Ayat
Terjemahan Per Kata
وَتُحِبُّونَ
dan kamu mencintai
ٱلۡمَالَ
harta
حُبّٗا
cinta
جَمّٗا
berlebihan
وَتُحِبُّونَ
dan kamu mencintai
ٱلۡمَالَ
harta
حُبّٗا
cinta
جَمّٗا
berlebihan
Terjemahan
dan mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.
Tafsir
(Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan) sehingga kalian merasa sayang untuk menafkahkannya di jalan kebaikan. Menurut suatu qiraat pada keempat Fi'il tadi, yaitu Laa Tukrimuuna, Laa Tahaadhdhuuna, Ta'kuluuna, dan Tuhibbuuna, dibaca Laa Yukrimuuna, Laa Yahaadhdhuuna, Ya'kuluuna, dan Yuhibbuuna. Makna ayat-ayat di atas berdasarkan bacaan pertama.
Tafsir Surat Al-Fajr: 15-20
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya, lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang batil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, mengingkari sifat manusia yang apabila Allah meluaskan baginya dalam hal rezeki untuk mengujinya melalui rezeki itu, maka ia menganggap bahwa hal itu merupakan kemuliaan dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk dirinya. Padahal kenyataanya tidaklah demikian, bahkan sebenarnya hal itu merupakan ujian dan cobaan, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Muminun: 55-56) Demikian pula sebaliknya Allah menguji dan mencobanya dengan kesempitan rezeki, dia mengira bahwa hal itu merupakan penghinaan dari Allah subhanahu wa ta’ala kepadanya. Maka disanggah oleh firman-Nya: Sekali-kali tidak (demikian). (Al-Fajr: 17) Yakni sebenarnya tidaklah seperti yang diduganya baik dalam keadaan mendapat kesukaan maupun dalam keadaan mendapat kedukaan;karena sesungguhnya Allah memberi harta kepada siapa yang disukai-Nya dan juga kepada orang yang tidak disukai-Nya, dan Dia menyempitkan rezeki terhadap orang yang disukai-Nya dan juga terhadap orang yang tidak disukai-Nya.
Dan sesungguhnya pokok pangkal permasalahan dalam hal ini bergantung kepada ketaatan yang bersangkutan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dalam dua keadaan tersebut. Apabila ia diberi kekayaan, hendaknya ia bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya itu; dan apabila mendapat kemiskinan, hendaknya ia bersabar dan tetap menjalankan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. (Al-Fajr: 7) Di dalam ayat ini terkandung makna perintah untuk memuliakan anak yatim, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnul Mubarak, dari Sa'id ibnu Ayyub, dari Yahya ibnu Sulaiman, dari Yazid ibnu Abu Gayyas., dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Sebaik-baik rumah dikalangan kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik, dan seburuk-buruk rumah di kalangan kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang di perlakukan dengan buruk.
Kemudian Nabi ﷺ berisyarat dengan kedua jari tangannya, lalu bersabda: Aku dan orang yang menjamin anak yatim berada di dalam surga seperti ini. Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Sabah ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada Kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Abu Hazim), telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sahl (yakni Ibnu Sa'id) bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Aku dan orang yang menjamin anak yatim seperti kedua jari ini di dalam surga. Yakni berdekatan, seraya mengisyaratkan kedua jarinya, yaitu telunjuk dan jari tengahnya. dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. (Al-Fajr:18) Yaitu tidak memerintahkan orang lain untuk memberi santunan kepada orang-orang fakir dan miskin dan sebagian dari mereka tidak menganjurkan hal ini kepada sebagian yang lainnya.
dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur-adukan (yang halal dan yang haram). (Al-Fajr: 19). Yang dimaksud dengan turas ialah harta warisan, yakni memakannya tanpa mempedulikan dari arah mana dihasilkannya, baik dari cara halal maupun cara haram. dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (Al-Fajr: 20) Yakni kecintaan yang banyak; sebagian ulama mengartikannya kecintaan yang berlebihan."
20. Dan tidak hanya itu, kamu juga mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan. Kecintaan berlebih seseorang terhadap harta menjadikan motivasi hidupnya semata untuk mengumpul'kan harta, tidak peduli halal atau haram. Di sisi lain, dia akan menjadi kikir dan tidak mau peduli kepada sesama. Perilaku ini akan menjerumuskannya ke neraka. 21-24. Sekali-kali tidak! janganlah kamu berbuat demikian. Apabila bumi diguncangkan berturut-turut, memuntahkan isinya, hancur lebur, kemudian muncul bumi yang sama sekali baru, dan setelah itu datanglah Tuhanmu dengan cara yang tidak diketahui hakikatnya sama sekali oleh manusia; dan malaikat menunggu perintah Tuhan sambil berbaris-baris penuh kepatuhan. Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam kepada orang kafir agar mereka melihat dengan mata kepada sendiri apa yang dahulu mereka ingkari. Ketika semua itu terjadi, maka pada hari itu sadarlah manusia yang ingkar atas kealpaannya, tetapi tidak berguna lagi baginya kesadaran itu. Kesempatan untuk bertobat sudah tiada. Kini tiba saatnya untuk menghitung dan mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Betapa besar penyesalan orang kafir pada hari itu. Dia berkata dengan penuh kesadaran, 'Alangkah baiknya sekiranya di dunia dahulu aku beriman dan mengerjakan amal saleh untuk kenyamanan hidupku di akhirat ini. ' Penyesalan itu sudah tidak berguna. Maka, berbahagialah kini orang yang membekali diri di dunia dengan iman dan amal saleh.
Orang yang durhaka itu terus mencari dan mengumpulkan kekayaan tanpa mengenal rasa lelah dan tidak peduli halal atau haram. Di samping itu, mereka sangat pelit, tidak mau mengeluarkan kewajiban berkenaan harta, yaitu membayar zakat dan membantu orang yang berkekurangan.
Allah tidak mungkin sayang kepada orang kaya raya yang memperoleh kekayaan itu dengan cara yang tidak benar. Juga kepada orang yang tidak mau membantu orang lain. Mereka jangan mengira bahwa mereka memperoleh kekayaan itu sebagai tanda bahwa Allah menyayangi mereka. Sebaliknya, Allah sesungguhnya membenci mereka. Tidak mustahil mereka akan dijatuhi azab seperti yang telah ditimpakan-Nya kepada umat-umat terdahulu itu. Di akhirat nanti, Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka. Hakikat ini hendaknya disadari oleh kaum kafir Mekah yang masih juga membangkang. Hal itu hendaknya dijadikan pelajaran oleh seluruh umat manusia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 17
“Tidak sekali-kali! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim."
Sama sekali itu adalah omong kosong. Sebab sifat-sifat yang baik, kelakuan yang terpuji, tidaklah akan subur kalau iman tidak ada. Kalau dia telah kaya, dia tidak lagi akan merasa belas kasihan kepada anak yatim; sebab dia hanya memikirkan dirinya, tidak memikirkan orang lain. Sebab dia tidak pernah memikirkan bagaimana kalau dia sendiri mati, dan anaknya tinggal kecil-kecil.
Ayat 18
“Dan kamu tidak ajak-mengajak atas memberi makan orang miskin."
Di dalam dua ayat ini bertemu dua kalimat penting, yang timbul dari hasil iman.
Pertama ialah memuliakan anak yatim. Memuliakan adalah lawan dari menghinakan, yaitu menganggapnya rendah, hanya separuh manusia, sebab tidak ada lagi orang yang mengasuhnya. Atau diasuh juga anak yatim itu tetapi direndahkan, dipandang seperti budak belian. Ini bukanlah perangai orang Mukmin.
Kedua ialah kalimat ajak-mengajak. Dalam kalimat ini memikul bersama, bukan memikul sendiri. “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing." Seorang ulama besar, Ibnu Hazm al-Andalusi pernah menyatakan, jika terdapat seseorang mati karena kelaparan pada satu Qaryah (kampung) maka yang bertanggung jawab menanggung dosa ialah orang sekampung itu. Dalam hukum Islam seluruh isi kampung diwajibkan membayar diyat atas kematian si miskin itu. Karena memberi makan fakir-miskin adalah kewajiban bersama. Si miskin pun berhak menerima bagian dari zakat.
Ayat 19
“Dan kamu makan harta warisan orang; makan sampai licin. "
Mereka terima harta warisan dari saudaranya yang telah wafat, lalu dimakannya sendiri dengan lahapnya, sampai licin tandas; sedang pewaris lain yang berhak, baik istrinya atau anak-anaknya yang masih kecil, tidak mendapat bagian.
Ayat 20
“Dan kamu suka sekali akan harta, kesukaan sampai keji."
Di mana saja pintunya, akan kamu hantam pintu itu sampai terbuka, kalau di dalamnya ada harta. Halal dan haram tak peduli. Menjual negeri dan bangsa pun kamu mau, asal dapat duit. Menjual rahasia negara kamu tidak keberatan, asal uang masuk. Malah membuka perusahaan yang penuh dengan dosa seperti perusahaan pelacuran perempuan, membuka rumah perjudian, menjual barang-barang yang merusak budi-pekerti manusia, bahkan apa saja, kamu tidak keberatan asal hartamu bertambah. Inilah celakanya kalau hidup tidak ada tuntunan iman.