Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَنۡ
dan siapakah
أَظۡلَمُ
yang lebih zalim
مِمَّنِ
daripada orang
ٱفۡتَرَىٰ
ia membuat-buat
عَلَى
atas
ٱللَّهِ
Allah
كَذِبًا
kedustaan
أَوۡ
atau
قَالَ
ia berkata
أُوحِيَ
telah diwahyukan
إِلَيَّ
kepada saya
وَلَمۡ
dan/padahal tidak
يُوحَ
diwahyukan
إِلَيۡهِ
kepadanya
شَيۡءٞ
sesuatu
وَمَن
dan orang
قَالَ
berkata
سَأُنزِلُ
saya akan menurunkan
مِثۡلَ
seperti
مَآ
apa
أَنزَلَ
menurunkan
ٱللَّهُۗ
Allah
وَلَوۡ
sekiranya
تَرَىٰٓ
kamu lihat
إِذِ
ketika
ٱلظَّـٰلِمُونَ
orang-orang zalim
فِي
dalam
غَمَرَٰتِ
kesengsaraan/sekarat
ٱلۡمَوۡتِ
maut/mati
وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
dan Malaikat
بَاسِطُوٓاْ
mengembangkan/memukul
أَيۡدِيهِمۡ
tangan-tangan mereka
أَخۡرِجُوٓاْ
keluarkanlah
أَنفُسَكُمُۖ
diri kalian sendiri
ٱلۡيَوۡمَ
hari ini
تُجۡزَوۡنَ
kamu dibalas
عَذَابَ
siksaan
ٱلۡهُونِ
menghinakan
بِمَا
disebabkan
كُنتُمۡ
kalian adalah
تَقُولُونَ
kamu mengatakan
عَلَى
atas/terhadap
ٱللَّهِ
Allah
غَيۡرَ
tidak
ٱلۡحَقِّ
benar
وَكُنتُمۡ
dan kalian
عَنۡ
dari/terhadap
ءَايَٰتِهِۦ
ayat-ayatNya
تَسۡتَكۡبِرُونَ
kamu menyombongkan diri
وَمَنۡ
dan siapakah
أَظۡلَمُ
yang lebih zalim
مِمَّنِ
daripada orang
ٱفۡتَرَىٰ
ia membuat-buat
عَلَى
atas
ٱللَّهِ
Allah
كَذِبًا
kedustaan
أَوۡ
atau
قَالَ
ia berkata
أُوحِيَ
telah diwahyukan
إِلَيَّ
kepada saya
وَلَمۡ
dan/padahal tidak
يُوحَ
diwahyukan
إِلَيۡهِ
kepadanya
شَيۡءٞ
sesuatu
وَمَن
dan orang
قَالَ
berkata
سَأُنزِلُ
saya akan menurunkan
مِثۡلَ
seperti
مَآ
apa
أَنزَلَ
menurunkan
ٱللَّهُۗ
Allah
وَلَوۡ
sekiranya
تَرَىٰٓ
kamu lihat
إِذِ
ketika
ٱلظَّـٰلِمُونَ
orang-orang zalim
فِي
dalam
غَمَرَٰتِ
kesengsaraan/sekarat
ٱلۡمَوۡتِ
maut/mati
وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
dan Malaikat
بَاسِطُوٓاْ
mengembangkan/memukul
أَيۡدِيهِمۡ
tangan-tangan mereka
أَخۡرِجُوٓاْ
keluarkanlah
أَنفُسَكُمُۖ
diri kalian sendiri
ٱلۡيَوۡمَ
hari ini
تُجۡزَوۡنَ
kamu dibalas
عَذَابَ
siksaan
ٱلۡهُونِ
menghinakan
بِمَا
disebabkan
كُنتُمۡ
kalian adalah
تَقُولُونَ
kamu mengatakan
عَلَى
atas/terhadap
ٱللَّهِ
Allah
غَيۡرَ
tidak
ٱلۡحَقِّ
benar
وَكُنتُمۡ
dan kalian
عَنۡ
dari/terhadap
ءَايَٰتِهِۦ
ayat-ayatNya
تَسۡتَكۡبِرُونَ
kamu menyombongkan diri
Terjemahan
Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, “Telah diwahyukan kepadaku,” padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya dan orang yang berkata, “Aku akan mendatangkan seperti yang diturunkan Allah.” Seandainya saja engkau melihat pada waktu orang-orang zalim itu (berada) dalam kesakitan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sembari berkata), “Keluarkanlah nyawamu!” Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.
Tafsir
(Dan siapakah) maksudnya tidak ada seorang pun (yang lebih lalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah) dengan mengaku menjadi seorang nabi padahal tidak ada yang mengangkatnya menjadi nabi (atau yang berkata, "Telah diwahyukan kepada saya," padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya) ayat ini diturunkan berkenaan dengan sikap Musailamah si pendusta itu (dan) lebih aniaya daripada (orang yang berkata, "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah") mereka adalah orang-orang yang memperolok-olokkan Al-Qur'an; mereka mengatakan, bahwa andaikata kami suka niscaya kami pun dapat membuat kata-kata seperti Al-Qur'an (dan sekiranya engkau melihat) wahai Muhammad (tatkala orang-orang lalim) yang telah disebutkan tadi (berada dalam sekarat) yaitu sedang menghadapi kematiannya (yakni maut sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya) kepada mereka seraya menyiksa lalu para malaikat itu berkata dengan kasar kepada mereka ("Keluarkanlah nyawamu,") kepada kami untuk kami cabut. (Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan) sangat merendahkan (karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah perkataan yang tidak benar) dengan mengaku menjadi nabi dan berpura-pura diberi wahyu padahal dusta (dan karena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya) kamu merasa tinggi diri tidak mau beriman kepada ayat-ayat-Nya. Jawab dari huruf lau ialah: niscaya engkau akan melihat peristiwa yang mengerikan.
Tafsir Surat Al-An'am: 93-94
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kebohongan kepada Allah atau yang berkata, "Telah diwahyukan kepadaku,” padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” Alangkah dahsyatnya seandainya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam sakitnya sakaratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), "Keluarkanlah nyawamu!" Di hari ini kalian dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kalian selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kalian selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.
Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kalian Kami ciptakan kamu pada mulanya, dan kalian sudah tinggalkan di belakang kalian (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepada kalian. Dan Kami tidak melihat bersama kalian pemberi syafaat yang kalian anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu-Ku. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kalian dan telah lenyap dari kalian apa yang dahulu kalian sangka (sebagai sekutu Allah).
Ayat 93
Mengenai firman Allah ﷻ: “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kebohongan kepada Allah.” (Al-An'am: 93)
Artinya, tidak ada seorang pun yang lebih zalim daripada orang yang membuat kebohongan kepada Allah, lalu ia menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya, atau anak, atau mengaku-ngaku bahwa dirinya telah diutus oleh Allah kepada manusia, padahal Allah tidak mengutusnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Atau yang berkata, ‘Telah diwahyukan kepada saya’, padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya.” (Al-An'am: 93)
Ikrimah dan Qatadah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Musailamah Al-Kazzab. dan orang yang berkata,
"Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah " (Al-An'am: 93)
Maksudnya orang yang mendakwakan dirinya mampu menandingi wahyu yang diturunkan dari sisi Allah melalui perkataan yang dibuat-buatnya, seperti yang dikisahkan dalam ayat yang lain:
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata, "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini). Kalau kami menghendaki, niscaya kami dapat menjadikan yang seperti ini.” (Al-Anfal: 31), hingga akhir ayat.
Firman Allah ﷻ: “Seandainya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam sakitnya sakaratul maut.” (Al-An'am: 93)
Yakni sedang berada dalam kesakitannya dan penderitaan sakaratul maut.
“Sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya.” (Al-An'am: 93)
Yaitu memukulnya, sama halnya dengan ayat lain:
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku.” (Al-Maidah: 28), hingga akhir ayat.
“Dan niscaya mereka melepaskan tangan dan lidah mereka kepada kalian dengan menyakiti (kalian). (Al-Mumtahanah: 2), hingga akhir ayat.
Adh-Dhahhak dan Abu Saleh mengatakan bahwa “basitu aidiyahum” artinya memukulkan tangan mereka, yakni menimpakan siksaan. Sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu:
“Kalau kamu melihat ketika para malaikat itu mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka.” (Al-Anfal: 50)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
“Sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya. (Al-An'am: 93)
Yakni memukulinya sehingga rohnya keluar dari jasadnya.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: “(sambil berkata), ‘Keluarkanlah nyawa kalian’.” (Al-An'am: 93)
Orang kafir apabila mengalami sakaratul maut, para malaikat datang kepadanya membawa azab, pembalasan, rantai, belenggu, api, dan air mendidih serta murka dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Akan tetapi, rohnya orang tersebut menolak untuk meninggalkan tubuhnya. Maka para malaikat memukulinya hingga rohnya keluar dari jasadnya,
“Sambil berkata: ‘Keluarkanlah nyawamu’! Di hari ini kalian dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kalian selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar.” (Al-An'am: 93), hingga akhir ayat.
Artinya, pada hari ini kalian benar-benar akan dihinakan dengan sehina-hinanya, sebagai balasan dari kebohongan kalian terhadap Allah, sikap sombong kalian yang tidak mau mengikuti ayat-ayat-Nya, dan tidak mau taat kepada rasul-rasul-Nya.
Hadits-hadits yang mutawatir banyak yang menceritakan perihal sakaratul maut yang dialami oleh orang mukmin dan orang kafir. Hal ini akan diterangkan dalam tafsir firman Allah ﷻ: “Allah menguatkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)
Sehubungan dengan bab ini Ibnu Murdawaih menuturkan sebuah hadits yang sangat panjang melalui jalur yang gharib (asing), dari Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas secara marfu.
Ayat 94
Firman Allah ﷻ: “Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kalian Kami ciptakan pada mulanya.” (Al-An'am: 94)
Artinya, hal tersebut dikatakan kepada mereka pada hari mereka dikembalikan, seperti yang disebutkan dalam ayat yang lain, yaitu:
“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kalian datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kalian pada yang pertama kali.” (Al-Kahfi: 48)
Yakni sebagaimana Kami memulai penciptaan kalian, maka Kami kembalikan kalian, sedangkan kalian dahulu mengingkarinya dan tidak mempercayainya, maka sekarang terjadilah hari berbangkit.
Firman Allah ﷻ:
“Dan kalian tinggalkan di belakang kalian (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepada kalian.” (Al-An'am: 94)
Yaitu berupa semua kenikmatan dan harta benda yang kalian pelihara selama kalian hidup di dunia, semuanya itu kalian tinggalkan di belakang kalian.
Di dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
“Anak Adam berkata, ‘Hartaku-hartaku!’” Padahal tidak ada yang engkau miliki dari hartamu kecuali apa yang engkau makan, lalu engkau habiskan. Atau apa yang engkau pakai, lalu engkau lapukkan. Atau apa yang engkau sedekahkan, lalu engkau simpankan, sedangkan selain dari itu semuanya hanya akan ditinggalkan saat kita pergi dan ditinggalkan untuk orang lain.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa seorang anak Adam ketika dihadapkan (kepada Allah) pada hari kiamat dalam keadaan tidak membawa apa-apa, lalu Allah ﷻ berfirman, "Ke manakah harta yang telah kamu kumpul?" Ia menjawab, "Wahai Tuhanku, aku telah mengumpulkannya, tetapi aku meninggalkannya semua secara penuh." Allah berfirman kepadanya, "Wahai anak Adam, manakah amal yang kamu bawa untuk dirimu?" Maka ia melihat bahwa dirinya tidak melakukan suatu amal pun. Kemudian Al-Hasan Al-Basri membacakan firman-Nya:
“Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kalian Kami ciptakan kamu pada mulanya, dan kalian sudah tinggalkan di belakang kalian (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepada kalian.” (Al-An'am: 94), hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut riwayat Imam Ibnu Abu Hatim.
Firman Allah ﷻ:
“Dan Kami tidak melihat bersama kalian pemberi syafaat yang kalian anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu-Ku.” (Al-An'am: 94)
Ayat ini mengandung makna teguran dan celaan terhadap mereka, karena ketika di dunia mereka menjadikan sekutu-sekutu dan berhala-berhala serta patung-patung sebagai sembahan mereka, dengan menganggap bahwa semuanya itu dapat memberikan manfaat bagi kehidupan mereka di dunia dan di akhirat. Apabila hari kiamat tiba, maka terputuslah dari semua hubungan di antara mereka, lenyaplah semua kesesatan, dan hilanglah apa yang dahulu mereka buat-buat dalam mempersekutukan-Nya, lalu Tuhan menyerukan kepada mereka di hadapan semua makhluk:
“Di manakah sembahan-sembahan kalian yang dahulu kalian katakan (sekutu-sekutu Kami)?” (Al-An'am: 22)
“Di manakah berhala-berhala yang dahulu kalian selalu menyembahnya? Dapatkah mereka menolong kalian atau menolong diri mereka sendiri?” (Asy-Syu'ara: 92-93)
Karena itu, dalam ayat ini disebutkan:
“Dan Kami tiada melihat bersama kalian pemberi syafaat yang kalian anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu-Ku.” (Al-An'am: 94)
Yakni yang kalian sembah, dan kalian anggap bahwa mereka layak untuk kalian sembah.
Kemudian Allah ﷻ berfirman dalam firman selanjutnya: “Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kalian.” (Al-An'am: 94)
Kalau dibaca rafa' artinya 'telah terputuslah perkumpulan kalian', dan kalau dibaca nasab artinya 'telah terputuslah semua jalinan antara kalian, yakni semua pertalian, hubungan, dan perantaraan'.
“Dan telah lenyap dari kalian.” (Al-An'am: 94)
Artinya, pergi dan lenyap dari kalian.
“Apa yang dahulu kalian anggap (sebagai sekutu Allah).” (Al-An'am: 94)
Yakni harapan dari berhala dan sekutu-sekutu itu. Sama halnya dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya dan mereka melihat azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti, "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesatan bagi mereka. Dan mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (Al-Baqarah: 166-167)
Allah ﷻ telah berfirman dalam ayat-ayat lain, yaitu:
“Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.” (Al-Muminun: 101)
“Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah, hanya untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan di dunia, kemudian pada hari Kiamat sebagian kamu akan saling mengingkari dan saling mengutuk, dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sama sekali tidak ada penolong bagimu.” (Al-'Ankabut:25)
“Dikatakan (kepada mereka), ‘Serulah oleh kalian sekutu-sekutu kalian’, lalu mereka menyerunya, maka sekutu-sekutu itu tidak menanggapi (seruan) mereka.” (Al-Qashash: 64), hingga akhir ayat.
“Dan (ingatlah) hari yang di waktu itu Kami mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik.” (Al-An'am: 22) sampai dengan firman-Nya:
“Dan hilanglah dari mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan.” (Al-An'am: 24)
Ayat-ayat yang menerangkan hal ini cukup banyak.
Ayat sebelumnya menguraikan bahwa Al-Qur'an bersumber dari Allah. Ayat ini mengecam orang-orang yang mengaku-ngaku mendapat wahyu dari Allah. Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah seperti halnya orang-orang Yahudi, atau siapa yang lebih zalim daripada orang yang berkata, Telah diwahyukan kepadaku oleh Allah, padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan siapa pula yang lebih zalim dari orang yang berkata, Aku akan menurunkan, yaitu menyampaikan, seperti apa yang diturunkan Allah yaitu Al-Qur'an yang dipercayai oleh kaum muslim' Tidak ada yang lebih zalim kecuali tiga macam manusia tersebut, maka wajar kalau mereka mendapat siksa. Alangkah ngerinya sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim yang sudah mencapai puncak kezalimannya berada dalam kesakitan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya sambil berkata, Keluarkanlah nyawamu! Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah perkataan yang tidak benar dan karena kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya yakni enggan menerimanya bahkan melecehkannya. Setelah menjelaskan keadaan para pendurhaka ketika menghadapi tekanan sakratulmaut, ayat ini menjelaskan tentang keadaan mereka setelah roh terpisah dari jasad mereka. Dan kamu, setelah dicabut rohmu dan sekian lama menunggu di alam barzakh, akan benar-benar datang sendiri-sendiri kepada Kami sebagaimana Kami ciptakan kamu pada mulanya, yakni ketika lahir ke dunia, dan apa yang telah Kami karuniakan kepadamu seperti harta benda, anak, kerabat, dan lainnya, kamu tinggalkan di belakangmu di dunia. Kami tidak melihat pemberi syafaat, yakni pertolongan, besertamu yang dulu kamu sembah dan yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu bagi Allah. Sungguh, telah terputuslah semua pertalian antara kamu dan telah lenyap dari kamu apa yang dahulu kamu sangka sebagai sekutu Allah.
.
Allah menjelaskan kepada kaum Muslimin bahwa tidak ada orang yang lebih zalim dari orang-orang Yahudi yang mengingkari kebenaran Al-Qur'an yang diturunkan kepada Muhammad. Perkataan mereka telah mengkhianati ajaran agama tauhid. Begitu juga perkataan mereka yang mengaku menerima wahyu dari Allah, seperti Musailamah al-Kadzdzab di Yamamah, al-Aswad al-'Ansi di Yaman, thulaihah al-Asadi dari Bani Asad, dan orang-orang yang mengaku dirinya mampu membuat kitab seperti Al-Qur'an.
Firman Allah ini mengandung sindiran halus bagi para pendeta Yahudi yang dipuja-puja oleh pengikut-pengikutnya karena mereka itu mengaku mendapat wahyu dari Allah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan segala sesuatu yang sukar dipahami dari Taurat. Menurut kenyataan, mereka inilah yang selalu memusuhi Muhammad. Al-Qur'an juga mengandung sindiran kepada sastrawan-sastrawan Arab yang merasa mampu menyusun kitab-kitab yang dapat menyamai Al-Qur'an seperti firman Allah:
jika kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini. (al-Anfal)/8: 31)
Allah menyebutkan ancaman dan siksaan yang akan diterima oleh orang-orang yang zalim itu, dikala mereka menghembuskan nafas yang terakhir, sebagai imbalan kejahatan dan dosa yang mereka lakukan. Alangkah dahsyatnya seandainya Nabi Muhammad dan kaum Muslimin melihat penderitaan yang diderita oleh orang-orang yang jahat itu pada waktu mereka menghadapi sakaratul maut, yaitu penderitaan yang akan mereka alami menjelang kematian, tidak terlukiskan kedahsyatannya. Pada waktu itu malaikat maut mengulurkan tangannya untuk merenggut nyawa mereka yang bergelimang dengan dosa, dengan renggutan yang keras.
Allah menggambarkan saat-saat yang dahsyat itu dengan nada mencela mereka. Malaikat seakan-akan berkata, "Kalau memang kamu merasa mampu, lepaskanlah nyawamu dari badanmu agar terhindar dari renggutan ini." Perintah ini tidak akan dapat mereka lakukan, karena masalah ini di luar kemampuan mereka. Pada saat itu mereka tidak dapat menghindarkan diri dari siksa yang pedih dan menghinakan, karena mereka telah berani memutarbalikkan kebenaran, berkata dusta, dan sikap mereka yang congkak dan sombong terhadap ayat-ayat Allah, seperti perkataan mereka bahwa mereka mampu menurunkan kitab seperti Al-Qur'an.
Dalam ayat ini terdapat bandingan yang jelas antara ketidakmampuan mereka untuk membuat kitab semacam Al-Qur'an dengan ketidakmampuan mereka menghindarkan diri dari malaikat maut. Maksudnya agar mereka dapat menyadari bahwa apa yang mereka katakan itu sebenarnya hanya dusta belaka, sedang Al-Qur'an adalah datang dari Allah kepada Muhammad, yang tidak dapat ditandingi oleh siapa pun juga.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 91
“Dan tidaklah meteka menilai Allah dengan sebenan-benai penilaian seketika mereka beikata, Tidaklah Allah memnunkan sesuatu kepada manusia."
ia ditujukan kepada Yahudi sebab tersebut Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa. Akan tetapi, datang bantahan dari sepihak lagi. Kata mereka, tidak mungkin ini mengenai Yahudi Madiriah. Sebab orang Yahudi tidaklah termasuk golongan yang tidak memercayai wahyu, sebagai yang diriyatakan di pangkal ayat. Setelah menilik berbagal-bagai penafsiran maka Shahib al-Manar, Sayyid Rasyid Ridha mengambil kesimpulan demikian.
Ayat ini turun di Mekah, tetap dalam rangka surah al-An'aam yang sekaligus turunnya di Mekah. Adapun tersebut Yahudi di sini, bukanlah karena ayat ini turun di Madiriah, melainkan karena orang Quraisy mengutus beberapa orang ke Madiriah bertanya kepada orang Yahudi tentang Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana yang telah diterangkan juga ketika menafsirkan ayat kedua puluh bahwa Musyrikin mengirimkan utusan ke Madiriah pergi bertanya kepada mereka karena waktu itu orang Musyrikin memandang Ahlul Kitab memang lebih ahli dan merupakan tempat bertanya.
Mereka mengirim utusan pergi bertanya kepada orang Yahudi di Madiriah. Kemudian, pendeta-pendeta Yahudi itu memberikan keterangan bahwa kitab yang sah diturunkan Allah hanyalah Taurat, khusus untuk orang Yahudi saja. Adapun manusia lain tidak ada yang diberi kitab dan tidak akan sampai derajat mereka sebagai yang dicapai oleh Musa.
Dengan kesimpulan ini, ayat ini adalah pertanyaan kepada kaum Musyrikin Mekah itu. Pada pokoknya, mereka tidak percaya bahwa Muhammad ﷺ menerima wahyu dari Allah. Namun, mereka percaya bahwa Musa menerima Taurat karena mereka telah mendapat keterangan dari orang Yahudi di Madiriah. Di sinilah datang tempelak kepada mereka, kaum musyrikin yang tidak percaya akan wahyu itu, sebab mereka rupanya belumlah menilai Allah dengan sebenar-benarnya penilaian. Itu sebabnya disuruh tanyakan. Siapa yang telah menurunkan kitab yang telah dibawa oleh Musa itu? Kalau kamu percaya bahwa yang menurunkan kepada Musa itu ialah Allah, mengapa kamu tidak percaya bahwa Allah itu juga yang menurunkannya kepada Muhammad? Sedangkan Kitab yang diturunkan kepada Musa itu telah memberikan bekas, telah memberi cahaya dan petunjuk kepada manusia Bani Israil sehingga mereka tidak lagi diperbudak oleh Fir'aun dan tidak lagi menyembah berhala dan menyembah Fir'aun. Dan Taurat itu telah kamu jadikan kertas, artinya telah kamu catat hitam di atas putih sehingga sewaktu-waktu dapat kamu bacakan isinya kalau orang bertanya lalu kamu terangkan sebagiannya dengan jujur dan kamu sembunyikan sebagiannya kalau dirasakan akan merugikan kamu, sedangkan yang kamu sembunyikan itu lebih banyak. Dan di antara yang disembunyikan itu ialah yang berkenaan dengan nubuwwah Rasulullah ﷺ.
Siapa yang menurunkan Taurat kepada Musa?
Sekarang datang pula wahyu kepada Muhammad ﷺ Di dalamnya diajarkan kepada kamu apa yang selama ini tidak kamu ketahui dan tidak juga diketahui oleh bapak-bapak kamu, yang lebih menyempurnakan akan wahyu yang telah lalu itu. Siapa pula yang menurunkan wahyu kepada Muhammad ini? “Katakanlah, ‘Allah!'" Maka, kalau kamu percaya bahwa Musa telah menerima Taurat, seyogianya kamu pun percaya bahwa Al-Qur'an sama-sama turun dari satu sumber, yaitu Allah. Kalau kamu tidak suka memercayainya, nyatalah kamu boleh menilai Allah dengan sebenar-benar penilaian.
“Kemudian itu biarkanlah mereka itu bermain-main dalam kesesalan mereka."
Penutup ayat ini menyuruh biarkan mereka bermain-main dalam kesesatan, ialah sebab segala hujjah yang mereka kemukakan sudah dihambat dan dipatahkan, tetapi mereka tetap dalam kesesatan juga. Orang-orang sudah menjawab dengan sungguh-sungguh, tetapi mereka setelah menerima jawaban masih tetap bermain-main juga. Niscaya bisa sakit hati Rasul melihat sikap mereka. Oleh karena itu, Allah memberi peringatan, biarkan sajalah mereka bermain-main dalam kesesatan itu dan engkau sendiri, wahai Rasul, teruskanlah kewajibanmu menyampaikan.
Ayat 92
“Dan inilah kitab yang telah Kami turunkan itu."
Yaitu Al-Qur'an, wahyu Ilahi, alamat dari ketinggian rahmat Ilahi bagi manusia dan alamat pula dari kecerdasan setengah manusia yang dipilih Allah untuk menampung wahyu itu."Yang bahagia." Atau menggenapkan dan tidak berselisih, baik dengan Taurat maupun dengan Injil atau dengan Zabur-zabur dan sh u h uf yang lain, sebab semuanya itu datang dari satu sumber, yaitu Allah."Untuk memberi peringatan keras kepada Ummul-Quraa dan orang-orang yang ada di sekitarnya." Ummul Quraa, artinya ibu negeri. Yaitu nama yang disebutkan untuk Kota Mekah sejak zaman dahulu. Ia telah menjadi ibu negeri, pusat peribadatan sejak zaman Ibrahim dan telah berkumpul orang naik haji ke sana tiap-tiap tahun sehingga telah menjadi ibu negeri, walaupun pada zaman jahiliyyah. Dan setelah Islam tersebar di permukaan bumi ini sekarang, tetaplah Mekah menjadi Ummul Quraa, memakai nama itu juga sebab segala qaryah, desa atau kota atau mana saja pun negeri orang yang percaya, berkiblat ke sana. Adapun yang dimaksud dengan orang-orang yang di sekitarnya, menurut tafsir Ibnu Abbas, ialah manusia di seluruh bumi ini.
“Dan orang-orang yang beriman dengan akhirat, akan beriman dengan dia dan mereka itu terhadap kepada shalat adalah memelihara."
Sebagai hasil dan akibat dari iman pada Al-Qur'an, orang tidak lagi akan menyia-nyiakan, melalaikan, apalagi meninggalkan shalat. Sebab dengan mempelajari Al-Qur'an, dia sudah tahu bahwa kita hidup akan mati dan kelak akan dihadapkan ke hadapan sidang majelis perhitungan amal di hadapan Allah. Mengingat hal yang demikian, dipeliharanyalah shalat dari sekarang. Laksana seorang yang telah diberi waktu dan diizinkan akan menghadap raja atau kepala negara dan jauh-jauh hari telah menyiapkan diri, pakaian, sopan-santun, etiket dan menjadi protokol sehingga tidak kaku dan kacau berhadapan dengan beliau maka lebih dari itulah perasaan hati orang yang beriman lantaran mempelajari Al-Qur'an. Sebab masa pertemuan dengan Allah itu pasti datangnya dan telah dekat masanya. Dan shalat itu adalah kepala dari ibadah, pokok dari iman, pelancar dari amal, penguat dari batin, penahan jatuh di kala lemah, penyebab hilangnya rasa kesepian ketika terasing sendirian. Dan dengan sebab shalat sekurangnya lima kali sehari semalam itu, jiwa pun tidak putus dari niat akan selalu berbuat baik, selalu menjauhi yang buruk, dan menegakkan amal yang baru. Selesai yang lama, mulai yang baru sehingga ketika panggilan maut datang, didapati tidak sedang menganggur.
Ayat 93
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta atas nama Allah atau dia berkata, Telah diwahyukan kepadaku. Padahal tidaklah diwahyukan kepadanya sebuah pun."
Kalau datang bunyi pertanyaan siapakah yang lebih zalim, artinya ialah bahwa tidak ada lagi kezaliman yang melebihi itu, yaitu membuat-buat atau mengarang-ngarang dusta di atas nama Allah. Dusta yang dikarang atas nama Allah ialah jika yang lain dipersekutukan dengan Allah atau dikatakan bahwa Allah beranak. Segala kepercayaan yang berwujud syirik adalah dusta besar dan kezaliman. Dikatakan dusta, sebab jika orang yang berkepercayaan yang demikian ditanya benar-benar apa sebab mereka persekutukan yang lain dengan Allah, mereka tidak dapat memberikan jawab yang masuk akal atau yang keluar daripada akalnya yang jujur.
Itu sebabnya, syirik dipandang sebagai kezaliman puncak yang tidak ada di atasnya lagi. Dan semacam kezaliman lagi ialah mendakwakan dirinya sebagai Nabi puia, mengatakan bahwa dirinya pun mendapat wahyu dari Allah, padahal dia tidak ada menerima wahyu. Itulah nabi palsu, seperti Musailamah al-Kazzab (pendusta besar) atau Aswad al-Ansi, atau seorang perempuan yang mengakui dirinya jadi nabi pula bernama Sajjah binti Harits. Orang-orang seperti ini mencoba-coba pula “mengarang-ngarang" wahyu, tetapi dimuntahkan oleh orang-orang Arab yang terkadang orang yang bukan mengakui jadi nabi, lebih sanggup mengeluarkan kata yang lebih fasih dari itu.
Pada tiap zaman ada saja orang yang mengakui dirinya menjadi nabi mendapat wahyu dan mencoba mengarang kata-kata yang dikatakannya wahyu. Akan tetapi, selalu terbukti kepalsuan mereka. Pada zaman dekat kita ini terkenal tiga orang yang mengakui dirinya jadi nabi pula. Dua orang di Iran, yaitu yang menggelarkan dirinya “Al-Bab" yang pengikutnya disebut orang Kaum Babiyan. Kedua, Mirza Ali Muhammad yang disebut mereka “Baha-ullah", dan pengikutnya disebut orang Kaum Baha-i. Seorang lagi di Qadian Hindustan bernama Mirza Ghulam Ahmad dan pengikutnya disebut Kaum Ahmadiyah. Orang-orang itu mengakui mendapat wahyu, padahal sesudah Muhammad ﷺ tidak ada lagi wahyu nubuwwah turun dan tidak ada lagi nabi sesudah Muhammad ﷺ kecuali wahyu yang diturunkan pada lebah!
“Dan orang yang berkata, ‘Akan aku turunkan seperti apa yang diturunkan oleh Allah.'"
Yaitu orang-orang yang tidak percaya keistimewaan wahyu dan berkata bahwa mereka sanggup pula menyusun kata-kata yang sama fasihnya dan sama dalam isinya dengan wahyu. Mereka berani mengatakan bahwa wahyu-wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad itu hanyalah kata karangan Muhammad ﷺ sendiri saja. Mereka pun sanggup mengarang kata yang sama atau melebihi dari itu. Namun, ternyata setelah kata karangannya itu dikeluarkannya, keluar “biasa"-nya, baik menandirigi Al-Qur'an, apalagi akan melebihinya.
ARTI WAHYU
Kita sebutkan di sini, bahwa sesudah Rasulullah wafat atau sesudah ayat yang penghabisan daripada Al-Qur'an, wahyu Ilahi tidak turun lagi ke dalam dunia ini. Jibril tidak datang lagi membawa wahyu karena tidak ada lagi nabi sesudah Muhammad ﷺ.
Memang, wahyu itu bisa juga berarti ilham. Orang yang mengerti bahasa Arab tahu bahwa wahyu itu juga berarti ilham. Akan tetapi, sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ dan ulama-ulama salaf telah sependapat bahwa wahyu sebagai yang dibawa Jibril kepada rasul-rasul itu tidak akan datang lagi.
Namun, wahyu yang berarti ilham selalu datang, bukan saja kepada manusia, melainkan juga kepada lebah. Dalam surah an-Nahl (lebah) ayat 68 dan ayat 69, dituliskan sejelas-jelasnya bahwa lebah pun telah diberi wahyu oleh Allah agar membuat sarang di pohon-pohon atau di singap-singap rumah yang tinggi dan Allah telah mewahyukan pada lebah itu agar makan atau mencari buah-buahan dan kembang-kembang. Dan ia pun diwahyukan agar menempuh jalan yang telah ditentukan oleh Allah.
Sudah terang bahwa wahyu di sini berarti insting atau naluri yang telah dianugerahkan Allah kepada lebah sehingga dia mengeluarkan madu manisan menjadi obat bagi manusia.
Dalam bahasa Arab, biasa juga digunakan orang kalimat wahyu itu dengan arti ilham. Seorang pujangga Mesir, Musthafa Shadiq, menerbitkan buku kumpulan karangan-karangannya, diberi nama Wahyul Qalam (Wahyu Pena) dan penulis lain, Ahmad Hassan Zayyat mengeluarkan buku kumpulan karangan-karangannya yang dikumpulkan dalam buku yang berjudul Wahyur Risalah (Wahyu Risalah). Karena karangan-karangannya yang dikumpulkannya dalam buku itu pernah dimuat dalam majalah. Maka tidak adalah niat dalam hati kedua pujangga Islam itu mendakwakan bahwa kedua buku itu wahyu sebagai yang diterima nabi-nabi dibawa Jibril dan tidak ada pula pembaca yang salah paham lalu menyangka bahwa kedua kitab itu, sebab bernama wahyu menjadi “kitab suci".
Oleh sebab itu, kalau ada wahyu sesudah Nabi Muhammad ﷺ sudah terang artinya hanya salah satu dari dua, pertama Ilham Syi'ir, baik berupa puisi (rtazham) maupun prosa (natsor), yaitu ilham (insting) yang didapat oleh ahli-ahli pikir dan pujangga dan penyair atau insting sebagai yang dianugerahkan Allah pada lebah mencari bunga, tempat membuat sarang, gelatik mengangkut makanan untuk anaknya, ayam melindungi anak-anaknya di bawah sayapnya.
Oleh sebab itu, kalau ada orang mendakwakan dirinya mendapat wahyu serupa yang diterima oleh rasul-rasul dan nabi-nabi, yang dibawa oleh Jibril, lalu dia mengatakan pula bahwa dirinya nabi atau rasul, jelaslah bahwa orang itu nabi palsu atau rasui palsu.
Dan orang yang bernama Al-Bab atau pengikutnya Babiyah, Bahaullah dan pengikutnya bernama Baha-iyah, dan Mirza Ghulam Ahmad dan pengikutnya bernama Ahmadiyah itu adalah nabi-nabi palsu dan rasul-rasul palsu. Kalau hendak dikatakan wahyu juga, tidak lebih dari ilham, yang mungkin juga ilham setan. Atau wahyu serupa yang diberikan kepada lebah.
Dan tidak ada kezaliman atau aniaya atau penggelapan yang lebih jahat daripada ini.
Itulah tiga macam puncak kezaliman, yang tidak ada zalim di atas itu lagi.
“Dan alangkah ngerinya kalau engkau melihat orang-orang yang zalim itu dalam sakaratul maut, sedangkan malaikat mengulurkan tangan mereka, ‘Keluarkanlah nyawa-nyawa kamu!'"
Di dalam ayat disebut ghamaratil-maut, yang dalam bahasa kita dapat diartikan orang yang telah berada dalam suasana huru-hara maut, ketika nyawa akan lepas dari badan, resah dan gelisah, sebab maut sudah terbayang di hadapan mata, badan sudah terhampar menunggu ajal yang sudah pasti. Hanya badan yang telah lemah, tetapi pikiran me-manjar dan berpikir, memikirkan dosa yang telah lalu dan hari depan yang gelap, hati enggan bercerai dari dunia dan takut akan berhadapan dengan Allah. Dosa sudah terlalu banyak terutama karena kezaliman berbagai macam. Ketika itulah malaikat mengulurkan tangan yang ngeri dan menakutkan. Orang yang berada kiri-kanan tak melihat, tetapi dia sendiri melihatsebab nyawanya mulai terlepas sedikit ke sedikit dari kungkungan badan lalu dia berkata, “Keluarkanlah nyawa kamu! Hai, tinggalkanlah badanmu, waktumu sudah datang." Maka, mau ataupun tidak mau, nyawa itu pun keluarlah dari badan dalam keadaan kusut-masai, penderitaan ruhani lebih hebat dari jasmani. Sampai masuk ke alam kubur. Maka datanglah peringatan,
“Di hani inilah kamu akan dibalas dengan adzgb yang hina dari sebab apa yang telah pernah kamu katakan atas nama Allah, hal yang tidak benan dan adalah kamu dari ayat-ayat-Nya bentaku sombong."
Lalu, Allah menceritakan perihal nasib orang-orang yang sombong itu kelak,
Ayat 94
“Dan sesungguhnya kamu akan datang kepada Kami sendiri-sendiri, sebagaimana telah Kami jadikan kamu pertama kali."
Sebagaimana waktu kamu dilahirkan ke dunia dahulu, datang sendiri, tidak berteman, tidak berharta dan tidak mempunyai apa-apa. Lahir telanjang, mati pun hanya dengan dibalut kain kafan yang akan hancur bersama badan di dalam kubur."Dan telah kamu tinggalkan apa yang telah Kami berikan kepada kamu di belakang punggungmu." Tidak ada harta yang dibawa mati, tak ada emas dan perak, rumah dan pakaian, semuanya telah kamu tinggalkan di belakang kamu.
Harta benda kita kumpul-kumpulkan hanyalah untuk waris,
Gedung-gedung kita bangunkan untuk diruntuhkan oleh masa.
“Dan tidak Kami melihat ada beserta kamu orang-orang yang akan melepaskan kamu." Orang yang akan melepaskan kamu, yaitu syufa'au dan orang-orang yang memberikan syafaat, yang akan memohon kepada Allah agar dia dibebaskan dari adzab. Karena menurut kepercayaan orang mempersekutukan yang lain dengan Allah, baik berhala atau sesama manusia atau kuburan orang keramat, semuanya itu mereka sembah, mereka puja karena mengharapkan bahwa semuanya akan membela mereka di akhirat. Pada saat itu, selain datang kepada Allah seorang diri, tidak ada pangkat lagi, tidak ada harta dan kekayaan, pun tidak ada berhala-berhala atau orang-orang keramat atau kubur itu yang datang menemui. Sebatang kara, tak ada harta, tak ada teman, tak ada pembela."Yang kamu anggap bahwa mereka itu pada kamu sebagai sekutu-sekutu (Allah)" Artinya, bahwa kamu masih tetap mengakui bahwa Allah Ta'aala itu memang Ada dan memang Esa, dan hanya Dia sendiri yang menciptakan alam ini. Dasar kepercayaan itu memang ada padamu, yang diriamai tauhid uluhiyah. Setelah akan memohonkan apa-apa, kamu tidak langsung memohon kepada-Nya lagi, tetapi pada yang lain atau meminta tolong pada yang lain itu supaya menyampaikannya kepada Allah. Walaupun mengakui Dia Yang Menciptakan alam, kamu campur-aduk dengan yang lain. Kamu tidak mempunyai tauhid ru-bubiyah.
“Sesungguhnya telah terputuslah di antara kamu." Bukan saja lagi putus hubungan dengan harta benda dan keluarga yang dicintai, hubungan dengan berhala yang disembah dan kubur yang dipuja, dengan manusia atau dukun atau guru yang dianggap akan jadi penolong itu pun telah putus pula. Melengong ke kiri-kanan, mereka tak ada karena mereka pun hanya makhluk sebagai kamu juga.
“Dan telah menyesatkan kamu apa yang kamu anggap itu."
(ujung ayat 94)