Ayat
Terjemahan Per Kata
قُلۡ
katakanlah
إِنِّيٓ
sesungguhnya aku
أَخَافُ
aku takut
إِنۡ
jika
عَصَيۡتُ
aku mendurhakai
رَبِّي
Tuhanku
عَذَابَ
azab
يَوۡمٍ
hari
عَظِيمٖ
yang besar
قُلۡ
katakanlah
إِنِّيٓ
sesungguhnya aku
أَخَافُ
aku takut
إِنۡ
jika
عَصَيۡتُ
aku mendurhakai
رَبِّي
Tuhanku
عَذَابَ
azab
يَوۡمٍ
hari
عَظِيمٖ
yang besar
Terjemahan
Katakanlah, “Sesungguhnya aku takut azab pada hari yang besar (kiamat) jika aku durhaka kepada Tuhanku.”
Tafsir
(Katakanlah, "Sesungguhnya aku takut jika aku mendurhakai Tuhanku) dengan menyembah selain-Nya (azab hari yang besar.") yaitu hari kiamat.
Tafsir Surat Al An’am : 12-16
Katakanlah (Muhammad),"Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?" Katakanlah, "Kepunyaan Allah." Dia telah menetapkan atas diri-Nya (sifat) kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kalian pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman.
Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada pada malam dan siang hari. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Katakanlah (Muhammad), "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?” Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali berserah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik”.
Katakanlah, “Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku.”
Barang siapa yang (dirinya) dijauhkan dari azab pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberinya rahmat. Dan itulah keberuntungan yang nyata.
Ayat 12
Allah ﷻ memberitahukan bahwa diri-Nyalah yang memiliki langit dan bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya, dan bahwa Dia telah menetapkan (sifat) kasih sayang atas diri-Nya Yang Maha Suci. Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Shahihain melalui jalur Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah, setelah selesai menciptakan makhluk, maka Dia menulis di dalam kitab yang ada di sisi-Nya di atas 'Arasy, Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku.”
Firman Allah ﷻ : “Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kalian pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya.” (Al-An'am: 12)
Huruf lam yang terdapat pada lafal “layajma'annakum” merupakan pendahuluan dari qasam (sumpah). Allah bersumpah dengan menyebut nama diri-Nya Yang Maha Mulia, bahwa Dia sungguh-sungguh akan mengumpulkan semua hamba-Nya di waktu tertentu pada hari yang dikenal, yaitu hari kiamat yang tiada keraguan padanya, yaitu yang keberadaannya tidak diragukan lagi di kalangan hamba-hamba-Nya yang beriman. Sedangkan hamba-hamba Allah yang ingkar dan mendustakannya, mereka tenggelam ke dalam keraguannya tentang kejadian hari itu.
Ibnu Murdawaih mengatakan dalam tafsir ayat ini, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Ahmad ibnu Uqbah, telah menceritakan kepada kami Abbas ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhsan ibnu Atabah Al-Yamani, dari Az-Zubair ibnu Syabib, dari Utsman ibnu Hadir, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai wukuf di hadapan Tuhan semesta alam, "Apakah di tempat itu terdapat air?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab: “Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan kekuasaan-Nya, sesungguhnya di tempat itu benar-benar ada air. Dan sesungguhnya kekasih-kekasih Allah benar-benar mendatangi telaga-telaga para nabi. Dan Allah memerintahkan kepada tujuh puluh ribu malaikat yang di tangan mereka tergenggam tongkat-tongkat dari api untuk mengusir orang-orang kafir dari telaga-telaga para nabi itu.” Hadits ini berpredikat gharib (asing).
Menurut yang ada pada Imam Tirmidzi disebutkan seperti berikut: “Sesungguhnya setiap nabi itu mempunyai telaga, dan aku berharap telaga milikku adalah yang paling banyak didatangi mereka.”
Firman Allah ﷻ : “Orang-orang yang merugikan dirinya.” (Al-An'am: 12)
Yakni kelak di hari kiamat.
“Mereka itu tidak beriman.” (Al-An'am: 12)
Yakni mereka tidak percaya akan adanya hari kebangkitan dan mereka tidak takut akan adanya pembalasan yang besar (pedih) di hari itu.
Ayat 13
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Dan kepunyaan-Nyalah segala yang ada pada malam dan siang hari.” (Al-An'am: 13)
Dengan kata lain, semua makhluk hidup yang ada di langit dan di bumi adalah hamba-hamba Allah dan makhluk-Nya. Semuanya berada di bawah kekuasaan, penentuan, dan pengawasannya-Nya, tidak ada Tuhan selain Dia.
“Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-An'am: 13)
Yakni Dia Maha Mendengar semua ucapan hamba-hamba-Nya, lagi Maha Mengetahui semua gerakan, semua yang terpendam di dalam hati mereka, dan semua yang mereka rahasiakan.
Kemudian Allah ﷻ berfirman kepada hamba dan Rasul-Nya yaitu Nabi Muhammad ﷺ yang diutusnya dengan membawa ajaran tauhid yang agung dan syariat yang benar. Allah ﷻ memerintahkannya untuk menyeru manusia ke jalan Allah yang lurus. Untuk itu, Allah ﷻ berfirman:
Ayat 14
“Katakanlah, ‘Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi’?” (Al-An'am: 14)
Ayat ini semakna dengan firman-Nya: “Katakanlah, ‘Maka apakah kalian menyuruh aku menyembah selain Allah, wahai orang-orang yang tidak berpengetahuan’?” (Az-Zumar: 64)
Makna yang dimaksud ialah 'aku tidak akan menjadikan pelindung selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Karena sesungguhnya Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan yang mengadakan keduanya tanpa contoh terlebih dulu'.
“Padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan.” (Al-An'am: 14)
Yakni Dialah Yang memberi rezeki kepada makhluk-Nya, padahal Dia tidak memerlukan mereka. Karena sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Az-Zariyat: 56)
Sebagian ulama ada yang membaca ayat ini dengan mengartikan bacaan berikut, yaitu:
“Padahal Dia memberi makan dan tidak pernah makan.”
Yakni Dia tidak pernah makan.
Di dalam hadits Suhail ibnu Abu Saleh dari ayahnya, dari Abu Hurairah, disebutkan bahwa pernah seorang Anshar dari kalangan penduduk Quba mengundang Nabi ﷺ ke suatu jamuan makan yang dibuatnya, maka kami berangkat bersama Nabi ﷺ untuk memenuhi undangannya. Setelah Nabi ﷺ selesai makan dan mencuci kedua tangannya, maka Nabi ﷺ membaca doa berikut:
“Segala puji bagi Allah Yang telah memberi makan dan tidak pernah makan, telah memberikan anugerah kepada kami hingga kami mendapat petunjuk, telah memberi kami makan dan minum, dan telah memberi kami pakaian hingga tidak telanjang, dan semua ujian baik yang Dia berikan kepada kami. Segala puji bagi Allah dengan tidak meninggalkan Tuhanku, tidak merasa cukup, tidak ingkar, dan tidak dapat lepas dari-Nya. Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan memberi kami minum, memberi kami pakaian hingga tidak telanjang, memberi kami petunjuk dari kesesatan, memberi kami penglihatan dari kebutaan, dan mengutamakan kami di atas kebanyakan makhluk yang telah diciptakan-Nya dengan keutamaan yang sesungguhnya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”
Firman Allah ﷻ : “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya aku menjadi orang yang pertama sekali berserah diri (kepada Allah). Dan jangan sekali-kali kalian termasuk golongan orang-orang musyrik’.” (Al-An'am: 14)
Yaitu dari kalangan umat ini.
Ayat 15
Katakanlah, "Sesungguhnya aku takut akan azab (pada) hari yang besar, jika aku mendurhakai Tuhanku.” (Al-An'am 15)
Yaitu kelak di hari kiamat.
Ayat 16
“Barang siapa yang dijauhkan dari azab pada hari itu.” (Al-An'am: 16)
Yaitu barang siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung karena Allah telah memberinya rahmat.
“Dan itulah keberuntungan yang nyata” (Al-An'am: 16)
Ayat ini semakna dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
“Barang siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (Ali Imran: 185)
Yang dimaksud dengan istilah “al-fauz” ialah memperoleh keuntungan dan tidak merugi.
Katakanlah, wahai Rasulullah, kepada orang-orang musyrik, Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar, hari kiamat, jika aku mendurhakai Tuhanku dengan menyalahi perintah-Nya, lebih-lebih menyekutukan-Nya. Karena itu, aku tidak akan pernah berkompromi dengan segala bentuk kemusyrikan. Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang dijauhkan dari azab Allah pada hari kiamat adalah orang-orang yang beruntung. Barang siapa di antara orang-orang beriman yang pada hari itu, hari kiamat, dirinya dijauhkan dari azab Allah dengan mendapat keridaan Allah dan keselamatan di akhirat, maka sungguh, Allah telah memberikan rahmat kepadanya, karena rahmat Allah merupakan pangkal keselamatan dunia akhirat. Dan itulah kemenangan sejatinya dalam hidup ini yang nyata pentingnya dan perlunya bagi manusia.
Sesudah Allah menjelaskan dasar agama yang harus menjadi pegangan seorang Rasul, maka dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menyatakan kepada kaum musyrik, bahwa jika beliau melakukan kemaksiatan, melanggar perintah Allah atau menyimpang dari asas agama yang ditetapkan Allah maka Rasul takut azab hari Kiamat akan menimpanya, sebab pada hari itu Allah akan berhadapan dengan hamba-hamba-Nya untuk menjatuhkan azab kepada mereka yang berdosa dan memberikan pahala kepada mereka yang beramal saleh. Pada hari yang dahsyat ini tidak seorang pun yang dapat menolong orang lain, karena kasih sayang atau persaudaraan. Ayat ini menunjukkan sifat Rasulullah bahwa beliau meskipun jauh dari kemungkinan melakukan maksiat, namun hati beliau tetap takut kepada Allah dalam segala keadaan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 13
“Dan bagi-Nyalah apa yang tenang di malam hari dan siang. Dan Dia adalah mendengar lagi mengetahui."
Semuanya telah diadakan oleh Allah. Dengan demikian, apabila seorang manusia telah berpikir dengan tenang (sakana dari sakinah), dia pun melihat adanya alam ini dalam kete-nangannya. Terutama ketika sunyi sepi pada malam hari. Ini dapat dirasakan kalau kita bangun tengah malam buat mengerjakan shalat Tahajjud. Malam dalam keadaan sangat tenang sebab itu didahulukan menyebut ketenangan malam daripada ketenangan siang. Dan pada siang hari pun apabila kita sendiri berpikir dengan tenang, alam keliling kita pun akan terasa tenang. Lautan dan daratan tenang, angin sepoi pun tenang. Bahkan awan berarak di langit, kapal berlayar di laut, kereta api meluncur di darat, semuanya berjalan dengan tenangnya. Meskipun tenang, semuanya itu berjalan dengan peraturan tertentu dari Allah. Dengan tenangnya matahari beredar setiap hari, setiap jam, setiap menit, dan detik. Tidak berubah-ubah sudah berjuta-juta tahun. Kita tenang dan perasaan kita tidak gelisah kalau terlambat satu atau dua jam. Jadi, bawalah hal itu berpikir pada peredaran alam. Semua ketenangan itu adalah bagi Allah. Menjadi tenang karena yang mengatur semuanya ialah Allah sendiri sehingga tidak pernah matahari terlambat, walaupun setengah detik dari waktunya sehingga kita manusia berani menghitung putarannya buat seribu tahun ataupun seratus ribu tahun. Sebab, Allah sendiri yang mengaturnya maka semuanya jadi begitu. All is running well, kata orang Inggris. Semua berjalan menurut mestinya. Dan Dia, yaitu Allah, adalah mendengar dan selalu mengetahui. Selalu menjaga dan membereskan. Laksana sebuah kapal besar berlayar di laut lepas, semua penumpang tidur dengan nyenyaknya, sebab mereka percaya bahwa nakhoda kapal itu menjamin keselamatan mereka, mendengar di mana kerusakan mesin, mengetahui apa yang kurang dan apa bahaya yang mengancam. Adapun Allah dengan sifat mendengar dan mengetahui, membuat seluruh alam ini, langit dan bumi, siang dan malam, dan segala apa perlengkapannya beredar dengan tenang. Nakhoda ialah Allah sendiri.
Ayat 14
Katakanlah, “Adakah yang selain Allah akan aku ambil jadi pemimpin?"
Begitu pimpinan Allah atas alam; begitu tenang jalannya edaran malam dan siang, begitu beresnya peraturan yang berlaku, masihkah aku akan mencari yang lain buat aku jadikan pimpinan? Akan aku gantikah pimpinan dengan yang selain Allah? “Pencipta langit dan bumi?" Sedangkan yang lain-lain itu tidak dapat mencipta apa-apa sama juga dengan aku sendiri."Dan Dia yang memberi makan dan bukan Dia yang diberi makan?" Mengapa aku akan memilih pemimpin yang lain daripada Allah? Sedangkan makanku dan makan orang yang akan aku jadikan pimpinan itu Allah Ta'aala sendiri yang menjamin? Sedangkan manusia yang dijadikan pimpinan itu, dia tidak mau memimpin kalau tidak diberi jaminan makanan!
Alangkah tepat apa yang difirmankan Allah itu. Aulia atau sesuatu yang kamu anggap menjadi pemimpin-pemimpin selain Allah, yang kamu katakan. Wali tempat berlindung itu, tidaklah sanggup memberi kamu makan, bahkan dialah yang kamu beri makan.
Seorang datang meminta tolong pada kuburan yang dianggapnya keramat. Sehabis meminta tolong, dia meletakkan sajian pada kubur. Seorang yang menyembah berhala menyediakan “makanan" buat berhala itu sebagaimana sering kita lihat saji-sajian yang penuh dihidangkan di muka toapekong yang dipuja oleh orang-orang China.
Orang yang percaya akan kesaktian keris, setiap malam Jum'at memandikan keris itu dengan air limau, kembang tujuh ragam, dan dibakarnya kemenyan. Rupanya keris pernah juga merasa gerah kepanasan. Demikian juga orang yang percaya dengan bunyi burung perkutut. Mereka tergila-gila menjaga bunyi burung itu, bagaimana gayanya, saat apa dia bernyanyi. Kadang-kadang, pada zaman modern ini ada orang yang menampung bunyi burung itu dengan tape recorder, untuk diputarkan kembali, untuk mengetahui apa maksud bunyi itu. Dan dia percaya bahwa bunyi burung itu mengandung arti yang berisi “ilham" tentang petunjuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu. Untuk itu, mereka terpaksa membuntukan pikiran dan logika (mantik) yang sehat lalu menumbuhkan sendiri kepercayaan bahwa bunyi burung itu mengandung ilham atau wahyu. Kemudian, ditanyakanlah kepada dukun apa yang mesti jadi makanan burung itu.
Manusia-manusia yang mabuk kekuasaan yang meminta supaya dirinya dipuja seperti memuja Tuhan dan meminta pula supaya apa saja perintahnya agar dipandang sebagai Al-Qur'an dan hadits yang pada lahirnya kelihatan gagah perkasa, diiringkan ke mana berjalan dengan dayang-dayang inang pengasuh, ada yang membawa kipas, ada yang membawakan payung, dan ada yang memegang tasnya, ada yang membawakan tempat ludahnya, dan ada yang memijit kakinya. Dan harus dikawal oleh sekian Jeep jalan di muka, sekian pula feep jalan di belakang, sekian puluh pula sepeda motor, dan diiringkan pula oleh sekian panser bersenjata lengkap, sekian puluh tim dokter pemeriksa kesehatan beliau. Beliau ini mesti dicukupkan makannya, dicukupkan pakaiannya, dicukupkan kendaraannya, dan dicukupkan berapa istana dia mau.
Dia adalah manusia biasa bahkan jiwanya lebih bobrok daripada manusia biasa. Seorang jahat, bajingan, tetapi bahunya penuh dengan bintang-bintang. Dia naik karena orang lain lekas turun. Dia merasa dirinya jadi dewa karena memang orang-orang di kiri-kanannya mendewakannya. Padahal, dia adalah seorang manusia lemah yang pernah menderita sakit dan pernah menderita lapar yang makan-minumnya mesti dijamin oleh orang-orang yang mendewakannya itu sendiri.
Dan kepada guru-guru kerap kali murid memuja-muja, kial-kiai atau alim pancita kerap kali dikultuskan, diagungkan, malahan peranan mereka itu didewakan sehingga sisa makannya jadi rebutan. Pengikut-pengikutnya yang bodoh berlomba memberinya pakaian, menghadiahkan keperluan hidupnya, dan menyediakan makannya. Saya sendiri, sebagai seorang mubaligh, guru dan banyak murid, imam dan banyak makmum, sungguh-sungguh kebanyakan sumber hidup saya karena bantuan dari murid-murid saya. Menjadi guru pun ujian besar bagi seseorang. Kalau dia tidak hati-hati dan tidak lekas membawa muridnya kepada tauhid yang sejati dengan tidak disadari bisa saja dipuja oleh murid-muridnya sehingga dengan tidak disadari dia telah dianggap sama dengan wali. Dan wali di sini sudah disalahartikan, tidak lagi menurut arti yang baik. Melainkan menjadi arti yang terlarang yang dijelaskan dalam ayat ini.
Oleh sebab itu, hendaklah seorang guru atau seorang yang dianggap ulama atau yang dianggap sebagai “Syekh Mursyid" dalam ilmu tasawuf berhati-hati di dalam membimbing murid-muridnya. Jangan sampai guru itu mencela muridnya kalau taklid kepada seorang ulama, wajib langsung pada Al-Qur'an dan hadits, tetapi dengan tidak disadari, si guru telah memaksakan dengan halus kepada muridnya supaya jika mereka memahamkan Al-Qur'an dan hadits wajiblah menurut yang dipahamkan oleh gurunya itu. Tanpa sadar, si guru telah mengangkat dirinya menjadi wali atau aulia selain Allah. Oleh sebab itu, tidak ada dan tidak mungkin ada selain Allah akan jadi aulia atau pemimpin atau pimpinan. Sebab, yang selain daripada Allah adalah bergantung semua nasibnya kepada Allah, baik langit maupun bumi yang demikian besar atau manusia yang mana pun dalam bumi ini. Semuanya, walaupun mereka digelari waliyullah, memerlukan makan dan yang menjamin makannya ialah Allah. Oleh karena itu, tidak ada lain jalan, lebih baik langsung menyerahkan diri kepada Allah."Katakanlah, ‘Sesungguhnya disuruh supaya menjadi orang yang mula-mula menyerah diri.'" Karena yang mencipta langit dan bumi hanya Allah, yang membuat tenang jalannya Dia juga, yang menjamin makan minum makhluk Dia juga, kepada siapa lagi aku mesti menyerah? Tentu kepada-Nya, lain tidak! Dia sendiri, Allah itu, yang memerintahkan kepadaku. Aku, Muhammad, hamba-Nya dan utusan-Nya. Muslim! Dan aku pun dilarang berbuat sebaliknya.
“Dan sekali-kali jangan engkau jadi dari golongan orang-orang yang musyrik."
Alangkah mendalam dan amat halusnya dakwah ini. Rasul ﷺ disuruh membawa segala soal itu kepada dirinya sendiri. Dia yang bertanya dan dia yang disuruh menjawab. Namun, apa yang dituju adalah umat yang masih kufur itu untuk membuka mata dan hati mereka.
Disampaikan dengan penuh kasih sayang. Satu tanggung jawab besar. Yang diri beliau sendiri tidak terletak dari dalamnya. Dia menyeru pada Islam, menyerah diri kepada Allah. Namun, dia yang dahulu sekali. Dia melarang orang musyrik, tetapi dia yang lebih dahulu menerima larangan itu. Dan sambungan ayat lebih menegaskan lagi.
Ayat 15
Katakanlah, “Sesungguhnya aku takut jikalau aku mendurhaka kepada Tuhanku, akan adzab di hari yang besar."
Ayat ini pun satu cara dakwah yang lebih mendalam lagi. Setelah penulis tafsir ini merenungkannya, patutlah apa yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat Rasulullah dan tabi'in itu bahwa surah yang sebuah ini ketika diturunkan, telah diiringkan oleh 70 ribu malaikat. Rasulullah ﷺ yang maksum dari dosa, masih saja menyatakan takutnya akan kehebatan hari Kiamat itu bahwa kalau dia diadzab Allah lantaran durhaka, tidak ada orang lain yang dapat mengelakkan. Dia sendiri pun merasa takut akan hari itu. Kalau-kalau ada amalnya yang menimbulkan murka Allah. Bertambah beliau menyatakan ini, bertambah yakin kita bahwa beliaulah Rasulullah ﷺ Dan orang yang masih juga kufur, moga-moga terbukalah hatinya mendengar ini.
Ayat 16
“Barangsiapa yang dipalingkan daripada (adzah itu) pada hari itu maka sesungguhnya Dia telah memberi rahmat kepadanya dan itulah dia kemenangan yang nyata."
Ayat ini menjelaskan lagi tentang ayat 12 sebelumnya bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada diri-Nya sendiri memberikan rahmat kepada hamba-Nya. Dan rahmat itu bukan hanya sekadar di dunia ini saja. Rahmat di dunia belum berarti apa-apa dibandirigkan rahmat di akhirat, asal si hamba pandai menampung rahmat itu di dunia sehingga terus diterimanya sampai ke akhirat. Namun, kalau dia durhaka dan tidak beriman, bukan rahmat yang akan diterimanya di sana, melainkan adzab. Kalau makhluk insani dipalingkan dari adzab itu dan barulah dia beroleh kemenangan yang nyata, sesudah berpayah-payah berjuang melawan musuh dalam dunia ini, yaitu hawa nafsu dan tipu daya setan.
Lanjutan ayat masih saja dibawa oleh Rasul kepada dirinya sendiri untuk dicamkan oleh orang yang berpikiran:
Ayat 17
“Dan jika Allah mengenakan engkau dengan suatu bahaya maka tidak seorang pun yang bisa melepaskannya kecuali Dia. Dan jika Dia mengenakan engkau dengan suatu kebaikan maka adalah Dia atas tiap-tiap sesuatu Mahakuasa."
Entah engkau ditimpa satu kemalangan, entah engkau ditimpa sakit, payah, miskin, duka cita, kematian, kena fitnah orang, dan lain-lain yang pasti terjadi dalam pergolakan hidup ini yang berpasang naik berpasang turun, tidaklah ada yang lain yang akan dapat melepaskan engkau dari bahaya itu, melainkan Allah saja. Tidak ada yang lain tempat mengadu, tidak ada orang lain yang akan dijadikan pemimpin, seperti disebutkan sebelumnya. Suatu saat, pasti engkau akan mera-sakan karena bahaya yang menimpa dirimu bahwa tidak ada tempat mengadu melainkan Dia saja.
Dia saja yang akan melepaskan dan orang lain tidak. Ke mana pun engkau mengadu, segala pinta akan tertutup, orang lain tidak berdaya. Kalau engkau tidak menginsafi hal ini engkau akan sansai sendirian. Kadang-kadang, engkau dilepaskannya dengan sebab engkau lalui usaha yang mengandung sebab dan akibat. Kadang-kadang, terlepas engkau dari bahaya itu karena Allah mengaruniakan ke dalam hati engkau perasaan bahwa itu bukan bahaya, tetapi ujian Allah atas imanmu kepada-Nya. Artinya, tanda kasih-Nya dan terkadang engkau dilepaskan-Nya bukan ka-rena ikhtiarmu sendiri, melainkan semata-mata karunia-Nya. Sebab, karunia Allah itu tiada batas. Segala pujilah bagi-Nya. Sebaliknya, apabila Dia mengenakan engkau dengan satu kebajikan, misalnya badan sehat, harta ada, anak istri menyenangkan hati, kedudukan dalam masyarakat ditinggikan dan disegani orang, makan cukup, rumah ada, hidup terjamin, dan sebagainya. Dan Dia pulalah yang Mahakuasa menjaganya dan memeliharanya. Dari Dialah semuanya itu, bukan dari orang lain. Dan kalau ada sebab dari orang lain maka orang lain itu hanya sebab saja sebagai penyalur. Hakikat sejati adalah dari Allah. Sebab Allah Yang Mahakuasa. Oleh karena itu, walaupun engkau datang berulang-ulang ke Kuburan Keramat Luar Batang minta dihindarkan dari bahaya atau minta naik pangkat, percumalah perbuatan itu sebab keramat tersebut tak berkuasa apa-apa. Itulah sebabnya pangkal surah al-An'aam dimulai dengan ‘Alhamdulillah", segala puji-pujian hanya kepunyaan Allah!
Kata ahli tafsir, dalam ayat ini tersembunyi suatu rahasia yang harus diperhatikan. Yaitu mendahulukan menyebut ditimpa bahaya daripada dikenakan kebaikan. Mengapa demikian? Karena pada hakikatnya, bila Allah mengenakan sesuatu bahaya, tidaklah itu sesuatu kejahatan dari Allah, tetapi sebagai pendidikan guna melatih jiwa hamba-Nya. Dengan adanya malapetaka yang menimpa, si hamba dapat melatih dirinya. Kegelisahan bisa bertukar menjadi ketenangan. Akhlak dapat dibentuk, adab bisa ditingkatkan, ilmu bisa bertambah, dan pengalaman menambah kaya jiwa sehingga malapetaka bisa menjadi nikmat. Kadang-kadang, memang pahit malapetaka itu. Namun, karena diri dipakai meminumnya, sembuhlah penyakit dalam jiwa. Bahkan sebaliknya, kesenangan, kemuliaan, dan kebaikan, kalau tidak pandai menyambutnya, bisa bertukar menjadi peracun jiwa.
Ayat 18
“Dan Dialah yang Mahaperkasa atas hamba-hamba-Nya dan Dia adalah Mahabijaksana lagi sangat meneliti."
Al-Qaahir, kita artikan Mahaperkasa atau sangat berwibawa sehingga si hamba tidak dapat melepaskan diri pada jalan apa yang telah Dia tentukan. Mau tidak mau, dia mesti menuruti jalan yang telah digariskan-Nya itu. Sehingga pribSdi seorang hamba tidak sang
gup si hamba itu menukarnya dengan pribadi lain. Aku telah ditentukan menjadi aku, tidak boleh keluar dari garis yang telah ditentukan buat aku. Si Ahmad tak dapat menjadi si Ali dan si Zakiyah tak bisa menjadi si Fauziyah.
Telah ditentukan oleh Al-Qaahir mesti begitu sejak dari dalam rahim bunda, bahkan lebih dahulu dari itu. Itu sebabnya, tidak ada dua orang manusiayangsama bentuknya, sama perangainya, sama rupa mukanya, atau sidik jarinya. Namun dia, selain dari Al-Qaahir, ada pula bijaksana. Dengan penuh kebijaksanaan-Nya, tiap-tiap hamba-Nya itu Dia bawa menempuh jalan yang telah digariskan tadi. Kadang-kadang, si makhluk itu sendiri pun heran, betapa pintar dan bijaksananya Allah menentukan jalan hidupnya. Ingatlah cerita Nabi Yusuf yang oleh Allah al-Qaahir telah ditentukan akan menjadi nabi, rasul, dan menteri besar. Namun, dengan kebijaksanaan Allah, al-Qaahir, dia terlebih dahulu mesti dicampakkan saudara-saudaranya masuk ke sumur, lalu dijadikan orang menjadi budak yang diperjualbelikan, lalu masuk penjara. Karena dari ketiga perangkat penderitaan itu, dia akan dipanggil dari dalam penjara untuk menjadi menteri besar. Untuk menentukan itu semuanya, selain Dia adalah al-Qaahir dan al-Hakim, sangat bijaksana, Dia pun al-Qaahir, sangat mendalam pengetahuan-Nya atas segala soal itu dan sangat teliti sekali serta je-limet.
Untuk mendalami tafsir ini, baiklah masing-masing bisa meniliknya pada kejadian diri sendiri terutama kalau kita sudah agak berumur. Mengapa aku sampai begini? Terkadang yang kita rencanakan tidak terjadi, tetapi rencana Allah yang langsung! Sehingga kita sampai ke tempat yang Dia telah tentukan, tidak atas kehendak kita.
Ayat 19
Katakanlah, “Apakah yang terlebih besar kesaksiannya?"
Seperti tadi pula, Allah memerintahkan kepada Rasul ﷺ memulai pertanyaan, yaitu pertanyaan yang akan timbul dari orang-orang yang tengah dihadapi dan diberi dakwah itu. Artinya, kalau misalnya mereka bertanya kepada engkau, wahai utusan-Ku, manakah saksi yang lebih besar untuk membuktikan kebenaran yang engkau bawa itu? Atau, apa jaminan atas kebenarannya?
“Katakanlah, ‘Allah-lahyang menjadi saksi di antara aku dan di antara kamu.'" Artinya, jika demikian pertanyaan mereka, hendaklah engkau jawab bahwasanya saksi atas kebenaran risalah yang aku bawa kepada kamu dan seruan yang aku sampaikan, bukan orang lain, melainkan Allah sendiri. Bahwa Allah itulah yang mengangkat aku menjadi utusan-Nya."Dan telah diwahyukan kepadaku Al-Qur'an ini," langsung dari Allah sendiri “untuk memberi ancaman kepada kamu dengan dia dan kepada barangsiapa yang telah sampai." Adapun Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku untuk disampaikan kepada kamu, demikian juga untuk melanjutkan kepada barangsiapa jua pun yang sampai kepadanya seruan ini. Memberikan ancaman siksaan Allah dan adzab-Nya bagi barangsiapa yang mempersekutukan yang lain dengan Allah. Dengan inilah ditegaskan bahwa Al-Qur'an bukanlah semata-mata diturunkan kepada manusia di Mekah kala Nabi Muhammad ﷺ hidup saja, melainkan kepada seluruh manusia yang sampai kepadanya bunyi dan isi Al-Qur'an ini. Di mana pun dia berdiam dan pada masa yang mana pun sesudah itu, walaupun setelah Rasulullah ﷺ wafat. Seruan Al-Qur'an tetap berlaku asal saja Al-Qur'an masih tetap sampai dan disampaikan kepada mereka.
SUDAHKAH SAMPAI SERUAN ITU?
Telah empat belas abad wahyu Ilahi turun dibawa Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad ﷺ Dan, diwajibkan Nabi ﷺ menyampaikan bunyi wahyu itu kepada manusia. Untuk kelanjutan menyampaikan itu maka khalifah Rasulullah yang pertama, Sayyidiria Abu Bakar ash-Shiddiq telah berusaha mengumpulkan wahyu itu menjadi satu mushaf. Setelah beliau meninggal, mushaf Abu Bakar itu tersimpan pada Sayyidiria Umar bin Khaththab. Kemudian, disalin menjadi beberapa naskah oleh Amiril Mukminin Sayyidiria Utsman bin Affan.
Kita bersyukur kepada Allah karena Al-Qur'an itu telah dikumpul menjadi satu, diriamai mushaf al-Imam atau mushaf Utsmani. Dan, beruntunglah bangsa Arab sebab Al-Qur'an itu diturunkan dalam bahasanya. Dan satu hal yang mengagumkan pula bahwa agama Islam telah dianut oleh berpuluh macam bangsa dengan berpuluh bahkan beratus macam bahasa, tetapi mereka bersatu dalam bahasa Arab. Namun, patutlah diakui bahwa sampai sekarang belumlah seluruh umat manusia mengerti bahasa Arab. Bahkan umat yang menganut Islam itu sendiri pun masih banyak yang belum mengerti bahasa itu.
Kita mengakui bahwa dalam masa 14 abad yang telah berlalu itu, ulama-ulama Islam telah berusaha menyampaikan isi Al-Qur'an itu. Baik dengan cara menyebarkan bahasa Arab sebagai usaha pertama dan utama maupun dengan menyalin dari bahasa Arab, bahasa Al-Qur'an ke dalam bahasa yang lain. Inilah yang menyebabkan tersebarnya Islam di muka dunia ini, sedangkan yang berkhidmat dalam menyampaikan seruan ini bukan saja orang Islam berkebangsaan Arab. Beratus ulama Islam dari bangsa Iran (Persia), beratus dari bangsa Hindustan, beratus dari Turki. Semua penulis dalam bahasa Arab. Sebab, tidak ada orang Islam yang sadar akan agamanya yang mengatakan bahwa bahasa Arab itu hanya kepunyaan orang Arab, melainkan terus dipegang teguh bahwa bahasa Arab adalah bahasa agama Islam. Namun, sejak pengaruh penjajahan Barat masuk ke negeri-negeri Islam 300 tahun terakhir, bangsa penjajah berusaha menanamkan perasaan kebangsaan, membela bangsa sendiri, membela bahasa sendiri dengan anti berangsur-angsur menanamkan perasaan antipati pada bahasa Arab. Di Indonesia ini perasaan itu masuk secara berangsur, tetapi di Turki perasaan itu masuk secara revolusioner atas anjuran Kemal Atta-turk. Ketika Kemal Attaturk mengambil tindakan menghapuskan bahasa Arab dan tulisan Arab, seluruh negeri-negeri Barat memuja Kemal Attaturk setinggi langit, sebab dia “revolusioner".
Dan di Indonesia sendiri, menggelegaknya rasa nasionalisme dengan membangkit-bangkitkan kebesaran Gajah Mada, mulailah terdengar usaha hendak membentuk agama Islam secara nasionalistis dan sayup-sayup mulai terdengar kata bersihkan tanah air dari pengaruh Arab. Namun, mubaligh-mubaligh dan guru-guru Islam bekerja keras membendung gelombang bikinan itu. Perkumpulan-perkumpulan Islam bekerja keras menyampaikan seruan Islam, baik dengan menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Melayu, Indonesia, dan bahasa daerah maupun dengan menyebarkan bahasa Arab itu sendiri.
Menilik pada segala usaha hendak memojokkan Al-Qur'an itu yang sudah terang berasal dari usaha kaum kolonial, penjajah jasmani, ruhani, zendirig, dan misi Kristen yang tidak senang dengan kebangkitan Islam, atau usaha kaum Komunis yang nyata-nyata anti agama maka kegiatan pemuka-pemuka Islam yang merasa dirinya bertanggung jawab lahir-batin, dunia-akhirat amat beratlah sekarang untuk menyampaikan Al-Qur'an ini, baik terhadap umat Islam sendiri yang baru bernama Islam karena keturunan maupun terhadap pihak lain yang pada zaman modern ini sangat haus ruhaninya pada bimbingan Al-Qur'an.
Demikianlah bunyi ayat tadi, yaitu bahwa Al-Qur'an diwahyukan kepada nabi kita Muhammad ﷺ untuk memberi ancaman kepada umat manusia kalau mereka berbuat suatu kesalahan terhadap Allah dan peringatan kepada orang yang telah sampai kepadanya seruan ini.
Menurut sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dan Abu Na'im dan al-Khathib, dari Ibnu Abbas r.a., berkata Rasulullah ﷺ:
“Barangsiapa yang telah sampai kepadanya Al-Qur'an, samalah artinya bahwa dia telah bercakap-cakap langsung dengan aku." (HR Ibnu Mardawih, Abu Na'im dan al-Khatib)
Keterangan Rasulullah ﷺ yang disampaikan oleh Ibnu Abbas ini dapat dipahamkan sebab Al-Qur'an itu diterima secara mutawatir, dari satu keturunan (generasi) kepada satu keturunan yang mustahil akan sepakat satu golongan membuat susunan ayat secara dusta, baik lafazhnya maupun maknanya. Memang lantaran sebab yang demikian, walaupun sudah berlalu 14 abad lamanya, tetapi lafazh Al-Qur'an dan maknanya masih tetap sebagaimana yang diterima oleh Rasul. Tidak ada tambahan baru dan tidak ada pengurangan sehingga satu Al-Qur'an yang salah cetak saja, kekurangan satu baris atau satu titik, seluruh Muslimin di dunia dapat mengetahui dan menegurnya.
Dirawikan pula oleh Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Dharis, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Abusy-Syaikh dari Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi.
Dia berkata:
“Barangsiapa yang telah sampai kepadanya Al-Qur'an, samalah artinya dia celah melihat wajah Rasulullah ﷺ." (HR Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Dharis, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Abusy-Syaikh)
Dan dalam riwayat yang lain pula:
“Barangsiapa yang telah sampai kepadanya Al-Qur'an lalu dipahamkannya dan diperhatikannya dengan akal waras, samalah artinya dia dengan orang yang telah. melihat Nabi ﷺ dengan mata kepalanya sendiri dan bercakap-cakap dengan Nabi ﷺ"
Oleh sebab itu, wajiblah atas orang yang telah mengerti, walaupun baru satu ayat, supaya menyampaikannya pula kepada orang yang belum mengetahuinya. Sebagaimana tersebut di dalam satu hadits:
“Sampaikanlah di atas namaku, walaupun satu ayat."
Setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan memikul kewajiban untuk me-nyampaikan seruan Islam kepada orang lain. Baik kepada teman seagama sendiri yang belum paham arti agamanya maupun kepada orang lain yang belum memeluk Islam.
Amat penting diperhatikan suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Abusy-Syaikh daripada Ubay bin Ka'ab bahwa pada suatu ketika dibawalah kepada Rasulullah ﷺ, beberapa orang tawanan perang. Setelah orang-orang itu menghadap, bertanyalah Rasulullah kepada mereka:
“Sudahkah kamu diseru (didakwahi) kepada Islami"
Mereka menjawab, “Belum!" Kemudian, bersabdalah Rasulullah kepada para sahabat yang hadir,
“Lepaskanlah, mereka pergi sehingga mereka sampai kembali ke tempat aman mereka! Sebab kepada mereka belum sampai dakwah." (HR Abusy-Syaikh)
Kejadian dengan tawanan ini dapat men
jadi pertimbangan bagi kita kaum Muslimin. Kalau ada orang yang belum mengerti Islam, lalu mereka tertarik pada agama lain bukanlah mereka yang salah, melainkan kita umat Islam yang telah lama menerima pusaka Nabi Muhammad ﷺ Inilah yang salah karena kita belum menyampaikan dakwah kepada mereka.
Kita teruskan penafsiran lanjutan ayat: Sekarang mereka pula yang ditanya, “Apakah kamu menyaksikan bahwa beserta Allah itu ada tuhan-tuhan yang lain?" A ku telah berani menegaskan bahwa saksiku adalah Allah sendiri, Dia yang mengutusku, Al-Qur'an dan Dia aku terima. Sekarang kamu ini menyembah berhala, jadi, sanggupkah kamu menunjukkan siapakah yang menyaksikan kebenaran pendirianmu mempersekutukan yang lain dengan Allah itu? “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidaklah menyaksikan itu."‘ Aku sendiri tidak dapat memberikan kesaksian atas kebenaran perbuatan kamu mempersekutukan yang lain dengan Allah itu. Namun, yang dapat aku saksikan ialah bahwa Allah itu Esa jua adanya.
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya hanya Dialah Tuhan Yang Satu dan sesungguhnya aku berlepas diri daripada apa yang kamu persekutukan itu.'"
Sesudah menunjukkan dalil-dalil, seruan, dan dakwah dari hati ke hati yang dapat membangkitkan pikiran mereka yang bersih, lepas dari pengaruh hawa nafsu, akhirnya diberilah kesimpulan dari segenap pertukaran pikiran itu, yaitu bahwa Allah tetap satu, tidak bersekutu yang lain dengan Dia. Mempersekutukan Allah dengan yang lain bukanlah pekerjaan yang benar dan tidaklah ada alasannya tidah masuk akal dan pikiran. Dan, tidak dapat disaksikan kebenarannya oleh siapa pun juga selama manusia masih diberi berkebebasan memakai akalnya.
“Barangsiapa yang telah sampai kepadanya Al-Qur'an lalu dipahamkannya dan diperhatikannya dengan akal waras, samalah artinya dia dengan orang yang telah. melihat Nabi ﷺ dengan mata kepalanya sendiri dan bercakap-cakap dengan Nabi ﷺ"
Oleh sebab itu, wajiblah atas orang yang telah mengerti, walaupun baru satu ayat, supaya menyampaikannya pula kepada orang yang belum mengetahuinya. Sebagaimana tersebut di dalam satu hadits:
“Sampaikanlah di atas namaku, walaupun satu ayat."
Setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan memikul kewajiban untuk me-nyampaikan seruan Islam kepada orang lain. Baik kepada teman seagama sendiri yang belum paham arti agamanya maupun kepada orang lain yang belum memeluk Islam.
Amat penting diperhatikan suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Abusy-Syaikh daripada Ubay bin Ka'ab bahwa pada suatu ketika dibawalah kepada Rasulullah ﷺ, beberapa orang tawanan perang. Setelah orang-orang itu menghadap, bertanyalah Rasulullah kepada mereka:
“Sudahkah kamu diseru (didakwahi) kepada Islami"
Mereka menjawab, “Belum!" Kemudian, bersabdalah Rasulullah kepada para sahabat yang hadir,
“Lepaskanlah, mereka pergi sehingga mereka sampai kembali ke tempat aman mereka! Sebab kepada mereka belum sampai dakwah." (HR Abusy-Syaikh)
Kejadian dengan tawanan ini dapat menjadi pertimbangan bagi kita kaum Muslimin. Kalau ada orang yang belum mengerti Islam, lalu mereka tertarik pada agama lain bukanlah mereka yang salah, melainkan kita umat Islam yang telah lama menerima pusaka Nabi Muhammad ﷺ Inilah yang salah karena kita belum menyampaikan dakwah kepada mereka.
Kita teruskan penafsiran lanjutan ayat: Sekarang mereka pula yang ditanya, “Apakah kamu menyaksikan bahwa beserta Allah itu ada tuhan-tuhan yang lain?" A ku telah berani menegaskan bahwa saksiku adalah Allah sendiri, Dia yang mengutusku, Al-Qur'an dan Dia aku terima. Sekarang kamu ini menyembah berhala, jadi, sanggupkah kamu menunjukkan siapakah yang menyaksikan kebenaran pendirianmu mempersekutukan yang lain dengan Allah itu? “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidaklah menyaksikan itu."‘ Aku sendiri tidak dapat memberikan kesaksian atas kebenaran perbuatan kamu mempersekutukan yang lain dengan Allah itu. Namun, yang dapat aku saksikan ialah bahwa Allah itu Esa jua adanya.
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya hanya Dialah Tuhan Yang Satu dan sesungguhnya aku berlepas diri daripada apa yang kamu persekutukan itu.'"
(ujung ayat 19)