Ayat
Terjemahan Per Kata
إِلَّا
jika tidak
تَنصُرُوهُ
kamu menolongnya
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
نَصَرَهُ
telah menolongnya
ٱللَّهُ
Allah
إِذۡ
ketika
أَخۡرَجَهُ
mengusirnya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
ثَانِيَ
orang kedua
ٱثۡنَيۡنِ
dua orang
إِذۡ
ketika
هُمَا
keduanya
فِي
didalam
ٱلۡغَارِ
gua
إِذۡ
ketika
يَقُولُ
dia berkata
لِصَٰحِبِهِۦ
kepada temannya
لَا
jangan
تَحۡزَنۡ
kamu berduka cita
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
مَعَنَاۖ
beserta kita
فَأَنزَلَ
maka menurunkan
ٱللَّهُ
Allah
سَكِينَتَهُۥ
ketenanganNya
عَلَيۡهِ
atasnya/kepadanya
وَأَيَّدَهُۥ
dan Dia membantunya
بِجُنُودٖ
dengan bala tentara
لَّمۡ
tidak
تَرَوۡهَا
kamu melihatnya
وَجَعَلَ
dan Dia menjadikan
كَلِمَةَ
kalimat/seruan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
ٱلسُّفۡلَىٰۗ
rendah
وَكَلِمَةُ
dan kalimat
ٱللَّهِ
Allah
هِيَ
itulah
ٱلۡعُلۡيَاۗ
tinggi
وَٱللَّهُ
dan Allah
عَزِيزٌ
Maha Perkasa
حَكِيمٌ
Maha Bijaksana
إِلَّا
jika tidak
تَنصُرُوهُ
kamu menolongnya
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
نَصَرَهُ
telah menolongnya
ٱللَّهُ
Allah
إِذۡ
ketika
أَخۡرَجَهُ
mengusirnya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
ثَانِيَ
orang kedua
ٱثۡنَيۡنِ
dua orang
إِذۡ
ketika
هُمَا
keduanya
فِي
didalam
ٱلۡغَارِ
gua
إِذۡ
ketika
يَقُولُ
dia berkata
لِصَٰحِبِهِۦ
kepada temannya
لَا
jangan
تَحۡزَنۡ
kamu berduka cita
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
مَعَنَاۖ
beserta kita
فَأَنزَلَ
maka menurunkan
ٱللَّهُ
Allah
سَكِينَتَهُۥ
ketenanganNya
عَلَيۡهِ
atasnya/kepadanya
وَأَيَّدَهُۥ
dan Dia membantunya
بِجُنُودٖ
dengan bala tentara
لَّمۡ
tidak
تَرَوۡهَا
kamu melihatnya
وَجَعَلَ
dan Dia menjadikan
كَلِمَةَ
kalimat/seruan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
ٱلسُّفۡلَىٰۗ
rendah
وَكَلِمَةُ
dan kalimat
ٱللَّهِ
Allah
هِيَ
itulah
ٱلۡعُلۡيَاۗ
tinggi
وَٱللَّهُ
dan Allah
عَزِيزٌ
Maha Perkasa
حَكِيمٌ
Maha Bijaksana
Terjemahan
Jika kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad), sungguh Allah telah menolongnya, (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah), sedangkan dia salah satu dari dua orang, ketika keduanya berada dalam gua, ketika dia berkata kepada sahabatnya, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka, Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Nabi Muhammad), memperkuatnya dengan bala tentara (malaikat) yang tidak kamu lihat, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu seruan yang paling rendah. (Sebaliknya,) firman Allah itulah yang paling tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Tafsir
(Jika kalian tidak menolongnya) yakni Nabi Muhammad ﷺ (maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, yaitu ketika) sewaktu (orang-orang kafir mengeluarkannya) dari Mekah, artinya mereka memaksanya supaya keluar dari Mekah sebagai tindak lanjut dari rencana yang telah mereka musyawarahkan di Darun Nadwah, yaitu membunuh, menahan atau mengusirnya (sedangkan dia salah seorang dari dua orang) lafal ayat ini menjadi hal/keterangan keadaan; maksudnya sewaktu dia menjadi salah seorang dari dua orang sedangkan yang lainnya ialah Abu Bakar. Pengertian yang tersirat dari ayat ini ialah semoga Allah menolongnya dalam keadaan seperti itu, maka semoga pula Dia tidak membiarkannya dalam keadaan yang lainnya. (Ketika) menjadi badal/kata ganti daripada lafal idz yang sebelumnya (keduanya berada dalam gua) di bukit Tsur (di waktu) menjadi badal daripada idz yang kedua (dia berkata kepada temannya,) kepada Abu Bakar yang pada saat melihat kaki kaum musyrikin ia berkata kepada Nabi ﷺ, "Seandainya salah seorang daripada mereka melihat ke arah bawah telapak kakinya niscaya dia akan dapat melihat kita berdua." ("Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.") melalui pertolongan-Nya. (Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya) rasa aman (kepadanya) menurut suatu pendapat dikatakan bahwa dhamir di sini kembali kepada Nabi Muhammad ﷺ sedangkan menurut pendapat yang lain kembali kepada Abu Bakar (dan membantunya) yakni Nabi Muhammad ﷺ (dengan tentara yang kalian tidak melihatnya) yaitu para malaikat, di dalam gua tersebut dan di medan-medan pertempuran yang dialaminya (dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir) yaitu seruan kemusyrikan (itulah yang rendah) yakni kalah. (Dan kalimat Allah) kalimat syahadat (itulah yang tinggi) yang tampak dan menang. (Allah Maha Perkasa) dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam penciptaan-Nya.
Tafsir Surat At-Taubah: 40
Jikalau kalian tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrik Mekah) mengusirnya (dari Mekah), sedangkan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, "Janganlah kamu berdukacita, sesungguhnya Allah beserta kita. Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepadanya (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kalian tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Firman Allah ﷻ: “Jikalau kalian tidak menolongnya.” (At-Taubah: 40)
Yakni jika kalian tidak menolong Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah-lah yang menolong, yang membantu, yang mencukupi, dan yang memeliharanya, seperti yang telah dilakukan-Nya:
“Ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah), sedangkan dia salah seorang dari dua orang.” (At-Taubah: 40)
Hal ini terjadi pada tahun beliau ﷺ melakukan hijrahnya. Saat itu orang-orang musyrik bertekad hendak membunuhnya atau menahannya atau mengusirnya. Maka Nabi ﷺ lari dari mereka bersama sahabatnya, yaitu Abu Bakar As-Siddiq. Lalu keduanya berlindung di dalam Gua Sur selama tiga hari, menunggu agar orang-orang yang mencari dan menelusuri jejaknya kembali ke Mekah. Sesudah itu beliau bersama Abu Bakar meneruskan perjalanan ke Madinah.
Abu Bakar merasa takut bila seorang dari kaum musyrik yang mengejarnya itu dapat melihatnya yang akhirnya nanti Rasulullah ﷺ akan disakiti oleh mereka. Maka Nabi ﷺ menenangkan hatinya dan meneguhkannya seraya bersabda: “Wahai Abu Bakar, bagaimanakah pendapatmu terhadap dua orang yang ketiganya adalah Allah?”
Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan bahwa: Telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas; Abu Bakar telah bercerita kepadanya bahwa ketika ia berada di dalam gua bersama Nabi ﷺ, ia berkata kepada Nabi ﷺ, "Seandainya seorang dari mereka itu memandang ke arah kedua telapak kakinya, niscaya dia akan dapat melihat kita berada di bawah kedua telapak kakinya." Maka Nabi ﷺ bersabda: “Wahai Abu Bakar, apakah pendapatmu tentang dua orang, sedangkan yang ketiganya adalah Allah?”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini di dalam kitab Shahih-nya masing-masing.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepadanya (Muhammad).” (At-Taubah: 40)
Maksudnya, dukungan dan pertolongan Allah diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ. Demikianlah menurut salah satu di antara dua pendapat yang terkenal.
Menurut pendapat lain, ketenangan-Nya itu diturunkan kepada Abu Bakar. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ selalu disertai oleh ketenangan. Akan tetapi, hal ini tidaklah bertentangan bila dikatakan bahwa ketenangan tersebut diperbarui dalam keadaan yang khusus itu.
Dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan membantunya dengan tentara yang kalian tidak melihatnya.” (At-Taubah: 40) Yaitu para malaikat.
“Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi.” (At-Taubah: 40)
Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah kalimat orang-orang kafir adalah kemusyrikan. Sedangkan kalimat Allah adalah kalimat "Tidak ada Tuhan selain Allah.”
Di dalam kitab Shahihain disebutkan dari Abu Musa Al-Asy'ari bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang seorang lelaki yang berperang karena pemberani dan seorang lelaki yang berperang karena fanatisme dan pamer, manakah di antara keduanya yang termasuk di jalan Allah ﷻ? Rasulullah ﷺ menjawab: “Barang siapa yang berperang untuk membela agar kalimat Allah tinggi, maka dialah yang berada di jalan Allah.”
Firman Allah ﷻ: Allah Maha Perkasa. (At-Taubah: 40)
Yakni dalam pembalasan dan pertolongan-Nya, lagi Maha Kekal Zat-Nya, tidak akan tertimpa bahaya orang yang berlindung kepada naungan-Nya dan mengungsi kepada-Nya dengan berpegang kepada khitab (perintah)-Nya.
“Lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 40)
Maha Bijaksana dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya.
Jangan pernah menduga kalau Allah dan Rasulullah membutuhkan pertolonganmu untuk mengalahkan musuh-musuh-Nya. Tentu saja tidak. Karena itu, jika kamu tidak menolongnya, yakni Nabi Muhammad dalam Perang Tabuk, sesungguhnya Allah telah menolong dan menguatkan-nya, antara lain menolong beliau ketika orang-orang kafir mengusirnya dari Mekah, sedang saat itu dia salah seorang dari dua orang, yakni beliau hanya ditemani Abu Bakar. Situasi saat itu benar-benar menegangkan, yaitu ketika keduanya berada dalam gua dan orang-orang kafir ada di sekitarnya, maka ketika itu Allah menguatkan jiwa beliau sehingga dengan penuh keyakinan dia berkata kepada sahabatnya, Abu Bakar, Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita dan menolong serta melindungi kita. Sebagai bentuk pertolongan Allah, maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya, yakni Nabi Muhammad, sehingga mampu menghadapi situasi yang sangat sulit tersebut dan bahkan membantu beliau dengan bala tentara, berupa malaikat-malaikat yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir kepada kedurhakaan dan kemusyrikan itu rendah, sebab usaha mereka untuk mematikan api Islam bahkan membunuh Rasulullah ternyata gagal. Dan bahkan sebaliknya, kalimat Allah, yakni agama Islam, itulah yang tinggi. Demikian ini, karena Allah Mahaperkasa, lagi Mahabijaksana. Setelah Allah mengecam sekaligus mengancam mereka yang enggan berperang, serta menegaskan bahwa Allah akan senantiasa menolong orang-orang mukmin, maka ayat ini menguatkan perintah berperang yang semata-mata demi kemaslahatan. Berangkatlah kamu ke medan perang dengan penuh semangat, baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, kondisi kuat atau lemah, kondisi longgar maupun sempit, masing-masing sesuai dengan kadar kemampuannya, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui tujuan berjihad di jalan Allah itu, antara lain, terlindunginya kaum lemah, melawan kezaliman, juga menjaga jalan dakwah dari perilaku zalim musuh-musuh Isla.
Ayat ini tidak membenarkan sangkaan orang-orang musyrik, bahwa perjuangan Nabi Muhammad ﷺ tidak akan berhasil, apabila mereka tidak ikut membantunya. Nabi akan tetap menang karena Allah akan membantunya. Hal ini telah dibuktikan ketika rumah Nabi Muhammad dikepung rapat-rapat oleh orang-orang Quraisy yang akan membunuhnya. Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mencegah dan menghentikan dakwah Islami yang mereka khawatirkan, akan makin meluas pengaruhnya. Atas pertolongan dan bantuan Allah ﷻ Nabi Muhammad ﷺ dapat lolos dari kepungan mereka yang ketat, sehingga dengan perasaan aman beliau keluar dari rumahnya menuju gua di gunung sur, tempat persembunyiannya untuk sementara, ditemani oleh sahabat setianya Abu Bakar. Melihat situasi gawat itu Abu Bakar merasa cemas dan berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah andaikata ada salah seorang di antara mereka mengangkat kakinya, pasti dia dapat melihat kita berada di bawah kakinya." Nabi Muhammad ﷺ menjawab, "Wahai Abu Bakar, janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita."
Nabi Muhammad ﷺ bersama Abu Bakar selama berada di dalam gua sur, senantiasa berada di bawah pertolongan dan lindungan Allah. Allah memberi ketenangan hati kepada Nabi ﷺ dan Abu Bakar, serta memberikan bantuan tentara yang tidak dilihatnya, sehingga selamatlah keduanya di dalam gua sur, dan niat jahat orang-orang itu gagal. Firman Allah swt:
Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya. (al-Anfal/8: 30)
Dan firman-Nya:
Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia. (Gafir/40: 51)
Allah ﷻ selalu menempatkan orang-orang kafir itu di tingkat yang rendah, selalu kalah. Dan kalimah Allah yaitu agama yang didasarkan atas tauhid, jauh dari syirik, selalu ditempatkan di tempat yang tinggi, mengatasi yang lain. Allah ﷻ Mahakuasa dan Mahaperkasa, tidak ada yang dapat mengalahkannya, Mahabijaksana, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dialah yang selalu menolong memenangkan Rasulullah ﷺ dengan kekuasaan-Nya, memenangkan agama-Nya dari agama-agama yang lain, dengan kebijaksanaan-Nya, sebagaimana firman Allah swt:
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (at-Taubah/9: 33)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERANG TABUK
Dari mulai ayat 38 ini, sampai kepada akhir surah, adalah pembicaraan di sekitar Perang Tabuk. Tiga pihak musuh yang dihadapi Islam. Pertama, kaum musyrikin yang berpusat di Mekah. Maka dengan menaklukkan Mekah dan kemenangan di Hunain, perlawanan besar-besaran dari pihak musyrikin boleh dikata sudah berhenti.
Pihak kedua ialah Yahudi. Dengan pengusiran Bani Nadhir dan penumpasan habis-habisan atas Bani Quraizhah dan penaklukan benteng mereka di Khaibar, perlawanan Yahudi pun tidak ada lagi. Tetapi Rasulullah ﷺ masih wajib lagi menghadapi pihak yang ketiga, yaitu bangsa Rum yang menguasai Tanah Arab sebelah utara (Syam) yang diikuti pula oleh bangsa Arab sendiri yang telah memeluk agama Nasrani, yaitu agama yang dipeluk oleh penjajah mereka. Seketika kita mentafsirkan ayat 29 telah kita nyatakan bahwa bentrokan dengan pihak Rum dan Nasrani kian lama sudah tidak dapat dielakkan lagi. Telah pernah terjadi Peperangan Mu'tah, yang 3.000 mujahid Islam dihadapi oleh Nasrani dengan 200.000 tentara! Yang menyebabkan kekuatan muda yang baru tumbuh itu nyaris hancur. Setelah itu, telah timbul Perang Dzatis Salasil, yang tentara Islam dipimpin oleh Amr bin al-Ash.
Karena orang Rum dan bangsa Arab sendiri yang telah memeluk agama orang Rum itu, yaitu agama Nasrani, dipandang sebagai Ahli Kitab, pada mulanya Rasulullah ﷺ ingin benar hendak membentuk pertetanggaan yang baik dengan pihak kerajaan yang besar itu. Beliau pernah mengirim surat-surat kepada mereka supaya mereka memeluk Islam. Beliau pun mengirim surat dan utusan kepada Heraclius sendiri. Sambutan Heraclius terhadap utusan adalah baik, mungkin baginda tidak bersedia memeluk Islam karena kedudukan baginda yang begitu tinggi tidak mengizinkan. Namun, apa yang terdapat di belakang layar?
Kekuasaan bangsa Rum tidaklah senang atas timbulnya kekuatan baru di Tanah Arab ini. Suatu agama yang mengajarkan bahwa Allah hanya satu, tidak beranak, dan tidak di-peranakkan. Suatu agama yang mengajarkan bahwa dosa Adam tidaklah diwariskan kepada anak-cucunya, dan tidaklah al-Masih dikirim Allah ke dunia untuk menebus dosa manusia. Suatu agama yang menolak segala ajaran yang memandang manusia sebagai Tuhan dan anak Tuhan; suatu kekuatan baru yang timbul dalam kalangan Badwi Arab yang selama ini hanya menjadi jajahan atau di bawah perlindungan bangsa Rum, adalah satu bahaya besar bagi kekuasaan mereka.
Oleh sebab itu, sejak tahun keempat dari Hijrah Nabi ﷺ ke Madinah, seperti di atas telah kita terangkan, kian sehari kian terasalah bahwa satu waktu serangan kepada Islam yang baru tumbuh itu di pusatnya sendiri di Madinah pasti terjadi. Oleh sebab itu, sudah sejak tahun keempat Rasulullah ﷺ sudah selalu menyuruh penduduk Madinah selalu awas dan memperbanyak ronda (patroli). Kemungkinan Madinah akan dihancurkan sudah menjadi pendapat umum, di Madinah pada waktu itu.
Maka sehabis penaklukkan Mekah dan enam bulan setelah penduduk Thaif mengaku tunduk dan menerima Islam, sampailah berita yang dibawa oleh saudagar-saudagar yang pulang balik di antara Madinah dan Syam bahwa tentara Rum telah mengerahkan suatu tentara besar akan menyerang Madinah. Kabilah-kabilah Lakham dan Juzam dan kabilah-kabilah Arab yang lain yang telah memeluk agama Nasrani menggabung pula ke dalam tentara besar itu. Mereka telah berkumpul di negeri Sulaqa'. Demikianlah berita yang diterima, menurut riwayat Ibnu Sa'ad.
Kemudian, tersebut pula dalam riwayat ath-Thabrani bahwa orang-orang Nasrani Arab berkirim surat kepada Heraclius bahwa Muhammad itu sekarang sedang dalam kedudukan yang lemah dan pengikut-peng-ikutnya sedang kelaparan. Saat sekaranglah yang paling baik buat menghancurkan mereka. Setelah menerima surat itu, Heraclius mengirim seorang besar Rum yang bernama Qabadz dengan 40.000 tentara Rum, yang kelaknya akan menggabung ke dalamnya tentara dari suku-suku Arab Nasrani itu sendiri.
Setelah mendengar berita-berita yang demikian (info) dan disesuaikan (cek) kebe-narannya dengan berita-berita lain, Rasulullah ﷺ memandang bahwa sebelum tentara musuh itu sampai menujukan tujuannya ke Madinah, hendaklah didahului.
Tetapi peperangan yang akan dihadapi ini dirasai sendiri memang suatu peperangan besar. Sedang di kala itu keadaan adalah amat sukar. Yaitu pada bulan Rajab tahun kesembilan, bertepatan dengan pertengahan musim panas, yaitu Oktober. Dan, pada pertengahan musim panas itu pula musim pemetikan terakhir dari kebun-kebun kurma. Sedang kalau peperangan ini diundurkan atau bertahan saja di Madinah, tidak diserbu musuh sebelum musuh itu datang, bahaya besarlah yang akan dihadapi. Oleh sebab itu, Rasulullah ﷺ yang sekali ini, keluar dari kebiasaannya. Kebiasaan kalau akan pergi berperang tidak banyak bercakap dan ke mana tujuan disembunyikan saja. Mujahidin hanya disuruh taat dan ikut.! Di tengah jalan baru diberitahu ke mana tujtyan. Tetapi yang sekali ini Rasulullah ﷺ menyerukan berperang dengan terang-terang.1 Apalagi perjalanan perang sekali ini akan jauh, yaitu ke Tabuk. Jarak di antara Tabuk dengan Madinah, ialah 14 marhalah atau 14 perhentian. Dan jarak antara Tabuk dengan Syam (Damaskus), 11 perhentian. Dalam hitungan kilometer zaman sekarang, jarak Madinah dengan Tabuk ialah 692 kilometer, dan jarak Tabuk dengan Syam 610 km. Jarak Madinah dengan Damaskus, 1.302 km. Lantaran itu, Tabuk adalah di tengah-tengah antara Madinah dan Damaskus.
Perjalanan itu nyata akan jauh, sedang hari musim panas. Orang-orang yang telah merasa kepayahan setelah menaklukkan Mekah, Hunain, dan Thaif, rupanya sudah ada yang diserang penyakit malas buat berperang lagi ke tempat sejauh itu. Tambah lagi di waktu itu adalah zaman sukar karena perdagangan kurang ramai di musim panas.
Tetapi kita harus ingat betapa teguhnya semangat Utusan Allah itu, pada masa itu. Usia beliau ketika itu telah 61 masuk 62 tahun. Beliau sendiri akan memimpin peperangan itu. Pada saat sulit itulah, dengan tidak ingat sama sekali bahwa usia beliau telah lebih 60 tahun, beliau mengerahkan tenaga umatnya untuk berperang ke Tabuk. Pada saat itu, saat kesukaran belanja perang, sahabat beliau Utsman bin Affan, menyatakan kepada beliau bahwa buat pokok pertama perbelanjaan perang beliau memberikan seluruh barang perniagaannya yang diangkut oleh 100 ekor unta yang baru datang dari Syam. Dan, selain dari barang-barang dagangan, ada lagi seratus uqiyah perak. Sangatlah terharu Rasulullah ﷺ atas sokongan yang diberikan Utsman itu, sampai beliau berkata, “Ya, Tuhanku! Ridhailah kiranya Utsman, sebab aku ridha kepadanya."
Pengorbanan ini diikuti para sahabat yang lain, menurut kemampuannya masing-masing, yang kaya menurut kayanya, yang miskin menyediakan tenaganya. Yang amat mengherankan Rasulullah ﷺ pula ialah perempuan-perempuan beriman telah membuka barang-barang perhiasannya, seperti membuka gelang, kalung dari perak dan emas, lalu menyerahkannya kepada Rasulullah ﷺ Dan lebih mengherankan lagi dari itu ialah Abu Bakar yang memberikan seluruh kekayaan yang ada padanya. Rasulullah ﷺ tahu bahwa Abu Bakar bukan seorang kaya, namun dia memberikan semua yang ada padanya. Lalu Rasulullah ﷺ bertanya, “Mengapa engkau berikan semua, ya Abu Bakar? Mana lagi yang akan tinggal untukmu?" Abu Bakar menjawab, “Aku masih mempunyai kekayaan yang sangat besar, ya Rasulullah saw, yaitu Allah dan Rasul-Nya"
Tetapi di samping orang-orang yang beriman tadi yang mengatasi kesulitan dengan bergotong royong dan penuh kegembiraan, ada pula golongan yang lemah hati, yang me-ngemukakan berbagai-bagai dalih. Yang telah banyak istirahat bersenang diri, merasa be-rat buat diajak. Maka datanglah ayat-ayat ini, menghardik orang-orang yang lemah iman itu, membuka rahasia hati orang-orang munafik, dan juga memberikan peringatan kepada orang-orang yang beriman akan bahaya perpecahan sesama sendiri. Ayat-ayat yang begitu tajam mengeritik bahwa si munafiklah yang menyebabkan bahwa surah ini bernama juga surah 1 (al-Fadhihah) yang artinya
membuka rahasia yang memberi malu kepada orang munafik, sebagaimana telah diuraikan di permulaan tafsir surah. Dan bernama juga surah at-Taubah, karena Allah telah memberi ampun Rasul ﷺ dan segala orang yang beriman yang turut dalam peperangan itu dari kesalahan dan kekhilafan, sebab mereka telah selamat pulang dari melakukan tugas yang amat berat itu.
Ayat 38
“Wahai orang-orang yang beriman!"
Panggilan mulia kepada orang yang telah percaya kepada Allah, jika mereka akan disuruh mengerjakan atau memikul beban yang berat dan melaksanakan suatu kewajiban, “Gerangan apakah sebabnya jika dikatakan kepada kamu: berperanglah pada jalan Allah, kamu beratkan badan kamu ke bumi?" Panggilah perang, seruan memanggul senjata menghadapi musuh, pengerahan menyusun barisan dinamai nafir. Dari sanalah diambil kalimat nafiri buat nama dari terompet penyeru perang. Sekarang nafiri atau seruan itu telah sampai dari Rasul ﷺ, mengapa kamu merasa keberatan, berat kamu mengangkat dirimu dart tempat dudukmu? Tidak segera kamu tegak dan siap? Seakan-akan pinggulmu telah lekat ke bumi?
Di sini dipanggil tuahnya, yaitu seluruh orang yang beriman. Meskipun tidak semua mereka merasa berat diri buat bangkit, dengan panggilan kepada orang-orang yang beriman itu, dengan sendirinya hilanglah rasa keberatan, kalau masih ada dalam hati yang teguh iman karena waktu itu memang waktu susah, musim panas, kurang belanja, musim memetik buah, dan sebagainya. Tetapi orang yang lemah iman dan munafik, niscaya sangat terkena dengan kritik yang tajam ini. Sebab bila nama panggilan iman telah diseru oleh Allah, tidak mungkin orang yang beriman akan terpengaruh oleh segala keberatan itu; “Apakah kamu lebih suka hidup di dunia daripada akhirat?" Apa yang menyebabkan ka-mu keberatan pergi? Adakah karena merasa enak duduk di rumah atau karena berat me-ninggalkan hasil kebun yang tengah dipetik? Padahal semuanya itu adalah dunia belaka? Sedang perjalanan jihad menegakkan agama Allah adalah karena menuju bahagia hidup akhirat?
“Maka tidaklah ada bekal hidup di dunia itu terhadap akhirat, melainkan sedikit."
Segala yang menyebabkan kamu berat pergi itu hanyalah bekal di dunia belaka. Rumah yang akan ditinggalkan, kebun yang akan dipetik isinya, keenakan duduk di rumah ber-cengkerama dengan anak istri, semuanya itu hanyalah bekal hidup sementara, yang tidak ada artinya jika dibandingkan dengan nikmat Allah yang akan kamu terima di akhirat, karena taat dan patuh menjalankan perintah Allah.
Ayat 39
“Jika kamu tidak pergi berperang, niscaya Dia akan mengadzab kamu dengan adzab yang pedih,"
Jika kamu tidak mau pergi di bawah pimpinan Rasul ﷺ, pastilah sengsara besar dan adzab yang pedih yang akan menimpa kamu, baik adzab dunia maupun adzab akhirat. Bakal akan hilang sama sekali dari tanganmu. Bagaimana kalau musuh itu dapat menyerbu ke dalam negerimu? Apa artinya lagi rumah tanggamu? Kebun luasmu, anak dan istrimu dan kamu sendiri, kalau semuanya sudah jadi tawanan dan budak musuh? Adakah siksaan dunia yang lebih pedih daripada itu? Apalagi adzab akhirat, ‘sebab kamu tidak taat kepada perintah Allah dan Rasul ﷺ."Dan Dia akan menggantikan dengan suatu kaum yang lain daripada kamu." Artinya, kehendak Allah pasti terjadi juga bahwa Islam akan menang. Tetapi kalau kamu mundur dan enggan pergi berperang, maka kamu akan diadzab Allah dan akan ditimbulkan oleh Allah kaum lain untuk mengganti kamu yang pengecut ini. Kamu akan hina kena siksaan dunia akhirat dan tugas mulia ini akan dipikulkan Allah kepada orang lain, meneruskan perjuangan di bawah pimpinan Muhammad saw, “Sedang kamu tidaklah akan membahayakan Dia sedikit pun." Program dan rencana Allah akan terus berjalan, sedang kehilangan kamu karena keengganan kamu itu tidaklah akan merugikan Allah sedikit pun. Sebab masih banyak hamba Allah yang lain yang dengan kudrat iradat-Nya, Allah sanggup menaikkan mereka buat pengganti kamu. Bukan Allah yang akan rugi karena kehilangan kamu, tetapi kamulah yang akan rugi karena hatimu yang ragu-ragu:
“Dan Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahakuasa."
Mudah saja bagi Allah Yang Mahakuasa, buat memunculkan kaum yang lain untuk mengganti siapa yang ragu-ragu. Sejarah berjalan terus. Mana yang tidak mau masuk menggabungkan diri ke tengah barisan junud Allah (tentara Allah) akan tersisih ke tepi, akan digiling oleh roda sejarah. Sebab bukan Allah yang memerlukan tenaga kamu, tetapi kamulah yang memerlukan bimbingan Allah.
Dengan ucapan ayat yang jelas ini, yang mulanya dihadapkan kepada orang beriman di zaman Rasul ﷺ, maka kita yang mengaku umat Muhammad yang datang di belakang yang jauh ini, bahwasanya betapa pun banyaknya amalan kita dan betapa pun kita merasa berjasa kepada agama Allah, janganlah kita menyangka bahwa kita adalah amat penting bagi Allah sehingga kita harus dibujuk-bujuk dan ditengggang hati. Betapa pun besar amal yang kita kerjakan, tidaklah itu lebih dari kewajiban. Dan betapa pun besar amal baik yang kita kerjakan, belumlah sepadan dengan nikmat yang dicurahkan Allah kepada kita. Meskipun seluruh hidup ini dikorbankan dan dijihadkan untuk jalan Allah, masihlah dia itu sekelumit kecil saja, yang belum sepadan dengan nikmat Allah yang kita terima.
Ayat 40
“Jika tidak kamu tolong dia, maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, seketika orang-orang kafir telah mengusirnya, sebagai orang kedua dari yang berdua, tatkala mereka berdua di dalam gua, seketika dia berkata kepada temannya. Janganlah engkau berdukacita, (karena) sesungguhnya Allah beserta kita.'"
Artinya, apabila memang kamu enggan menolongnya, ketika dia telah mengadakan panggilan atau nafir peperangan untuk menghadapi orang kafir, namun Allah akan tetap menolongnya juga dengan kudrat iradat-Nya, sebab Dia adalah Mahakuasa. Pertolongan Allah itu akan datang kepadanya, tidak bergantung kepada banyaknya orang yang me-nolong. Sedangkan di dalam saat yang lebih berbahaya daripada ini, ketika dia terpaksa keluar dari Mekah, akan berpindah ke Madinah, sebab hendak dibunuh kaum kafir musyrikin, maka Allah pun telah menolongnya, Dia waktu itu hanya berdua, belum banyak beribu-ribu sebagai sekarang ini. Dia waktu itu sebagai orang kedua dari yang berdua. Artinya, banyak mereka hanya berdua saja, tidak ada orang lain, yaitu dia dan Abu Bakar. Mereka terpaksa meninggalkan Mekah dengan sembunyi-sembunyi, lalu bersembunyi beberapa hari di dalam sebuah gua, di puncak Gunung Tsur (Gunung Lembu). Tatkala itu mereka berdua bersembunyi di dalamnya, menunggu saat yang baik buat meneruskan perjalanan hijrah. Tempat itu telah dikelilingi oleh musuh, berpuluh-puluh pemuda Quraisy yang dikerahkan buat membunuhnya, dikirim oleh tiap-tiap kabilah sehingga kalau dia mati terbunuh, tidak sanggup kabilahnya sendiri Bani Hasyim buat menuntut bela darahnya kepada kabilah sebanyak itu. Mereka berdua bersembunyi di dalam gua itu, dan mereka telah dikelilingi. Sangatlah besar bahaya yang mengancam di waktu itu, sebab jika menekurkan kepala saja musuh-musuh yang mencari itu agak sedikit ke bawah, akan kelihatanlah mereka yang bersembunyi, padahal mereka berdua melihat kaki-kaki musuh yang sedang mencari itu dari celah gua. Pada waktu itulah Abu Bakar kelihatan berduka cita, berusuh hati, kalau-kalau mereka kedapatan. Niscaya akan matilah mereka, terutama akan matilah Muhammad ﷺ dibunuh, padahal dialah pergantungan harapan untuk tegaknya ajaran tauhid buat selanjutnya. Kalau dia terbunuh, niscaya runtuhlah segala harapan. Tetapi dia, Muhammad ﷺ telah berkata kepada sahabatnya yang setia itu untuk menghilangkan kekhawatiran hatinya, ‘Janganlah engkau berduka cita!" Tak usah engkau merasa rusuh hati dan takut atau cemas, sebab Allah adalah menyertai kita. Meskipun kita hanya berdua di sini, namun Allah adalah Yang Ketiga, Dia yang memelihara kita, “Maka Allah telah menurunkan ketenangan-Nya kepadanya."
Demi mendengar perkataan yang demikian bahwa Allah beserta kita, datanglah ketenteraman ke dalam hati sahabat setianya itu, hilanglah kecemasannya bahwa mereka belum akan mati di sini. Tak usah berduka cita bahwa perjalanan akan terus, apa yang dibangun tidak akan runtuh, dan perjalanan akan berhasil, dan tak usah merasa khawatir.
Menurut setengah ahli tafsir, sakinah atau ketenangan itu diturunkan ke dalam hati Abu Bakar setelah mendengar ucapan Rasulullah ﷺ yang demikian, dan ahli-ahli tafsir itu berkata demikian, sebab ucapan itu dimulai dengan fa (maka), jadi artinya ialah kepada Abu Bakar. Setengahnya lagi berkata bahwa ketenteraman dan ketenangan hati itu telah diturunkan lebih dahulu kepada Rasulullah ﷺ, dan setelah dibujuk dengan ucapan, “Jangan berduka cita karena Allah ada beserta kita." Maka tenang pulalah perasaan Abu Bakar.
“Dan telah membantunya dengan bala tentara yang tidak kamu lihat akan dia." Artinya, meskipun mereka hanya berdua, namun mereka telah dikelilingi dan dipagari oleh bala tentara Allah yang tidak kelihatan, yaitu malaikat-malaikat. Pengaruh dari malaikat-malaikat itulah yang menyebabkan timbul saja sikap kurang teliti pada musuh yang mencari sehingga mereka tidak menekur dan tidak memerhatikan tempat persembunyian itu lebih saksama.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Anas bin Malik, berkata dia (Anas bin Malik); Abu Bakar telah bercerita kepadaku, ‘Aku berada bersama Rasulullah ﷺ di dalam gua itu. Maka aku lihat langkah-langkah musyrikin itu, lalu aku berkata kepada Rasulullah ﷺ, ‘Ya Rasulullah ﷺ! Kalau salah seorang di antara mereka mengangkat kakinya, niscaya akan kelihatanlah kita oleh mereka di bawah dengkulnya.' Maka berkata dia, ‘Moga-moga shalawat Allah dan salam-Nya buatnya, ‘Ya Abu Bakar! Bagaimana keyakinanmu tentang orang berdua, sedang yang ketiganya ialah Allah?'"
Hasil pembawaan riwayat ini ialah, jika pun kamu enggan menolongnya setelah diada-kannya nafir kepada perang, namun Allah akan tetap menolongnya. Sedang bersembunyi di dalam gua berdua saja, dicari-cari oleh berpuluh musuh yang hendak membunuhnya, lagi ada saja jalannya bagi Allah buat menolongnya, sehingga dia terlepas dengan selamat. Apatah lagi sekarang dan seterusnya. Sebab sejak dia diutus Allah menjadi rasul, dia tetap memegang satu pendirian, yaitu tidak pernah berduka cita dan bersusah hati. Dia selalu yakin bahwa Allah ada selalu beserta dia.
Ayat ini ‘adalah penghargaan dan penghormatan yang amat tinggi kepada umat Muhammad ﷺ yang nomor satu, yaitu Abu Bakar. Di saat yang begitu genting, yang akan menentukan hidup matinya Islam, hanyalah dia teman Rasul ﷺ. Menurut riwayat al-Baihaqi dalam kitabnya Dalailun Nubuwwah, ketika mereka berdua berjalan dari Mekah menuju gua itu, kadang-kadang Abu Bakar berjalan di muka Nabi dan kadang-kadang dia jalan di belakangnya. Nabi bertanya kepadanya, mengapa dia berbuat begitu. Dia menjawab, “Kalau aku teringat bahwa orang sedang mengejar kita, aku berjalan di belakang engkau, ya Rasulullah. Dan kalau aku teringat bahwa kita sedang diintip, aku berjalan di hadapan engkau." Lalu Nabi ﷺ berkata, “Jadi, kalau terjadi apa-apa engkau lebih suka mati terlebih dahulu sebelum aku mati!" Dia menjawab, “Memang begitu, demi Allah yang telah mengutus engkau dengan kebenaran."
Perjalanan yang demikian berbahaya yang menghendaki seorang teman setia, maka pi-lihan Rasul ﷺ telah jatuh kepada dirinya. Kepercayaan yang demikian tinggi, tidaklah akan dilepaskan oleh mereka berdua sejak hidup sampai mati. Abu Bakar sendiri pun menyambut kehormatan yang diberikan ini dengan segala tulus ikhlasnya. Menurut ri-wayat ahli-ahli sirah (sejarah Nabi), belanja perjalanan ini seluruhnya ditanggung oleh Abu Bakar. Dia yang menyediakan kendaraan dan dia yang menyediakan upah bagi penunjuk jalan. Di samping itu, putrinya pula yang bernama Asma, yang disuruhnya mengantarkan makanan dengan sembunyi-sembunyi ke tempat itu, untuk bekal sembunyi selama tiga malam. Asma diberi gelar kemuliaan oleh Rasul ﷺ: Dzatun Nithaqaini, artinya yang mempunyai dua belah ikat pinggang. Sebab roti yang dibawakannya diikatkannya pada sebelah ikat pinggangnya yang dibaginya dua.
Ayat ini pun membayangkan betapa dalamnya cinta Abu Bakar kepada Rasul, yang jelas benar setelah mereka sembunyi di dalam gua itu. Musuh telah datang dan telah ber-keliling-keliling mencari-cari. Sehingga Abu Bakar, sebagai tersebut dalam riwayat Anas tadi, pernah mengatakan kemudian harinya, tatkala orang-orang itu mencari-cari, mereka sampai ke pintu gua. Kata Abu Bakar, “Kalau salah seorang dari mereka itu mengangkat saja kakinya, tentu akan kelihatan mereka kami di bawah dengkul mereka." Sebab kaki-kaki mereka itu jelas kelihatan dari dalam, tetapi semak-semak menyebabkan terlindung penglihatan mereka.
Boleh dikatakan secara kebetulan dan yang benar ialah kehendak yang telah diatur Allah. Yaitu beliau-beliau memasuki gua di waktu hari masih gelap, matahari belum terbit. Setelah mereka masuk ke dalam—demikian menurut riwayat Imam Ahmad dari Ibnu Abbas—seekor laba-laba membuat sarangnya di pintu gua itu dengan cepat sekali. Setelah musuh-musuh itu datang, mereka lihat laba-laba membuat sarang dan sarang itu tidak dirusak. Maka mereka berkata, “Kalau mereka masuk ke dalam gua ini, tentu sarang laba-laba ini tidak ada."
Marilah kita pikirkan betapa besarnya pertolongan dari sarang laba-laba yang sangat rapuh itu di dalam menyesatkan perhatian musuh. Pada saat itulah kelihatan muram wajah Abu Bakar, sedih dan cemas, duka cita memikirkan kalau-kalau akan dapat jugalah Rasul ﷺ disergap oleh musuh-musuh itu. Maka Rasul ﷺ membujuknya supaya dia jangan berduka cita, sebab Allah ada bersama kita.
Persahabatan yang telah menjalinkan jiwa menjadi satu itu, tetap berjalan sampai keduanya mengembuskan napas yang penghabisan. Bukankah Abu Bakar yang diper-cayakannya menjadi AmiruI Haji tahun kesembilan? Bukankah Abu Bakar pula yang disuruhnya menggantikannya menjadi imam jamaah setelah beliau tidak dapat lagi bangkit dari tempat tidurnya ketika sakit akan matinya? Dan, bukankah Abu Bakar pula yang mengatakan beliau telah wafat? Lalu beliau pula yang diangkat orang menjadi khalifahnya yang pertama dengan alasan karena beliau telah memercayakan pimpinan imamat sha-lat ketika beliau sakit, sebab percaya kepadanya karena agamanya, maka umat pun percaya pula kepadanya menyerahkan urusan dunianya. Kemudian, setelah beiiau sendiri wafat, dikuburkan oranglah dia berdekat dengan kuburan Rasulullah ﷺ yang dicintainya itu.
Ayat ini menerangkan kepada umat bahwa walaupun kamu tidak segera menolongnya, namun Allah akan menolongnya juga walaupun bagaimana. Sedangkan ketika dia hanya berdua dengan seorang sahabat yang setia, lagi ditolong Allah juga dia. Maka perhatikan lagi sejarah apa yang terjadi setelah ayat ini turun. Rasulullah ﷺ memuji Utsman, sebab kekayaannya yang dipikul 100 ekor unta baru pulang dari Syam, bersama 100 uqiyah perak, semuanya diserahkan buat membelanjai Peperangan Tabuk itu. Tetapi bagaimana Abu Bakar? Dia pun mengorbankan harta bendanya, yaitu seluruh kekayaannya yang ada. Dan ketika Rasulullah ﷺ bertanya, mengapa semuanya yang dia korbankan? Apa lagi yang tinggal dalam tangannya? Dengan tidak ragu-ragu dia menjawab bahwa kekayaannya yang tinggal masih sangat besar. Kekayaan itu ialah Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian datanglah lanjutan ayat:
“Maka Allah telah menurunkan ketenang-an-Nya kepadanya." Menurut setengah ahli tafsir, yang dimaksud di sini ialah Abu Bakar. Setelah dia mendengar nasihat Rasul saw,, agar dia jangan berduka cita, sebab Allah ada beserta kita, tenanglah pikiran Abu Bakar dan mulailah dia bertawakal kepada Allah. Mengalirlah ke dalam dirinya ketenangan yang memang telah sedia ada pada Nabi ﷺ sejak bermula: “Dan telah membantunya dengan bala tentara yang tidak kamu lihat akan dia." Sejak bermula berangkat dari Mekah, sudah tampak betapa besar peranan tentara Allah yang tidak kelihatan itu, yaitu malaikat. Perhatikanlah, sebagaimana yang tersebut di dalam beberapa riwayat. Pemuda-pemuda musyrikin yang mengadakan penjagaan di sekeliling rumah beliau malam dia akan berangkat itu, ketika hari telah larut tengah malam, telah enak tidur sehingga Rasulullah ﷺ mudah keluar dan lepas dengan selamat, sesudah menyuruh Ali bin Abi Thalib tidur di tempat tidurnya. Mereka tidak tahu bahwa beliau telah keluar. Dan setelah mereka terbangun, ada yang mengintip ke dalam rumah. Mereka melihat ada orang tidur nyenyak di tempat tidurnya, mereka sangka Nabi ﷺ juga, padahal Ali. Dan setelah hari siang, barulah mereka tahu bahwa yang mereka jaga semalam-malaman itu bukan Muhammad, tetapi Ali. Sedangkan buat membunuh Ali tidak ada perintah. Bukankah semuanya ini pertanda bahwa malaikat campur tangan dalam hal ini dengan perintah Allah. Kemudian setelah beliau berdua bersembunyi dalam gua, datang saja laba-laba membuat sarang di pintu gua, dan setelah melihat sarang laba-laba itu, hilanglah persangkaan mereka bahwa beliau berdua ada di dalam, sebab sarang laba-laba tidak rusak. Padahal beliau-beliau itu masuk ke dalam gua, sebelum laba-laba membuat sarang. Kemudian tidak ada pula yang mengangkat kaki di tempat beliau-beliau yang bisa kelihatan, kalau mereka mengangkat kaki. Dan, setelah bosan berkeliling-keliling, mereka pun pulang. Bukankah ini semuanya pertanda atas adanya tentara Allah yang tidak kelihatan, mengambil peranan dalam hal ini?
Beliau bersembunyi di dalam gua pada malam Kamis. Makanan diantarkan oleh Asma dengan sembunyi-sembunyi, dia buhulkan dalam ikat pinggang. Tiga malam beliau ber-sembunyi di dalamnya, yaitu malam Jum'at, malam Sabtu, dan malam Ahad. Setelah tiba malam Senin; ketika itu terang bulan permulaan Rabi'ul Awwal, barulah beliau berdua berangkat meninggalkan tempat itu, dengan dibantu oleh seorang penunjuk jalan. Demi setelah pecah berita bahwa Rasulullah ﷺ sudah keluar dari persembunyiannya dan hen-dak menuju Madinah, kaum Quraisy memberi upah seorang bernama Suraqah bin Malik bin Ju'ayam mengejar mereka, boleh ditangkap atau dibunuh. Tetapi setelah dicobanya mengejar, setelah dekat dicobanya hendak memanah, tetapi tiga kali dicobanya memanah, tiga kali pula kaki kudanya terbenam di pasir atau tertarung ke batu sehingga maksudnya gagal. Lalu dia sendiri meminta ampun kepada Rasulullah ﷺ dan berjanji akan pulang saja, dan tidak akan mengganggunya lagi. Maka kaki kuda terbenam atau terantuk batu ini pun, pastilah karena tentara yang tidak terlihat yang memegang peranan penting pula dalam menyelamatkan hijrah Rasulullah ﷺ ini. Sebab Allah tetap menghendaki agar kalimat-Nya tegak. Ini pula yang ditegaskan pada lanjutan ayat,
“Dan Dia telah menjadikan kalimat orang-orang kafir itu di bawah, dan kalimat Allah, itulah yang tertinggi." Kalimat orang-orang yang kafir pasti di bawah, sebab kalimat itu jahat. Mereka hendak membunuh Nabi ﷺ, mereka hendak menghalangi tumbuhnya agama Islam. Sebab itu, betapa pun mereka memperjuangkannya, adalah kalimat mereka itu laksana balon-balon karet yang bisa membubung sebentar ke udara karena diisi dengan angin. Tetapi jika kekuatan angin itu tidak ada diisi di tengah udara, dia akan turun ke bawah kembali. Berbeda dengan kalimat Allah. Kalimat Allah tetap tinggi. Sebab dia adalah kebenaran dengan sendirinya mulia pada zatnya. Kalimat Allah timbul dari iradat Allah, maka tidak ada satu kekuatan pun yang dapat menghambat iradat itu. Bila Allah telah memutuskan dengan iradat-Nya bahwa Rasul-Nya akan menang, bahwa dia tidak akan mati dikeroyok Quraisy, bahwa dia akan berpindah ke Madinah, walaupun betapa pihak musuh menghalangi tidaklah akan terhalangi. Terkadang seekor laba-laba membuat sarang di pintu gua pun diperalat Allah untuk meninggikan kalimat-Nya. Kadang-kadang pasir dan batu yang me-narung kaki kuda si Suraqah pun jadi alat Allah untuk meninggikan kalimat-Nya. Maka demikian jugalah yang akan terjadi kelak pada Peperangan Tabuk dan perjuangan yang lain, sebab semuanya itu adalah dalam rangka Allah meninggikan kalimat-Nya.
“Dan Allah adalah Mahagagah, lagi Mahabijaksana."
Perhatikanlah betapa Gagah Perkasanya Allah pada kisah hijrah ini. Pasir yang halus karena kegagahan Allah, dapat membenam kaki kuda Suraqah. Laba-laba yang kecil de-ngan sarangnya yang rapuh, dapat mengelabui mata kafir-kafir Quraisy. Kantuk yang bersangatan, dapat melengahkan mereka sehingga Nabi terlepas dengan selamat. Dan, dengan Bijaksananya pula Allah melepaskan hamba-Nya yang dicintai-Nya dari segala kepungan. Maka tegaklah Islam di Madinah dengan jayanya, dan kita pusakaiiah dia sampai sekarang dengan selamat.
Banyak kali Allah telah memperlihatkan kuasa kalimat-Nya. Sekali waktu Dia menun-jukkan kalimat-Nya dengan melahirkan seorang rasul tidak memakai perantaraan bapak. Disuruh-Nya saja seorang malaikat menemui Maryam, menyampaikan bahwa Maryam akan diberi anak, walaupun tidak bersuami. Maka itu pun terjadi.
Maka maksud yang terkandung dalam kalimat Allah itu adalah amat luas, dan cirinya pun tidak dapat dihitung. Di dalam surah al-Kahf ayat 109, Allah menegaskan bahwa sekiranya lautan menjadi tinta buat menuliskan kalimat-kalimat Allah, maka lautlah yang akan kering isinya, namun kalimat Allah belum juga akan habis tertuliskan. Dan, di dalam surah Luqmaan ayat 27, Allah pun menerangkan bahwa jika pun kayu-kayu di hutan dijadikan kalam untuk menuliskan dan seluruh lautan yang ada ini ditambah dengan tujuh lautan lagi, dijadikan tinta, untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah, namun kalimat Allah belum juga akan habis tercatat. Tetapi pokok dari segala kalimat Allah itu ialah satu hal yang disuruh jadikan pegangan pada kita. Itulah: kalimatin thayyibatin (kalimat yang baik), kalimat yang mulia. Dia adalah laksana kayu yang baik, yang uratnya kukuh di bumi dan ranting dahannya menjulang langit, menghasilkan buah yang lezat setiap waktu. Itulah kalimat tauhid. Adapun lawannya ialah kalimatin khabitsatin (kalimat yang jahat atau buruk). Perumpamaannya laksana kayu yang jahat, kayu yang buruk. Tumbanglah dia dari permukaan bumi dan tidaklah dia dapat tegak berdiri. Itulah kalimat syirik, dan itulah dia kalimat orang kafir tadi. Inilah yang disebutkan Allah di dalam surah lbraahiim ayat 24, 25, dan 26. Dan di ayat 27 Allah mengatakan bahwa orang yang beriman, lantaran memegang kalimatin thayyibatin itu, akan teguhlah pendiriannya di waktu hidupnya sampai matinya, dari dunianya sampai akhiratnya. Namun orang yang zalim aniaya karena memegang kalimatin khabitsatin. akan disesatkanlah dia oleh Allah.
Mengenai gua tempat Rasulullah ﷺ dan sahabatnya bersembunyi itu, sebagai ujung yang sempit dan muram dari sejarah perjuangan di Mekah 13 tahun dan titik terang dari permulaan perjuangan di Madinah 10 tahun, alhamdulillah sampai saat sekarang ini masih dapat kita saksikan. Masih ada dan dapat dilihat mata sehingga apabila kita dapat ziarah ke sana, akan tergambarlah dalam ingatan kita kejadian yang dahsyat itu, seakan-akan baru terjadi kemarin, maka akan bertambahlah cinta kita kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, kalau kita kuat mendaki Gunung Tsur (Gunung Lembu) itu. Jauh kaki gunung itu dari Masjidil Haram adalah 5.50 (lima setengah) mil. Sebelum kendaraan bermotor ada seperti sekarang ini di Mekah, termasuk sukar juga untuk mencapai tempat itu. Dahulu dengan naik kuda memakan waktu untuk ke kaki bukit saja kira-kira dua jam. Sekarang beberapa menit saja. Tetapi mendaki ke atasnya memang meminta kekuatan napas. Dahulu tempat itu dibiarkan saja, tidak terurus. Tetapi orang-orang Haji yang yakin mencoba juga mendakinya. Pada tahun 1318 Hijriah (1900) Amirul Haji dari Mesir, yaitu Ibrahim Rifat Pasya telah mencoba mendakinya, tetapi memakai kawal tentara Mesir beberapa kompi, karena di waktu itu gangguan Badui terlalu banyak. Pada masa itu kalau mendaki tidak memakai rombongan, bisa mati dibunuh Badui dan dirampas barang-barang yang dibawa. Tetapi di zaman sekarang, asal badan kuat dan napas tidak sesak, orang sudah mudah mendaki dan memasuki gua yang bersejarah itu. Pintu gua ada dua, di sebelah timur dan di sebelah barat. Masuk dari sebelah barat ialah dengan merangkak, dan yang sebelah timur lebih lapang. Pintu di sebelah barat itulah yang dimasuki Nabi ﷺ dengan merangkak, dan di sanalah laba-laba membuat sarang, sesudah Nabi ﷺ masuk itu. Sayangnya sekarang sudah dihancurkan dengan dinamit, supaya orang-orang mudah memasukinya, tetapi nilai sejarahnya menjadi kurang karena itu. Bila kita lihat bebas tempat itu, pahamlah kita bahwa dengan cara yang amat sukar Nabi ﷺ dapat masuk ke dalamnya. Besar kemungkinan bahwa tempat itu sudah diteliti terlebih dahulu oleh beliau atau oleh suruhan beliau sebelum beliau bersembunyi ke sana.
Ada lagi beberapa riwayat tentang mukjizat Nabi ﷺ ketika dalam gua itu. Tersebut bahwa ada seekor cecak berbunyi ketika musyrikin mencari-cari itu sampai ke dekat pintu gua. Lalu, ada di antara mereka yang melemparinya. Sehingga kena gigi Nabi ﷺ oleh lemparan batu itu. Padahal dia berbunyi itu adalah memberi isyarat kepada Nabi ﷺ bahwa orang j/ang mencari telah dekat. Sebab itu, kata orang yang membawakan riwayat itu, jangan suka membunuh cecak; sebab cecak adalah kawan Nabi ﷺ. Ada pula riwayat mengatakan, sampai sekarang masih bertemu jejak Nabi ﷺ pada salah sebuah batu di sana.
Riwayat-riwayat semacam itu pandang saja sebagai tambahan dari tukang-tukang cerita buat melemak-lemakkan kata.
Dalam beberapa tafsir, ada lagi disebutkan bahwa surah Bara'ah yang dibacakan Sayyidina Ali bin Abi Thalib atas suruhan Rasulullah ﷺ ketika haji tahun kesembilan yang dipimpin oleh Sayyidina Abu Bakar itu, bukanlah seluruh surah, hanyalah di antara 30 dan 40 ayat.
Dapatlah kita pahamkan bahwa sampai di ayat 40 inilah yang dibacakan itu. Sebab di ayat 40 ini dijelaskan kemuliaan Abu Bakar di sisi Rasulullah ﷺ ketika beliau hijrah itu. Riwayat ini dibawakan oleh ath-Thabari dalam tafsirnya, yang diterimanya dari Abu Ma'syar dari Muhammad bin Ka'ab. Ayat 40 menjelaskan keistimewaan Abu Bakar, yang menyebabkan memang dialah yang patut menjadi Amirul Haji di tahun itu.
Setelah ini kita akan sampai kepada ayat 41. Di ayat 41 ini sudah dimulai pengerahan atau nafir akan menghadapi Peperangan Tabuk. Suatu perang yang besar dan meminta pemusatan tenaga yang beliau Rasulullah ﷺ sendiri akan memimpinnya. Setelah kita perhatikan bunyi ayat, bertambah jelaslah bahwa ayat ke-41 sudah mengenai soal lain, yang tidak ada lagi hubungannya dengan pemutusan hubungan dengan kaum musyrikin.
BERAT DAN RINGAN WAJIB TAAT
Pada ayat 40 telah dijelaskan bahwa meskipun kamu tidak sudi menolong dan membela dia, namun Allah akan tetap membelanya juga. Ayat seperti ini bukan berarti menyuruh kita menyerahkan saja kepada Allah buat membela Nabi ﷺ atau menegakkan agama ini. Kita sendiri tetap wajib berjuang melaksanakan perintah jihad, berat ataupun ringan.
Ayat 41
“Pergilah berperang dalam keadaan ringan dan berat."
Di dalam ayat tertulis infiruu, yang kita artikan pergilah berperang. Dari kata infiruu itu, termasuklah panggilan berperang. Panggilan perang itu disebut nafir. Terompet buat memanggil orang berbaris, menyusun barisan buat pergi ke medan perang itu disebut na-firi. Maka jika panggilan itu sudah datang, segeralah bersiap; baik dalam keadaan ringan maupun dalam keadaan berat.
Satu riwayat dari Ibnu Abbas dan Qatadah. Arti ringan dan berat di sini, ialah sedang ba-dan sangat gesit, atau badan sedang lamban.
Menurut Mujahid; ringan ialah kaya, berat ialah miskin.
Menurut al-Hasan: ringan ialah sedang badan muda, berat ialah tua.
Menurut Zaid bin Ali dan al-Hakam bin Utbah: ringan ialah tidak banyak urusan yang merintangi. Berat ialah banyak urusan yang merintangi.
Menurut Zaid bin Aslam: ringan ialah yang belum berkeluarga, berat ialah yang telah banyak tanggungan keluarga.
Menurut Ibnu Zaid: ringan orang yang tidak banyak mempunyai harta benda, berat ialah orang banyak mempunyai harta benda yang sukar buat meninggalkan.
Menurut al-Auza'i: ringan ialah tentara jalan kaki. Berat ialah tentara yang berkendaraan.
Menurut an-Nakha'i: berat ialah tentara pelopor yang mula sekali berhadapan dengan musuh. Ringan ialah tentara biasa. Dan menurutnya juga: “Yang merasa ringan pergi berperang ialah yang berani, yang merasa berat ialah si pengecut."
(Semuanya dijelaskan al-Qurthubi dalam tafsirnya).
Maka ringan ataupun berat, kalau perintah berperang sudah datang, hendaklah semuanya siap.
Tersebutlah dalam sebuah riwayat dari Hammad, Tsabit dan Ali bin Zaid, dari Anas, bahwa seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang terkenal, bernama Abu Thalhah, beberapa ta-hun setelah Rasulullah ﷺ wafat, datanglah nafir peperangan, lalu beliau membaca surah Bara'ah ini. Sesampai bacaannya pada ayat 41 ini: “Pergilah berperang, dalam keadaan ringan dan berat...," tiba-tiba dia berkata kepada anak istrinya, “Anakku semua! Persiapkan bekalku, persiapkan sekarang juga, aku akan turut!" Lalu berkatalah anak-anaknya, “Moga-moga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada ayah! Bukankah ayah dahulu telah turut berperang bersama Rasulullah ﷺ. Sekarang Rasulullah ﷺ telah wafat. Setelah itu, ayah pun telah ikut berperang bersama Abu Bakar, sekarang beliau pun telah wafat. Setelah, itu ayah pun turut berperang dengan Umar, beliau pun telah wafat. Untuk yang sekarang ini, biarkanlah kami pergi berperang atas nama ayah!"
“Tidak!" katanya dengan tegas, “Kalian mesti mempersiapkan daku." Anak-anaknya tidaklah dapat mencegah hati beliau yang keras itu. Abu Thalhah pergilah berperang me-nuruti armada Islam di laut. Maka dengan anugerah Allah, meninggallah beliau di dalam pertempuran di laut. Rupanya orang tidak sampai hati buat melemparkannya ke dalam lautan. Lalu dibawa juga terus berlayar, mencari sebuah pulau buat mengebumikan jenazahnya. Namun sesudah berlayar tujuh hari tujuh malam, barulah bertemu sebuah pulau, dan dikuburkanlah jenazah beliau di sana. Riwayat itu mengatakan pula, meskipun sudah tujuh hari tujuh malam dibawa berlayar di dalam lautan, namun mayat beliau tidak berubah sedikit juga; tidak berbau dan tidak membusuk.
Menurut riwayat ath-Thabari, seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang bernama al-Miqdad bin al-Aswad, waktu mudanya hadir di dalam Peperangan Badar. Beliau dijuluki gelar Faris Rasulillah, artinya Pahlawan Berkuda Rasulullah (Horseman). Karena dalam Perang Badar itu hanya dia seorang yang berkuda.
Di hari tuanya beliau berdiam di Homsh. Meskipun dia telah tua, kalau datang nafir pe-perangan, dia pun bersiap pergi, walaupun badannya sudah terpaksa diusung dalam tandu; apalagi dia sudah gemuk, ketika ditanya, jawabnya tegas, “Ringan dan berat, mesti pergi!" Bahkan Said bin al-Musayyab, tabi'in yang terkenal, datang nafir peperangan, dia pun se-gera menggabungkan diri, walaupun matanya hanya tinggal sebelah."Tak usah ikut!" Beliau akan menjawab, “Bila perintah Allah datang, harus siap, ringan ataupun berat."
Abu Ayyub al-Anshari adalah pula seorang sahabat Anshar yang sangat terkenal karena beliaulah yang mula menyambut kedatangan Rasulullah ﷺ dan menjadi tetamu di rumahnya, sebelum Rasulullah ﷺ mendirikan rumah-rumah sendiri buat dia dan istri-istrinya. Abu Ayyub berkata, “Bila nafir untuk berperang telah terdengar, aku pun segera bersiap, dalam keadaan ringan ataupun dalam keadaan berat." Itulah sebabnya, beliau mencapai syahidnya dalam peperangan mengepung benteng kota Konstantinopel, di ba-wah pimpinan Yazid bin Abu Sufyan, pada masa pemerintahan Khalifah Mu'awiyah. Beliau tidak pernah ketinggalan (absen) di dalam segala peperangan sehingga mencapai syahidnya. Pada zaman Pemerintahan Sultan Muhammad al-Fatih, setelah Konstantinopel jatuh ke tangan Islam, (1453 M). Baginda memerintahkan mencari kuburan itu sehingga didirikan di sana sebuah masjid dan dimuliakan sampai sekarang.
Hayyan bin Zaid asy-Syur'abi bercerita bahwa di kala Shafwan bin Amr menjadi gubernur di Homsh, didapati di sana seorang tua yang dari sangat tuanya, sudah jatuh bulu matanya menptupi mata. Ketika datang nafir peperangan, dia segera minta dipapah pergi mendaftarkan dirinya kepada gubernur, minta dicatat akan turut berperang. Lalu dia ditanyai, apakah dia masih saja hendak pergi, padahal dia sudah sangat tua? Mendengar pertanyaan yang demikian, diangkatnya sendiri bulu mata yang melindungi matanya itu dan dia melihat dengan tajam, lalu dia berkata, “Kita semuanya diperintah Allah, bila nafir peperangan sudah terdengar, agar segera bersiap, ringan ataupun berat!" Lalu kata beliau pula, “Engkau mesti tahu, hai orang muda, bahwa Allah itu, apabila Dia telah cinta kepada hamba-Nya, maka hamba-Nya itu mesti dicobai-Nya. Kemudian itu dia pun dipanggil pulang ke hadirat-Nya dan dikekalkan di sisi-Nya. Adapun hamba yang akan dicobai-Nya itu, ialah siapa yang sabar dan siapa yang selalu dzikir (ingat akan Dia): Dan tidak ada yang aku sembah, melainkan Allah."
Demikian jawab orangtua itu sehingga kehendaknya tidak dapat dibantah lagi oleh yang muda-muda.
Bahkan, Ibnu Ummi Maktum, sahabatyang buta itu, yang terkenal salehnya dan menjadi salah seorang muadzin Rasulullah ﷺ, dalam Peperangan Uhud pun ikut, meskipun orang buta, orang sakit, dan orang pincang tidak diberi keberatan pergi berperang. Ibnu Ummi Maktum pergi juga dan dia sendiri meminta agar bendera diserahkan kepadanya, agar dia yang memegang dan mengibarkan. Katanya, “Saya orang buta! Kepada sayalah serahkan bendera itu. Karena kalau pembawa bendera yang jatuh, kalahlah seluruh tentara. Adapun aku ini, tidaklah aku tahu siapa yang menuju aku dengan pedangnya; sebab itu aku tidak akan meninggalkan tempatku, walaupun siapa yang datang." Meskipun bukan kepadanya diserahkan bendera, melainkan kepada MuslYab bin Umair, namun semangat yang demikian tinggi tetaplah dihargai.
Lantaran itu, banyak di antara ahli tafsir mengatakan ayat ini tidak pernah mansukh.
Bila seruan jihad datang, seorang orang tua dan muda, ringan dan berat wajib siap. Kelak imamul a'zham-lah yang menentukan pembagian pekerjaan. Di garis depan ataupun di garis belakang, sebagaimana yang selalu disebut dalam peperangan modern.
“Dan berjihadlah dengan harta benda kamu dan jiwa kamu pada Jaian Allah." Kita sudah mengetahui arti jihad, yaitu bekerja keras, bersungguh-sungguh, dan berjuang. Berperang mengadu tenaga dengan musuh, yang di dalam bahasa Arabnya disebut al-harb, adalah satu macam dari jihad. Maka dengan ayat ini diperintahlah tiap-tiap Mukmin berjuang, bekerja keras, termasuk berperang, dengan harta benda dan dengan jiwa. Berjihad menegakkan jalan Allah. Jika sekiranya Musyrikin berperang karena memperta-hankan kalimatin khabitsatin, atau pendirian yang tidak benar, hendak menyombong di bumi dan hendak berlaku sewenang-wenang menegakkan yang batil, hendaklah orang yang beriman berjuang pula mempertahankan dan menegakkan jalan Allah, dengan mengeluarkan harta, dengan berkorban jiwa sekalipun. Mana yang kaya-raya, keluarkanlah harta, sebagaimana yang dilakukan Utsman bin Affan dengan barang-barang dagangannya yang diangkut 100 ekor unta itu. Mana yang kurang harta, tetapi badan kuat, berikanlah jiwa raga.
Abu Hurairah meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
“Berjihadlah. terhadap musyrikin dengan harta benda kamu, dan diri-diri kamu dan lidah-lidah kamu." (HR Abu Dawud)
Pada zaman Sayyidina Umar menjadi khalifah, timbullah pikiran beliau mendirikan baitul maal atau Perbendaharaan Negara. Khalifah-khalifah mengeluarkan perbelanjaan perang dari baitul maal. Di beberapa negeri Arab, terutama di Yaman di zaman yang belum lama berlalu, Imam Yaman menyediakan perbendaharaan yang khas buat belanja perang, dengan memberi belanja satu golongan rakyat dalam masa setahun, secara bergelar. Bila terjadi perang, mereka bersiap. Negeri-negeri yang telah maju, mengadakan anggaran belanja, dengan menentukan bagian yang terutama untuk pertahanan (budget). Ada angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, dan kepolisian. Kalau terjadi perang, anggaran belanja perang dinaikkan dan kalau perlu, pajak pun dinaikkan. Bahkan kalau perang telah sampai berkecamuk, seluruh kekuasaan diserahkan ke tangan angkatan perang, dan seluruh kekayaan negara pun kadang-kadang di saat itu diserahkan ke bawah kekuasaan angkatan perang. Maka kita kaum Muslimin, setelah membaca ayat ini, yang secara umum memerintahkan pengorbanan harta dan jiwa, dapatlah mengerti apa yang patut kita lakukan. Karena kalau kesadaran berkorban, berjuang, dan berperang bagi menegakkan agama Allah sudah mulai padam dalam hati, alamat akan kehilangan segala kemerdekaan dan kebebasan yang telah ada pada negara, bangsa, dan agama. Sebab itu, selanjutnya Allah berfirman,
“Karena demikian itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui"
Supaya kemerdekaan agamamu terpelihara, tanah airmu selamat dari segala bahaya, dan jiwamu selamat di dunia dan akhirat. Adapun kebakhilan, keengganan berkorban dan mengeluarkan harta untuk jalan Allah, takut dan pengecut memberikan jiwa, adalah bahaya besar yang akan membawa tenggelam. Sudah diketahui pepatah umum, yaitu “un-tuk damai, bersedialah perang." Suatu bangsa yang tidak mempunyai pertahanan yang tangguh, walaupun dia bersorak setinggi langit menyatakan merdeka, adalah sorak itu suatu sorak yang kosong. Kala negeri-negeri Islam terjajah oleh bangsa-bangsa asing dan pemeluk agama yang lain, selalu penjajah itu mengatakan bahwa mereka memberi kebe-basan anak jajahan memeluk agama. Mereka diizinkan shalat dan kalau hendak naik haji, mereka akan menyediakan kapal. Artinya, jangan membeli kapal sendiri. Dan pertahanan atau angkatan perang, mereka yang memegang. Padahal betapa pun merdeka beragama, kalau tidak mempunyai angkatan perang sendiri, tidaklah mungkin menjalankan agama itu dengan bebas. Sebab agama, khususnya Islam, tidaklah dapat tegak pada jiwa umat yang terjajah.
Ayat-ayat yang seperti inilah yang menjadi sebab mengapa Islam sejak tumbuhnya sampai perkembangannya telah mempersatukan di antara ibadah kepada Allah dengan perbaikan nasib manusia. Yang dapat ditilik pada teladan dari Nabi ﷺ sendiri, yaitu di masjid, beliau yang menjadi imam shalat berjamaah dan di medan perang, beliau yang menjadi panglima tertinggi. Demikian pula teladan yang dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Sehingga dengan demikian, dapatlah kita pahamkan apa yang terlebih dahulu telah difirmankan Allah di dalam surah al-Hajj, yang turun di Mekah, ayat 40 bahwa politik pertahanan dan peperangan dalam Islam ialah untuk mempertahankan tempat-tempat pertapaan (biara) dan gereja, dan shalawat (Synagog) orang Yahudi dan masjid orang Islam. Kalau pertahanan tidak ada, manusia yang jahat akan mudah saja merusak tempat-tempat beribadah kepada Allah Sebagaimana kita ketahui, surah al-Hajj diturunkan ketika masih di Mekah, dan ketika dekat akan hijrah ke Madinah. Artinya, rencana politik peperangan sudah diatur terlebih dahulu, sebelum perang dihadapi.