Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَن
dan barangsiapa
نُّعَمِّرۡهُ
Kami panjangkan umurnya
نُنَكِّسۡهُ
Kami kembalikan dia
فِي
dalam/kepada
ٱلۡخَلۡقِۚ
kejadian
أَفَلَا
apakah maka tidak
يَعۡقِلُونَ
mereka menggunakan akal/berpikir
وَمَن
dan barangsiapa
نُّعَمِّرۡهُ
Kami panjangkan umurnya
نُنَكِّسۡهُ
Kami kembalikan dia
فِي
dalam/kepada
ٱلۡخَلۡقِۚ
kejadian
أَفَلَا
apakah maka tidak
يَعۡقِلُونَ
mereka menggunakan akal/berpikir
Terjemahan
Siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami balik proses penciptaannya (dari kuat menuju lemah). Maka, apakah mereka tidak mengerti?
Tafsir
(Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya) yaitu diperpanjang ajalnya (niscaya dia Kami kembalikan) menurut qiraat yang lain tidak dibaca Nunakkis-hu melainkan Nunkis-hu yang berasal dari Mashdar At-Tankiis, yakni mengembalikannya (kepada kejadiannya) sehingga setelah ia kuat dan muda lalu menjadi tua dan lemah kembali. (Maka apakah mereka tidak memikirkan?) bahwasanya Dzat Yang Maha Kuasa memperbuat demikian, berkuasa pula untuk membangkitkan hidup kembali, oleh karenanya mereka lalu mau beriman kepada-Nya. Menurut qiraat yang lain lafal Ya'qiluuna dibaca Ta'qiluuna dengan memakai huruf Ta.
Tafsir Surat Yasin: 68-70
Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadiannya). Maka apakah mereka tidak memikirkan? Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan "supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir. Allah ﷻ menceritakan tentang anak Adam, bahwa manakala usianya dipanjangkan, maka dikembalikanlah ia kepada keadaan lemah sesudah kuat dan lelah sesudah semangat. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (Ar-Rum: 54) Dan firman Allah ﷻ: dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (lanjut dan pikun) supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. (An-Nahl: 70) Makna yang dimaksud hanya Allah Yang Maha Mengetahui memberitakan tentang keadaan dunia ini, bahwa ia adalah negeri yang lenyap dan sebagai tempat persinggahan, bukan negeri yang abadi, bukan pula tempat menetap selamanya.
Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: Maka apakah mereka tidak memikirkan? (Yasin: 68) Yakni tidakkah mereka menggunakan akal pikirannya untuk merenungkan permulaan kejadian mereka, kemudian perjalanan hidup mereka yang berakhir di usia tua, lalu usia pikun, agar mereka mengetahui bahwa diri mereka itu diciptakan bukan untuk menetap di negeri yang fana ini, melainkan untuk negeri akhirat yang abadi. Dia harus pindah dari negeri fana ke negeri kekekalan yang tidak berpindah lagi sesudahnya.
Firman Allah ﷻ: Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. (Yasin: 69) Allah ﷻ menceritakan perihal Nabi-Nya Muhammad ﷺ, bahwa Dia tidak mengajarkan syair kepadanya. dan bersyair itu tidak layak baginya. (Yasin: 69) Nabi Muhammad ﷺ diciptakan tidak untuk bersyair. Karena itu, dia tidak dapat bersyair dan tidak menyukainya, serta secara fitrah bukanlah sebagai penyair. Berkaitan dengan hal ini telah disebutkan bahwa beliau ﷺ tidak pernah hafal suatu bait pun dengan wazan yang teratur, melainkan beliau mengucapkannya secara acak dan tidak lengkap. Abu Zar'ah Ar-Razi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Mujalid, dari ayahnya, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa tidak sekali-kali Abdul Muttalib melahirkan keturunan, baik laki-laki maupun perempuan, melainkan pandai bersyair, terkecuali Rasulullah ﷺ Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Ibnu Asakir dalam autobiografi Atabah ibnu Abu La'b yang matinya dimakan oleh singa di Az-Zarqa.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah mengutip bait syair berikut: Cukuplah Islam dan uban menjadi peringatan bagi seseorang. Maka Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, bunyi syair itu sebenarnya harus seperti ini: ... Cukuplah Uban dan Islam menjadi peringatan bagi seseorang.
Abu Bakar atau Umar berkata: Aku bersaksi sesungguhnya engkau adalah Rasulullah, Allah berfirman: Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. (Yasin: 69) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mugirah, dari Asy-Sya'bi, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ apabila merasa ragu terhadap suatu berita, maka beliau mengutip ucapan syair Tarfah yang mengatakan: dan akan datang kepadamu seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menghadapinya). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah melalui jalur Ibrahim ibnu Muhajir, dari Asy-Sya'bi.
Imam Turmuzi dan juga Imam Nasai telah meriwayatkan pula hal yang semisal melalui hadis Al-Miqdam ibnu Syuraih ibnu Hani', dari ayahnya, dari Aisyah r.a. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih... Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Usamah, dari Za-id, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengutip ucapan penyair yang bunyinya seperti berikut: dan akan datang kepadamu seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menghadapinya). Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa diriwayatkan pula oleh selain zaidah, dari Sammak, dari Atiyyah, dari Aisyah r.a. Apa yang telah disebutkan di atas merupakan petikan dari syair Tarfah ibnul Abd dalam Muallaqat-nya yang terkenal itu.
Bait yang telah disebutkan merupakan kalimat akhirnya, sedangkan permulaannya adalah seperti berikut: ....... Hari-hari (masa) akan menampakkan kepadamu banyak hal yang belum kamu ketahui, dan akan datang seseorang kepadamu membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menyambutnya). Dan akan datang membawa berita kepadamu seseorang yang kamu tidak pernah berjual beli dengannya sama sekali dan belum pernah pula kamu membuat suatu janji dengannya.
Sa'id ibnu Abu Urwah telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa pernah ditanyakan kepada Siti Aisyah r.a., "Apakah dahulu Rasulullah ﷺ pernah mengutip sesuatu dari bait syair?" Siti Aisyah r.a. menjawab bahwa syair merupakan perkataan yang paling tidak disukai oleh beliau. Hanya saja beliau pernah mengutip bait syair saudaraku dari Bani Qais, maka beliau menjadikannya terbalik, yang awal diakhirkan dan yang akhir diawalkan. Lalu Abu Bakar r.a. berkata, "Bukan begitu, wahai Rasulullah ﷺ" maka beliau ﷺ bersabda: Sesungguhnya aku, demi Allah, bukanlah seorang penyair, dan bersyair itu tidak layak bagiku. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir, lafaz hadis di atas berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Jarir. Ma'mar telah meriwayatkan dari Qatadah, telah sampai kepadanya suatu berita yang mengatakan bahwa Aisyah r.a. pernah ditanya, "Apakah Rasulullah ﷺ pernah mengutip kata-kata seorang penyair?" Maka Siti Aisyah r.a. menjawab, "Tidak, kecuali bait syair milik Tarfah, yaitu: Hari-hari akan menampakkan kepadamu banyak hal yang kamu belum tahu, dan akan datang kepadamu seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menyambutnya).
Beliau ﷺ mengucapkannya secara terbalik, yaitu: "Man lam tuzawwad bil akhbar. Maka Abu Bakar berkata, "Bukan demikian." Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya aku bukan seorang penyair, dan bersyair itu tidak layak bagiku... Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Hafs Umar ibnu Ahmad ibnu Na'im wakil Al-Muttaqi di Bagdad, telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad alias Abdullah ibnu Hilal An-Nahwi yang tuna netra, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Amr Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ belum pernah mengucapkan suatu bait syair pun secara lengkap kecuali syair berikut: Bersikap optimislah terhadap sesuatu yang kamu sukai, niscaya kamu dapat meraihnya; karena jarang sesuatu yang sering disebut-sebut, melainkan terlaksana.
Selanjutnya A!-Baihaqi mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada gurunya (yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi) mengenai hadis ini. Dia mengatakan, hadis ini berpredikat munkar karena ada dua perawinya yang tidak dikenal. Disebutkan dalam kitab sahih bahwa Nabi ﷺ pada hari penggalian parit mengutip bait-bait syair Abdullah ibnu Rawwahah r.a., tetapi beliau mengikuti ucapan para sahabatnya karena saat itu mereka mendendangkan syair tersebut sambil menggali parit. Mereka mengatakan: ............. Ya Allah, sekiranya bukan karena Engkau, tentulah kami tidak mendapat petunjuk, dan tidak bersedekah serta tidak salat.
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, dan teguhkanlah kaki kami saat menghadapi musuh. Sesungguhnya mereka (golongan-golongan yang bersekutu itu) telah berbuat melampaui batas terhadap kami. Apabila mereka menghendaki fitnah terhadap diri kami, maka kami menolaknya. Nabi ﷺ mengucapkan kalimat abaina dengan suara keras dan nada yang panjang. Hal ini telah diriwayatkan pula di dalam kitab Sahihain. Hal yang semisal telah terbuktikan bahwa Nabi ﷺ dalam Perang Hunain mengutip ucapan seorang penyair berikut seraya menunggangi hewan begalnya maju menguak barisan musuh, yaitu: ... Aku adalah nabi, tidak pernah dusta; aku adalah putra Abdul Muttalib.
Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa hal ini terjadi secara kebetulan tanpa sengaja bertepatan dengan wazan syair, bahkan tanpa sengaja Nabi ﷺ mengucapkannya. Demikian pula apa yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Jundub ibnu Abdullah r.a. yang telah menceritakan bahwa ketika kami (para sahabat) bersama Rasulullah ﷺ dalam sebuah gua, tiba-tiba jari telunjuk beliau terluka hingga berdarah. Maka Nabi ﷺ bersabda: ... Tidaklah engkau ini selain jari telunjuk yang terluka padahal dalam perang sabilillah engkau tidak mengalami hal ini. Dan nanti dalam tafsir firman-Nya: selain dari kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) akan disebutkan bahwa Nabi ﷺ pernah mengatakan kalimat berikut yang secara kebetulan sesuai dengan wazan syair: ..... Jika Engkau mengampuni, ya Allah, Engkau mengampuni dosa-dosa yang banyak, dan tiada seorang hamba pun yang tidak pernah berbuat kesalahan terhadap Engkau.
Semuanya ini tidaklah bertentangan dengan kenyataan bahwa beliau ﷺ adalah seorang yang tidak mengenal syair dan bersyair itu tidak layak baginya, karena sesungguhnya Allah ﷻ hanya mengajarkan kepadanya Al-Qur'an: yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fussilat: 42) Al-Qur'an bukanlah syair, tidak sebagaimana yang disangka oleh segolongan orang-orang bodoh dari kalangan Kuffar Quraisy, bukan tenung, bukan buat-buatan, bukan pula sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu seperti yang diduga oleh pendapat-pendapat yang sesat dan pendapat-pendapat orang-orang yang bodoh.
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ secara fitrah menolak syair, dan beliau bukanlah diciptakan sebagai penyair. Imam Abu Daud mengatakan: ]: telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Suwaid, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Syurahbil ibnu Yazid Al-Ma'afiri, dari Abdur Rahman ibnu Rafi' At-Tanukhi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Aku tidak peduli terhadap apa yang diberikan kepadaku jika aku minum tiryaq (air jampi), atau mengalungkan jimat, atau mengatakan syair dari diriku sendiri. Hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara tunggal. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Al-Aswad ibnu Syaiban, dari Abu Naufal yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah r.a., "Apakah Rasulullah ﷺ setuju bila diucapkan syair di hadapannya?" Maka Aisyah r.a. menjawab, "Syair adalah perkataan yang paling tidak disukai olehnya." Telah diriwayatkan pula dari Siti Aisyah r.a. bahwa Rasulullah ﷺ menyukai doa-doa yang singkat dan padat, dan beliau sering mengucapkan doa yang demikian.
". Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Hendaklah seseorang di antara kalian memenuhi perutnya dengan nanah adalah lebih baik baginya daripada memenuhi dirinya dengan syair. Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid dari jalur ini, sanadnya dengan syarat Syaikhain (dapat diterima), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. : () [] ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Quza'ah ibnu Suwaid Al-Bahili, dari Asim ibnu Makhlad, dari Abul Asy'as As-San'ani, dan telah menceritakan kepada kami Al-Asy-yab, ia telah meriwayatkan dari Ibnu Asim, dari Al-Asy'as, dari Syaddad ibnu Aus r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang membuat satu bait syair sesudah salat Isya, maka tidak diterima darinya salat malam itu.
Hadis ini garib bila ditinjau dari segi jalurnya, tiada seorang pun dari Sittah yang mengetengahkannya. Yang dimaksud dalam hadis ini ialah membuat syair, bukan mengucapkannya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Perlu diketahui bahwa di antara syair itu ada yang disyariatkan, misalnya syair untuk menyerang kaum musyrik seperti yang pernah dilakukan oleh para penyair Islam di masa Nabi ﷺ Para tokohnya, antara lain Hassan ibnu Sabit, Ka'b ibnu Malik, Abdullah ibnu Rawwahah, dan lain-lainnya, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
Di antara syair ada yang bersubjekkan hikmah-hikmah, pelajaran-pelajaran, dan etika-etika, seperti yang dijumpai pada syair sejumlah penyair masa Jahiliah yang antara lain Umayyah ibnu Abus Silt yang dinilai oleh Rasulullah ﷺ melalui sabdanya: Syairnya beriman, tetapi hatinya kafir. Salah seorang sahabat pernah mendendangkan syair sebanyak seratus bait syair untuk Nabi ﷺ, dan sesudah tiap bait syair beliau ﷺ mengatakan, "Terus," yakni memintanya agar meneruskan bait-bait syairnya. Abu Daud telah meriwayatkan melalui hadis Ubay ibnu Ka'b, Buraidah ibnul Khasib, serta Abdullah ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya di dalam paramasastra itu terdapat pengaruh yang memukaukan seperti pengaruh sihir, dan sesungguhnya di antara syair itu ada yang mengandung hikmah.
Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya. (Yasin: 69) Maksudnya, Allah tidak mengajarkan syair kepada Muhammad ﷺ dan bersyair itu tidak layak baginya. (Yasin: 69) Yaitu tidak pantas baginya bersyair. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. (Yasin: 69) Yakni apa yang Kami ajarkan kepadanya itu. tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. (Yasin: 69) Yakni yang jelas dan gamblang bagi orang yang mau merenungkan dan memikirkannya. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan: supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup. (Yasin: 70) Supaya dengan Al-Qur'an yang memberi penerangan ini dia memberi peringatan kepada semua makhluk hidup yang ada di muka bumi ini.
Ayat ini semakna dengan ayat lain yang mengatakan: supaya dengan Al-Qur'an ini aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya). (Al-An'am: 19) Dan firman Allah ﷻ: Dan barang siapa di antara mereka (kaum Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur'an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya. (Hud: 17) Dan sesungguhnya orang yang mau menerima peringatannya hanyalah orang yang hidup hatinya lagi terang pandangan mata hatinya, seperti yang dikatakan oleh Qatadah hidup hatinya dan hidup pandangannya.
Sedangkan menurut Ad-Dahhak, makna yang dimaksud ialah yang berakal. supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir. (Yasin: 70) Artinya, Al-Qur'an itu merupakan rahmat bagi orang-orang mukmin dan hujah terhadap orang-orang kafir."
Dan ingatlah wahai anak cucu Adam, barang siapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadiannya. Pada saat itu dia kembali lemah dan kurang akal, layaknya anak kecil, sehingga tidak kuat lagi melakukan ibadah yang berat. Maka, mengapa mereka tidak mengerti dan memanfaatkan kesempatan selagi muda'69. Kumpulan ayat berikut menyangkal orang kafir yang menuduh Al-Qur'an adalah syair ciptaan Nabi Muhammad. Dan Kami tidak meng-ajarkan syair kepadanya dan bersyair itu tidaklah pantas baginya karena syair adalah buah khayalan. Nabi Muhammad adalah rasul yang Allah tugaskan untuk menyampaikan wahyu, dan Al-Qur'an itu adalah wahyu Allah yang kandungannya tidak lain hanyalah pelajaran untuk memperbaiki umat dan merupakan Kitab yang jelas dalam menerangkan hukum dan syariat Allah.
Selanjutnya Allah menegaskan bahwa barang siapa yang dipanjangkan umurnya, niscaya akan dikembali kepada awal kejadiannya. Artinya, mereka kembali lemah dan kurang akal seperti anak kecil. Tidak kuat lagi melakukan ibadah-ibadah yang berat dan mulai banyak lupa, sehingga tidak banyak dapat melakukan ibadah dengan baik. Pada akhir ayat ini, Allah mempertanyakan mengapa mereka tidak mengerti dan menggunakan kesempatan selagi masih muda dan kuat.
Nabi ﷺ menerangkan hal ini dalam hadisnya yang berbunyi:
Pergunakan kesempatan yang lima sebelum datang yang lima: waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, waktu kayamu sebelum waktu miskinmu, waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu, waktu mudamu sebelum waktu tuamu, dan waktu hidupmu sebelum waktu matimu.(Riwayat al-hakim dari Ibnu 'Abbas)
Apakah orang-orang kafir tidak mempergunakan akalnya bahwa semakin panjang dan tua umur seseorang semakin lemah jasmani dan rohaninya dan semakin tidak mampu ia berbuat. Allah telah memberinya umur yang cukup kepada mereka untuk dapat berbuat banyak, beramal saleh, menuntut ilmu yang cukup, beribadah dengan baik, dan sebagainya. Akan tetapi, mereka tidak mempergunakan umur itu dengan sebaik-baiknya. Allah mengutus para rasul kepada mereka dengan membawa petunjuk ke jalan yang lurus, tetapi mereka tidak mengikuti rasul dan petunjuk itu bahkan mereka mendustakan dan mengingkarinya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SESALAN ALLAH TERHADAP ANAK ADAM
Ayat 60
“Bukankah sudah Aku pesankan kepada kamu, wahai Anak Adam supaya kamu jangan menyembah setan."
Artinya bahwa sudah berkali-kali Allah ﷻ memperingatkan kepada anak Adam, supaya janganlah setan yang mereka sembah. Menyembah setan ialah memperturutkan per-dayaannya, mendengarkan bisikannya yang menyesatkan itu. Menyembah setan bukanlah berarti bahwa benar-benar ada orang yang shalat atau ruku' atau sujud kepada setan dalam upacara. Bahkan jika saja seseorang telah mengerjakan perbuatan yang salah dan jiwanya sendiri merasakan bahwa perbuatan itu memang salah, tetapi dikerjakannya juga, nyatalah bahwa orang itu telah menyembah setan.
“Sesungguhnya dia bagi kamu adalah musuh yang nyata."
Berkali-kali telah dijelaskan oleh Allah ﷻ dengan perantaraan Rasul-Nya, bahwa-sanya setan adalah musuh turun-temurun bagi manusia. Bagaimana mungkin orang yang sejak semula telah menyatakan diri jadi musuh kamu, lalu kamu pergi menyembah-nyembah dia?
Ayat 61
“Dan bahwa hendaklah kamu menyembah kepada-Ku."
Tempat kamu menyembah hanyalah satu saja, yaitu Aku! Demikian maksud ayat Sejak Adam dan istrinya didatangkan ke muka bumi ini dan sejak Adam itu sendiri sampai kepada utusan-utusan Allah yang diutus sesudah Adam ganti berganti, pokok ajaran yang mereka bawa ialah yang satu itu saja, yaitu bahwa Allah ﷻ yang patut disembah itu hanya satu. Hanya Dia Pencipta dari seluruh alam ini, atau Ilah. Dan hanya Dia pula yang mengatur, memelihara, menjaga, menguasai, dan mendidik seluruh alam ini, yaitu Rabbun. Oleh sebab la saja Maha Pencipta, maka Dia saja pula yang disembah, tidak yang lain.
“Inilah jalan yang lurus."
Garis lurus adalah jarak yang paling dekat di antara dua titik garis paralel tidak mungkin bertemu sampai ke ujungnya. Selain dari Allah adalah alam semua, termasuk setan, sendiri. Bila menyembah Allah dengan disertai menyembah setan, pastilah tujuan jadi pecah, terjadilah garis paralel. Maka supaya jiwa jadi langgeng, lurus tujuan, cepat sampai, jelas kemana tujuan, tidak lain yang mesti disembah hanya Allah, jalan lurus inilah yang dicari orang di dalam hidup, bukan garis bengkok-bengkok, bukan garis belit-belit, bukan garis pelintat-pelintut.
Ayat 62
“Dan sesungguhnya telah dia sesatkan di antara kamu golongan yang banyak."
Artinya bahwa dia, yaitu setan itu telah banyak sekali menyesatkan orang. Dibujuknya, dirayunya orang di tengah jalan menuju Allah SWT, karena pandainya setan itu merayu terbelok dia dari jalan yang lurus, tersesat dia ke jalan tak ada ujung, maka tersia-sialah tiap napas yang turun naik dalam dirinya. Padahal umur yang telah terpakai tidaklah dapat dikejar lagi.
“Apakah tidak pernah kamu pikirkan?"
Ujung ayat ini berupa pertanyaan, “Pernahkah kamu pikirkan bahwa perbuatanmu itu salah? Allah yang memberimu makan, lalu setan yang kamu sembah?
Ayat 63
“Inilah Jahannam yang pernah diancamkan kepadamu."
Artinya bahwa setan yang kamu turutkan, setan yang kamu sembah, pastilah Jahannam kesudahan perjalananmu. Jahannam inilah yang selalu diperingatkan oleh rasul-rasul Allah yang diutus; Jahannam yang seram, kejam dan suram. Jahannam yang menjadi kumpulan dari segala adzab dan siksaan.
Ayat 64
“Berbenamlah kamu ke dalamnya hari ini."
Kalimat ishlauhaa. Penafsir ini memberinya arti dalam bahasa Indonesia “berbenamlah kamu “, meskipun kata-kata benam yang sama artinya dengan tenggelam, namun bisa orang Melayu memakai kata berbenam dengan arti celaan. Berbenam tidak akan keluar-keluar lagi. Sebab itu mengandung kata siksaan.
“Dengan sebab kamu telah mengingkarinya."
Mengingkarinya menjadi arti juga dari mengkafirinya. Kafir mereka, atau tidak per-caya mereka bahwa Jahannam itu ada. Atau hawa nafsu mereka mengalahkan ingatan me-reka akan adzab neraka, sehingga mereka terperosok ke dalam jahannam itu.
Lalu Allah ﷻ menjelaskan lagi bagaimana pengalaman orang-orang yang bersalah mengingkari neraka itu ketika ditanya dan ketika mencoba hendak mendustai Allah.
Ayat 65
“Pada hari ini Kami tutup atas mulut-mulut mereka."
Artinya bahwa ketika dilakukan pemeriksaan, tanya jawab tentang kesalahan yang telah mereka perbuat menukar persembahan dari menyembah Allah kepada menyembah setan, ketika ditanya di hadapan Mahkamah Allah, lidah mereka atau mulut mereka telah terkunci, tidak sanggup bercakap lagi.
“Dan Kami buat bercakap tangan-tangan mereka dan naik saksi kaki-kaki mereka, atas apa yang mereka usahakan."
Tersebutlah di dalam riwayat dari Anas bin Malik r. a. Berkata dia, “Kami berada di sisi Rasulullah satu waktu. Lalu beliau tertawa. Maka berkatalah beliau, “Apakah kalian tahu apa sebab aku tertawa." Kami jawab, Allah dan Rasul-Nyalah yang lebih tahu. Lalu sabda beliau, “Aku tertawa mengenangkan seorang hamba akan menghadap kepada Allah, lalu dia berkata, “Ya Allah! Bukankah Allah telah memastikan bahwa Allah tidak akan berlaku aniaya kepadaku: “‘ Allah ﷻ bersabda, “Memang, demikianlah." Lalu hamba itu berdatang sembah lagi, “Ya Allah! Aku tidak hendak menerima kesaksian tentang diriku melainkan dari dalam diriku sendiri." Lalu Allah ﷻ bersabda, “Cukuplah di hari ini dirimu sendiri jadi saksi atas dirimu! Dan Malaikat-malaikat ‘pencatat yang mulia' (Kiraaman Kaatibiin) saksi luar." Lalu mulut si hamba itu pun ditutup. Maka diperintahkan Allah anggota tubuh si hamba itu supaya bercakap. Lalu ber-cakaplah anggota tubuhnya itu menjelaskan apa-apa yang telah dia amalkan. Setelah selesai, diberilah si hamba itu kesempatan berkata-kata kembali. Lalu dia berkata, “Celaka kalian, jauhlah kalian, sengsaralah kalian. Aku menutup mulut, kalian yang bercakap, padahal kalian yang aku perjuangkan." (HR Muslim)
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman lagi tentang hukuman bagi orang yang durhaka itu,
Ayat 66
“Kalau Kami kehendaki niscaya Kami butakan mata mereka."
Ini pun masih lanjutan dari ayat-ayat yang menunjukkan akibat dari orang yang menukar persembahan itu, dari menyembah Allah lalu mereka tukar dengan menyembah setan. Dari menempuh jalan lurus, shirathal mustaqim, mereka tempuh jalan berbelok-belok tidak menentu; akhirnya mereka kehilangan pedoman, kehilangan arah, lalu dibutakan matanya oleh Allah ﷻ Walaupun terentang jalan lurus di hadapannya, namun dia tidak tahu dan tidak melihat
Dalam keadaan buta yang demikian, dikatakan pada lanjutan ayat, “Lalu mereka berebut jalan." Alangkah hebatnya beratus-ratus orang buta, lalu semuanya berebut jalan. Dari mana mereka akan tahu jalan? Jalan apa yang mereka cari? Ujung ayat menanyakan,
“Namun betapakah mereka akan melihat?"
Ali bin Abi Thalhah pun telah menjelaskan tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas tentang buta di sini, yaitu ‘‘Mereka disesatkan dari petunjuk jalan yang benar." Mereka tidak menemui jalan itu. Semua ingin mencari jalan, semua hendak berebut ke muka padahal mata sendiri buta, hati sendiri buta. Cobalah pikirkan, bagaimana mereka akan mendapat jalan itu. Abu Zaid menerangkan bahwa jalan yang hendak ditempuh itu ialah jalan kebenaran.
Maka banyaklah orang yang hendak memilih jalan sendiri, atau mengatakan bahwa jalan yang dia gariskanlah jalan yang benar. Maka jalan itu pun terdapatlah sebanyak diri mereka sendiri, dan masing-masing menyalahkan jalan kawannya dan mengatakan jalannya sendiri saja yang benar. Kesudahannya semuanya sama tersesat. Karena selama hati masih buta dari kebenaran, selama itu pula jalan itu tidak akan bertemu.
Ayat 67
“Dan kalau Kami kehendaki pastilah Kami ubah muka mereka di tempat mereka berada."
Tegasnya bahwa Allah dapat saja mengubah dia dari sebagai manusia biasa menjadi berupa makhluk yang lain, entah jadi kera, entah jadi babi, entah jadi batu. Di dalam Al-Qur'an pun telah dijelaskan juga tentang ashhabis sabti, nelayan-nelayan Bani Israil yang mencari helat, pergi memasang lukah pada hari Jum'at petang dan membangkitkan lukah itu pada hari Ahad pagi-pagi, lalu mereka dihukum Allah ﷻ semua jadi kera.
“Maka tidaklah mereka sanggup maju dan tidak sanggup kembali."
Karena mereka tidak mempunyai kuasa apa pun untuk menukar sesuatu.
Ayat 68
“Dan baiangsiapayang Kami panjangkan umurnya, niscaya akan Kami balikkan kejadiannya."
Ini adalah hukum hidup yang harus dilalui oleh setiap manusia.
Orang ingin berumur panjang. Kalau umur panjang artinya pastilah tua. Kalau diri bertambah tua, pastilah kekuatan semasa muda kian lama kian hilang. Kian tua kian hilang kekuatan itu, sehingga akhirnya kalau masih hidup juga, berbalik seperti anak kecil. Itulah yang dinamai tua pikun.
“Apakah mereka tidak pikirkan?"
Ujung ayat menyuruh berpikir baik-baik. Umur panjang yang tidak umur panjang yang tidak dipenuhi dengan amal ibadah yang baik, adalah percuma. Sama artinya dengan kosong.
Ada juga orang yang berniat hendak beramal, hendak bersungguh-sungguh mengerja-kan perintah agama setelah tua kelak. Ini pun cara berpikir yang salah. Kalau sudah tua te-naga tidak ada lagi. Lebih baik sedang lagi muda beramallah, latihlah diri dalam kebajikan. Kadang-kadang kalau umur panjang, hasil yang dirasakan setelah tua ialah buah amal seketika lagi muda. Setelah tua hanya tinggal mengenang-ngenang usaha dan kegiatan di kala muda saja, sedang buat bekerja seperti itu sudah tidak bisa lagi.
Ketuaan adalah berarti kembali kecil. Bahkan lebih memberatkan daripada anak kecil sendiri. Kalau ada seorang orang tua yang sudah pikun, yang sudah kembali seperti anak kecil, sehingga—maaf-maaf—sudah tidak sadar lagi beliau ketika kencing dalam celana, tidaklah anak cucunya akan senang lagi membereskannya. Lain sekali dengan anak kecil da-lam pangkuan. Bagaimanapun perangai anak kecil itu, walaupun dia berak di atas pangkuan ibunya, namun ibunya masih menunjukkan cinta kepada anaknya.