Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
قَٰرُونَ
Karun
كَانَ
adalah
مِن
dari
قَوۡمِ
kaum
مُوسَىٰ
Musa
فَبَغَىٰ
lalu dia berbuat aniaya
عَلَيۡهِمۡۖ
atas mereka
وَءَاتَيۡنَٰهُ
dan Kami telah memberikannya
مِنَ
dari
ٱلۡكُنُوزِ
perbendaharaan
مَآ
apa (harta)
إِنَّ
sesungguhnya
مَفَاتِحَهُۥ
kuncinya
لَتَنُوٓأُ
sungguh berat
بِٱلۡعُصۡبَةِ
dengan golongan/sejumlah
أُوْلِي
orang yang mempunyai
ٱلۡقُوَّةِ
kekuatan
إِذۡ
ketika
قَالَ
berkata
لَهُۥ
kepadanya
قَوۡمُهُۥ
kaumnya
لَا
jangan
تَفۡرَحۡۖ
kamu gembira/bangga
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَا
tidak
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡفَرِحِينَ
orang-orang yang membanggakan diri
إِنَّ
sesungguhnya
قَٰرُونَ
Karun
كَانَ
adalah
مِن
dari
قَوۡمِ
kaum
مُوسَىٰ
Musa
فَبَغَىٰ
lalu dia berbuat aniaya
عَلَيۡهِمۡۖ
atas mereka
وَءَاتَيۡنَٰهُ
dan Kami telah memberikannya
مِنَ
dari
ٱلۡكُنُوزِ
perbendaharaan
مَآ
apa (harta)
إِنَّ
sesungguhnya
مَفَاتِحَهُۥ
kuncinya
لَتَنُوٓأُ
sungguh berat
بِٱلۡعُصۡبَةِ
dengan golongan/sejumlah
أُوْلِي
orang yang mempunyai
ٱلۡقُوَّةِ
kekuatan
إِذۡ
ketika
قَالَ
berkata
لَهُۥ
kepadanya
قَوۡمُهُۥ
kaumnya
لَا
jangan
تَفۡرَحۡۖ
kamu gembira/bangga
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَا
tidak
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡفَرِحِينَ
orang-orang yang membanggakan diri
Terjemahan
Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku aniaya terhadap mereka. Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah engkau terlalu bangga. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.
Tafsir
(Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa) dia adalah saudara sepupu Nabi Musa sendiri, yaitu anak saudara lelaki ayah Nabi Musa yang kawin dengan saudara perempuan ibu Nabi Musa, dan Karun beriman kepada Nabi Musa (maka ia berlaku aniaya terhadap mereka) yaitu bersifat takabur; sombong dan merasa paling banyak hartanya (dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul) terasa berat apabila dipikul (oleh sejumlah) segolongan (orang-orang yang mempunyai) yang memiliki (kekuatan) maksudnya, kunci-kunci itu sangat berat dirasakan oleh mereka. Huruf Ba yang ada pada lafal Bil 'ushbah berfungsi untuk Ta'diyah. Menurut suatu pendapat dikatakan, bahwa jumlah mereka ada tujuh puluh orang; dan menurut pendapat yang lain dikatakan bahwa jumlah mereka ada empat puluh orang, sedangkan menurut yang lainnya lagi berjumlah sepuluh orang, dan menurut yang lainnya lagi selain dari itu. Ingatlah (ketika kaumnya berkata kepadanya) yaitu orang-orang yang beriman dari kalangan kaum Bani Israel berkata kepada Karun ("Janganlah kamu bangga) dan sombong karena memiliki banyak harta, (sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri") dengan harta yang dimilikinya.
Tafsir Surat Al-Qasas: 76-77
Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa. (Al-Qashash: 76) Qarun adalah anak paman Musa, yakni saudara sepupunya. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i, Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal, Sammak ibnu Harb, Qatadah, Malik ibnu Dinar, Ibnu Juraij, dan lain-lainnya, bahwa Qarun adalah saudara sepupu Musa a.s.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa dia adalah Qarun ibnu Yas-hub ibnu Qahis, sedangkan Musa adalah Ibnu Imran ibnu Qahis. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar menduga bahwa Qarun adalah pamannya Musa ibnu Imran a.s. Ibnu Juraij mengatakan bahwa menurut kebanyakan ahlul 'ilmi, Qarun adalah saudara sepupu Musa a.s. Qatadah ibnu Di'amah mengatakan, "Kami mengatakan bahwa dia adalah anak paman Musa a.s.
Qarun dijuluki Al-Munawwir karena suaranya yang bagus saat membaca kitab Taurat, tetapi dia adalah musuh Allah lagi munafik, sebagaimana sikap munafiknya Samiri. Keserakahan dirinyalah yang menjerumuskannya ke dalam kebinasaan karena hartanya yang terlalu banyak." Menurut Syahr ibnu Hausyab, Qarun menjulurkan kainnya sepanjang satu jengkal karena kesombongan dan keangkuhan terhadap kaumnya sendiri. Firman Allah ﷻ: dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. (Al-Qashash: 76) Maksudnya, terasa berat oleh mereka memikulnya karena banyaknya kunci (yang menunjukkan banyaknya harta).
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Khaisamah, bahwa kunci-kunci perbendaharaan harta Qarun terbuat dari kulit, setiap kunci besarnya sama dengan jari telunjuk. Setiap kunci untuk satu gudang tersendiri secara terpisah. Apabila Qarun berkendaraan, maka semua kunci perbendaharaannya diangkut dengan enam puluh ekor begal yang kuat; menurut pendapat yang lain diangkut dengan sarana lain, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah ﷻ: (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. (Al-Qashash: 76) Yakni kaumnya memberinya nasihat dengan hal-hal yang lebih bermanfaat bagi kaumnya. Mereka mengatakan kepadanya dengan ungkapan memberi nasihat dan petunjuk, "Janganlah kamu terlalu bangga dengan apa yang telah kamu peroleh." Dengan kata lain, janganlah kamu membangga-banggakan hartamu. "sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. (Al-Qashash: 76) Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah membangga-banggakan diri.
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah bersikap jahat dan sewenang-wenang, sebagaimana sikap orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Dia berikan kepadanya. Firman Allah ﷻ: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (Al-Qashash: 77) Maksudnya, gunakanlah harta yang berlimpah dan nikmat yang bergelimang sebagai karunia Allah kepadamu ini untuk bekal ketaatan kepada Tuhanmu dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan berbagai amal pendekatan diri kepada-Nya, yang dengannya kamu akan memperoleh pahala di dunia dan akhirat.
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (Al-Qashash: 77) Yakni yang dihalalkan oleh Allah berupa makanan, minuman, pakaian, rumah dan perkawinan. Karena sesungguhnya engkau mempunyai kewajiban terhadap Tuhanmu, dan engkau mempunyai kewajiban terhadap dirimu sendiri, dan engkau mempunyai kewajiban terhadap keluargamu, dan engkau mempunyai kewajiban terhadap orang-orang yang bertamu kepadamu, maka tunaikanlah kewajiban itu kepada haknya masing-masing. dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. (Al-Qashash: 77) Artinya, berbuat baiklah kepada sesama makhluk Allah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. (Al-Qashash: 77) Yaitu janganlah cita-cita yang sedang kamu jalani itu untuk membuat kerusakan di muka bumi dan berbuat jahat terhadap makhluk Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qashash: 77)"
Setelah pada ayat-ayat di awal surah berbicara tentang kekuatan dan kekuasaan Fir`aun yang berakhir dengan kebinasaan karena kedurhakaan dan kezaliman, di sini Allah memaparkan kekuatan harta dan pengetahuan yang juga berakhir dengan kebinasaan saat disertai dengan kedurhakaan dan keangkuhan. Allah berfirman; sesungguhnya Karun termasuk kaum Musa yang hidup semasa dengannya dan konon adalah anak Nabi Musa. Tetapi meski berasal dari keluarga terhormat dia melampaui batas dengan berlaku zalim terhadap mereka dan sombong. Ia adalah seorang yang Kami beri nikmat dengan memasukkannya ke dalam kelompok kaum Nabi Musa, dan Kami telah menganugerahkan pula kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kunci gudang tempat penyimpanan hartanya itu sungguh sangat banyak sehingga terasa berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. Itu baru kuncinya, ada pun harta kekayaannya, tidak mungkin dapat dipikul oleh orang yang sangat banyak sekali pun.
Ingatlah ketika ia terpedaya oleh nikmat Allah yang dikaruniakan kepadanya dengan mengingkari dan tidak mensyukurinya, kaumnya menasihatinya dengan berkata kepadanya, 'Janganlah engkau terlalu bangga dengan harta kekayaan yang engkau miliki, kebanggaan yang menjadikanmu melupakan Allah yang menganugerahkan nikmat itu sehingga tidak bersyukur kepada-Nya. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri. ' Orang-orang kafir Mekkah yang menentang Nabi Muhammad. Telah tertipu oleh harta mereka, sebab kekayaan mereka digunakan untuk menindas kaum Muslim. Padahal, harta benda mereka sangat sedikit jika dibandingkan dengan harta Karun. Orang kaya yang angkuh dan zalim akan berakhir dengan kebinasaan. 77. Nasihat di atas tidak berarti seseorang hanya boleh beribadah murni (mah'ah) dan melarang memperhatikan dunia. Berusahalah sekuat tenaga dan pikiran untuk memperoleh harta, dan carilah pahala negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu di dunia, berupa kekayaan dan karunia lainnya, dengan menginfakkan dan menggunakannya di jalan Allah. Akan tetapi pada saat yang sama janganlah kamu lupakan bagianmu dari kenikmatan di dunia dengan tanpa berlebihan. Dan berbuatbaiklah kepada semua orang dengan bersedekah sebagaimana atau disebabkan karena Allah telah berbuat baik kepadamu dengan mengaruniakan nikmat-Nya, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dalam bentuk apa pun di bagian mana pun di bumi ini, dengan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan dan akan memberikan balasan atas kejahatan tersebut.
Ayat ini menerangkan bahwa Karun termasuk kaum Nabi Musa, dan masih terhitung salah seorang pamannya. Karun juga mempunyai nama lain, yaitu "al-Munawar" (bercahaya) karena wajahnya yang tampan. Ia paling banyak membaca kitab Taurat di antara teman-temannya dari Bani Israil, hanya dia munafik seperti halnya Samiri. Ia berlaku aniaya dan sombong terhadap sesama Bani Israil.
Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahateliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat. (asy-Syura/42: 27)
Kekayaan melimpah ruah dan perbendaharaan harta yang banyak yang diberikan Allah kepadanya, sehingga kunci-kunci tidak sanggup dipikul oleh sejumlah orang-orang yang kuat karena beratnya, menyebabkan ia sangat bangga, berlaku aniaya, dan sombong terhadap sesamanya serta memandang remeh dan hina mereka. Ibnu 'Abbas mengatakan bahwa kunci-kunci perbendaharaan harta Karun dapat dibawa oleh empat puluh laki-laki yang kuat.
Sekalipun ia diperingatkan oleh kaumnya agar jangan terlalu membanggakan hartanya yang berlimpah-limpah dan kekayaan yang bertumpuk-tumpuk itu, karena Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri, tetapi ia tidak menggubrisnya sama sekali. Ia tetap bangga dan menyombongkan diri. Peringatan dan larangan terlalu gembira dan bangga atas pemberian Allah itu ditegaskan juga dalam ayat lain, sebagaimana firman Nya:
Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri. (al-hadid/57: 23)
Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. (an-Nisa'/4: 36).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Qarun Yang Pongah
Setelah dengan panjang lebar diterangkan perjuangan Musa menantang kekuasaan Fir'aun yang terbit sombong, sampai merasa diri menjadi tuhan selain Allah karena mabuk kekuasaan, maka sekarang, di ujung surat, Tuhan menceritakan pula tentang Qarun, yang menjadi pongah dan sombong pula karena kekayaan. Fir'aun dan Qarun sama-sama lupa bahwa nikmat kekuasaan bagi Fir'aun dan kekayaan bagi Qarun adalah semata-mata anugerah dari Tuhan.
Terlebih dahulu banyak dikisahkan perjuangan Musa yang pahit dan getir, sampai dia berhasil dengan pertolongan Tuhan membebaskan ummatnya dan kaumnya Bani Israil dari tindakan Fir'aun. Sekarang diceriterakan selanjutnya, bahwa setelah lepas dan perbudakan dan penindasan terdapat pula penyelewengan dalam kalangan pengikut Musa sendiri. Itulah Qarun.
Ada riwayat dalam kitab-kitab tafsir mengatakan bahwa Qarun itu adalah anak dari paman Musa (Ibnu ‘Ammi-hi), bahkan ada pula yang mengatakan bahwa dia itu adalah paman terdekat, bukan anak paman dari Musa. Tetapi yang terang dia itu adalah kaum Musa Orang yang terdekat kepadanya, termasuk Bani israil juga.
Ayat 76
“Sesungguhnya Qarun adalah seorang dan kaum Musa." (pangkal ayat 76). Terang bahwa dia bukan orang lain bagi Musa, apakah pamannya atau anak pamannya tidak penting bagi kita. Dengan mengetahui dia kaum Musa sudah cukup bagi kita untuk mengetahui bahwa dia dari kalangan pengikut Musa sendiri pada mulanya."Tetapi dia sewenang-wenang ke atas mereka “ Oleh karena dia telah mulai mendapat banyak kekayaan, maka kaumnya sendiri, yang selama ini telah sehidup semati dalam pimpinan Musa, dan mungkin juga telah turut bersama diseberangkan dari Mesir ke tanah Kanaan ketika lautan dibelahkan Tuhan, akhirnya tidak mesra lagi hubungannya dengan kaumnya itu. Dia telah rengyang dengan Musa dan mana yang miskin dari kaumnya itu tidak dibantunya lagi. Bahkan yang lemah telah ditindasnya dan mana yang patut dibantunya, tidak dibantunya lagi. Dia telah mulai menyisihkan diri karena mabuk dengan kekayaannya."Dan Kami berikan kepadanya sebahagian perbendaharaan yang kunci-kuncinya sungguh membungkukkan bagi sekumpulan orang-orang yang kuat."
Di sini Tuhan menggambarkan kepada kita bagaimana benarkah kekayaan Qarun yang diberikan Tuhan kepadanya itu. Disebut Kunuuz, yang berarti Perbendaharaan, atau tempat penyimpan barang-barang mahal berharga. Mungkin terdiri dari emas, perak, berbagai permata dan kekayaan lain.
Berapa banyaknya Perbendaharaan itu?
Tidak disebutkan berapa banyak perbendaharaan. Hanya disebutkan bahwa anak-anak kuncinya saja dari perbendaharaan itu memerlukan sekembali. Atau nyawa yang diberinya itu dicabut terlebih dahulu sebelum harta-harta itu puas-puas dinikmati.
Ayat 77
“Akan tetapi carilah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah itu akan negeri Akhirat dan janganlah lupa akan bahagianmu daripada dunia." (pangkal ayat 77).
Hartabenda itu adalah anugerah dari Allah. Dengan adanya harta itu janganlah engkau sampai lupa bahwa sesudah hidup ini engkau akan mati. Sesudah dunia ini engkau akan pulang ke akhirat. Hartabenda dunia ini, sedikit ataupun banyak hanya semata-mata akan tinggal di dunia. Kalau kita mati kelak, tidak sebuah jua pun yang akan dibawa ke akhirat. Sebab itu pergunakanlah harta ini untuk membina hidupmu yang di akhirat itu kelak. Berbuat baiklah, nafkahkanlah rezeki yang dianugerahkan Allah itu kepada jalan kebajikan. Niscaya jika engkau mati kelak bekas amalmu untuk akhirat itu akan engkau dapati berlipat-ganda di sisi Allah. Dan yang untuk dunia janganlah pula dilupakan. Tinggallah dalam rumah yang baik, pakailah kendaraan yang baik dan moga-moga semuanya itu diberi puncak kebahagiaan dengan isteri yang setia.*
Berbagai tafsir dibuat ahli dalam hal ini. Ada yang mengatakan bahwa nasib di dunia itu ialah semata-mata menyediakan kain kafan. Karena itulah hanya barang dunia yang akan engkau bawa ke kubur. Tetapi Ibnu Arabi memberikan tafsir yang lebih sesuai dengan Roh Islam: “Jangan lupa bahagianmu di dunia, yaitu harta yang halal."
“Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada engkau." Kebaikan Allah kepada engkau tidaklah terhitung banyaknya. Sejak dari engkau dikandung ibu, sampai engkau datang ke dunia. Sampai dari tidak mempunyai apa-apa, lalu diberi rezeki berlipat-ganda. Maka sudah sepatutnyalah berbuat baik pula, yaitu AL-IHSAN!
Ihsan itu adalah dua. Pertama Ihsan kepada Allah, sebagaimana yang tersebut di dalam Hadis Nabi seketika Jibril menanyakan kepada Nabi s.a.w. tentang IHSAN Yaitu bahwa engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau lihat Allah itu. Dan meskipun engkau tidak mungkin melihatNya, namun Dia pasti melihat engkau.
Kemudian itu ialah IHSAN kepada sesama manusia. Yaitu hubungan yang baik, budi yang baik, penyelenggaraan yang baik, bermulut yang manis, berhati yang lapang, berbelas kasihan kepada fakir dan miskin. Kemudian disebutkan pula IHSAN kepada diri sendiri, dengan mempertinggi mutu diri, memperteguh peribadi, guna mencapai kemanusiaan yang lebih sempurna, sehingga kita berguna dalam masyarakat.
“Dan janganlah engkau mencari-cari kerusakan di muka bumi." Segala perbuatan yang akan merugikan orang lain, yang akan memutuskan silaturrahmi, aniaya, mengyanggu keamanan, menyakiti hati sesama manusia, membuat onar, menipu dan mengicuh, mencari keuntungan semata untuk diri dengan melupakan kerugian orang lain, semuanya itu adalah merusak."Sesungguhnya Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang berbuat kerusakan." (ujung ayat 77).
Kalau Allah telah menyatakan bahwa dia tidak menyukai orang yang suka merusak di muka bumi, maka balasan Tuhan pasti datang, cepat ataupun lambat kepada orang yang demikian. Dan jika hukuman Tuhan datang, seorang pun tidak ada yang mempunyai kekuatan dan daya upaya buat menangkisnya.
Ayat 78
“Dia berkata: “Sesungguhnya diberikan kepadaku harta itu lain tidak adalah tersebab ilmu yang ada di sisiku." (pangkal ayat 78). Artinya, bahwa nasihat yang diberikan oleh kaumnya kepadanya itu telah disambut oleh Qarun dengan pongah bertambah pongah. Peringatan bahwa hartabenda yang didapatnya itu adalah sebagai kurnia dan anugerah Ilahi, hingga sudah sepatutnyalah dia menyatakan syukur kepada Tuhan. Jika Tuhan berbuat baik kepada kita, berbuat baik pulalah kita kepada sesama manusia dan kepada diri sendiri, telah disambut dengan salah. Jawabnya ialah seakan-akan memungkiri bahwa itu adalah kumia Allah. Dia mengatakan bahwa hartabenda yang didapatnya itu tidak ada hubungannya dengan Allah. Itu hanya semata-mata dari kepandaian dan kepintarannya sendiri. Dia berusaha dengan segala macam akal dan kepintaran, dan usahanya berhasil. Sama saja pongahnya dengan Fir'aun dahulu, yang tidak mengakui bahwa Kerajaan dan kemuliaannya adalah pemberian Allah. Malahan dia sendiri adalah tuhan.
Kepongahan semacam ini adalah kepongahan luarbiasa. Sombong dan angkuh yang telah melewati batas.
Lalu datanglah peringatan Tuhan: “Adakah dia tidak tahu bahwa Allah pun telah memsak-binasakan dari sebelumnya beberapa keturunan."
Dia mengatakan bahwa kekayaannya yang berlipat-ganda itu didapatnya karena ilmu pengetahuannya yang luas. Kalau memang demikian, tidaklah ada pengetahuannya tentang berita yang diterima turun-temurun dari nenek-moyang bahwa banyak keturunan demi keturunan yang telah dirusak-binasa-kan, dihancur-leburkan oleh Tuhan; “Yaitu orang-orang yang lebih sangat kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpul?" Kalau Qarun mengatakan dirinya pintar, orang dahulu yang telah musnah itu pun pintar. Kalau Qarun membanggakan dia kuat, keturunan yang musnah itu pun lebih kuat. Kalau Qarun mengatakan banyak mengumpul harta, maka keturunan yang dirusak-binasa-kan oleh Tuhan itu pun lebih banyak lagi mengumpulkan harta. Semuanya hancur, semuanya lebur tidak ada bekasnya lagi; “Dan tidaklah ditanyai (lagi) dari hal dosanya, orang-orang yang telah berbuat.durjana itu." (ujung ayat 78). Karena dosa itu amat besar, sehingga apa sebab dia dihukum tidak akan ada orang yang bertanya lagi. Semua memandang bahwa hukum yang diterimanya itu adalah patut, karena besar dosanya.
Ayat 79
“Maka keluarlah dia kepada kaumnya di dalam perhiasannya." (pangkal ayat 79). Maka keluarlah Qarun dari dalam gedung mahligainya yang megah itu dengan pongah dan congkak serta angkuhnya'; keluar dengan sengaja hendak mempertontonkan kekayaannya kepada manusia yang ada di masa itu.
Dia berarak lengkap dengan segala perhiasannya yang lazim pada masa itu. Berbagai ragam pulalah ahli-ahli tafsir menggambarkan bagaimana megahnya tontonan kekayaan dan perhiasan itu. Melihat Qarun keluar dengan perhiasan yang amat mempesona itu; “Berkata orang-orang yang inginkan hidup dunia," yaitu orang-orang yang terpesona, yang menyangka bahwa yang kemegahan di dunia ini ialah hidup berhias, bersolek, melagak hilir-mudik memperlihatkan kekayaan. Melihat itu orang yang terpesona itu berkata: “Bila kiranya kita akan mempunyai seumpama apa yang diberikan kepada Qarun itu. Sesungguhnya dia seorang yang beruntung besar." (ujung ayat 79). Artinya bahwa mereka ingin sekali hendak hidup seperti Qarun, kaya-raya sebagai Qarun, berhias, berjalan ke mana pergi sebagai Qarun. Karena mereka menyangka bahwa tujuan hidup ialah kemegahan dunia itu saja. Padahal sebagai tadi pada ayat 60 telah diterangkan, bahwa semua yang didapat dari nikmat dan perhiasan di kala hidup ini akan didapat di dunia dan tinggal di dunia pula, tidak lebih. Semuanya tidak akan dibawa ke akhirat. Yang kekal akan dibawa ke akhirat lain tidak ialah amal yang shalih, ilmu yang memberikan manfaat yang diajarkan dan disebarkan dan shadaqah jariah.
Ayat 80
“Dan berkata orang yang telah dianugerahi ilmu," (pangkal ayat 80). Orang yang telah banyak pengalaman. Orang yang tidak lagi terpesona oleh corak lahir atau bungkusan luar. Orang yang telah berpandangan jauh. Orang yang seperti itu tidak dapat lagi ditipu dengan pandangan lahir. Mereka tidak di-pesona lagi oleh lagak atau perhiasan di luar badan yang membungkus sesuatu di dalamnya yang tidak berisi. Orang-orang yang berilmu itu memberi ingat kepada orang-orang yang terpesona oleh benda lahir tadi: “Celaka kamu!" Kalau begitu kamu berfikir. Dengan berfikir begitu kalian telah berpeyang pada akar yang lapuk dan rapuh. Ketahuilah: “Pahala dari Allah lebih baik bagi orang yang beriman dan beramal shalih." Padahal dari Allah atau ganjaran yang mulia, kerelaan dan Ilahi, itulah yang dituju dan jadi cita-cita dari orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Itulah kekayaan yang terletak di dalam jiwa dan hati sanubari, yang tidak akan hilang dan tidak akan musnah, bahkan bertambah lama bertambah kokoh tegaknya."Tetapi tidaklah akan dapat mencapai itu, kecuali orang-orang yang sabar." (ujung ayat 80). Yaitu orang yang kuat hatinya, tabah semangatnya, tahan menderita, sanggup menghadapi segala rintangan dalam hidup. Tidak bingung ketika terhalang, tidak pula sampai bangga dan pongah seketika mendapat keuntungan. Orang semacam inilah yang akan dapat petunjuk Ilahi, yang akan membawanya bahagia di dunia dan di akhirat. Dia mempunyai kekayaan budi yang tidak pernah luntur, tidak pernah failliet dan tidak pemah rugi perniagaannya.
Berkata Ibnu Jarir: “Yang akan mencapai ilmu hakikat yang sejati itu hanya orang yang sabar, sabar dalam menghadapi rayuan dunia, sabar di dalam membina amal untuk bekal ke akhirat."