perolok-olokkan apa yang disampaikan oleh Rasul itu. Akibatnya ialah,
“Karena itu, akan datanglah kepada mereka berita-berita tentang apa yang telah mereka penolok-olokkan itu."
Mereka perolok-olokkan segala kebenaran itu dan mereka dustakan Rasul yang me-nyampaikannya dan mereka tidak mau peduli bahkan membelakangi dan menolak. Mereka menyangka, lantaran mereka menolak dan mendustakan, kebenaran itu tidak akan tegak. Itu adalah persangkaan yang salah. Tunggulah masanya yang tidak lama lagi, niscaya mereka akan melihat sendiri bahwa kebenaran yang mereka olok-olokkan itu pasti tegak dan pasti menang. Sebagaimana kata orang zaman sekarang: roda revolusi pasti berputar terus. Karena mereka tidak mau ikut di dalamnya, pastilah mereka akan digiling dan digulung roda revolusi.
Setelah mengingat pertalian ayat ini dengan tiga ayat pembukaan tadi, berkatalah ar-Razi dalam tafsirnya, bahwasanya hal-ihwal tingkat pertama: orang yang kafir itu terbagi dalam tiga tingkat.
Tingkat pertama: mereka tidak mau memerhatikan dalil-dalil yang terdapat di alam sekeliling dan tidak mau memikirkan keterangan.
Tingkat kedua: bahkan mereka dustakan pula sehingga kalau sikap pertama semata-mata tidak mau tahu maka pada tingkat kedua sudah lebih meningkat, yaitu nyata-nyata mendustakan.
Tingkat ketiga: mereka mulai memper-olok-olokkan. Oleh karena itu, kalau sampai sesudah mendustakan, naik kepada sikap memperolok-olokkan, tibalah mereka di puncak kafir.
Dari ayat ini kita mendapat pegangan yang teguh bahwasanya kepercayaan tauhid yang sejati ialah meminta pemikiran, mempergunakan akal, dan melatih pikiran serta kecerdasan. Taklid, beriman turut-turutan tidak ada tempatnya dalam membentuk iman yang sejati. Dan kalau sudah sampai tidak peduli, lalu naikepada mendustakan dan tiba di puncak, yaitu memperolok-olokkan, teranglah bahwa budi telah runtuh dan jiwa telah terperosok ke dalam kegelapan. Dan sikap yang seperti ini niscaya membawa akibat yang jauh.
Ayat 6
“Apakah tidak mereka lihat berapa banyak angkatan yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang telah Kami beri mereka kekuasaan yang teguh di bumi yang tidak Kami berikan kepada kamu."
Di dalam ayat tersebut qarni kita artikan “angkatan". Atau ke dalam bahasa Indonesia modern telah dipinjamkan bahasa asing yang telah biasa dipakai, yaitu generasi. Ada ulama penafsir bangsa kita memberi arti qarnin itu dengan qaum. Namun, kita akan menggunakan angkatan. Sebab, qarnin itu diartikan juga satu abad. Oleh sebab itu, yang cocok di sini pada pendapat penafsir ialah angkatan. Satu angkatan ialah satu generasi. Ingatlah: angkatan tua, angkatan muda, angkatan yang dahulu, angkatan yang sekarang, angkatan anak-cucu keturunan kita. Kata ahli bahasa Arab, satu qarnin itu pertengahannya ialah di antara 70 dan 80 tahun. Dan ada juga yang menyebut di antara 40 dan 60 tahun. Dan ada juga yang menyebut 100 tahun (satu abad). Jadi, yang dimaksud dengan qarnin ialah manusia-manusia yang hidup dalam satu ang-katan itu. Dalam ayat ini, Allah mengatakan bahwasanya pada zaman lampau memang telah ada pula angkatan-angkatan yang tidak peduli kemudian sampai mendustakan dan akhirnya sampai ke puncak, yaitu mengolok-olok, seperti ditafsirkan ar-Razi tadi. Angkatan-angkatan yang telah lalu itu, lebih kuat dan teguh kedudukan mereka daripada kamu yang sekarang ini, hai Musyrikin Mekah."Dan telah Kami turunkan hujan lebat kepda mereka." Hujan yang lebat kalau turun ke suatu negeri, timbullah kesuburan dalam negeri itu, makmurlah penduduknya sebab tanaman tum-buh dengan baiknya dan binatang ternak berkembang biak karena cukup makanan. Bumi yang subur adalah pangkal dari kekayaan."Dan telah Kami jadikan sungal-sungai yang mengalir di bawah mereka." Hujan yang turun itu bukan saja membasahi bumi sementara ia turun, tetapi membentuk sungal-sungai. Jadi, walaupun bukan musim hujan, tanah itu subur juga. Oleh karena itu, mereka pun kaya-raya dan hidup makmur. Itulah bangsa-bangsa Mesir di tepi Sungai Nil dan bangsa Babilon di pinggir Dajlah dan Furat, bangsa Palestina di pinggir Sungai Yordan. Dan banyak lagi bangsa yang lain, angkatan demi angkatan. Kesuburan negeri mereka menambah kukuh kedudukan mereka sehingga dapat mendirikan negeri-negeri yang berpemerintahan teratur, jauh lebih kukuh dari kedudukan masyarakat kamu, wahai penduduk Hejaz yang tidak mempunyai sungai besar yang pernah bersejarah itu. Mereka pun tidak peduli akan ayat-ayat Kami. Mereka menolak kebenaran Kami dan tidak percaya akan rasul-rasul utusan Allah.
“Maka, telah Kami binasakan mereka itu karena dosa-dosa mereka dan Kami timbulkan sesudah mereka angkatan yang lain."
(ujung ayat 6)