Ayat
Terjemahan Per Kata
كَلَّا
jangan begitu/sekali-kali tidak
سَيَعۡلَمُونَ
kelak mereka akan mengetahui
كَلَّا
jangan begitu/sekali-kali tidak
سَيَعۡلَمُونَ
kelak mereka akan mengetahui
Terjemahan
Sekali-kali tidak! Kelak mereka akan mengetahui.
Tafsir
(Sekali-kali tidak) kata ini merupakan sanggahan yang ditujukan kepada orang-orang kafir tadi (kelak mereka mengetahui) apa yang bakal menimpa mereka sebagai akibat daripada keingkaran mereka kepada Al-Qur'an.
Tafsir Surat An-Naba': 1-16
Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui, kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui. Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-gunung sebagai pasak? Dan Kami jadikan kalian berpasang-pasangan, dan Kami jadikan tidur kalian untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, dan Kami bangun di atas kalian tujuh buah (langit) yang kokoh, dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, mengingkari orang-orang musyrik karena mereka saling bertanya tentang hari kiamat dengan rasa tidak percaya akan kejadiannya. Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita yang besar. (An-Naba: 1-2) Yakni apakah yang dipertanyakan mereka? Tentang hari kiamat, yaitu berita yang besar, yakni berita yang amat besar, amat mengerikan, lagi amat mengejutkan. Qatadah dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan berita besar ini ialah kebangkitan sesudah mati. Mujahid mengatakannya Al-Qur'an, tetapi yang jelas adalah pendapat yang pertama, karena dalam firman berikutnya disebutkan: yang mereka perselisihkan tentang ini. (An-Naba: 3) Manusia dalam hal ini ada dua macam, ada yang beriman kepadanya dan ada yang kafir.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman berikutnya mengancam orang-orang yang ingkar dengan adanya hari kiamat. Sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui, kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui. (An-Naba: 4-5) Ini merupakan peringatan yang tegas dan ancaman yang keras. Kemudian Allah menjelaskan tentang kekuasaan-Nya yang besar melalui ciptaan-Nya terhadap segala sesuatu yang besar lagi menakjubkan, yang semuanya itu menunjukkan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, termasuk masalah hari berbangkit dan lain-lainnya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? (An-Naba: 6) Maksudnya, telah dihamparkan-Nya dan dijadikan-Nya layak untuk dihuni oleh makhluk-Nya, lagi tetap, tenang, dan kokoh.
dan gunung-gunung sebagai pasak? (An-Naba: 7) Dia menjadikan pada bumi pasak-pasak untuk menstabilkan dan mengokohkannya serta memantapkannya sehingga bumi menjadi tenang dan tidak mengguncangkan orang-orang dan makhluk yang ada di atasnya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: dan Kami jadikan kalian berpasang-pasangan. (An-Naba: 8) Yaitu dari jenis laki-laki dan perempuan, masing-masing dapat bersenang-senang dengan lawan jenisnya, dan karenanya maka berkembanglah keturunan mereka. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. (Ar-Rum:21) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Kami jadikan tidur kalian untuk istirahat. (An-Naba: 9) Yakni istirahat dari gerak agar tubuh kalian menjadi segar kembali setelah banyak melakukan aktiyitas dalam rangka mencari upaya penghidupan di sepanjang siang hari.
Hal seperti ini telah diterangkan di dalam tafsir surat Al-Furqan. dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. (An-Naba: 10) yang menutupi semua manusia dengan kegelapannya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan malam apabila menutupinya. (Asy-Syams: 4) Dan ucapan seorang penyair yang mengatakan dalam salah satu bait syairnya, "Dan manakala malam mulai menggelarkan kain penutupnya, maka seluruh semesta menjadi gelap." Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. (An-Naba: 10) Maksudnya, ketenangan.
dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan. (An-Naba: 11) Kami menjadikannya terang benderang agar manusia dapat melakukan aktiyitasnya untuk mencari upaya penghidupan dengan bekerja, berniaga, dan melakukan urusan lainnya. Firman Allah Swt: dan Kami bangun di atas kalian tujuh buah (langit) yang kokoh. (An-Naba: 12) Yaitu tujuh lapis langit dengan segala keluasannya, ketinggiannya, kekokohannya, dan kerapiannya serta hiasannya yang dipenuhi dengan bintang-bintang, baik yang tetap maupun yang beredar. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan: dan Kami jadikan pelita yang amat terang. (An-Naba: 13) Yakni matahari yang menerangi semesta alam, yang cahayanya menerangi seluruh penduduk bumi.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah. (An-Naba: 14) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-mu'sirat ialah angin. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abu Dawud Al-Hafari, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami turunkan dari awan. (An-Naba: 14) Bahwa makna yang dimaksud ialah dari angin.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Qatadah, Muqatil, Al-Kalabi, Zaid ibnu Aslam, dan putranya (yaitu Abdur Rahman), semuanya mengatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan mu'sirat ialah angin. Dikatakan demikian karena anginlah yang meniup awan yang mengandung air, hingga awan itu menurunkan kandungan airnya dan terjadilah hujan. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Al-mu'shirat," bahwa makna yang dimaksud ialah awan yang mengandung air hujan.
Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Abul Aliyah, Adh-Dhahhak, Al-Hasan, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Ats-Tsauri, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir. Al-Farra mengatakan bahwa musirat ialah awan yang mengandung air dan masih belum diturunkan, sebagaimana yang dikatakan terhadap seorang wanita yang musir artinya 'bilamana masa haidny tiba, sedangkan sebelum itu ia tidak pernah haid'. Diriwayatkan pula dari Al-Hasan dan Qatadah, bahwa minal musirat artinya dari langit, tetapi pendapat ini gharib.
Dan yang jelas adalah pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan musirat ialah awan yang mengandung air, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya. (Ar-Rum: 48) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: air yang banyak tercurah. (An-Naba: 14) Mujahid, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa sajjajan artinya tercurah.
Ats-Tsauri mengatakan berturut-turut. Ibnu Zaid mengatakan banyak. Ibnu Jarir mengatakan bahwa tidak diketahui dalam pembicaraan orang Arab untuk menggambarkan hal yang banyak memakai kata as-sajj, melainkan menunjukkan pengertian curahan yang berturut-turut. Termasuk ke dalam pengertian ini sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: Haji yang paling afdal ialah yang banyak debunya dan banyak mengalirkan darah kurban. Yakni mengalirkan darah hewan kurban. Menurut hemat saya, demikian pula dalam hadits wanita yang mustahadah (keputihan) saat Rasulullah ﷺ bersabda, kepadanya, "Aku anjurkan kamu memakai penyumbat dari katun." Maka wanita itu menjawab, "Wahai Rasulullah, darah itu lebih banyak daripada yang engkau perkirakan, sesungguhnya ia mengalir dengan sederas-derasnya." Hal ini menunjukkan adanya penggunaan kata as-sajj untuk menunjukkan pengertian curahan yang berturut-turut lagi banyak; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat? (An-Naba: 15-16) Yaitu agar melalui air yang banyak, baik, bermanfaat, lagi mengandung berkah ini Kami tumbuhkan biji-bijian untuk manusia dan hewan, dan Kami tumbuhkan pula sayur-sayuran yang dapat dimakan secara mentah, Kami tumbuhkan pula taman-taman dan kebun-kebun yang menghasilkan berbagai macam buah-buahan yang beraneka ragam rasa dan baunya, yang adakalanya kesemuanya itu dapat dijumpai dalam satu kawasan tanah.
Karena itulah maka disebutkan alfafan, yang menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya artinya lebat. Hal ini berarti sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Ar-Ra'd: 4)"
Tidak! Persoalan yang sebenarnya tidak seperti apa yang mereka duga. Kelak, pada hari kebangkitan itu benar-benar tiba, mereka akan mengetahui hakikat persoalan yang sebenarnya. 5. Allah menegaskan sekali lagi. Sekali lagi tidak! Kelak mereka akan mengetahui hakikat persoalan yang sebenarnya ketika hari kebangkitan itu benar-benar tiba.
.
Orang-orang musyrik Mekah ketika berkumpul di tempat pertemuan mereka yang berada di dekat Baitullah, sering membicarakan keadaan Nabi Muhammad dan Kitab Al-Qur'an yang dibawanya. Mereka sering bertanya satu sama lain bahwa apakah Muhammad itu seorang tukang sihir, penyair, atau seorang dukun tukang tenung yang terkena pengaruh buruk oleh berhala-berhala mereka? Mereka juga bertanya-tanya apakah Al-Qur'an itu sihir, syair, atau mantra-mantra saja? Masing-masing mengemukakan pendapat sesuai dengan hawa nafsu dan angan-angan mereka, sedangkan Nabi Muhammad sendiri dengan sikap yang tenang menyampaikan seruannya berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an yang memberi sinar penerangan kepada manusia menuju jalan kebenaran dan petunjuk yang lurus.
Selain itu mereka sering bercakap-cakap tentang hari kebangkitan sehingga sering menimbulkan perdebatan, sebab di antara mereka ada yang mengingkarinya dan beranggapan bahwa setelah mati habislah urusan mereka. Tidak ada lagi kebangkitan setelah mati. Mereka berpendapat bahwa manusia itu lahir ke dunia lalu ia mati dan ditelan bumi karena tidak ada yang membinasakan mereka kecuali masa atau waktu saja. Di sisi lain, ada pula di antara mereka yang berpendapat bahwa yang dibangkitkan itu hanya arwah saja dan bukan jasad yang telah habis dimakan bumi. Ada pula di antara mereka yang menjumpai salah seorang sahabat Nabi dan menanyakan tentang hal itu dengan sikap mencemoohkan.
Sehubungan dengan sikap mereka yang demikian itu, surah ini turun untuk menolak keingkaran mereka, dan mengemukakan argumen yang nyata bahwa Allah benar-benar Mahakuasa membangkitkan mereka kembali setelah mati, walaupun mereka telah menjadi tanah, dimakan binatang buas, ditelan ikan di laut, terbakar api dan diterbangkan angin, atau sebab lainnya.
Dalam ayat ini, Allah mencela perselisihan orang-orang kafir Mekah mengenai hari kebangkitan dengan mengatakan, "Tentang apakah orang-orang musyrik di kalangan penduduk Mekah itu saling bertanya-tanya?"
Allah menjawab pertanyaan mereka itu dengan firman-Nya. Yang dimaksud dengan berita yang sangat besar dalam ayat ini ialah berita tentang hari Kiamat. Disebut berita yang sangat besar karena hari Kiamat itu amat besar huru-haranya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (al-hajj/22: 1-2)
Meskipun begitu, orang-orang musyrik masih meragukan bahkan banyak yang tidak percaya, sebagaimana diterangkan Allah dalam firman-Nya:
(Kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, (di sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi). (al-Mu'minun/23: 37)
Firman Allah:
Kami tidak tahu apakah hari Kiamat itu, kami hanyalah menduga-duga saja, dan kami tidak yakin. (al-Jatsiyah/45: 32)
Adapun hikmah Ilahi menyampaikan persoalan ini dalam bentuk pertanyaan dan jawaban adalah agar lebih mendekatkan kepada pengertian dan penjelasan, seperti tercantum dalam firman Allah:
(Lalu Allah berfirman), "Milik siapakah kerajaan pada hari ini?" Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan. (Gafir/40: 16)
Kemudian Allah menjawab pertanyaan mereka dengan nada ancaman, "Sekali-kali tidak. Jauh sekali dari kebenaran apa yang mereka anggap itu. Nanti mereka akan mengetahui pada waktu menyaksikan keadaan yang sebenarnya pada hari Kiamat yang selalu mereka ingkari."
Sebaiknya mereka jangan memperolok-olokkan karena mereka kelak pasti akan mengetahui keadaan yang sebenarnya. Apa-apa yang diragukan itu pasti akan mereka alami. Allah menguatkan firman-Nya itu dengan mengulang pernyataan itu sekali lagi.
Kemudian Allah menerangkan kekuasaan-Nya yang Mahaagung dan tanda-tanda rahmat-Nya yang sering dilupakan oleh mereka. Padahal tanda-tanda itu tampak jelas di hadapan mata. Allah mengemukakan sembilan perkara yang dapat mereka saksikan dengan mata sebagai bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan-Nya, seperti disebutkan pada ayat-ayat berikut, yaitu dari ayat 6 sampai ayat 14.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AN-NABA'
(BERITA)
SURAH KE-78, 40 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih.
BERITA YANG BESAR!
Ayat 1
“Tentang apakah mereka tanya-bertanya?" (ayat 1)
Atau soal apakah yang mereka pertengkarkan di antara sesama mereka?
Ayat 2
“Tentang satu berita besar!" (ayat 2)
Adalah satu berita besar bagi kaum Quraisy itu ketika Muhammad ﷺ, anak Abdullah, yang mereka kenal sejak dari masa kecilnya sampai masa remajanya, lalu meningkat dewasa, sehingga berusia lebih dari empat puluh tahun. Dia telah mengeluarkan suatu pendirian yang berbeda sama sekali dari yang mereka harapkan. Dia mengaku dirinya mendapat wahyu dari Allah. Mereka tanya-bertanya, berbisik-bisik hilir mudik, di Balai Darun Nadwah, tempat mereka biasa berkumpul, ataupun di sekitar pelataran Ka'bah, atau di mana saja. Inilah yang jadi berita hangat: soal Al-Qur'an yang dinamai wahyu, soal Kiamat, soal kebencian kepada penyembahan berhala.
Ayat 3
Itulah semua “Yang telah mereka perselisihkan padanya." (ayat 3)
Ayat 4
“Jangan!" Artinya, tidaklah ada perlunya dipertengkarkan atau mereka tanya-menanya dalam soal yang besar itu, karena “Ketak mereka akan tahu." (ujung ayat 4)
Tegasnya kalau mereka bertengkar atau tanya-menanya dalam persoalan yang besar itu, sehingga keputusan tidak ada, namun pada akhirnya kelak mereka pasti akan tahu juga atau segala yang mereka tanyakan itu tidak lama lagi pasti menjadi kenyataan.
Ayat 5
“Kemudian itu!" Kemudian itu diperingatkanlah untuk kesekian kalinya, “Sekali-kali jangan!" Bertengkar, bertanya-tanya juga, karena tidak akan ada faedahnya menggantang asap, mengkhayalkan kehendak yang telah ditentukan dari Allah dengan hanya meraba-raba dalam kegelapan jahil. “Kelak mereka akan tahu!" (ujung ayat 5) Segala keragu-raguan yang menimbulkan berbagai macam pertanyaan kian hari akan kian sirna, sebab Al-Qur'an kian hari akan kian jelas.
Menurut suatu riwayat yang dibawakan oleh ahli-ahli tafsir, soal yang lebih menjadi perkara yang dipertanyakan di antara mereka, lebih penting dari yang lainnya, ialah perkara kebangkitan sesudah mati atau Yaumul Ba'ats. Kesimpulan dari ayat-ayat ini ialah, pertanyaan-pertanyaan yang timbul di antara sesama kaum Quraisy itu kelak akan terjawab dengan sendirinya, karena wahyu akan turun lagi dan keterangan akan bertambah lagi, dan pembuktian pun akan diperlihatkan. Sebab itu bersedialah buat beriman.
***
ALANGKAH HEBATNYA PENCIPTAAN ALLAH
Ayat 6
“Bukankah telah Kami jadikan bumi itu terbentang?" (ayat 6)
Untuk siapa bumi itu, kalau bukan untuk kamu? Dan segala yang ada di dalamnya pun boleh kamu ambil faedahnya. Maka dalam kata-kata mihaada, yang kita artikan terbentang itu terasalah satu penyelenggaraan dan satu persilaan, ambillah faedahnya.
Ayat 7
“Dan gunung-gunung (sebagai) pancang-pancang." (ayat 7)
Dijelaskanlah pada ayat ini kegunaan gunung. Kalau gunung tak ada, bumi tidak akan selamat dan tidak akan terbentang dengan baik. Karena angin yang selalu berhembus keras akan membongkar urat dari kayu-kayu yang tumbuh sebagai keperluan hidup itu. Dengan adanya gunung-gunung sebagai pancang itu, kukuhlah hidup manusia.
Ayat 8
“Dan telah Kami jadikan kamu berpasang-pasangan." (ayat 8)
Berpasang-pasangan, yaitu berjantan-berbetina, berlaki-laki-berperempuan, ber- positif-bernegatif; dengan demikian itulah Allah menciptakan alam ini seluruhnya. Maka dengan demikianlah Allah Yang Mahatunggal menciptakan seluruh yang maujud dalam alam ini berpasang-pasangan. Yang berdiri sendiri hanya Allah!
Ayat 9
“Dan telah Kami jadikan tidur kamu untuk berlepas lelah." (ayat 9)
Dengan demikian tenang kembali ruhani-mu dan jasmanimu yang sibuk selalu, bagi mengumpulkan kekuatan yang baru, sehingga tidur adalah kemestian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup.
Ayat 10
“Dan telah Kami jadikan malam (sebagai) pakaian." (ayat 10)
Ketenangan diri karena nyenyak tidur untuk membangkitkan tenaga baru untuk hari esok, serupa juga dengan mengganti pakaian yang telah kumal dengan pakaian yang masih bersih.
Ayat 11
“Dan telah Kami jadikan siang untuk penghidupan." (ayat 11)
Setelah tadi malam beristirahat berlepas lelah, pagi-pagi badan dan jiwa menjadi segar. Setelah terasa segar mulailah bekerja dan bergiat lagi berjalan di atas bumi yang telah terbentang itu, mencari perbekalan buat hidup, mencari rezeki, mencari makan dan minum. Itulah yang dinamai Ma'asya, penghidupan. Dalam kata-kata susunan lain disebut juga Ma'isyah.
Ayat 12
“Dan telah Kami bangunkan di anah atas kamu tujuh yang kukuh." (ayat 12)
Maksudnya ialah langit yang tujuh lapis. Dan kita pun tahu cara pemakaian bahasa Arab, bahwa kalau disebut kalimat tujuh yang dimaksud ialah banyak! Dan semua langit itu dibina oleh Allah dengan kukuhnya. Ilmu pengetahuan manusia tentang alam telah membawa kepada keinsafan bahwa memang kukuhlah bangunan angkasa luas itu, yang mungkin telah berjuta-juta tahun lamanya diciptakan oleh Dia, Yang Mahakuasa; namun cakrawala masih tegak teguh dengan jayanya, berdiri dengan kukuhnya.
Ayat 13
“Dan telah Kami jadikan suatu pelita yang terang benderang." (ayat 13)
Pelita yang terang benderang itu, yang hanya satu, yaitu matahari telah memancarkan sinar yang terang benderang.
Ayat 14
“Dan telah Kami turunkan dari awan air yang bercucuran." (ayat 14)
Itulah hujan yang selalu menyirami bumi; yang selalu membagi-bagikan air itu untuk hidup segala yang bernyawa.
Ayat 15
“Karena akan Kami kebunkan dengan dia."
Yaitu dengan sebab bercucurannya air hujan tersebut keluarlah “Biji-biji dan tumbuh-tumbuhan." (ujung ayat 15)
Banyaklah macamnya tumbuhan yang tumbuh berasal dari bijinya. Sebelum disinggung air dia kelihatan tidak berarti apa-apa. Tetapi setelah dia kena air, timbullah dua helai daun yang tadinya tersimpul menjadi biji itu. Lain pula halnya dengan berbagai tumbuh-tumbuhan yang lain; yang akan hidup kembali setelah kena air ialah uratnya yang telah kering tadi. Air menjadikan dia basah, dan basah mengalirkan hidup pada dirinya buat menghisap air lagi yang ada tersimpan di dalam bumi.
Ayat 16
“Dan kebun-kebun yang subur." (ayat 16)