Ayat
Terjemahan Per Kata
قُلۡ
katakanlah
إِن
jika
كَانَتۡ
ada
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلدَّارُ
rumah/kampung
ٱلۡأٓخِرَةُ
akhirat
عِندَ
di sisi
ٱللَّهِ
Allah
خَالِصَةٗ
khusus
مِّن
dari
دُونِ
selain
ٱلنَّاسِ
manusia
فَتَمَنَّوُاْ
maka berharaplah
ٱلۡمَوۡتَ
kematian
إِن
jika
كُنتُمۡ
kalian adalah
صَٰدِقِينَ
yang benar
قُلۡ
katakanlah
إِن
jika
كَانَتۡ
ada
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلدَّارُ
rumah/kampung
ٱلۡأٓخِرَةُ
akhirat
عِندَ
di sisi
ٱللَّهِ
Allah
خَالِصَةٗ
khusus
مِّن
dari
دُونِ
selain
ٱلنَّاسِ
manusia
فَتَمَنَّوُاْ
maka berharaplah
ٱلۡمَوۡتَ
kematian
إِن
jika
كُنتُمۡ
kalian adalah
صَٰدِقِينَ
yang benar
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika negeri akhirat di sisi Allah khusus untukmu, bukan untuk orang lain, mintalah kematian jika kamu orang-orang benar.”
Tafsir
(Katakanlah) kepada mereka, ("Jika kampung akhirat itu untukmu) maksudnya surga (khusus di sisi Allah) hanya untuk kamu (bukan untuk orang lain) seperti pengakuanmu (maka inginilah kematian jika kamu memang benar!") Dalam mengingini kematian itu bergantung dua syarat dengan ketentuan; yang pertama dikaitkan pada yang kedua, maksudnya, jika pengakuanmu benar bahwa surga itu hanya milikmu khusus, sedangkan menurut kebiasaan, seseorang ingin segera menemukan miliknya itu dan jalan untuk mendapatkan tiada lain hanya kematian, maka inginilah segera kematian itu olehmu!.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 94-96
Katakanlah (Muhammad), "Jika (kalian menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginkanlah kematian (kalian) jika kalian memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan menginginkan kematian itu selama-lamanya karena dosa-dosa yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim. Dan sungguh engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia paling tamak terhadap kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari azab. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”
Ayat 94
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas , bahwa Allah ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad ﷺ: Katakanlah (Muhammad), “Jika (kalian menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginkanlah kematian (kalian) jika kalian memang benar.” (Al-Baqarah: 94). Yakni berdoalah kalian untuk minta segera dimatikan. Khitab ini ditujukan kepada kedua belah pihak, yakni orang-orang Yahudi dan kaum muslim. Dengan kata lain, manakah di antara kedua golongan itu yang berdusta.
Ternyata mereka menolak hal tersebut di hadapan Rasulullah ﷺ. ”Dan sekali-kali mereka tidak akan menginginkan kematian itu selama-lamanya karena dosa-dosa yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 95). Maksudnya, Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya tentang pengetahuan mereka mengenai dosa-dosa yang dilakukan oleh diri mereka sendiri, bahkan mereka mengetahui kekufuran diri mereka terhadap agamanya sendiri. Disebutkan, seandainya mereka benar-benar menginginkan kematian di saat Allah berfirman demikian terhadap mereka, niscaya tiada seorang pun dari kalangan Yahudi di muka bumi ini melainkan pasti binasa saat itu juga.
Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, "Fatamannawul mauta," artinya minta matilah kalian.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Abdul Karim Al-Jazari, dari Ikrimah sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “Maka inginkanlah kematian (kalian) jika kalian memang benar” (Al-Baqarah: 94). Sahabat Ibnu Abbas mengatakan, "Seandainya orang-orang Yahudi itu menginginkan kematian, niscaya mereka akan mati semuanya."
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Assam yang mengatakan bahwa ia mendengar dari Al-A'masy, yang ia yakini bahwa Al-A'masy mendengarnya dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Seandainya mereka benar-benar menginginkan kematian, niscaya seseorang dari mereka akan menelan kembali air ludahnya (dahaknya)." Sanad dari semua riwayat tersebut memang sahih sampai kepada Ibnu Abbas.
Ibnu Jarir mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah sampai sebuah riwayat kepada kami bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Seandainya orang-orang Yahudi itu menginginkan kematian, niscaya mereka semua mati dan niscaya mereka akan melihat tempat kediaman mereka di neraka. Dan seandainya orang-orang yang diajak bermubahalah oleh Rasulullah ﷺ keluar, niscaya mereka akan kembali tanpa menemukan keluarga dan harta bendanya lagi.” Hadits ini diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Addi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, dari Abdul Karim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah ﷺ.
Imam Ahmad dari Ismail ibnu Yazid Ar-Raqi meriwayatkannya juga bahwa telah menceritakan kepada kami Furat, dari Abdul Karim dengan lafal yang sama.
Ayat 95
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Surur ibnul Mugirah, dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan yang mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ, "Mereka (orang-orang Yahudi) sama sekali tidak akan menginginkan kematian itu karena dosa-dosa yang telah diperbuat oleh tangan mereka sendiri." Aku (Abbad ibnu Mansur) bertanya, "Bagaimanakah menurutmu, seandainya mereka menginginkan kematian itu, ketika dikatakan kepada mereka, 'Inginkanlah kematian kalian!' Apakah mereka akan mati seketika itu juga?" Al-Hasan menjawab, "Tidak, demi Allah, mereka sama sekali tidak akan mati seketika itu juga, sekalipun mereka menginginkan kematian itu. Mereka sekali-kali tidak akan menginginkan kematian itu, karena sesungguhnya seperti apa yang telah kamu dengar, Allah ﷻ telah berfirman: “Dan sekali-kali mereka tidak akan menginginkan kematian itu selama-lamanya karena dosa-dosa yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim." (Al-Baqarah: 95) Sanad riwayat ini yang bersumber dari Al-Hasan berpredikat gharib (aneh), mengingat penafsiran yang diketengahkan oleh Ibnu Abbas mengenai makna ayat ini bersifat telah dipastikan, yakni menyerukan kepada kedua belah pihak, siapakah di antara keduanya yang berdusta; apakah mereka (orang-orang Yahudi) atau kaum muslim melalui cara mubahalah (sumpah-menyumpah). Demikianlah menurut keterangan yang dikutip oleh Ibnu Jarir, dari Qatadah, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Ayat lain yang semakna dengan ayat ini ialah firman Allah ﷻ dalam surat Al-Jumu'ah, yaitu: Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang Yahudi, jika kalian mengklaim bahwa sesungguhnya hanya kalian sajalah kekasih Allah, bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematian kalian, jika kalian memang benar." Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim. Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya, maka sungguh kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.” (Al-Jumu'ah: 6-8).
Ketika mereka - semoga laknat Allah menimpa mereka - menduga bahwa diri mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya, serta mereka berani mengatakan, "Tidak akan masuk surga kecuali hanya orang Yahudi atau Nasrani," lalu mereka diajak untuk bermubahalah dan mendoakan kebinasaan terhadap siapa yang berdusta di antara kedua belah pihak; yakni dari kalangan mereka atau dari kalangan kaum muslim. Ketika mereka menolak untuk melakukan hal tersebut, maka masing-masing orang dari kalangan mereka mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang zalim. Seandainya mereka merasa yakin dengan apa yang mereka jalani, niscaya mereka akan berani maju melakukan mubahalah tersebut. Tetapi setelah mereka mundur, maka ketahuanlah bahwa mereka berdusta.
Hal yang sama pernah diserukan pula oleh Rasulullah ﷺ terhadap delegasi dari orang-orang Nasrani Najran sesudah hujah mereka dipatahkan dalam suatu perdebatan, dan mereka masih tetap ingkar serta membangkang.
Rasulullah ﷺ mengajak mereka untuk ber-mubahalah. Hal ini disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta” (Ali Imran: 61). Ketika mereka dihadapkan kepada kenyataan itu, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Demi Allah, jika kalian mau bermubahalah dengan Nabi ini, niscaya tiada seorang pun dari kalian yang matanya masih berkedip (mati semua)." Maka sejak saat itulah akhirnya mereka lebih cenderung untuk perdamaian, dan mereka bersedia membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan hina dikalahkan. Maka Nabi pun menetapkan jizyah atas mereka dan mengutus kepada mereka Abu Ubaidah ibnul Jarrah sebagai amin (sekretarisnya).
Sama dengan makna ayat ini atau mendekatinya adalah firman Allah ﷻ kepada Nabi-Nya yang memerintahkan agar mengatakan kepada orang-orang musyrik, yaitu: “Katakanlah, barang siapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya" (Maryam: 75). Yakni barang siapa yang berada dalam kesesatan dari kalangan kami dan kalian, semoga Allah menambahkan kepadanya apa yang sudah ada baginya dan memperpanjang serta menangguhkannya, seperti yang akan diterangkan pada tempatnya nanti, insya Allah.
Adapun mengenai orang yang menafsirkan firman-Nya, "Jika kalian memang benar," yakni dalam pengakuan kalian itu, maka inginkanlah kematian itu. Mereka yang menafsirkan demikian tidak menyinggung masalah mubahalah, seperti yang telah ditetapkan oleh segolongan ulama ahli kalam (ahli tauhid) dan lain-lainnya. Ibnu Jarir cenderung kepada pendapat ini sesudah mendekati pendapat yang pertama (yakni yang menyinggung masalah mubahalah). Karena sesungguhnya ia telah mengatakan sehubungan dengan takwil ayat berikut: “Katakanlah, Jika (kalian beranggapan bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang lain" (Al-Baqarah: 94). Bahwa ayat ini termasuk salah satu ayat yang diturunkan oleh Allah ﷻ kepada Nabi-Nya sebagai hujah terhadap orang-orang Yahudi yang berada di tempat dekat tempat hijrah beliau ﷺ, sekaligus mengungkap kedustaan para rahib dan para pendeta mereka.
Demikian itu karena Allah ﷻ memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk memutuskan peradilan yang adil dalam menangani kasus yang terjadi antara beliau dan mereka, yakni kasus perselisihan. Sebagaimana Allah memerintahkan kepada beliau agar mengajak golongan yang lain (yakni kaum Nasrani) di saat mereka bertentangan dengannya dalam masalah Isa ibnu Maryam a.s. dan mereka berdebat dengan beliau mengenainya untuk menyelesaikan hal ini melalui mubahalah antara beliau dan mereka. Untuk itu dikatakan kepada golongan orang-orang Yahudi, "Jika kalian memang benar (dalam pengakuan kalian), maka inginkanlah kematian kalian. Karena sesungguhnya kematian itu tidak merugikan kalian sedikitpun jika kalian memang benar dalam pengakuan kalian yang menyatakan bahwa kalian beriman dan kedudukan kalian dekat dengan Allah ﷻ. Karena dengan kematian itu niscaya Allah akan segera memberikan apa yang kalian cita-citakan dan yang selama ini kalian dambakan itu. Karena sesungguhnya setelah kalian mati, kalian terbebas dari kepayahan hidup di dunia ini yang penuh dengan kekeruhan dan kelelahan di dalamnya; kemudian kalian beruntung memperoleh kedudukan di sisi Allah yaitu di surga-Nya jika masalahnya seperti apa yang kalian duga, bahwa kampung akhirat (surga) itu hanya khusus buat kalian, bukan kami. Tetapi jika kalian tidak mau melakukannya, maka orang-orang lain akan mengetahui bahwa kalianlah yang salah dan kamilah yang benar dalam pengakuan kami, serta terbukalah bagi mereka perkara kami dan kalian." Maka orang-orang Yahudi itu menolak melakukan hal tersebut karena mereka mengetahui jika mereka menginginkan kematian, niscaya mereka benar-benar akan binasa seketika itu juga. Akibatnya akan lenyaplah dunia mereka, dan tempat mereka kembali adalah kehinaan selama-lamanya di negeri akhirat.
Hal yang sama dilakukan oleh orang-orang Nasrani, mereka menolak diajak untuk bermubahalah oleh Nabi ﷺ ketika mereka bertentangan dengan Nabi ﷺ sehubungan dengan masalah Isa ibnu Maryam a.s.. Pendapat ini permulaannya memang baik, tetapi bagian terakhirnya masih perlu dipertanyakan. Demikian itu karena yang tersimpul darinya tidak mengandung hujah terhadap mereka. Mengingat dapat saja dikatakan bahwa sesungguhnya tidak ada kaitan antara keadaan mereka yang mengakui benar dalam klaimnya dengan konsekuensinya yang menyatakan bahwa mereka harus menginginkan kematian. Dengan kata lain, hubungan antara keberadaan kemaslahatan dan mengharapkan kematian bukan merupakan suatu kaitan yang lazim.
Dikatakan demikian karena pada kenyataannya banyak orang saleh yang tidak mengharapkan kematian dirinya, dan bahkan ia menginginkan untuk diperpanjang usianya agar kebaikannya bertambah dan derajatnya di surga makin tinggi, seperti yang disebutkan di dalam salah satu hadis: “Sebaik-baik kalian ialah orang yang panjang usianya dan baik amalnya.” Alasan seperti ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk membalikkannya kepada kita, lalu mereka dapat saja mengatakan, "Sekarang kalian kaum muslim berkeyakinan bahwa kalian adalah ahli surga, sedangkan kalian sendiri tidak menginginkan kematian dalam keadaan sehat. Mengapa kalian menetapkan kepada kami hal yang kalian sendiri tidak melakukannya?" Semua itu hanyalah bersumber dari penafsiran ayat atas dasar pengertian ini.
Adapun mengenai tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas, sama sekali tidak memberikan pengertian seperti itu; bahkan perkataan yang ditujukan kepada mereka merupakan perkataan yang apa adanya, yaitu: "Jika kalian berkeyakinan bahwa kalian adalah kekasih-kekasih Allah, bukan manusia-manusia yang lain; dan bahwa kalian adalah anak-anak Allah serta kekasih-kekasih-Nya, serta kalian adalah ahli surga, sedangkan selain kalian adalah ahli neraka, maka bermubahalahlah kalian untuk membuktikan hal tersebut. Berdoalah untuk kebinasaan orang-orang yang dusta dari kalangan kalian atau dari kalangan selain kalian. Ketahuilah bahwa mubahalah itu pasti akan membinasakan orang yang dusta!"
Setelah mereka merasa yakin akan hal tersebut dan mengetahui kebenaran Nabi ﷺ, maka mereka menolak bermubahalah, mengingat mereka merasa bahwa diri mereka dusta dan hanya bohong belaka. Mereka dengan sengaja menyembunyikan sifat dan ciri khas Rasulullah ﷺ, dan mereka mengetahui Rasulullah ﷺ sebagaimana mereka mengetahui anak-anak mereka sendiri secara pasti. Maka masing-masing mereka mengetahui kebatilan, kehinaan, kesesatan, dan keingkaran diri mereka; semoga laknat Allah terus-menerus menimpa mereka sampai hari kiamat.
Mubahalah ini diungkapkan oleh ayat ini dengan istilah tamanni, mengingat setiap orang yang merasa benar niscaya berharap semoga lawannya yang batil dibinasakan oleh Allah. Terlebih lagi jika hal tersebut mengandung hujah yang menampakkan dan membuktikan kebenaran pihaknya. Mubahalah yang diajukan ialah mubahalah bersedia untuk mati, karena hidup bagi mereka sangat berharga dan diagungkan, mengingat mereka menyadari keburukan tempat kembali mereka sesudah mereka mati.
Ayat 96
Karena itulah maka Allah ﷻ berfirman: “Dan sekali-kali mereka tidak akan menginginkan kematian itu selama-lamanya karena dosa-dosa yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim. Dan sungguh engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia paling tamak terhadap kehidupan (dunia)” (Al-Baqarah: 95-96). Artinya, mereka adalah orang-orang yang paling menginginkan usia panjang, karena mereka mengetahui bahwa tempat kembali mereka adalah sangat buruk dan akibat dari amal perbuatan mereka di hadapan Allah adalah sangat merugi.
Dunia ini bagaikan penjara bagi orang mukmin, dan bagaikan surga bagi orang kafir. Mereka sangat menginginkan seandainya ditangguhkan dari kepastian hari akhirat, untuk itu mereka berupaya ke arah itu dengan semua kemampuan yang mereka kuasai. Akan tetapi, apa yang mereka takutkan dan mereka hindari itu pasti akan menimpa diri mereka; sehingga mereka lebih tamak terhadap kehidupan dunia ketimbang orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang tidak memiliki suatu kitab pun. Pengertian dan takwil ini termasuk ke dalam Bab "Mengaitkan hal yang Khusus kepada Hal yang Umum".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “bahkan (lebih tamak lagi) dari orang-orang musyrik.” (Al-Baqarah: 96) Yang dimaksud dengan orang-orang musyrik adalah orang-orang Ajam, yakni selain orang Arab. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Ats-Tsauri. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat keduanya (Al-Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Imam Hakim mengatakan bahwa keduanya telah sepakat (ittifaq) dalam sanad tafsir yang dikemukakan oleh sahabat.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia paling tamak terhadap kehidupan (dunia)” (Al-Baqarah: 96). Orang munafik adalah orang yang paling tamak kepada kehidupan dunia dan lebih tamak lagi dari orang musyrik.
‘Masing-masing dari mereka ingin’, yakni masing-masing dari orang-orang Yahudi menginginkan. Demikianlah maknanya menurut konteks ayat.
Sedangkan menurut Abul Aliyah, makna 'masing-masing dari mereka ingin' adalah orang-orang Majusi. Pendapat ini sama dengan pendapat pertama tadi, yaitu agar diberi umur seribu tahun.
Al-A'masy meriwayatkan dari Muslim Al-Batui, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun” (Al-Baqarah: 96). Hal ini sama dengan perkataan seorang Persia, "Dah hazarsal," yang artinya sepuluh ribu tahun.
Hal yang sama diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair sendiri.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq. Ia mendengar ayahnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun” (Al-Baqarah: 96). Maknanya sama dengan ucapan seorang Ajam (Persia), "Hazarsal nuruz wamahrajan," semoga usia sepuluh ribu tahun penuh dengan kegembiraan.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun” (Al-Baqarah: 96). Aku berharap semoga sepanjang usia mereka dipenuhi dengan dosa-dosa.
Mujahid ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “Padahal usia panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari azab” (Al-Baqarah: 96). Yakni hal tersebut tidak dapat menyelamatkannya dari azab.
Demikian itu karena orang musyrik tidak mengharapkan akan dibangkitkan kembali sesudah matinya, dia selalu mencintai hidup di dunia dalam usia yang panjang. Sedangkan seorang Yahudi telah mengetahui kehinaan apa yang bakal diterimanya kelak di akhirat, karena ia telah menyia-nyiakan ilmu yang ada pada dirinya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Padahal usia panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa” (Al-Baqarah: 96). Mereka yang berharap demikian adalah orang-orang (Yahudi) yang memusuhi Malaikat Jibril.
Abul Aliyah dan Ibnu Umar mengatakan sehubungan dengan tafsir firman ini, bahwa hal tersebut (usia panjang) tidak dapat menolongnya dari azab, tidak pula dapat menyelamatkannya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan tafsir firman ini mengatakan bahwa orang Yahudi itu adalah manusia paling tamak terhadap kehidupan di dunia dari orang selain mereka. Orang-orang Yahudi ingin seandainya masing-masing dari mereka diberi umur seribu tahun, padahal usia panjang itu sama sekali tidak dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah. Seandainya dia diberi usia sebagaimana iblis, niscaya hal tersebut tiada manfaatnya bagi dirinya, mengingat dia adalah orang kafir.
“Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan” (Al-Baqarah: 96). Allah Maha Waspada lagi Maha Melihat semua yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya, baik amal baik atau pun amal buruk; dan kelak setiap orang yang beramal akan menerima balasan yang setimpal karena perbuatannya."
Selain kedurhakaan-kedurhakaan itu, mereka juga selalu menganggap diri sebagai bangsa pilihan Tuhan, meyakini tidak akan masuk neraka kecuali sebentar, dan mengklaim surga sebagai tempat yang Allah khususkan bagi mereka. Untuk membuktikan kebenaran ucapan mereka, Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Jika kenikmatan negeri akhirat di sisi Allah kamu anggap khusus untukmu saja, bukan untuk orang lain, maka mintalah kematian. Itu karena semakin percaya seseorang terhadap indah dan nikmatnya sesuatu, semakin besar pula keinginannya untuk cepat-cepat menemui sesuatu tersebut. Karena keinginan mati dapat menjadi bukti hubungan baik kamu dengan Allah, maka kamu pasti ingin segera mati dan menemuinya. Mintalah kematian jika kamu orang yang benar dalam perkataanmu bahwa kenikmatan akhirat hanya untuk kamu. Tetapi, mendapat tantangan seperti itu, ternyata tidak seorang pun bersedia cepat mati. Mere ka sekali-kali tidak akan mengingin kan kematian itu sama sekali, bahkan mereka ingin hidup di dunia selamalamanya walau dalam bentuk kehidupan yang sederhana. Keinginan ini karena disebabkan oleh dosa-dosa yang telah dilakukan tangan mereka sendiri berupa kezaliman dan kemaksiatan. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang zalim.
Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ agar mengatakan kepada orang-orang Yahudi apabila memang benar perkataan dan dugaan mereka bahwa surga itu hanya untuk mereka saja, maka mintalah mati dengan segera. Kenyataan mereka tidak mau menginginkan kematian, tetapi malah sebaliknya, mereka mengejar dan berjuang terus untuk memperoleh kenikmatan dunia. Karena itu ucapan mereka itu tidak benar.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 92-96
Ayat 92
“Dan sesungguhnya telah datang kepada kamu Musa dengan keterangan-keterangan."
Berapa banyak dia mempertunjukkan kepada kamu mukjizat kebesaran Allah. Meskipun hal itu ditujukan kebanyakannya kepada Fir'aun, kamu tentu dapat mengambil iktibar dan kejadian-kejadian itu."Kemudian kamu ambil (kamu sembah) anak lembu sesudah itu" Itukah bukti bahwa kamu hanya beriman kepada yang diturunkan kepada kamu?
“Adalah kamu orang-orang yang aniaya."
Yaitu, menganiaya dirimu sendiri karena kamu dibebaskan dari tindasan Fir'aun yang menyembah berhala, oleh Allah Yang Maha-tunggal, padahal kamu sembah lagi berhala anak lembu setelah kamu diselamatkan. Itulah satu aniaya besar terhadap diri sendiri.
Ayat 93
“Dan (Ingatlah) tatkala Kami ambil perjanjian kamu, dan Kami angkatkan gunung di atas kamu. Lalu Kami firmankan, ‘Ambillah apa yang Kami datangkan kepada kamu dengan sungguh-sungguh dan dengarkanlah.'"
Dengarkanlah segala ajaran yang disampaikan kepada kamu dengan perantaraan rasul Kami Musa dan Harun. Tetapi apa sambutan kamu atas perjanjian itu, perjanjian yang sampai mengancam kamu akan mengimpitmu dengan gunung? “Mereka berkata, ‘Telah kami dengarkan dan kami durhakai.'" Begitulah sambutan kamu atas perjanjian dan perintah Tuhan. Meskipun mulut tidak berkata begitu, perbuatanmu menjawab begitu. Pengaruh apa yang telah masuk ke hatimu sehingga sampai kamu berani mendurhakai sampai sedemikian rupa? Sebabnya ialah, “Dan menyelusuplah ke dalam hati mereka anak lembu itu lantaran kekafiran mereka" Artinya pengaruh penyem-bahan kepada berhala anak lembu itu sudah sangat meresap ke dalam hati mereka, sehingga walaupun telah diancam akan diimpit gunung, walaupun telah diperintah supaya setia kepada hukum Taurat dengan sungguh-sungguh, namun pengaruh anak lembu itu belum lagi kikis dari dalam hatinya.
“Katakanlah—wahai utusan Kami, “Alangkah buruknya apa yang disuruhkan oleh iman kamu itu, kalau memang kamu beriman."
Kalau memang kamu beriman kepada syari'at yang diturunkan kepada Musa, padahal terbukti ancaman runtuh gunung tidak mengubah perangaimu dan perintah memegang Taurat sungguh-sungguh dengan nyata-nyata kamu durhakai, memang amat buruklah pengaruh dari apa yang kamu katakan beriman itu.
Tadi, mereka menganggap Bani Israil adalah kaum yang diistimewakan Allah. Di akhirat, mereka pun akan mendapat tempat yang lebih mulia daripada tempat segala bangsa dan kaum di seluruh dunia. Mereka adalah kaum yang andal, dipilih Tuhan buat melebihi segala bangsa di dunia dan di akhirat. Kalau memang demikian keyakinan kamu,
Ayat 94
“Katakanlah—wahai utusan Kami, jika memang untuk kamu negeri akhirat itu, di sisi Allah sudah ditentukan, tidak ada bagi orang-orang lain, maka cobalah minta mati itu jika kamu memang orang-orang yang benar."
Karena orang yang sudah yakin bahwa dia telah disediakan tempat yang mulia di akhirat, melebihi segala manusia di dunia ini, apalah artinya dunia. Bukankah orang lain takut menghadapi maut karena keyakinan itu. Keberanian menghadapi maut adalah bukti yang terang atas adanya keyakinan itu.
Sebelum mereka menjawab, sudah nyata akan jawabannya. Mereka tidak berani menghadapi maut.
Ayat 95
“Sekali-kali mereka tidak akan meminta mati"
Mendengar sebutan mati saja, mereka sudah takut. Mengapa demikian? “Tersebab apa yang telah didahului oleh tangan mereka." Artinya, dosa sudah terlalu banyak diperbuat di dunia ini dan hati sangat lekat kepada dunia. Sebab itu, timbullah takut mereka kepada mati.
“Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim."
Allah Maha Mengetahui akan gerak-gerik orang-orang yang berlaku aniaya dengan melanggar segala perintah yang ditentukan Tuhan.
Ini pun dapAllah menjadi iktibar bagi kita bagaimana suasana dan perbedaan semangat Bani Israil dengan kaum Muslimin di masa itu. Muhajirinnya dan Ansharnya. Muhajirin dan Anshar yakin akan kebenaran agama me-reka. Mereka yakin bahwa syari'at yang mereka anut ini adalah benar dan mereka berani mempertahankannya dengan jiwa-raga mereka. Semuanya bersedia mati untuk itu. Mereka berani! Sebab mati bagi mereka adalah syahid, yaitu kesaksian atas adanya kebenaran Tuhan, Bukan karena mereka merasa bahwa kalau telah mengakui Islam dengan sendirinya mereka mendapat tempat di akhirat kelak. Malahan di akhir surah Aali ‘Imraan kelak akan berjumpa permohonan orang Mukmin agar mereka diberi tempat istimewa di sisi Allah di akhirat, tetapi Tuhan dengar terang-terang menyampaikan jawaban bahwa tempat istimewa di sisi Allah tidaklah akan diberikan kalau mereka belum berani menderita disakiti pada jalan-Ku, diusir dari rumah tangga dan kampung-halaman karena menegakkan cita agama. Berani berperang, membunuh dan terbunuh.16
Kesediaan mati karena iman adalah ujian yang penting bagi seorang yang mengaku dirinya Mukmin. Sebagaimana kata ahli,
“Mati adalah bukti cinta yang sejati."
Ayat 96
“Dan sesungguhnya akan engkau dapati Mereka itulah yang seloba-loba manusia terhadap hidup."
Meskipun mereka mengaku beriman kepada kitab wahyu yang diturunkan Tuhan."Dan lebih dari orang-orang yang musyrikin!" Orang-orang yang musyrikin menyembah berhala lebih berani mempertahankan berhala mereka walaupun pendirian itu tidak benar. Sebab mereka yakin pula bahwa dengan runtuhnya berhala itu artinya ialah keruntuhan bagi kemegahan mereka dan nenek moyang mereka. Tetapi Bani Israil yang mereka pertahankan apa? Yang mereka tuju apa? Yang mereka tuju ialah kemegahan hidup, mengumpul harta benda sebanyak-banyaknya walaupun dengan menernakkan uang (riba). Menguasai ekonomi setempat dan memeras keringat orang yang lemah. Oleh sebab itu, “Ingin setiap orang dari mereka jikalau diberi umur seribu tahun." Oleh karena terikatnya hati kepada dunia, tidak lagi ingat kepada mati. Meskipun lidah tidak mengatakan ingin hidup seribu tahun, tetapi kesan dari sikap dan perbuatan menunjukkan demikian. Karena mengejar kegagahan dunia, persediaan untuk akhirat tidak mereka acuhkan.
Akan tetapi, ada juga orang berpendapat bahwa kerakusan orang Yahudi, mencari kekayaan sebanyak-banyaknya sehingga mengesankan ingin hidup seribu tahun, adalah karena di dalam kitab Taurat sendiri tidak dibentangkan hal akhirat. Pada hemat kita, meskipun dalam kitab Taurat yang sekarang itu memang tidak disinggung banyak dari hal hidup sesudah mati, namun dalam hati sanubari manusia yang beriman mesti juga ada kesan tentang akhirat. Pelajaran Budha pun tidak banyak menyinggung soal akhirat, tetapi kaum pemeluk Budha tidak serakus orang Yahudi akan harta. Keduanya itu kita hitung ialah pada umumnya, “Padahal tidaklah akan menunda-nundanya dan adzab panjang umur itu." Penundaan mati, perpanjangan umur tidaklah akan dapat menunda dari adzab. Betapapun panjangnya umur, namun akhirnya mesti mati. Janganlah disebut sebagai kata yang tinggi, yaitu seribu tahun, sedangkan sehingga usia seratus tahun saja pun jasmani telah mulai lemah dan ruhani telah mulai tidak berdaya, dan akhirnya mati juga. Bertambah panjang umur, kalau tidak ada amal, artinya hanya menambah banyak jumlah dosa yang akan diperkirakan di hadapan Tuhan raja.
TepAllah apa yang diungkapkan oleh penyair Indonesia yang terkenal Almarhum Khairil Anwar bahwa “hidup hanyalah menunda kekalahan" Namun kekalahan pasti datang.
“Demi Allah adalah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan."
Ke mana pun akan menyembunyikan diri, teropong penglihatan Tuhan tidak lepas dari diri mereka. Dan semuanya kelak akan diperhitungkan di hadapan hadirat Allah dengan saksama. Kebohongan, iman yang pura-pura, kerakusan kepada dunia, membanggakan diri, tetapi takut mati, semuanya itu adalah keruntuhan jiwa yang akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan.