Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّيۡلِ
dan malam
إِذۡ
tatkala
أَدۡبَرَ
mundur/berlalu
وَٱلَّيۡلِ
dan malam
إِذۡ
tatkala
أَدۡبَرَ
mundur/berlalu
Terjemahan
demi malam ketika telah berlalu,
Tafsir
(Dan malam ketika) dibaca Idzaa bukan Idz (datang) sesudah siang hari habis. Akan tetapi menurut suatu qiraat dibaca Adbara, yakni telah berlalu.
Tafsir Surat Al-Mudatsir: 31-37
Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang~orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan? Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. Sekali-kali tidak, demi bulan, dan malam ketika telah berlalu, dan subuh apabila mulai terang. Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia (yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka. (Al-Muddatstsir: 31) As-hab arti bahasanya para pemilik, dan makna yang dimaksud adalah para penjaga neraka.
melainkan dari malaikat. (Al-Muddatstsir: 31) Yakni terdiri dari para malaikat Zabaniyah (jura siksa) yang kasar lagi keras, yang demikian itu merupakan jawaban terhadap orang-orang musyrik Quraisy, ketika diceritakan kepada mereka bilangan para penjaga neraka. Maka Abu Jahal berkata, "Wahai golongan orang-orang Quraisy, tidakkah setiap sepuluh orang dari kalian mampu mengalahkan seseorang dari mereka, maka pastilah kamu dapat mengalahkan mereka?" Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu, melainkan dari malaikat. (Al-Muddatstsir: 31) Yaitu kasar penampilannya, mereka tidak dapat dilawan dan tidak terkalahkan.
Menurut suatu pendapat, ada seseorang dari mereka yang dikenal dengan sebutan Abul Asydin, yang nama aslinya Kaldah ibnu Usaid ibnu Khalaf. Ia berkata, "Wahai golongan orang-orang Quraisy, serahkanlah dua orang dari para penjaga neraka itu kepadaku, sedangkan yang sisanya yaitu tujuh belas orang kuserahkan kepada kalian untuk menanganinya." Ia katakan demikian karena merasa yakin dengan kekuatan dirinya yang hebat.
Tersebutlah bahwa kekuatan yang dimilikinya menurut kisah mereka sangat hebat, dia berdiri di atas hamparan kulit sapi, lalu kulit sapi itu ditarik oleh sepuluh orang untuk mereka ambil dari bawah telapak kakinya. Ternyata kulit sapi itu robek, sedangkan si Kaldah tidak bergeming sedikit pun dari tempat pijakannya. As-Suhaili mengatakan bahwa si Kaldahlah yang pernah menantang Rasulullah ﷺ untuk bergulat, dan ia mengatakan, "Jika engkau mengalahkan aku, maka aku akan beriman kepadamu." Maka Nabi ﷺ memenuhi tantangannya dan ternyata beliau dapat membantingnya berkali-kali, tetapi Kaldah tidak juga mau beriman.
Dan As-Suhaili mengatakan bahwa Ibnu Ishaq menisbatkan kisah pergulatan ini kepada Rukanah ibnu Abdu Yazid ibnu Hasyim ibnul Muttalib. Menurut saya, tidak ada pertentangan di antara apa yang disebutkan oleh keduanya karena barangkali keduanya terjadi; dan hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir. (Al-Muddatstsir: 31) Yakni sesungguhnya Kami sebutkan bilangan mereka sembilan belas hanyalah untuk menguji manusia.
supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin. (Al-Muddatstsir: 31) Yaitu agar mereka mengetahui bahwa Rasul ini adalah benar dan mengatakan hal yang sesuai dengan apa yang ada pada mereka dari kitab-kitab samawi yang diturunkan kepada para nabi sebelumnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan supaya orang yang beriman bertambah imannya. (Al-Muddatstsir: 31) Yakni di samping iman yang telah ada pada mereka melalui apa yang mereka saksikan sendiri, bahwa berita yang disampaikan oleh Nabi mereka adalah benar.
dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin ita tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit. (Al-Muddatstsir: 31) Maksudnya, orang-orang munafik. dan orang-orang kafir (mengatakan), 'Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan? (Al-Muddatstsir: 31) Mereka mengatakan, "Apakah hikmah yang terkandung di balik penyebutan bilangan tersebut?" Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Muddatstsir: 31) Yakni dengan adanya cobaan dan ujian seperti ini, maka akan bertambah kuatlah iman di dalam hati sebagian kaum dan akan bertambah goyahlah keimanan pada sebagian yang lainnya.
Hanya pada Allah-lah terdapat hikmah yang tiada taranya dan alasan yang mematikan hujah lawan. Firman Allah Swt: Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (Al-Muddatstsir: 31) Tiada seorang pun yang mengetahui jumlah mereka dan berapa banyaknya mereka kecuali hanya Allah sendiri, supaya tidak ada orang yang mempunyai dugaan bahwa mereka berjumlah sembilan belas malaikat saja. Sebagaimana yang dikatakan oleh segolongan orang-orang yang sesat dari kalangan para failasuf Yunani dan orang-orang yang serupa dengan mereka dari kalangan penganut kedua agama (Yahudi dan Nasrani).
Ketika mereka mendengar ayat ini, maka mereka bermaksud menakwilkannya dengan pengertian sepuluh akal dan sembilan jiwa, yang hal ini merupakan buat-buatan mereka sendiri, tetapi mereka tidak mampu membuktikan kebenaran dari hipotesisnya. Mereka hanya memahami permulaan dari ayat ini, tetapi kafir dengan bagian terakhirnya, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala Yang mengatakan: Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (Al-Muddatstsir: 31) Di dalam hadits Isra yang diriwayatkan di dalam kitab Shahihain dan kitab hadits lainnya telah disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda sehubungan dengan gambaran tentang Baitul Ma'mur yang ada di langit lapis ketujuh: Dan ternyata Baitul Ma'mur itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat yang tidak kembali lagi kepadanya untuk selama-lamanya.
". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Mujahid, dari Muwarraq, dari Abu Dzar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Sesungguhnya aku telah melihat apa yang tidak kamu lihat dan aku telah mendengar apa yang tidak kamu dengar. Langit berderak dan sepantasnya bagi langit berderak karena tiada suatu tempat pun darinya selebar empat buah jari melainkan padanya terdapat malaikat yang sedang sujud.
Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian benar-benar sedikit tertawa dan banyak menangis, dan tidak mau bersenang-senang dengan wanita di atas peraduan, dan niscaya kamu akan keluar ke lempat-tempat yang tinggi untuk meminta tolong dan berseru kepada Allah subhanahu wa ta’ala Maka Abu Dzar memberikan komentarnya, "Demi Allah, (setelah mendengar hadits ini) ia benar-benar menginginkan seandainya dirinya berupa pohon yang dicabut (yakni makhluk yang tidak bernyawa)." Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui hadits Israil. Dan Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib, dan hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Dzar secara mauquf.
Al-Hafidzh Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Arafah Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Urwah ibnu Marwan Ar-Ruqqi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, dari Abdul Karim ibnu Malik, dari ‘Atha’ ibnu Abu Rabah, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Tiada suatu tempat pun, baik selebar telapak kaki, atau selebar sejengkal, atau selebar telapak tangan di langit yang ketujuh, melainkan padanya terdapat malaikat yang sedang berdiri atau malaikat yang sedang sujud atau malaikat yang sedang rukuk.
Dan apabila hari kiamat terjadi, mereka semuanya mengatakan, "Mahasuci Engkau, kami tidak menyembah-Mu dengan penyembahan yang sebenar-benarnya, hanya saja kami tidak pernah mempersekutukan Engkau dengan sesuatu pun. Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi di dalam Kitabus shalat-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Zurarah, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, dari ‘Atha’, dari Sa'id, dari Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz, dari Hakim ibnu Hizam yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ ada bersama para sahabatnya, tiba-tiba beliau bertanya, "Apakah kalian mendengar apa yang kudengar?" Mereka menjawab, "Kami tidak mendengar sesuatu pun." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Aku mendengar suara langit berderak, dan tidaklah langit dicela bila berderak, karena tiada sejengkal tempat pun padanya melainkan ada malaikat yang sedang rukuk atau sedang sujud.
Ia mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Qahzaz, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'az Al-Fadl ibnu Khalid An-Nahwi, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Sulaiman Al-Bahili, bahwa ia pernah mendengar Adh-Dhahhak ibnu Muzahim menceritakan hadits berikut dari Masruq ibnul Ajda', dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Tiada suatu tempat selebar telapak kakipun di langit yang terdekat melainkan padanya terdapat malaikat yang sedang sujud atau sedang berdiri. Yang demikian itu (diketahui dari) ucapan malaikat (yang disitir oleh firman-Nya), "Tiada seorangpun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu, dan sesungguhnya kami benar-benar bersaf-saf (dalam menunaikan perintah Allah).
Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah)" (Ash-Shaffat: 164-166) Hadits ini marfu', tetapi gharib sekali. Kemudian ia meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Adam, dari Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abud Duha, dari Masruq, dari Ibnu Mas'ud. Ia telah mengatakan, "'Sesungguhnya di antara lapisan-lapisan langit terdapat suatu lapisan yang tiada tempat barang sejengkal pun padanya melainkan terdapat kening malaikat (yang sedang sujud) atau kedua telapak kakinya (yang sedang berdiri)." Kemudian Ibnu Mas'ud membaca firman-Nya: Dan sesungguhnya kami benar-benar bersaf-saf (dalam menunaikan perintah Allah).
Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah). (Ash-Shaffat: 165-166) Kemudian ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sayyar, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far alias Muhammad ibnu Khalid Ad-Dimasyqi yang dikenal dengan sebutan Ibnu Ummihi, telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah ibnu Umar ibnu Atiyyah dari kalangan Bani Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Ayyub, dari Salim ibnu Auf, telah menceritakan kepadaku ‘Atha’ ibnu Yazid ibnu Mas'ud dari Banil Habli, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Amr ibnur Rabi', dari Bani Salim, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnul Ala, dari Bani Sa'idah, dari ayahnya Al-Ala ibnu Sa'd yang ikut dalam penaklukan Mekah dan peperangan yang sesudahnya, bahwa pada suatu hari Nabi ﷺ bersabda kepada sahabat-sahabat yang sedang duduk bersamanya, "Apakah kalian mendengar suara yang kudengar?" Mereka bertanya, "Apakah yang telah engkau dengar, wahai Rasulullah?"Nabi ﷺ bersabda: Langit berderak, dan sepantasnyalah langit berderak karena sesungguhnya tiada padanya tempat selebar telapak kaki pun melainkan ada malaikat yang sedang berdiri, atau sedang rukuk atau sedang sujud.
Dan para malaikat berkata, "Dan sesungguhnya kami benar-benar bersaf-saf (dalam menunaikan perintah Allah). Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah). (Ash-Shaffat: 165-166) Sanad hadits ini gharib sekali. Kemudian ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Muhammad ibnu Ismail Al-Farawi, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Qudamah, dari Abdur Rahman, dari Abdullah ibnu Dinar, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Umar tiba, sedangkan shalat telah didirikan, dan di situ terdapat tiga orang yang masih duduk, di antaranya adalah Abu Jahsy Al-Laisi.
Maka Umar berkata kepada mereka, "Bangkitlah kalian dan salatlah bersama Rasulullah ﷺ!" Maka bangkitlah dua orang dari mereka, sedangkan Abu Jahsy menolak dan tidak man berdiri, serta mengatakan, "Aku tidak mau berdiri sebelum datang kepadaku seorang lelaki yang tubuhnya lebih kuat daripada aku dan lebih keras pukulannya daripada aku, lalu dia mengalahkanku dan membenamkan mukaku ke dalam pasir." Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertarung dengan Abu Jahsy dan mengalahkannya serta membenamkan mukanya ke pasir, tetapi tiba-tiba datanglah Usman ibnu Affan yang memisahku darinya.
Umar keluar dalam keadaan marah hingga sampai ke tempat Rasulullah ﷺ, lalu beliau ﷺ bertanya, "Mengapa engkau, wahai Abu Hafs?" Umar menceritakan peristiwa yang baru dialaminya kepada Nabi ﷺ Maka Nabi ﷺ bersabda, "Jika Umar rela dan membelas kasihaninya, maka Allah pun demikian. Tetapi aku menginginkan seandainya saja engkau bawa ke hadapanku kepala si orang jahat itu." Maka Umar pun bangkit dan menuju ke tempat Abu Jahsy. Tetapi ketika baru beberapa Iangkah menjauh, Umar dipanggil kembali oleh Rasulullah ﷺ, dan beliau ﷺ bersabda kepadanya: Duduklah kamu, aku akan menceritakan kepadamu bahwa Allah tidak membutuhkan shalat Abu Jahsy, Allah subhanahu wa ta’ala Mahakaya daripada dia. Sesungguhnya di langit yang terdekat Allah memiliki malaikat-malaikat yang khusyuk beribadah kepada-Nya, mereka tidak pernah mengangkat kepalanya sampai hari kiamat terjadi. Dan apabila hari kiamat terjadi, barulah mereka mengangkat kepalanya, kemudian mereka mengatakan, "Wahai Tuhan kami, kami tidak menyembah Engkau dengan penyembahan yang sebenar-benarnya.
Dan pada langit yang kedua Allah mempunyai malaikat-malaikat yang selalu sujud, mereka tidak pernah mengangkat kepalanya sebelum hari kiamat terjadi. Dan apabila hari kiamat terjadi, mereka baru mengangkat kepalanya, lalu berkata, "Mahasuci Engkau, Tuhan kami; kami tidak menyembah Engkau dengan penyembahan yang sebenar-benarnya." Maka Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, doa apakah yang mereka ucapkan?" Rasulullah ﷺ menjawab: Adapun malaikat penduduk langit yang terdekat, mereka mengucapkan, "Mahasuci Tuhan Yang memiliki Kerajaan bumi dan Kerajaan langit.
Adapun yang diucapkan oleh penduduk langit yang kedua ialah, "Mahasuci Tuhan Yang memiliki Keagungan dan Keperkasaan." Adapun penduduk langit yang ketiga, mereka mengatakan, "Mahasuci Tuhan Yang Hidup Kekal, Yang tidak akan mati. Maka bacalah pula olehmu, wahai Umar, dalam salatmu. Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, lalu bagaimanakah dengan doa-doa yang telah engkau ajarkan kepadaku untuk mengucapkannya dalam salatku?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Sesekali ucapkanlah doa ini, dan pada kesempatan lain ucapkan doa itu!" Tersebutlah bahwa doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ kepadanya ialah: Aku berlindung kepada sifat pemaaf-Mu dari siksaan-Mu, dan aku berlindung kepada rida-Mu dari murka-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari azab-Mu, Mahaagung Zat-Mu.
Hadits ini gharib sekali, bahkan boleh dikatakan munkar dan sangat parah predikat munkar-nya. Ishaq Al-Farawi diambil riwayatnya oleh Imam Bukhari. Ibnu Hayyan menyebutkan di dalam golongan perawi yang berpredikat siqah, tetapi Abu Dawud, An-An-Nasai, Al-Uqaili, dan Ad-Daruqutni menilainya lemah. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan tentangnya, bahwa dia adalah seorang yang sangat jujur, hanya saja menjadi tuna netra; barangkali dia menulis kitabnya dengan mengimlakannya, sedangkan yang menulisnya orang lain, tetapi semua kitabnya shahih.
Tetapi di lain waktu Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa dia adalah orang yang mudtarib, dan mengenai gurunya yang bernama Abdul Malik ibnu Qudamah masih dibicarakan oleh Abu Qatadah Al-Jumahi. Tetapi anehnya yang dilakukan oleh Imam Muhammad ibnu Nasr, mengapa dia meriwayatkan darinya tanpa membicarakan perihalnya, tidak pula memperkenalkan tentang keadaannya, dan tidak pula menyinggung kelemahan sebagian perawinya.
Hanya saja dia telah meriwayatkannya melalui jalur lain dari Sa'id ibnu Jubair secara mursal dengan lafal yang semisal, juga melalui jalur lain dari Al-Hasan Al-Basri secara mursal dengan lafal yang mendekatinya. Kemudian Muhammad ibnu Nasr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Qahzaz, telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Mansuryang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Addi ibnu Artah mengatakan dalam khotbahnya di atas mimbar Mada'in, bahwa ia pernah mendengar seseorang dari sahabat Rasulullah ﷺ menceritakan hadits berikut dari Rasulullah ﷺ Yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat-malaikat yang sendi-sendi tubuhnya bergetar karena takut kepada-Nya, tiada setetes air mata pun yang dikeluarkan oleh seseorang dari mereka melainkan jatuh mengenai malaikat lainnya yang sedang shalat.
Dan sesungguhnya di antara mereka terdapat malaikat-malaikat yang selalu sujud sejak Allah menciptakan langit dan bumi, mereka tidak pernah mengangkat kepalanya dan tidak akan mereka angkal kepalanya sampai hari kiamat. Dan sesungguhnya di antara mereka terdapat malaikat-malaikat yang sedang rukuk dan tidak pernah mengangkat kepalanya sejak Allah menciptakan langit dan bumi, dan mereka tidak akan mengangkat kepalanya sampai hari kiamat.
Apabila mereka mengangkat kepalanya, mereka memandang ke arah Zat Allah subhanahu wa ta’ala, lalu berkata, "Mahasuci Engkau, kami tidak menyembah Engkau dengan penyembahan yang sebenar-benarnya. Sanad hadits ini tidak mengandung cela. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. (Al-Muddatstsir: 31) Mujahid dan yang lain mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah Saqar itu. (Al-Muddatstsir: 31) Yakni neraka yang telah digambarkan di atas.
Melainkan peringatan bagi manusia. (Al-Muddatstsir: 31) Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sekali-kali tidak, demi bulan, dan malam ketika telah berlalu. (Al-Muddatstsir: 32-33) Adbara artinya berpaling maksudnya berlalu. dan subuh apabila mulai terang. (Al-Muddatstsir: 34) Yaitu mulai bersinar memancarkan cahayanya. Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar. (Al-Muddatstsir: 35) Yakni salah satu dari azab yang amat besar, maksudnya neraka Saqar. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Adh-Dhahhak serta selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf. sebagai ancaman bagi manusia, (yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur. (Al-Muddatstsir: 36-37) Yaitu bagi siapa yang mau menerima peringatan dan menempuh jalan petunjuk yang hak; atau siapa yang mundur darinya dan berpaling serta menolaknya."
32-37. Untuk menafikan dugaan orang-orang kafir tentang kemampuan mereka menghadapi penjaga-penjaga neraka, atau untuk mengancam dan menghardik mereka yang memperolok-olokkan bilangan itu, maka Allah berfirman, Sekali-kali Tidak! Aku bersumpah demi bulan, dan demi malam ketika telah berlalu, dan demi subuh apabila mulai terang, sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang sangat besar, sebagai ancaman yang mengerikan dan sekaligus sebagai peringatan bagi manusia, yaitu bagi siapa di antara kamu yang ingin maju meraih kebajikan atau mundur sehingga enggan untuk meraihnya. 32-37. Untuk menafikan dugaan orang-orang kafir tentang kemampuan mereka menghadapi penjaga-penjaga neraka, atau untuk mengancam dan menghardik mereka yang memperolok-olokkan bilangan itu, maka Allah berfirman, Sekali-kali Tidak! Aku bersumpah demi bulan, dan demi malam ketika telah berlalu, dan demi subuh apabila mulai terang, sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang sangat besar, sebagai ancaman yang mengerikan dan sekaligus sebagai peringatan bagi manusia, yaitu bagi siapa di antara kamu yang ingin maju meraih kebajikan atau mundur sehingga enggan untuk meraihnya.
Dalam ayat-ayat ini, Allah memperingatkan bahwa tidak ada jalan bagi manusia untuk mengingkari kekuasaan-Nya yang nyata-nyata dapat mereka saksikan sendiri.
Kata-kata "kalla" (sekali-kali tidak) juga merupakan bantahan terhadap ucapan-ucapan orang musyrik di atas. Untuk menguatkan hal itu, Allah bersumpah dengan bulan, malam bila ia telah berlalu, dan bila subuh mulai bersinar. Dengan bulan, malam, dan subuh itu Allah menegaskan bahwa neraka Saqar itu merupakan suatu bencana yang amat dahsyat bagi umat manusia.
Ada yang menerangkan bahwa maksud ihda al-kubar (salah satu bencana yang sangat besar) adalah salah satu dari tujuh neraka yang dahsyat. Ketujuh lembah neraka (seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat lain) itu adalah: Jahanam, Ladha, Huthamah, Sa'ir, Saqar, Jahim, dan Hawiyah.
Hal tersebut adalah sebagai ancaman bagi manusia. Adanya tujuh neraka itu (satu di antaranya Saqar) merupakan ancaman bagi yang masih tidak mau tunduk kepada kehendak Allah.
Ada yang mengartikan nadhir (yang memberi ancaman) itu adalah sifat Allah, sehingga arti ayat ini adalah: "Aku ini memberikan ancaman kepadamu, karena itu hendaklah kamu takut kepada ancaman itu". Ada yang mengartikan nadhir sebagai sifat Nabi Muhammad seperti disebutkan dalam ayat kedua di atas tadi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 32
“Sekali-kali tidak!"
Artinya, bahwa dibantahlah oleh Allah persangkaan bahwa malaikat dapat dipermainkan, atau dapat dikalahkan ketika bergumul. Sekali-kali tidak benarlah bahwa tentara Allah itu hanya sembilan belas saja, bahkan lebih. Sekali-kali tidaklah neraka Saqar itu dapat dipandang suatu siksaan yang dapat dipandang enteng. Sekali-kali tidak.
“Demi bulan."
Ayat 33
“Dan malam ketika telah berlalu."
Ayat 34
“Dan Shubuh ketika telah mulai tenang."
Dengan bersumpah demi bulan, diajaklah manusia menyegarkan ingatannya kembali dan membawanya ke dalam alam kenyataan yang ada di hadapan matanya. Pertama perhatikanlah bulan ketika dia menyebarkan sinar.
Sinar bulan memancar di waktu malam. Alam keliling ketika itu terasa sejuk, bintang-bintang bercahaya muram. Orang-orang yang memupuk perasaan halus yang ada dalam dirinya akan merasakan betapa dekatnya dia dengan Allah pada waktu malam itu, di dalam remang-remang sinar bulan. Tiba-tiba apabila hari akan berganti mulailah di sebelah timur kelihatan fajar menyingsing. Bila fajar telah mulai menyingsing, niscaya malam itu akan berlalu. Meskipun bulan misalnya masih kelihatan, tetapi sinar bulan itu pun tidak begitu berpengaruh lagi, sebab fajar kian lama kian merantang naik, maka berlalulah satu malam, dan Shubuh pun kelak akan berlalu pula bersama berlalunya fajar. Bila matahari telah terbit dari sebelah timur, Shubuh itu pun habislah. Di situ terpasanglah ayat tadi. “Bila Shubuh telah mulai terang." Dengan berturut ayat 32 dan 33 dan 34 kita diperingatkan kedamaian alam ketika pergantian malam dengan siang. Tetapi Allah memberi ingat bahwa sebagai timbalan dari kedamaian dan keindahan alam di pergantian malam kepada siang itu, demikian pulalah apa yang akan terjadi selanjutnya untuk orang yang tidak memerhatikan hubungan dengan Tuhannya dan dengan alam sekelilingnya. Orang yang tidak bersyukur. Untuk orang yang tidak mensyukuri nikmat Allah dan tidak tunduk kepada peraturan Allah, yang tidak mau percaya kepada ajakan nabi-nabi, untuk orang itulah neraka Saqar disediakan.
Ayat 35
“Sesungguhnya dia."
Yaitu neraka Saqar yang akan menghanguskan kulit, yang tidak meninggalkan dan tidak membiarkan itu.
“Adalah salah satu dari bencana yang amat besar."
Dijelaskanlah dalam ayat ini bahwasanya neraka Saqar hanya salah satu daripada adzab siksa yang disediakan tempat menampung orang-orang durhaka, yang tidak mau peduli.
yang tidak insaf dari mana dia datang dan ke mana kesudahan daripada perjalanannya.
Ayat 36
“Peringatan bagi manusia."
Ayat 37
“Bagi barangsiapa di antara kamu yang ingin hendak maju atau hendak mundur."
Diperingatkan bahwa Saqar itu ada. Dia ada di samping neraka-neraka besar yang, lain-lain. Ini adalah peringatan bagi manusia agar manusia menentukan sendiri langkah apa yang akan dipilihnya. Apakah dia hendak maju ke muka menjunjung tinggi perintah, beriman dan beramal saleh, mengirimkan terlebih dahulu sejak hidup yang sekarang amal ibadah yang akan didapatinya di hadapan Allah di hari perhitungan kelak, atau dia hendak mundur juga, hendak ragu-ragu juga. Terserahlah kepadanya. Karena Allah tidaklah mau menganiaya. Allah tidaklah mau menjatuhkan hukuman saja kelak di hari akhirat kepada yang bersalah, kalau tidak dari semenjak hidup dunia ini diberi peringatan terlebih dahulu jalan maju yang akan ditempuh, jangan jalan mundur menurutkan keraguan hati yang akan membawa sengsara bagi diri. Selanjutnya Allah berfirman,
Ayat 38
“Tiap-tiap diri dengan apa yang telah diperbuatnya adalah bertanggung jawab."
Di ayat sebelumnya telah diperingatkan terserahlah kepada manusia sendiri, sesudah manusia diberi peringatan, apakah dia akan maju ke muka, apakah dia akan berbuat amal yang mulia terlebih dahulu semasa masih hidup ini, untuk bakal pertahanan diri di akhirat kelak, atau apakah dia akan mundur, akan ragu-ragu atau tidak peduli kepada yang diserukan oleh Rasul sebagai pelaksanaan daripada perintah Allah.
Telah banyak ayat-ayat yang lain menerangkan bahwa di hari Kiamat kelak akan dilakukan perhitungan (hisab) yangteliti. Tidak akan ada orang yang terhukum dengan aniaya.
Ganjaran adalah imbalan daripada apa yang dikerjakan. Kalau yang jahat yang dikerjakan, tak dapat tiada, pastilah ganjaran buruk yang akan diterima. Berat atau agak ringan kesalahan yang diperbuat pun menentukan berat dan ringannya ganjaran. Allah itu adalah Hakim Yang Mahaadil. Demikianlah tafsiran dari Ibnu Abbas.
Ayat 39
“Kecuali orang-orang golongan kanan."
Artinya bahwa semua manusia pada mulanya sama-sama kena hisab. Masing-masing bergantung kepada amalannya. Sebab itu, orang akan bertahan menunggu perhitungan itu. Tetapi golongan kanan, yaitu orang- orang yang patuh mengikuti perintah Allah, maka tidaklah akan sukar perhitungan yang mereka hadapi. Sebab sejak semula meskipun pemeriksaan belum jalan, sudah nampak tanda-tanda orang yang golongan kanan itu. Sejak dari dunia mereka berpendirian tetap, sampai pun ketika datang pertanyaan malaikat di alam kubur. Sampai pun kepada hari berkumpul (mahsyar) golongan kanan sudah ada tandanya. “Wajah mereka berseri dari bekas wudhu, kening mereka bersinar dari sebab sujud` sebab itu dapatlah dipahamkan bahwa mereka—sebagaimana dijelaskan dalam ayat ini—mendapat pengecualian.
Ayat 40
“Di dalam surga-surga mereka itu tanya-bertanya."
Apakah yang menjadi soal yang dipertanya-tanyakan itu? Dijawab oleh ayat selanjutnya,
Ayat 41
“Dari hal orang-orang yang berbuat dosa itu."
Di dalam tafsir Ibnu Katsir dikatakannya, “Orang-orang yang termasuk golongan kanan itu berada dalam bilik-bilik yang mulia, sedang orang-orang yang berdosa itu berada di alas paling bawah."
Memang banyaklah rahasia Al-Qur'an itu tidak dapat dibukakan sekaligus. Kadang-kadang setelah berlalu beratus bahkan seribu tahun baru dapat kita memahamkannya. Kita bertanya-tanya, “Di manakah kedudukan orang golongan kanan ketika bertanya dan di mana kedudukan orang-orang yang berdosa itu? Adakah jarak mereka dekat?"
Ini adalah alam akhirat yang akan datang, yang wajib kita imani. Kemajuan teknik modern sekarang banyak memberi kita petunjuk untuk menafsirkan ayat. Dengan ayat telekomunikasi orang dapat bercakap berhadapan dari Indonesia ke Washington dalam saat itu juga dan dapat melihat wajah masing-masing, meskipun jarak begitu jauh. Bahkan percakapan bisa jelas dan terang, huruf demi huruf. Sebab itu walaupun golongan kanan yang bertanya misalnya telah duduk dalam tempat-tempat yang mulia di dalam surga-surga yang disediakan untuk mereka, tidaklah mustahil mereka dapat bercakap dengan orang-orang yang berdosa itu dari jarak yang sangat jauh. Lalu orang golongan kanan itu bertanya,
Ayat 42
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqan?"
Apakah kesalahan kalian sampai masuk ke dalam neraka yang sangat menakutkan itu?