Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَيُّوبَ
dan Ayub
إِذۡ
tatkala
نَادَىٰ
dia berseru/berdo'a
رَبَّهُۥٓ
Tuhannya
أَنِّي
sesungguhnya aku
مَسَّنِيَ
menimpaku
ٱلضُّرُّ
bencana/penyakit
وَأَنتَ
dan Engkau
أَرۡحَمُ
Maha Penyayang
ٱلرَّـٰحِمِينَ
para penyayang
وَأَيُّوبَ
dan Ayub
إِذۡ
tatkala
نَادَىٰ
dia berseru/berdo'a
رَبَّهُۥٓ
Tuhannya
أَنِّي
sesungguhnya aku
مَسَّنِيَ
menimpaku
ٱلضُّرُّ
bencana/penyakit
وَأَنتَ
dan Engkau
أَرۡحَمُ
Maha Penyayang
ٱلرَّـٰحِمِينَ
para penyayang
Terjemahan
(Ingatlah) Ayyub ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku,) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”
Tafsir
(Dan) ingatlah kisah (Ayub,) kemudian dijelaskan oleh Badalnya, yaitu (ketika ia menyeru Rabbnya) pada saat itu dia mendapat cobaan dari-Nya; semua harta bendanya lenyap dan semua anak-anaknya mati serta badannya sendiri tercabik-cabik oleh penyakit, semua orang menjauhinya kecuali istrinya. Hal ini dialaminya selama tiga belas tahun, ada yang mengatakan tujuh belas tahun dan ada pula yang mengatakan delapan belas tahun. Selama itu penghidupan Nabi Ayub sangat sulit dan sengsara ("Sesungguhnya aku) asal kata Annii adalah Bi-ann (telah ditimpa kemudaratan) yakni hidup sengsara (dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang").
Tafsir Surat Al-Anbiya': 83-84
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.
Allah ﷻ menceritakan tentang Ayub a.s. dan musibah yang menimpanya sebagai cobaan untuk dirinya. Musibah itu menimpa harta benda, anak-anaknya, juga tubuhnya. Demikian itu karena Ayub adalah seorang yang memiliki banyak ternak dan lahan pertanian, ia pun memiliki banyak anak serta tempat-tempat tinggal yang menyenangkan. Maka Allah menguji Ayub dengan menimpakan bencana kepada semua miliknya itu, semuanya lenyap tiada tersisa. Kemudian cobaan ditimpakan pula kepada jasad atau tubuh Ayub sendiri.
Menurut suatu pendapat, penyakit yang menimpanya adalah penyakit lepra yang mengenai sekujur tubuhnya, sehingga tiada suatu bagian pun dari anggota tubuhnya yang selamat dari penyakit ini, kecuali hati dan lisannya yang selalu berzikir mengingat Allah ﷻ Cobaan ini membuat orang-orang tidak mau sekedudukan dengan Ayub. Maka Ayub tinggal terpencil menyendiri di pinggir kota tempat tinggalnya. Tiada seorang manusia pun yang mau datang kepadanya selain dari istrinya yang bertugas merawatnya dan mengurusi keperluannya.
Menurut suatu pendapat, istri Ayub jatuh miskin, lalu ia bekerja menjadi pelayan bagi orang lain yang hasilnya ia gunakan untuk keperluan suaminya. Nabi ﷺ pernah bersabda sehubungan dengan masalah cobaan ini: Orang yang paling keras cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang saleh, lalu menyusul orang-orang yang utama dan orang-orang yang sebawahnya. Di dalam hadis lain disebutkan: Seorang lelaki diuji sesuai dengan kadar agamanya; jika agamanya kuat, maka cobaan yang menimpanya diperkuat pula.
Nabi Ayub adalah seorang yang sangat penyabar, sehingga kesabarannya dijadikan sebagai peribahasa yang patut diteladani. Yazid ibnu Maisarah mengatakan bahwa ketika Allah menimpakan cobaan kepada Ayub a.s. dengan melenyapkan keluarganya, harta benda, dan anak-anaknya, sehingga Ayub tidak memiliki sesuatu pun lagi, Ayub berzikir kepada Allah dengan baik. Dalam doanya ia mengatakan, "Aku memuji-Mu, wahai Tuhan semua makhluk.
Engkau telah memberiku dengan pemberian yang baik, Engkau telah memberiku harta benda dan anak, sehingga tiada suatu ruang pun dalam kalbuku melainkan disibukkan olehnya. Lalu Engkau mengambil kesemuanya dariku dan Engkau kosongkan hatiku, sehingga tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi antara aku dan Engkau (untuk berzikir mengingat-Mu). Seandainya musuhku si iblis itu mengetahui apa yang aku perbuat, tentulah dia akan dengki kepadaku." Mendengar hal tersebut,maka iblis menjadi marah.
Yazid ibnu Maisarah melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub mengatakan dalam doanya, "Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah memberiku harta dan anak, dan tidak ada seorang manusia pun yang berdiri di hadapan pintu rumahku mengadu tentang kezaliman yang kulakukan terhadapnya. Dan Engkau Maha Mengetahui tentang itu. Sesungguhnya telah disediakan bagiku sebuah hamparan untukku, tetapi aku meninggalkannya, dan kukatakan kepada diriku sendiri, "Hai tubuhku, sesungguhnya kamu diciptakan bukan untuk berbaring di atas hamparan (kasur) itu, "aku tinggalkan hal tersebut tiada lain hanyalah semata-mata mengharapkan rida-Mu." Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Telah diriwayatkan pula dari Wahb ibnu Munabbih kisah mengenai Ayub ini dengan panjang lebar, dikemukakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim berikut sanadnya dari Wahb ibnu Munabbih. Diriwayatkan juga oleh sejumlah ulama tafsir mutaakhkhirin, hanya di dalamnya terkandung hal yang garib (aneh). Kami tidak mengetengahkannya karena kisahnya terlalu panjang. Menurut suatu riwayat, Ayub mengalami cobaan ini dalam masa yang sangat lama.
Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai penyebab yang membuat keadaan Ayub sedemikian parahnya. Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa Ayub a.s. dicoba selama tujuh tahun lebih beberapa bulan dalam keadaan terbaring di tempat pembuangan sampah kaum Bani Israil. Sehingga hewan-hewan berkeliaran menginjak tubuhnya. Lalu Allah membebaskannya dari cobaan itu dan memberinya pahala yang besar serta memujinya dengan pujian yang baik.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Ayub a.s tinggal dalam keadaan dicoba selama tiga tahun, tidak lebih dan tidak kurang. As-Saddi mengatakan bahwa daging tubuh Ayyub berguguran rontok, sehingga tiada yang tersisa dari tubuhnya selain otot-otot dan tulang-tulangnya. Selama itu Ayub dirawat oleh istrinya yang selalu mendatanginya dengan membawa abu. Setelah sakit Ayub cukup lama, istrinya berkata kepadanya, "Hai Ayub, sekiranya kamu berdoa kepada Tuhanmu untuk kesembuhanmu, tentu Dia akan melenyapkan penyakitmu ini." Ayub menjawab, "Saya telah menjalani masa hidup selama tujuh puluh tahun dalam keadaan sehat.
Masa itu sebentar, maka sudah sepantasnya bagiku bersabar demi karena Allah selama tujuh puluh tahun." Maka istrinya merasa terkejut dan mengeluh mendapat jawaban tersebut, lalu ia pergi. Istri Ayub bekerja pada orang-orang dengan memperoleh imbalan upah, kemudian ia datang kepada Ayub seraya membawa hasil dari kerjanya, lalu ia memberi makan Ayub. Sesungguhnya iblis pergi menemui dua orang Palestina sahabat karib Ayub, keduanya bersaudara.
Ketika iblis telah sampai pada keduanya, iblis mengatakan, "Saudara kamu berdua yang bernama Ayub sedang mengalami cobaan anu dan anu. Maka datanglah kamu berdua kepadanya seraya membesuknya, dan bawalah besertamu minuman ini. Sesungguhnya minuman ini berasal dari khamr negeri kalian; jika dia mau meminumnya, tentulah ia akan sembuh dari penyakitnya." Kedua orang lelaki itu lalu datang menjenguk Ayub.
Ketika keduanya melihat keadaan Ayub, maka keduanya menangis, dan Ayub bertanya, "Siapakah Kamu berdua?" Keduanya menjawab, "Saya adalah anu dan Fulan." Ayub menyambut kedatangan keduanya dan mengatakan, "Marhaban (selamat datang) dengan orang-orang yang tidak menjauhiku saat aku tertimpa cobaan ini." Keduanya berkata, "Hai Ayub, barangkali kamu menyembunyikan sesuatu, lalu menampakkan yang lainnya. Oleh karena itu, Allah mengujimu dengan cobaan ini." Maka Ayub menunjukkan pandangannya ke langit, lalu berkata, "Dia mengetahui saya tidak menyembunyikan sesuatu di balik apa yang saya lahirkan, tetapi Tuhanku sengaja sedang mengujiku untuk Dia lihat apakah saya bersabar ataukah mengeluh (tidak sabar)." Lalu keduanya berkata, "Hai Ayub, minumlah khamr yang kami bawa ini, karena sesungguhnya jika kamu meminum sebagian darinya, tentulah kamu akan sembuh." Ayub marah dan berkata, "Rupanya si busuk (iblis) itu telah datang kepada kalian berdua dan menganjurkan agar menyampaikan ini.
Kalian haram berbicara denganku; begitu pula makanan dan minuman kalian haram bagiku." Lalu keduanya pergi meninggalkan Ayub. Istri Ayub berangkat untuk bekerja pada orang lain. Ia membuat roti untuk suatu keluarga yang mempunyai seorang anak kecil. Saat roti telah masak, anak mereka masih tidur, sedangkan mereka tidak mau mengganggu tidur anak mereka, karenanya mereka memberikan roti itu kepada istri Ayub.
Istri Ayub membawa roti itu pulang ke rumah Ayub, tetapi Ayub merasa heran dengan kedatangannya yang begitu cepat, lalu ia bertanya, "Mengapa engkau begitu cepat pulang, apakah yang engkau alami hari ini?" Maka si istri menceritakan apa yang telah dialaminya. Ayub berkata, "Barangkali anak kecil itu telah bangun dari tidurnya, lalu meminta roti kepada orang tuanya dan mereka tidak menemukannya, sehingga anak kecil itu terus-menerus menangis meminta roti kepada orang tuanya.
Sekarang kembalilah ke rumah itu dan bawalah kembali roti ini." Ia kembali, dan ketika sampai di tangga rumah mereka, tiba-tiba ada seekor kambing milik mereka menyeruduknya, maka ia mengeluarkan kata cacian, "Celakalah si Ayub yang keliru itu." Setelah ia menaiki tangga rumah keluarga itu, ia menjumpai anak tersebut telah bangun dari tidurnya dalam keadaan menangis meminta roti kepada orang tuanya.
Anak itu tidak mau menerima makanan apa pun dari orang tuanya selain roti itu. Maka saat itu juga istri Ayub berkata, "Semoga Allah merahmati Ayub." Lalu roti itu dia berikan kepada anak itu, dan ia pulang ke rumah. Kemudian iblis datang lagi kepada istri Ayub dalam rupa seorang tabib. Iblis berkata kepadanya, "Sesungguhnya suamimu menderita sakit yang cukup lama.
Jika ia menginginkan sembuh dari sakitnya, hendaklah ia menangkap seekor lalat, lalu menyembelihnya dengan menyebut nama berhala Bani Fulan. Sesungguhnya ia akan sembuh dari penyakitnya, kemudian dapat melakukan tobat sesudahnya." Istri Ayub mengatakan apa yang dipesankan oleh iblis itu kepada suaminya. Maka Ayub menjawab.Sesungguhnya engkau telah kedatangan makhluk jahat itu lagi. Demi Allah, seandainya aku telah sembuh dari sakitku ini, aku akan menderamu sebanyak seratus kali pukulan." Istri Ayub pergi untuk mencari nafkah buat suaminya, tetapi rezeki terhalang darinya; tidak sekali-kali ia mendatangi rumah suatu keluarga untuk menawarkan jasa pelayanannya, melainkan mereka menolaknya.
Setelah bersusah payah mencari rezeki, tetapi tidak berhasil juga, ia merasa khawatir suaminya Ayub akan kelaparan, maka ia terpaksa mencukur salah satu kepangan rambutnya, lalu menjualnya kepada seorang anak perempuan dari keluarga orang yang terhormat lagi kaya. Maka mereka memberikan imbalan kepadanya berupa makanan yang baik-baik lagi berjumlah banyak. Istri Ayub membawa makanan itu kepada suaminya.
Ketika Ayub melihat makanan itu, ia merasa curiga, lalu bertanya kepada istrinya, "Dari manakah kamu dapatkan makanan ini?" Ia menjawab, "Saya bekerja kepada orang lain dan mereka memberikan makanan ini sebagai imbalannya," lalu Ayub mau memakannya. Pada keesokan harinya istri Ayub keluar lagi untuk mencari pekerjaan, tetapi ia tidak menemukannya, hingga terpaksa memotong lagi kepangan rambutnya yang masih tersisa, lalu menjualnya kepada anak perempuan yang sama.
Keluarga anak itu memberinya makanan sebagai pembayarannya, sama dengan makanan yang kemarin. Istri Ayub membawa makanan kepada suaminya, maka Ayub bertanya, "Demi Allah, aku tidak mau memakannya sebelum aku ketahui dari manakah makanan ini didapat." Maka istri Ayub membuka kerudung yang menutupi kepalanya. Ketika Ayub melihat rambut istrinya dicukur, ia sangat terpukul dan merasa sedih yang amat sangat.
Maka pada saat itu juga Ayub berdoa kepada Allah ﷻ, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya: 83) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa Ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali, bahwa setan yang mengganggu Ayub dikenal dengan sebutan Mabsut.
Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa istri Ayub berkata kepada suaminya, "Berdoalah kepada Allah memohon kesembuhan, pasti Allah akan menyembuhkanmu." Akan tetapi, Ayub tetap tidak mau berdoa untuk memohon kesembuhannya. Hingga pada suatu hari lewatlah sejumlah orang dari kalangan Bani Israil di dekat tempat Ayub berada. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Musibah yang menimpanya tiada lain karena dosa besar yang dikerjakannya." Maka pada saat itu juga Nabi Ayub berdoa kepada Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya: 83) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa Nabi Ayub mempunyai dua orang saudara.
Pada suatu hari dua saudaranya itu datang mengunjunginya, tetapi keduanya tidak dapat mendekatinya karena bau Ayub yang tidak enak; maka keduanya hanya berdiri dari kejauhan. Salah seorang berkata kepada yang lain, "Seandainya Allah mengetahui adanya kebaikan pada diri Ayub, tentulah Dia tidak mengujinya dengan cobaan ini." Maka Ayub merasa berduka cita dengan perkataan keduanya, duka cita yang belum pernah ia alami sebelumnya.
Lalu Ayub berdoa, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya aku belum pernah tidur di suatu malam pun dalam keadaan kenyang, dan aku mengetahui mengapa aku lapar, maka percayalah kepadaku." Maka semua malaikat yang ada di langit mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu mendengarkannya. Kemudian Ayub berkata lagi, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya aku belum pernah mempunyai dua lapis baju gamis, dan aku mengetahui mengapa aku sampai tidak berpakaian, maka percayailah aku." Para malaikat yang ada di langit mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu mendengarkannya.
Setelah itu Ayub berkata, "Ya Allah, demi Keagungan-Mu," lalu Ayub menyungkur bersujud seraya berkata, "Demi Keagungan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku selama Engkau belum menyembuhkan diriku dari penyakit ini." Ayub tidak mengangkat kepalanya hingga pada akhirnya Allah melenyapkan cobaan yang menimpanya. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain dengan sanadnya yang marfu' dan lafaz yang semisal.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Aqil, dari Az-Zuhri, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda, "Sesungguhnya Nabi Allah Ayub menjalani masa cobaan selama delapan belas tahun. Semua orang baik yang tadinya dekat maupun yang jauhtidak mau mendekatinya kecuali hanya dua orang saudaranya yang sangat akrab dengannya sebelum itu. Keduanya selalu datang menjenguknya di setiap pagi dan petang.
Maka salah seorang berkata kepada yang lain, 'Demi Allah, engkau mengetahui bahwa sesungguhnya Ayub telah berbuat suatu dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun.' Yang lain menjawab, "Dosa apakah yang dilakukannya?" Temannya berkata, 'Selama delapan belas tahun Ayub tidak mendapat rahmat dari Allah.' Kemudian Allah melenyapkan cobaan yang menimpanya. Ketika kedua orang temannya datang lagi mengunjunginya, maka salah seorang tidak sabar lagi untuk menanyakan hal itu kepada Ayub.
Lalu Ayub menjawab, 'Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan, hanya Allah ﷻ pasti mengetahui bahwa pada suatu hari aku berpapasan dengan dua orang lelaki yang sedang bertengkar, lalu keduanya menyebut nama Allah (bersumpah). Maka aku kembali ke rumahku, lalu kulakukan kifarat sebagai ganti dari kedua orang itu, karena aku tidak suka bila nama Allah disebut-sebut oleh keduanya bukan dalam masalah yang hak.' Nabi ﷺ melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub biasa keluar untuk suatu keperluan. Apabila ia telah selesai dari keperluan tersebut, istrinya memegang tangannya (menuntunnya) hingga sampai ke rumah. Tetapi pada suatu hari istrinya terlambat menjemputnya, maka Allah menurunkan wahyu kepada Ayub di tempat itu, yaitu firman-Nya: Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. (Shad: 42) Akan tetapi, predikat marfu" hadis ini dinilai garib (aneh) sekali.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Allah memberinya pakaian dari surga, lalu Ayub menjauh dari tempatnya dan duduk di suatu tempat yang agak jauh dari tempat semula.
Ketika istrinya datang, istrinya tidak mengenalinya; lalu si istri bertanya, "Hai hamba Allah, ke manakah perginya orang yang mengalami musibah; tadi ia di sini? Saya khawatir bila ia dibawa pergi oleh anjing-anjing atau oleh serigala-serigala pemangsa." Kemudian istri Ayub mengajaknya berbicara selama sesaat. Maka Ayub (yang telah berganti rupa itu) menjawab, "Celakalah kamu, saya ini Ayub." Istrinya berkata, "Apakah engkau memperolok-olokku, hai hamba Allah?" Ayub berkata, "Celakalah kamu, aku adalah Ayub.
Allah telah mengembalikan tubuhku seperti sediakala." Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa Allah mengembalikan semua harta dan anak-anaknya saat itu juga, kemudian diberi lagi anak yang berjumlah sama dengan mereka. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Ayub, "Sesungguhnya Aku telah mengembalikan kepadamu seluruh keluargamu dan harta bendamu, ditambah dengan yang sejumlah dengan mereka.
Maka mandilah'dengan air ini, karena sesungguhnya pada air ini terkandung kesembuhan bagimu. Lalu berkurbanlah untuk sahabat-sahabatmu dan mintalah ampunan bagi mereka, karena sesungguhnya mereka telah durhaka kepada-Ku karena kamu." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Ibnu Abu Hatim mengatakan: ". ". telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari An-Nadr ibnu Anas, dari Basyir ibnu Nuhaik, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Setelah Allah memulihkan kesehatan Ayub, maka Allah menghujaninya dengan belalang emas.
Lalu Ayub memungutinya dengan tangan dan memasukkannya ke dalam baju. Maka dikatakan kepadanya, "Hai Ayub, tidakkah engkau merasa kenyang?" Ayub menjawab, "Wahai Tuhanku, siapakah yang merasa kenyang dengan rahmat-Mu? Asal hadis ini ada pada kitab Sahihain, akan dijelaskan dalam pembahasan lain. Firman Allah ﷻ: dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka. (Al-Anbiya: 84) Telah disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa Allah berfirman (kepada para malaikat-Nya), "Kembalikanlah kepadanya semua miliknya dalam keadaan utuh." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas.
Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, juga dari Mujahid. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah. Sebagian orang mengatakan bahwa istri Ayub bernama Rahmah. Jika pendapat ini bersumber dari konteks ayat, sesungguhnya pendapat ini jauh dari kebenaran. Jika bersumber dari berita Ahli Kitab dan memang terbukti berasal dari mereka, maka termasuk ke dalam Bab "Tidak Boleh Dipercayai dan Tidak Boleh pula Didustakan." Akan tetapi, Ibnu Asakir telah menyebutnya di dalam kitab Tarikh-nya dengan sebutan Rahmatullah.
Ibnu Asakir mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, nama istri Ayub ialah Layya binti Minsya ibnu Yusuf ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim. Ibnu Asakir mengatakan pula bahwa menurut pendapat lainnya, nama istri Ayub ialah Layya binti Ya'qub a.s, ia hidup bersamanya di negeri Sanyah. Mujahid mengatakan bahwa dikatakan kepada Ayub, "Hai Ayub, sesungguhnya keluargamu Kami masukkan ke dalam surga.
Jika kamu suka, Kami dapat mendatangkan mereka kepadamu. Dan jika kamu menghendaki, Kami dapat membiarkan mereka di dalam surga, lalu menggantikan buatmu orang-orang sejumlah mereka menjadi keluargamu." Ayub menjawab, "Tidak, biarkanlah mereka di dalam surga."Maka mereka dibiarkan di dalam surga dan diberikan kepada Ayub orang-orang sejumlah mereka di dunia sebagai keluarganya. Hammad ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali yang mengatakan bahwa diberikan kepada Ayub pahala kesabaran karena ditinggal mereka kelak di akhirat, dan diberikan kepadanya keluarga baru yang bilangannya sama dengan mereka di dunia.
Hammad ibnu Zaid mengatakan bahwa ia menceritakan kisah ini kepada Mutarrif. Maka Mutarrif menjawab,"Saya belum pernah mengetahui jalur periwayatannya sebelum ini." Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Firman Allah ﷻ: sebagai suatu rahmat dari sisi Kami. (Al-Anbiya: 84) Yakni Kami lakukan hal itu kepada Ayub sebagai rahmat dari sisi Kami buatnya.
Firman Allah ﷻ: dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Al-Anbiya: 84) Kami jadikan kisah Ayub ini sebagai suri teladan agar orang-orang yang tertimpa musibah jangan beranggapan bahwa sesungguhnya Kami lakukan cobaan itu kepada mereka tiada lain karena mereka hina dalam pandangan Kami. Dan agar mereka meniru kesabaran Ayub dalam menghadapi takdir Allah dan cobaan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya dengan berbagai macam cobaan yang dikehendaki-Nya. Hanya Dia sajalah yang mengetahui hikmah yang tersembunyi di balik semuanya itu."
Dan ingatlah kisah Ayub, seorang nabi dan rasul yang mendapat cobaan berat dalam hidupnya, ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan berserah dan bertawakal kepada-Nya. 'Ya Tuhanku, sungguh, aku telah ditimpa penyakit yang terasa sangat berat; tetapi aku yakin bahwa Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang, sehingga cobaan ini merupakan bentuk kasih sayang-Mu kepadaku. '84. Karena sikap Nabi Ayub yang sabar, berserah dan bertawakal kepada Allah dalam menyikapi penyakit yang menimpa dirinya, maka Kami mengabulkan doa-nya, lalu Kami melenyapkan berbagai penyakit yang ada padanya sehingga penyakitnya sembuh lahir batin; dan Kami pun mengembalikan keluarganya kepadanya untuk lebih menyempurnakan kebahagiaannya. Dan Kami pun melipatgandakan jumlah keturunan Nabi Ayub sebagai suatu rahmat dari Kami kepada hamba-Nya yang sabar, dan sekaligus kisah Nabi Ayub ini untuk menjadi peringatan bagi semua orang beriman yang menyembah Kami agar bersabar, bertawakal dan berserah kepada Allah dalam menghadapi berbagai cobaan yang menimpa dirinya.
Dengan ayat ini Allah mengingatkan Rasul-Nya dan kaum Muslimin kepada kisah Nabi Ayyub a.s. yang ditimpa suatu penyakit yang berat sehingga berdoa memohon pertolongan Tuhannya untuk melenyapkan penyakitnya itu, karena ia yakin bahwa Allah amat penyayang.
Pendapat ulama lain mengatakan bahwa Nabi Ayyub pada ayat ini hanya mencurahkan isi hatinya kepada Allah seraya mengagungkan kebesaran Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Walaupun berbeda-beda riwayat yang diperoleh tentang Nabi Ayyub, baik mengenai pribadinya, masa hidupnya dan macam penyakit yang dideritanya, namun ada hal-hal yang dapat dipastikan tentang dirinya, yaitu bahwa dialah seorang hamba Allah yang saleh, telah mendapat cobaan dari Allah, baik mengenai harta benda, keluarga, dan anak-anaknya, maupun cobaan yang menimpa dirinya sendiri. Dan penyakit yang dideritanya adalah berat. Meskipun demikian semua cobaan itu dihadapinya dengan sabar dan tawakkal serta memohon pertolongan dari Allah dan sedikit pun tidak mengurangi keimanan dan ibadahnya kepada Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Nabi Ayyub
Tentang celaka atau kesengsaraan yang menimpa diri Nabi Ayyub banyaklah cerita yang panjang atau yang pendek. Kesimpulan cerita ialah bahwa beliau seorang yang kaya-raya, tetapi dermawan. Suka menolong orang yang miskin melarat dan sangat pula takwa kepada Tuhan. Kemudian datanglah peredaran dunia; beliau jatuh melarat, harta kekayaan habis punah dan badan pun sakit-sakitan.
Lulu datanglah cerita-cerita yang berlebih-lebihan menerangkan bagaimana asal mula hancur leburnya harta kekayaannya itu. Ar-Razi menyalinkan di dalam tafsirnya satu riwayat dari Wahab bin Munabbih tentang celaka yang menimpa Nabi Ayyub ini. Kita pun hanya mengambil ringkasnya.
Ayyub katanya adalah dari bangsa Rum. Namanya Ayyub bin Anush, dan keturunan Iau bin Ishak. Ibunya dan keturunan Nabi Luth. Dia dipilih Allah jadi Nabi dan diberi pula kekayaan dunia bertumpah-ruah. Berbagai nikmat, binatang-binatang temak, kebun-kebun dan diberi keluarga dan anak-anak, laki-laki dan perempuan. Dan dia sangat santun dan dermawan kepada fakir miskin, suka pula memelihara anak yatim dan janda-janda melarat. Lagi suka pula memukakan tetamu. Maka amat terpujilah Ayyub di sisi Allah.
Berkata Wahab selanjutnya: Di antara sekalian malaikat adalah Malaikat Jibrii yang paling dekat kepada Allah. Apabila didengar oleh Jibril bahwa Ayyub itu mendapat pujian tertinggi di sisi Allah, Jibril menyampaikan berita itu kepada Mikail. Oleh Mikail disampaikan pula kepada malaikat-malaikat yang terdekat kepada Allah yang lain-lain, lalu disampaikan kepada sekalian malaikat. Maka semua malaikat di langit pun mengucapkan shalawat, lalu mengikut segala malaikat yang berada di bumi. Demikianlah berita kemuliaan Ayyub ini telah mekata di seluruh langit dan bumi di kalangan malaikat. Setelah terdengar berita ini kepada iblis, timbullah dengkinya. Lalu segeralah dia naik ke langit, berdiri menghadap dan berkata: “Ya Tuhan! Engkau telah memberi nikmat banyak sekali kepada Ayyub. Untuk itu dia telah bersyukur! Dan Engkau sihatkan badannya. Untuk itu dia telah memuji Engkau! Tetapt Engkau belum pernah mengujinya dengan kesengsaraan atau celaka. Aku jamin! Jika Engkau uji dia dengan suatu bala bencana, pasti dia akan goyah dan kafir terhadap Engkau!"
Tuhan menjawab: “Pergilah uji dia! Aku beri kuasa engkau atas hartanya!"
Maka segera si Mal'un itu bangkit berlari, sampai terjatuh di muka bumi. Sampai di bumi dikumpulkannyalah sekalian syaitan dan ifrit, lalu katanya:
“Siapa di antara kalian yang ada kekuatan untuk membinasakan harta-benda Ayyub?" Menjawab seorang syaitan ifrit: “Saya ada mempunyai suatu kekuatan; saya sanggup menjelma jadi api yang sanggup membakar hangus segala yang aku hinggapi."
Berkata Iblis: “Sekarang engkau pergi ke tempat unta-untanya yang digembalakan! Bakar habis segala unta itu dan gembala-gembalanya sekali!"
Maka dengan tidak diketahui orang asal api, menjalarlah api itu bernyala-nyala membakar habis unta-unta Ayyub di padang rumput bersama gembalanya sekali. Setelah itu pergilah Iblis menemui Ayyub dengan meniru rupa salah seorang gembala unta itu. Didapatinya Ayyub sedang sembahyang.
Setelah selesai Ayyub sembahyang lalu didekatinya lalu dia berkata: “Adakah engkau tahu, hai Ayyub, apa yang telah diperbuat Tuhan engkau kepada engkau? Habis musnahlah sudah segala unta engkau terbakar, bersama gembalanya sekali!"
Orang banyak jadi bingung memikirkan kejadian ini. Setengah orang mengatakan bahwa Ayyub itu tidak ada menyembah apa-apa. Dia itu cuma menyombong saja! Setengah orang menyatakan, kalau Tuhan yang disembah Ayyub itu memang Maha Kuasa tentu dapat dicegahnya bahaya yang menimpa seorang yang setia kepadanya. Dan ada lagi orang yang berkata: Itu semua adalah perbuatannya sendiri, supaya orang yang memusuhinya terkejut dan orang yang suka kepadanya jadi kasihan.
Lalu Ayyub a.s. munajat menyeru Tuhannya: “Segala puji-pujian bagi Allah yang memberi kepadaku lalu mengambilnya kembali. Dengan telanjang aku keluar dari peruty ibuku, dengan telanjang aku akan kembali ke dalam tanah, dan dengan telanjang pula aku akan dikumpulkan di hadapan Allah kelak. Demi jika Allah telah membuktikan bahwa yang ada pada dirimu adalah yang baik, hai hamba Allah, niscaya roh engkau akan dipindahkan bersama lama roh yang lain itu dalam keadaan syahid, dan aku diberi pahala bersama engkau! Tetapi Allah mengetahui bahwa dalam diri engkau hanya ada yang jahat, niscaya engkau tidak akan disamakan dengan mereka, tetapi ditahan."
Dengan perasaan kecewa karena maksudnya tidak tercapai Iblis pun kembali kepada kawan-kawannya. Maka berkatalah Ifrit yang lain: “Saya mempunyai suatu kekuatan. Apabila aku bersorak keras, maka segala yang bernyawa asal saja mendenganya, akan mengeluarkan nyawanya dan dalam tubuhnya seketika itu juga."
Berkata Iblis: “Sekarang juga kau pergi kepada kambing-kambingnya, dan penggembalanya dan bersoraklah di sana."
Ifrit itu pun pergi melaksanakannya. Maka matilah seluruh kambing ternak Nabi Ayyub bersama penggembalanya sekali. Lalu Iblis pun mendatangi Ayyub menyerupai kepala penggembala kambing. Dia berkata sebagai kata-katanya ketika pembunuhan unta-unta itu. Jawab Ayyub tetap seperti jawab pertama tadi juga. Maka Iblis pun pulang dengan amat jengkel. Lalu tampil ifrit lain dan berkata: “Aku mempunyai kekuatan lain. Aku bisa menjelma menjadi angin punting beliung. Maka yang aku landa pasli terbongkar!" Iblis pun memerintahnya pula mencobakan kekuatannya kepada sawah ladang Ayyub dan sapi-sapi pertaniannya. Semua pun habis musnah. Iblis pun segera menyerupai manusia menemui Ayyub yang diriapatinya sedang sembahyang. Dia berkata seperti yang pertama, namun Ayyub tetap menjawab seperti jawaban yang pertama juga.
Maka terus-meneruslah Iblis dan kawan-kawannya merusak-binasakan sisa harta Ayyub, hingga licin tandas.
Melihat bahwa segala usahanya untuk menghancurkan iman Ayyub itu tidak juga berhasil, Iblis pun naik pula sekali lagi ke langit berdiri sekali lagi di hadapan Tuhan seperti berdirinya yang pertama, lalu berkata: “Ya Ilahi! Sukakah engkau memberi kuasa padaku berbuat jahat atas anak-anaknya? Karena itu dapat membuat orang sesat!"
Tuhan menjawab: “Sekarang Aku beri kuasa engkau menvakiti anak-anaknya." Lalu pergilah Iblis ke gedung indah tempat tinggal anak-anak Ayyub, digoncang-goncangnya gedung besar itu dengan gempa bumi yang besar sehingga runtuh, haneur sampai ke sendi-sendiriya. Habislah mati anak-anak Ayyub tertimpa runtuhan rumah, ada yang pecah kepala, ada yang remuk tulangnya. Setelah itu datanglah st Iblis menemui Ayyub merupakan dirinya sebagai orang yang sisa tinggal hidup dari dalam runtuhan gedung itu. Dia katakan kepada Ayyub: “Kalau kiranya engkau lihat nasib anak-anakmu ditimpa bencana begitu hebat, pecah-pecah kepala, mengalir otak mereka dari hidung mereka? Engkau niscaya tidak akan sampai hati melihatnya."
Karena kata-kata itu selalu diulang-ulangi Iblis di dekatnya, dengan rayu kesedihan, akhirnya terpengaruh juga perasaan Ayyub, sampai dia menangis lalu diambilnya sekepal tanah dan diletakkannya di atas kepalanya. Di waktu itulah Iblis hendak mengambil peluang. Tetapi Ayyub lekas sadar, lalu dia segera minta ampun kepada Tuhan dan segera mengucapkan: “Inna liilahi wa inna ilaihi raji'un!" (Kita semua dari Allah, akan kembali kepada Allah).
Melihat maksudnya tidak juga berhasil, Iblis sekali lagi naik ke langit menghadap Tuhan dan berkata: “Ya Allah! Ayyub memandang percobaan terhadap dirinya dari jurusan harta-benda dan anak-anak enteng saja, sebab dia percaya semuanya mudah bagi Tuhan menggantinya. Sekarang aku mohon, berilah aku kuasa menyakiti dirinya. Saya percaya jika sudah dirinya sendiri yang menderita, pastilah dia akan kafir terhadap Engkau"
Tuhan bersabda “Pergilah! Telah Aku beri kuasa engkau menyakiti dirinya. Tetapi juga engkau akan dapat menguasai akalnya dan hatinya dan lidahnya."
Mendengar perintah itu melompat Iblis musuh Allah itu dengan gembira akan meneruskan maksud jahatnya kepada Ayyub. Didapatinya Ayyub sedang sujud, keningnya tercecah ke bumi. Di waktu itulah Iblis menghembuskan hembusannya melalui paruhnya dari dalam kulit bumi. Lalu terasalah oleh Ayyub yang gatal menjalar di seluruh badannya.
Digarutnya dengan kuku, maka kuku itu pun tanggal. Dia masih saja bertambah gatal. Digarutnya dengan barang yang kesat, sesudah itu dengan pecahan periuk (tembikar), akhinya dengan batu. Namun masih gatal. Sampai tidak disadarinya dagingnya telah luka-luka dan robek-robek, lalu keluar nanah dan sangat busuk, tantaran itu tidaklah tahan lagi penduduk negeri akan kebusukan itu, sehingga dikeluarkan orang dari negeri, dibawa ke tempat terpencil, dibuatkan satu dangau. Dan semua orang pun menolaknya dan memencilkannya, kecuali isterinya. Siti Rahmah binti Afraim bin Yusuf. Hanya isterinya itulah yang merawatnya.
Seterusnya ar-Razi menulis dalam Tafsirnya: “Selanjutnya Wahab bin Munabbih menceritakan lagi, bahwa Ayyub selalu mengadukan halnya kepada Allah, mohon pertolongan dengan segala kerendahan hati. Lalu katanya: “Ya Tuhan! Untuk apa aku engkau ciptakan. Mengapa aku tidak. semacam darah haidh saja yang dibuangkan ibuku dari dirinya. Ya Tuhan, beritahu kiranya aku, apa dosaku maka sampai begini aku diperbuat, salah apa yang aku kerjakan, sehingga sampai Engkau memalingkan wajahMu Yang Mulia daripada memandang aku? Bukankah aku penampung anak dagang? Pembantu fakir miskin? Pembela anak yatim? Penolong janda melarat?
Ya Tuhan! Hamba ini budak yang hina. Kalau engkau berbuat baik akan daku itu adalah semata kurniaMu! Jika Engkau sudahkan daku maka itu adalah hukuman atasku. Sekarang Engkau jadikan aku tujuan bencana, bidikan percobaan, yang kalau kiranya ditimpakan ke atas gunung-gunung sendiri tidak akan kuat memikulnya! Telah putus-putus jari-jariku, telah runtuh dagingku, telah gugur rambutku, dan telah habis licin hartaku. Sehingga kalau aku meminta tolong kepada orang agar diberi aku barang sesuap nasi, maka orang memberikannya sambil mencercakannya, mereka hinakan daku karena aku telah melarat, dan anak-anakku telah habis punah." Sekian kita salin “cerita" ini dari kitab Tafsir Ar-Razi. Dan ar-Razi mengatakan sumber cerita ini ialah dari Wahab bin Munabbih. Yaitu seorang yang terkenal menjadi salah satu sumber dart Israiliyat. Yang lebih dekat kepada omong dangeng daripada kebenaran. Yang apabila kita fahamkan isi dan ajaran al-Qur'an dengan mendalam, fikiran kita pasti akan timbul ragu akan menerimanya secara bulat!
Cobalah perhatikan kembali “doa" Nabi Ayyub yang disalinkan ar-Razi dari Wahab bin Munabbih itu: “Untuk apa aku Engkau ciptakan? Mengapa tidak semacam darah haidh saja, yang terbuang dari tubuh ibuku?"
Imam Abul Qasim al-Anshari mengatakan bahwa dalam riwayat yang lain ada lagi sepatah doa Ayyub, yaitu: “Kalau Engkau memang benci kepadaku, mengapalah aku Engkau ciptakan juga."
Segala doa yang diriwayatkan oleh Wahab bin Munabbih ini tidak diyakini, kebenarannya oleh Syaikh Abul Qasim at-Anshari. Kata beliau: “Kalau memang begitu bunyi doanya, jelaslah bahwa Iblis telah senang karena berhasil maksudnya. Karena itu bukan doa lagi, melainkan menyesali hidup dan menyesali Tuhan,"
Ar-Razi mengatakan pula bahwa golongan Mu'tazilah tidak mau menerima, tegasnya tidak percaya cerita Wahab bin Munabbih inl.
Bukan ini saja! Al-Qurthubi menuliskan dalam Tafsirnya bahwa ada pula cerita, kalau Nabi Ayyub sujud, berjatuhanlah ulat dari kepalanya, selesai sujud diambilnya ulat itu dan dikembalikannya ke kepalanya.
Satu cerita tagi, dibiarkannya ulat-ulat itu sampai menjalar ke lidahnya dan ada yang menjalar ke hatinya.
Al-Qurthubi menyatakan pendirian al-Imam Ibnu ‘Arabi bila menerima cerita semacam itu: “Cerita-cerita itu memerlukan diketahui dari mana sumbernya dan bagaimana sanadnya."
Penjelasan kita: Memang tidak ada, sanadnya. Tidak ada sumber yang dapat dipegang. Tetapi dimasukkan orang juga di dalam beberapa kitab tafsir. Seumpama cerita Wahab bin Munabbih yang kita salinkan di atas itu, dan cerita ulat sampai menjalar ke lidah dan jantung Nabi Ayyub, diulang kembalikan menceritakan oleh “guru-guru mengaji" yang mengulang segala cerita dengan tidak ada pertimbangan akal, di hadapan orang-orang Islam yang bodoh-bodoh di kampung, sehingga menjadi kepercayaan yang mendalam. Jika mereka dapat sakit, mereka tidak mau berobat kepada doktor yang ahli, sebab mereka percaya bahwa penyakitnya ini perbuatan syaitan, perbuatan jin, atau kena ramuan orang. "Sedangkan Nabi Ayyub lagi kena oleh kekuatan syaitan, apakah lagi kita!"
Maka bertambah majulah takhayul dan kepercayaan dan dangeng jin, dan bertambah lemah kepercayaan mereka kepada Tuhan sendiri. Malahan ada setengah orang Islam sehabis mengucapkan salam penutup sembahyang membawa telapak tangannya yang kanan ke atas ubun-ubunnya, dengan kepercayaan bahwa demikianlah diperbuat Nabi Ayub setiap habis sembahyang karena mengembalikan ulat-ulat yang jatuh dari kepalanya ketika dia sujud. Cerita-cerita seperti ini hanya berkembang dalam kalangan orang-orang yang bodoh.
Cobalah perhatikan permohonan Nabi Ayyub itu sendiri yang tertulis di dalam al-Qur'an dengan terang dan jelas, lalu bandingkan dengan “doa" yang diriwayatkan Wahab bin Munabbih tadi:
Ayat 83
“Dan Ayyub!" Artinya dan ingatlah akan Ayyub. “Tatkala dia berseru kepada Tuhannya."Sesungguhnya aku telah disentuh oleh suatu malapetaka."
Perhatikanlah! Alangkah halusnya budi bahasa yang dipakai Ayyub di dalam pengaduannya kepada Tuhan. Dipakainya kalimat massaniya, “menyentuh akan daku". Tidak beliau katakan misalnya."aku ditimpa bala bencana". Ditekankannya bahwa celaka itu sendirilah yang datang menyentuh dirinya. Tidak disebutnya “atas kehendakMu!" karena sangat sopannya kepada Tuhan. Lalu dia tutup pengaduannya itu dengan perkataan yang halus pula: “Sedang Engkau adalah lebih Pengasih dari segala yang pengasih."
Di suku kata pertama dia mengadukan perasaannya yang dapat menimbulkan rasa kasihan. Pada suku kedua disebutnyalah sifat Tuhan yang lebih pengasih dari siapa jua pun yang menunjukkan kasih. Kasih Tuhan tidak mengharap balas, kasih Tuhan tidak mengharapkan terima kasih Kalau misalnya seorang ayah menunjukkan kasih-sayang kepada anaknya, ialah karena di dalam batin si ayah ada terkandung berbagai pengharapan. Di antaranya karena anak itulah yang akan menyambung dan melanjutkan hidupnya. Karena dia sendiri satu waktu pasti dipanggil Tuhan atau kalau dia umur panjang sampai mencapai tua bangka, anak-anak itu pula yang diharapkan akan melindunginya di hari tuanya. Sedang kasih-sayang Tuhan tidaklah mengharapkan apa-apa daripada hambanya, dan lagi setulus-tulus hati orang yang menunjukkan kasih sayang, pasti mengandung harapan juga. Kalau mereka tidak mengharapkan puji di dunia, pasti mereka mengharapkan pahala di akhirat.
Dan lagi, bagaimanapun kasih-sayang seseorang kepada sesamanya manusia, tidaklah ada pertolongan yang dapat dia berikan kalau Allah tidak memberinya kelapangan.
Inilah cuma permohonan Ayyub kepada Tuhan. Dia tidak mengomel. Dia tidak menyesal dan dia tidak mengadu. Dia cuma memohon betas kasihan Tuhan.
Ayat 84
“Maka Kami perkenankan baginya dan Kami hilangkan segala malapetaka yang ada padanya itu."
Artinya oleh karena dia telah memohon kepada Tuhan dengan hail yang tutus ikhlas, sabar dan tidak berputusasa, maka doanya ilu dikabutkan Tuhan.
Marilah klta tafsirkan al-Qur'an dengan al-Qur'an, supaya kita tidak dibawa hanyut oleh khayai yang di luar dan garis al-Qur'an. Kita beraat ya: “Apa gerangan sebabnya maka doa Ayyub dikabulkan Tuhan?"
Jawabnya jelas sekali di dalam Surat 38 Shari, ayat 44:
“Sesungguhnya Komi dapati dia sabar, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia iru seorang yang selalu kembali."
Itulah tiga sifat berkubur pada dirinya:
Pertama: Dia itu sabar, tahan menderita, tidak mengeluh.
Kedua : Dia adalah hamba Allah yang sangat baik.
Ketiga : Dia selalu kembali kepada Tuhan! Artinya tidak putus-putus beribadat.
Maka apabila dibandingkan susunan dan hubungan di antara ayat 83 dari Surat al-Anbiya' ini dengan ayat 44 dari Surat Shari tadi, terlepaslah kita daripada waswas yang ditimbulkan oleh dongeng-dongeng Israiliyat tentang Nabi Ayyub ini. Tidak ada keterangan di dalam al-Qur'an dan di dalam Hadist-Hadist yang shahih bahwa kepada Nabi Ayyub sampai penuh dikepungi ulat, dan kalau beliau sujud ulat berjalaran keluar dari kepalanya dan kalau selesai sembahyang dipilihnya balik dan dikembalikannya ke kepalanya.
“Dan Kami kembalikan kepadanya keluarganya," yaitu sesudah menderita berbagai malapetaka bertahun-tahun, lantaran sabar dan tulus hatinya, penyakit dan penderitaan dihilangkan oleh Tuhan. Badan disihalkan kembali dan kaum keluarganya yang dahulu telah jauh, diriekatkan kembali. Menurut riwayat anak beliau ada sepuluh, tujuh laki-laki dan tiga perempuan. Semua anak itu bertemu kembali, berkumpul kembali dengan Ayyub. "Dan seumpama mereka bersama mereka," artinya bahwa anak yang sepuluh telah bertambah sepuluh lagi, yang boleh diartikan bahwa masing-masing telah kawin, yang laki-laki telah beristeri, yang perempuan telah bersuami. yang sepuluh telah jadi duapuluh. Bahkan tentu masing-masingnya telah beranak pula: “Sebagaf suatu rahmat dan sisi Kami." Semuanya itu tenyatalah kemudian bahwa dianya adalah rahmat kurnia belaka dari Tuhan. Karena rahmat Allah yang datang setelah selesai daripada percobaan yang berat, sangatlah dalam kesannya kepada jiwa: “Dan sebagai peringatan untuk orang-orang yang memperhamba kan diri."
Peringatan kepada orang yang dengan tutus dan ikhlas memperhambakan diri kepada Tuhan; sebab pernah dikatakan oleh Nabi s.a.w.:
“Apabila Allah telah mencintai kepada seorang hamba, niscaya akan datanglah ujianNya kepadanya."
Dan sabda Nabi s.a.w. pula:
“Manusia yang sangat sekali menderita bala ialah Nabi-nabi. Kemudian itu yang mengarah-arah, seterusnya yang mengarah-arah."
Tegasnya bilamana bertambah perhambaan seseorang kepada Allah mendekati perhambaan Nabi-nabi, bertambah besar pula percobaan yang datang. Syaikh Jamaluddiri al-Qasimi menulis dalam Tafsirnya:
“Malapetaka yang datang menimpa bukanlah tanda kehinaan dan sengsara. Sebab bahagia atau sengsara selama di dalam alam ini tidaklah ada hubungannya dengan amal shalih atau kerja jahat. Karena dunia ini bukanlah negeri tempat menerima ganjaran kebajikan. Telah diriwayatkan orang bahwa Ayyub a.s. seketika beliau mendapat percobaan, habis harta-benda, binasa kaum keluarga, menderita diri sendiri, namun dia tetap sabar dan syukur, maka datanglah rahmat Tuhan kepadanya, dikembalikan kesihalannya, dikembalikan pula hartabenda yang hilang berlipat-ganda, diberi anak beberapa orang, diberi pula umur panjang, sampai dapat melihat anak-anak dari anak-anaknya, sampai keturunan keempat. Itu sebab maka di ujung ayat, Allah menyabdakan bahwa kisah Ayyub ini adalah buat jadi peringatan bagi orang-orang yang memperhambakan diri kepada Allah. Bahwa bagaimana besarnya percobaan, asal sabar percobaan itu akan berganti akhir kelaknya dengan kebahagiaan jua. Pendeknya, maksud ayat ialah guna mengokohkan hati orang yang beriman agar sabar di dalam berjuang dalam jalan kebenaran. Sekian salinan al-Qasimi!
Memang banyak riwayat tentang Ayyub dan percobaan yang dideritanya. Tetapi ahfi-ahli riwayat yang ada rasa tanggungjawab tidaklah dapat memberi nilai cerita-cerita itu. Hadist Nabi yang kita salinkan di atas tadi, yang menyatakan bahwa yang lebih berat menderita percobaan ialah Nabi-nabi, bukanlah berarti bahwa Allah membiarkan Iblis berleluasa berbuat sesukanya terhadap seorang Nabi Allah, sampai harta kekayaannya dibakari, rumahnya diruntuhkan, dirinya dijangkiti penyakit sampai berulat.
Yang dimaksud dengan kesulitan yang dihartapi Nabi-nabi dan percobaan yang mereka hartapi dengan sabar itu ialah seumpama kesukaran yang dthartapi Nuh 950 tahun memimpin kaumnya, sampai membuat kapal, sedang isteri dan seorang dari anak kandungnya terpaksa' tidak ikut. Atau percobaan Ibrahim yang sampai dicoba orang membakanya. Atau seperti Musa dalam menghadapi Fir'aun dan kemudian kekerasan hari Bani Israil yang dia pimpin. Atau seperti Yahya, yang sampai dipenggal leher karena tidak mau mengubah hukum, demikian juga ayah Nabi Zakariya! Atau sebagai yang diderita oleh Nabi kita Muhammad s.a.w. yang 13 tahun di Makkah ditambah 10 tahun di Madinah tidak henti-hentinya menghadapi kesulitan dart musuh-musuhnya, namun berkat sabarnya, akhinya Nabi Muhammad dan Nabi-nabi itu juga yang menang.
Peringatan ini semuanya bagi orang yang memperhambakan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.