Ayat
Terjemahan Per Kata
وَجَآءَ
dan datang
ٱلۡمُعَذِّرُونَ
orang-orang yang mempunyai 'uzdur
مِنَ
dari
ٱلۡأَعۡرَابِ
orang-orang Arab dusun
لِيُؤۡذَنَ
agar diberi izin
لَهُمۡ
bagi mereka
وَقَعَدَ
dan tinggal duduk
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَذَبُواْ
(mereka) mendustakan
ٱللَّهَ
Allah
وَرَسُولَهُۥۚ
dan RasulNya
سَيُصِيبُ
kelak akan menimpa
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
مِنۡهُمۡ
diantara mereka
عَذَابٌ
azab
أَلِيمٞ
pedih
وَجَآءَ
dan datang
ٱلۡمُعَذِّرُونَ
orang-orang yang mempunyai 'uzdur
مِنَ
dari
ٱلۡأَعۡرَابِ
orang-orang Arab dusun
لِيُؤۡذَنَ
agar diberi izin
لَهُمۡ
bagi mereka
وَقَعَدَ
dan tinggal duduk
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَذَبُواْ
(mereka) mendustakan
ٱللَّهَ
Allah
وَرَسُولَهُۥۚ
dan RasulNya
سَيُصِيبُ
kelak akan menimpa
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
مِنۡهُمۡ
diantara mereka
عَذَابٌ
azab
أَلِيمٞ
pedih
Terjemahan
Orang-orang Arab Badui yang membuat-buat alasan datang (kepada Nabi) agar diberi izin (untuk tidak berperang). Adapun orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya duduk berdiam (tidak mengemukakan alasan). Kelak orang-orang yang kufur di antara mereka akan ditimpa azab yang sangat pedih.
Tafsir
(Kemudian datanglah orang-orang yang mengemukakan uzur) asalnya lafal al-mu`adzdziruuna ialah al-mu`tadziruuna kemudian huruf ta diidgamkan ke dalam huruf dzal sehingga jadilah al-mu`adzdziruuna keduanya mempunyai arti yang sama lalu dibaca al-mu`adzdziruuna (yaitu orang-orang Arab penduduk padang pasir) kepada Nabi ﷺ (agar diberi izin bagi mereka) untuk tetap tinggal di kampungnya, tidak pergi berjihad karena berhalangan, akhirnya Nabi ﷺ memberi izin kepada mereka (sedangkan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya duduk berdiam diri saja) mereka yang diam adalah orang-orang yang berpura-pura beriman dari kalangan orang-orang munafik penduduk padang pasir, mereka diam saja tidak datang menghadap kepada Nabi ﷺ untuk mengemukakan alasan ketidakikutannya. (Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa azab yang pedih).
Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan uzur, yaitu orang-orang Arab penduduk padang pasir agar diberi izin bagi mereka (untuk tidak pergi berjihad), sedangkan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam diri saja. Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa azab yang pedih. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan keadaan orang-orang yang mempunyai uzur untuk tidak berjihad, yaitu mereka yang datang kepada Rasulullah ﷺ meminta izin darinya serta menjelaskan kepadanya bahwa mereka adalah orang-orang yang lemah, tidak mempunyai kemampuan untuk berangkat berperang. Mereka itu adalah orang-orang Arab Badui yang tinggal di sekitar kota Madinah.
Adh-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Ibnu Abbas membaca al-mu'azziruna dengan bacaan al-mu'ziruna, yakni tanpa memakai tasydid; dan ia mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang memang mempunyai uzur untuk tidak berangkat berjihad. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Uyaynah, dari Humaid, dari Mujahid. Ibnu Ishaq mengatakan, telah sampai kepadanya bahwa mereka adalah segolongan kaum dari kalangan Bani Gifar, antara lain ialah Khaffaf ibnu Ima ibnu Rukhsah.
Pendapat inilah yang paling kuat dalam menafsirkan makna ayat di atas, karena dalam firman selanjutnya disebutkan: sedangkan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam diri saja. (At-Taubah: 90) Maksudnya, tidak menghadap dan tidak meminta izin kepada Nabi ﷺ untuk tidak berangkat berperang. Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan uzur, yaitu orang-orang Arab penduduk padang pasir. (At-Taubah: 90) Menurutnya, mereka adalah segolongan orang dari kalangan Bani Gifar. Mereka datang menghadap Nabi ﷺ untuk mengemukakan uzurnya, tetapi Allah tidak menerima uzur mereka. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Al-Hasan, Qatadah, dan Muhammad ibnu Ishaq.
Tetapi pendapat yang pertama lebih kuat, hanya Allah yang lebih mengetahui, karena berdasarkan keterangan yang telah disebutkan di atas, yaitu firman Allah yang menyebutkan: sedangkan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya duduk berdiam diri saja. (At-Taubah: 90) Yakni sedangkan orang-orang Badui lainnya duduk saja, tidak menghadap mengemukakan uzurnya. Kemudian Allah mengancam mereka yang tidak berangkat tanpa alasan dengan siksaan yang pedih. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa azab yang pedih. (At-Taubah: 90).
Ayat ini menjelaskan sifat-sifat munafik kaum Arab Badui atau yang disebut A'ra'biy. Dan di antara orang-orang Arab Badui datang kepada Nabi Muhammad mengemukakan alasan yang dibuat-buat agar diberi izin untuk tidak pergi berpe-rang, sedang orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya dari kaum munafik duduk berdiam diri saja tidak mengajukan alasan mengapa tidak ikut berjihad. Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka, yakni penduduk Madinah yang munafik dan penduduk Arab Badui, akan ditimpa azab yang pedih.
Inilah kelompok yang diizinkan untuk tidak ikut perang. Tidak ada dosa karena tidak pergi berperang atas orang yang lemah, baik karena usianya sudah tua maupun lemah fisik seperti kaum perempuan dan anak-anak, orang yang sakit dan orang miskin yang tidak memperoleh apa, yakni biaya atau bekal, yang akan mereka infakkan untuk berjihad juga untuk keluarga yang ditinggalkan, apabila mereka ikhlas dalam niat dan imannya kepada Allah dan senantiasa menunjukkan sikap ketaatan kepada Rasul-Nya, maka tidak ada alasan apa pun untuk menyalahkan dan mencela mereka, sebab sejatinya mereka itu adalah orang-orang yang berbuat baik dan tidak membenci perintah jihad. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Ini merupakan hukum yang berlaku bagi semua taklif agama, sebab pada dasarnya manusia itu tidak memperoleh beban di atas kesanggupannya.
Ayat-ayat ini menerangkan bagaimana pula keadaan orang-orang munafik yang tinggal di luar kota Medinah yang tinggal di kampung-kampung penduduk padang pasir yang biasa dipanggil orang dengan Arab Badui. Mereka sengaja datang menghadap Rasulullah untuk mengemukakan alasan agar Rasulullah berkenan memberi izin untuk tidak ikut berperang. Kejadian ini diterangkan dalam suatu riwayat yang diceritakan oleh seseorang yang bernama adz-ahhak, yaitu: "Ada suatu kelompok Badui dari golongan Amir bin thufail datang menghadap Rasulullah seraya berkata, "Ya Nabi Allah, kami tidak turut berperang bersama engkau, kami merasa khawatir, kalau-kalau perempuan kami, anak-anak kami, dan binatang-binatang ternak kami habis dirusak dan dirampok oleh penjahat-penjahat." Maka Rasulullah menjawab, "Allah sudah memberitahukan kepadaku tentang keadaanmu; semoga Allah akan memaafkan dan menyelamatkanmu." Bermacam-macam alasan yang mereka kemukakan kepada Rasulullah, ada alasan yang dibuat-buat dan ada alasan yang sebenarnya agar mereka diberi izin untuk tidak turut berperang.
Mereka yang datang menghadap Rasulullah dengan mengemukakan alasan yang sebenarnya itu adalah kalangan orang-orang mukmin, dan mereka yang datang dengan alasan yang dibuat-buat adalah dari golongan orang-orang munafik. Ada segolongan lagi, yaitu orang-orang yang tidak datang menghadap Rasulullah untuk minta izin. Mereka itu sengaja duduk dan tinggal di rumahnya, tidak mau turut berjihad dan berperang. Mereka ini jelas termasuk orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Merekalah orang-orang munafik yang sudah parah dan sangat berbahaya. Menurut pendapat Umar bin Ala', baik mereka yang minta izin dengan mengemukakan alasan yang dibuat-buat, maupun yang duduk tinggal di rumah, tidak mau ikut berjihad dan berperang, kedua golongan itu sama-sama jeleknya dan sama-sama berbahaya. Kedua golongan itu sudah termasuk golongan orang kafir yang akan mendapat siksa yang pedih dari Allah, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 90
“Dan datanglah orang-orang yang berhalangan dari Anak Kampung, supaya mereka diberi izin."
Mereka mengemukakan uzur atau mengemukakan bahwa pada mereka ada suatu halangan sehingga tidak dapat pergi. Menurut riwayat dari adh-Dhahhak, ada satu kelompok Arab Kampung itu di bawah pimpinan Amir bin Thufail, datang kepada Rasulullah ﷺ memohon agar mereka dibebaskan dari tugas pergi berperang ke Tabuk itu, karena ada suatu uzur penting yang menghalangi mereka. Saat menghadap Rasulullah ﷺ, berkatalah Amir bin Thufail, “Ya Nabi Allah! Kalau kami turut berperang itu, maka arab-arab Kabilah Thai akan menyerbu desa kami, dan akan menawan istri-istri dan anak-anak kami dan ternak-ternak kami." Maka menjawab Rasulullah ﷺ, “Allah telah memberitahukan kepadaku tentang keadaan kalian, Allah akan menolongku sehingga halangan yang menimpa kalian itu tidak mengganggu bagi perjalananku."
Maka berkatalah Ibnu Abbas tentang kaum itu, “Mereka tidak ikut berperang karena berhalangan dan diberi izin Rasulullah ﷺ"
“Dan tinggallah orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya." Artinya, bahwa di samping orang-orang yang meminta izin karena ada halangan itu, Amir bin Thufail dan kelompoknya, ada lagi yang lain yang datang menyatakan uzur berhalangan pula, tetapi serupa dengan yang terdahulu tadi, mereka tidak berhalangan, lalu mereka katakan berha-langan, dan mereka pun diberi izin tinggal oleh Rasulullah ﷺ. Maka oleh karena demikian, mereka pun telah mendustakan Allah dan Rasul dan telah munafik pula. Mereka tinggal, tidak turut pergi, dengan alasan yang dibuat-buat:
“Allah akan menimpakan kepada orang-orang yang kafir dari mereka, suatu adzab yang pedih."
Artinya, ada orang-orang yang datang menyatakan berhalangan dan uzur buat pergi. Yang setengah betul-betul beruzur, lalu diberi izin tinggal oleh Nabi ﷺ Yang setengahnya lagi memohon uzur pula, mencari-cari dalih, padahal uzur yang benar-benar tidak ada, mereka pun diberi izin tinggal oleh Nabi ﷺ Niscaya yang benar-benar beruzur akan diberi ampun oleh Allah. Adapun yang mengicuh dan berbohong, sebagai perbuatan orang kafir akan diadzab Allah dengan adzab yang pedih. Sebab yang dapat diputuskan oleh Rasulullah ﷺ ialah hal yang zahir. Adapun yang batin, Allah-lah yang lebih tahu. Sebab betapa pun kerasnya suatu perintah, namun pengecualian pasti ada.
Ayat 91
“Tidaklah salah atas orang-orang yang lemah dan tidak (pula) atas orang-orang yang sakit dan tidak atas orang-orang yang tidak mendapati apa yang akan mereka belanjakan."
Di pangkal ayat ini telah ditunjukkan tiga macam orang yang tidak bersalah, atau tidak disalahkan jika mereka tidak dapat pergi. Pertama ialah orang-orang yang lemah, termasuk orang tua-tua dan kanak-kanak. Termasuk orang-orang buta dan orang-orang lumpuh, termasuk orang-orang perempuan, walaupun masih muda dan kuat. Dengan catatan, kalau ada di antara mereka suka pula pergi, karena menurutkan mahramnya atau suaminya, tidak dihadangi. Semuanya itu adalah uzur yang tetap. Kedua ialah orang-orang sakit. Maka uzur yang diberikan kepada mereka ialah sampai mereka sembuh. Ketiga ialah orang-orang yang fakir yang tidak mempunyai apa yang akan dibelanjakan. Mereka tidak mempunyai belanja atau alat perkakas perang dan kalau mereka pergi, belanja persediaan untuk anak-istri yang ditinggalkan pun tidak ada. Maka Rasulullah ﷺ boleh mengecualikan orang ini dari jihad. Sebab itu, dalam ayat ditegaskan tidak ada jalan terha-dap mereka.
Pada zaman Rasulullah ﷺ kerap kali orang-orang yang kaya setelah mengeluarkan belanja untuk dirinya sendiri, menanggung pula belanja sahabatnya yang fakir. Kalau ke-jadian begini, menjadi wajib pulalah bagi yang fakir tadi buat ikut. Kemudian setelah Baitul maal teratur, maka belanja untuk peperangan dapat dikeluarkan dari dalam baitul maal. Waktu itu menjadi wajib pulalah bagi si fakir tadi pergi berperang, sebab perbelanjaannya telah dijamin oleh negara.
Maka atas ketiga macam orang ini tidaklah disalahkan, tidaklah diberatkan buat pergi berperang: “Apabila mereka telah ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya." Di dalam ayat dituliskan apabila mereka telah bernasihat kepada Allah dan Rasul-Nya. Arti nasihat ialah ikhlas. Sebab itu maka tobat nashuha, lihat surah at-Tahriim ayat 8, berarti tobat yang setulus-tulusnya, sejujur-jujurnya, dan seiklas-ikhlasnya. Oleh sebab itu maka arti nasihat kepada Allah dan Rasul ﷺ ialah hati suci bersih kepada Allah dan Rasul ﷺ.
Ingatlah sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i, daripada sahabat Rasulullah ﷺ Tamim ad-Dari:
“Bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda, “Agama itu ialah Nasihat, Lalu mereka bertanya, “Kepada siapa, ya Rasulullah?" Beliau jawab, “Kepada Allah dan kitab-Nya, dan kepada Ra-sul-Nya dan kepada pemimpin-pemimpin (imam-imam) kaum muslimin dan kepada orang awam mereka." (HR Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i)
Hati suci kepada Allah dan Rasul-Nya, ialah dengan menyerahkan diri dan tidak bercabang-cabang pikiran kepada yang lain. Hati suci atau nasihat kepada Kitab, yaitu Al-Qur'an, ialah dengan taat mengikuti petunjuk-Nya. Hati suci kepada pemimpin-pemimpin atau imam-imam, pimpinan agama dan negara, ialah dengan kesetiaan. Hati suci kepada sesama Muslimin, dan awam kaum ialah dengan pergaulan yang baik yang berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing. Dan kalau datang masanya, niscaya menyampaikan nasihat dengan hati suci, beramar ma'ruf nahi munkar.
Maka walaupun seseorang uzur buat pergi berperang karena lemah atau karena sakit atau karena miskin, namun dalam keadaan yang demikian mereka sebagai orang yang beriman tetap ikhlas kepada Allah dan Rasul ﷺ. Orang yang pincang boleh menunggu rumah, dan orang yang sakit hendaklah sabar mengharapkan sembuh dan keluarganya hendaklah merawatnya. Orang yangmiskin jagalah kampung halaman, perempuan-perempuan, jagalah rumah suami. Tiap-tiap manusia beriman dalam keadaan yang bagaimana pun hendaklah selalu tulus ikhlas mengerjakan perintah Allah sekadar kemungkinan yang ada padanya. Seumpama sahabat Rasululiah ﷺ yang bernama Ibnu Ummi Maktum yang buta itu. Ketika Hijrah dari Mekah ke Madinah, dia pun turut Hijrah. Tetapi kalau ada peperangan, dia tidak dapat ikut, sebab dia buta. Tetapi bagaimanapun keadaan, namun di waktu shubuh tetap dia yang dahulu sekali tiba di masjid untuk menyerukan adzan yang kedua, sesudah adzan Bilal. Meskipun rumahnya agak jauh dari masjid, namun dia termasuk yang dahulu datang.
Di segala zaman tiap-tiap orang yang beriman menunjukkan ikhlasnya kepada Allah, menurut kesanggupan yang ada padanya. Di negeri Kubang Suliki (Payakumbuh) pun ter-dapat Haji Malik yang buta matanya. Hujankah hari, gelapkah malam, namun Haji Malik termasuk orang yang dahulu sekali tiba di Masjid Kubang buat shalat jamaah Shubuh. Sudah dibimbing dianya oleh perasaannya yang halus melalui jalan berbelok-belok dalam negeri Kubang buat sampai ke masjid. Tidak ada orang lain yang menolong menuntunnya. Imannyalah yang menyinari hatinya. Haji Malik meneladari Ibnu Ummi Maktum.
“Tidaklah ada satu jalan pun," untuk menuntut dan menyalahkan “Orang-orang yang berbuat baik." Artinya, asalkan orang berbuat amat yang baik, dari hati yang tulus ikhlas, walaupun hanya sekadar tenaganya raja, karena lemahnya, karena butanya dan pin-cangnya, karena sakitnya dan miskinnya, tidaklah ada jalan buat menyalahkan mereka atau meminta mengeluarkan tenaga lebih dari kesanggupannya. Seumpama apabila datang seruan shalat. Segala orang bersegera menyambut. Yang kuat pergi berjamaah, yang buta berjalan meraba-raba, bahkan yang sakit pun shalat sambil tidur, kadang-kadang tidak dapat memakai air, dia pun tayamum. Semua melaksanakan perintah Ilahi sebagai puncak dari segala kebaikan. Maka ternyatalah bahwa semuanya itu telah mereka kerjakan tersebab hati yang tulus kepada Allah."Tidak ada jalan" buat mengatakan bahwa yang mereka kerjakan itu adalah satu kekurangan. Pahala yang akan mereka terima karena hati yang penuh nasehatatau tulus ikhlas itu, sama di sisi Allah dengan amalan orang-orang kuat
“Dan Allah adalah Maha Pengampun, lagi Penyayang."
Kepada yang bersalah, karena manusia tidak akan lepas daripada khilaf dan alpa, Allah selalu sedia memberikan ampun. Sebab Allah Mahatahu sebab batinnya sudah bersih dan kesalahan bukanlah mereka kehendaki dan bukan mereka pilih. Dan lantaran hati itu suci bersih, tiap Mukmin kalau telanjur bersalah, segera memohon ampun dan tobat, dan berjanji di dalam batinnya tidak lagi hendak membuat kesalahan yang serupa. Maka sayanglah Allah kepadanya. Allah pun menunjukkan sifat Rahim-Nya, dengan mem-berinya petunjuk sehingga mutu imannya bertambah tinggi di dalam menuntut ridha Allah Subhanahu wa Ta'aala.
Ayat 92
“Dan tidak (pula) atas orang-orang yang tatkala datang kepada engkau, minta mereka diberi angkutan, lalu engkau katakan, Tidak aku dapat kendaraan untuk membawa kamu atasnya."
Artinya, selain orang yang tiga macam tali, yaitu yang lemah, sakit dan fakir, ada pula semacam lagi yang mereka tidak berdosa jika tidak dapat pergi. Yaitu orang-orang yang bersedia buat pergi, tetapi kendaraan buat mengangkut tidak cukup sehingga mereka terpaksa tinggal, sedang perjalanan itu amat jauh. Bukan mereka tidak mau pergi, bukan Rasul ﷺ tidak mau membawa, tetapi kendaraan pengangkut yang tidak cukup. Orang-orang seperti ini pun tidak dapat disalahkan dan tidak pula berdosa.
Menurut riwayat dari Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaihi dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah ﷺ telah menyampaikan nafir berjihad ke
Tabuk itu, datanglah orang-orang berkumpul, baik yang dari dalam kota Madinah maupun yang dari luarnya. Datanglah seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang bernama Abdullah bin Mu'aqqal al-Muzani bersama beberapa orang kawannya sedang angkatan perang sudah siap hendak berangkat. Maka berkatalah Abdullah, “Ya, Rasulullah! Bawalah kami!" (Bawalah kami dengan unta-unta atau kuda-kuda yang ada). Sedang unta-unta itu telah penuh belaka, satu unta buat dua sampai tiga orang. Unta lain tidak ada lagi. Maka menjawablah Rasulullah ﷺ. Mendengar jawab Rasulullah ﷺ yang demikian, “Lalu mereka pun berpaling,"artinya, mereka pun terpaksa pulang kembali.
“Sedang mata mereka berlinang-linang dari sebab air mata, lantaran sedih, sebab mereka tidak mempunyai apa-apa yang akan di…kan."
Sangatlah sedih hati mereka tidak dapat pergi, sebab Rasulullah ﷺ tidak dapat mengajak. Sebab semua kendaraan sudah penuh. Mereka pun terpaksa pulang kembali, air mata mereka titik berlinang-linang, sebab sedih tak dapat pergi, tak dapat turut berjihad bersama Rasulullah ﷺ seperti orang-orang yang lain. Akan diganti dengan mengeluarkan belanja membantu perang, mereka tidak ada mempunyai apa-apa yang akan diserahkan. Mereka hanya menyediakan nyawa, padahal alat pengangkutan tidak ada. Akan pergi dengan kendaraan sendiri, mereka tidak punya. Mereka menangis!
Perjalanan ke Tabuk itu sangat berat. Menurut riwayat Imam Ahmad, mereka keluar ke Tabuk mengendarai unta; satu unta dinaiki dua orang sampai tiga orang. Dan karena sa-ngat teriknya panas, ada orang yang karena keputusan air, menyembelih untanya dan me-ngeluarkan air dari tempolongan unta itu dan meminumnya.
Sangat berkesan kepada hati Rasulullah saw, sahabat-sahabatnya yang tidak dapat pergi itu, terbayang di mata beliau tangis mereka. Menurut riwayat Anas bin Malik, setelah mereka kembali dari Tabuk dalam perjalanan pulang, setelah dekat ke Madinah, berkatalah Rasulullah ﷺ, “Sesungguhnya di dalam kota Madinah ada suatu kaum, ke mana pun kamu sekalian pergi dan lembah mana pun yang kamu lalui, namun mereka itu ada bersama kamu."
Kemudian, para sahabat itu bertanya, “Bagaimana jadi demikian, ya Rasulullah ﷺ? Padahal mereka tinggal tetap di Madinah?" Beliau menjawab, “Memang, mereka tinggal di Madinah, sebab ada halangan yang menghambat mereka."
Dengan demikian, tinggilah beliau menghargai orang-orang yang melepas beliau pergi ketika akan berangkat, termasuk orang-orang yang menangis karena tidak dapat dibawa karena kendaraan tidak cukup itu.
Ayat 93
‘Jalan hanyalah ada terhadap orang-orang yang meminta izin kepada engkau, padahal mereka kaya."
Jalan buat menyalahkan hanyalah ada terhadap orang-orang yang kaya dan mampu, ada harta dan badan pun kuat, kendaraan yang akan ditunggangi pun ada, namun mereka masih mengemukakan berbagai dalih dan alasan buat minta izin tinggal, tidak ikut pergi berjihad."Mereka telah senang tinggal bersama-sama orang-orang perempuan." Tinggal bersama perempuan-perempuan, kanak-kanak dan orang tua-tua, padahal uzur hanya dicari-cari saja. Bagaimanakah perasaan hati mereka di waktu itu? Padahal ada orang lain yang menangis, sebab tidak dapat pergi!!
Apakah sebabnya perasaan mereka sampai demikian kasarnya?
Lanjutan ayat memberikan jawaban.
“Dan telah dicap Allah hati mereka, namun mereka tidak juga mau tahu."
Perasaan mereka telah sampai demikian kasar sehingga hati mereka telah dicap, dima-terai oleh Allah. Hati yang telah dicap Allah itu telah tercabut perasaan halusnya. Ketika Rasulullah ﷺ dengan 30.000 angkatan perang Muslimin itu akan pergi, orang berduyun-duyun hadir ke lapangan luar kota Madinah, untuk mengantar bersama-sama, laki-laki yang uzur dan perempuanperempuan dan kanak-kanak, bahkan ada yang menangis sebab tidak dapat pergi. Mereka yang kaya raya itu tidak ada perasaan halusnya, sampai hati mereka tinggal, padahal badan sehat, harta pun ada, dan kendaraan pun cukup. Riwayat tidak menerangkan apa mereka ber-benam saja di rumah, ataupun turut pula untuk mengantar. Tetapi yang terang, baik mereka hadir maupun berbenam di rumah, perasaan mereka tidak akan tergetar lagi, baik karena pengecut menghadapi perang, atau karena ingin bersenang-senang karena takut menempuh panas terik, padahal panas api neraka lebih terik. Kalau mereka masih mempunyai perasaan, kalau hati mereka tidak telah dicap, tentu mereka tidak sampai hati buat tinggal dan tidak sampai hati untuk tidak ikut dalam barisan bersama Rasulullah ﷺ seperti Abu Khaitsamah yang dahulu telah kita ceritakan itu. Tergetar rasa imannya setelah sekian lama Rasulullah ﷺ pergi. Dan bertambah bergetar hatinya setelah kedua istrinya yang masih muda-muda menyediakan makanan den air yang sejuk, lalu dia bangkit dari duduknya yang senang itu, diambilnya senjatanya, diracaknya untanya dan dikejarnya angkatan perang Nabi ﷺ, Nabi sudah jauh dahulu sehingga setelah sampai di Tabuk, baru dia bisa menggabungkan diri.
Hati yang dimaterai oleh Allah, yang menyebabkan seseorang dapat dicap munafik, yang diuraikan satu demi satu penyakit hati itu di dalam surah Bara'ah ini, adalah hukum yang berbahaya dari Allah kepada kita, di kala kita masih hidup. Kita masih dihitung dari luar sebagai orang Islam, padahal telah jauh di luar garisnya. Moga-moga dapatlah kita menjaga hati dan melatih jiwa (riadhatun nafs), jangan sampai kena cap yang demikian. Semoga dengan bimbingan Allah, dapatlah kita mengamalkan beberapa kebajikan dengan hati
tuius-ikhlas, sekadar tenaga yang ada pada kita dan diterima oleh Allah. Amin.