Ayat
Terjemahan Per Kata
ثُمَّ
kemudian
عَبَسَ
dia bermasam muka
وَبَسَرَ
dan dia merengut
ثُمَّ
kemudian
عَبَسَ
dia bermasam muka
وَبَسَرَ
dan dia merengut
Terjemahan
Kemudian, dia berwajah masam dan cemberut (karena tidak menemukan kelemahan Al-Qur’an).
Tafsir
(Sesudah itu dia bermasam muka) mukanya cemberut dan suram karena merasa sempit dengan apa yang dikatakannya (dan merengut) makin bertambah masam mukanya.
Tafsir Surat Al-Mudatsir: 11-30
Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia, dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur'an). Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam maka dan merengut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, "(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.
Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, mengancam orang jahat itu yang telah diberi banyak nikmat duniawi oleh Allah, lalu ia membalasnya dengan kekafiran terhadap nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya, dan menggantinya dengan kekafiran serta keingkaran terhadap ayat-ayat Allah, dan mendustakannya serta menganggapnya sebagai perkataan manusia. Hal ini diungkapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan menghitung-hitung nikmat yang telah Dia berikan kepadanya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (Al-Muddatstsir 11) Yakni dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan sendirian, tidak berharta dan tidak beranak, kemudian Allah memberinya rezeki, harta benda yang banyak. (Al-Muddatstsir: 12) Yaitu harta yang berlimpah lagi banyak.
Suatu pendapat menyebutnya seribu dinar, pendapat yang lainnya mengatakan seratus ribu dinar, dan menurut pendapat yang lainnya berupa lahan pertanian yang sangat luas, sedangkan pendapat yang lainnya lagi mengatakan selain itu. Dan Allah menjadikan baginya, dan anak-anak yang selalu bersama dia. (Al-Muddatstsir: 13) Mujahid mengatakan makna yang dimaksud ialah tidak pernah absen darinya dan selalu ada bersamanya, tidak pernah bepergian untuk berniaga, melainkan semuanya itu telah ditangani oleh budak-budaknya dan orang-orang upahannya (pegawainya), sedangkan mereka hanya tinggal saja bersama ayah mereka, dan ayah mereka merasa senang selalu bersama mereka serta merasa terhibur.
Mereka (anak-anak) itu menurut apa yang disebutkan oleh As-Suddi, Abu Malik dan ‘Ashim ibnu Umar ibnu Qatadah ada tiga belas orang. Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan sepuluh orang anak. Hal ini merupakan nikmat yang tiada taranya, yaitu keberadaan anak-anak di dekat orang tua mereka. dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya. (Al-Muddatstsir: 14) Yakni Aku berikan kepadanya berbagai macam harta benda dan peralatan serta hal-hal lainnya. kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya.
Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur'an). (Al-Muddatstsir: 15-16) Yaitu ingkar karena dia mengingkari nikmat-nikmat-Nya sesudah mengetahui. Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat selanjutnya: Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (Al-Muddatstsir: 17)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Wail adalah nama sebuah jurang di dalam neraka Jahanam, orang kafir dijatuhkan ke dalamnya selama empat puluh musim gugur sebelum mencapai dasarnya. Dan Su'ud adalah nama sebuah gunung dari api neraka yang orang kafir naik mendakinya selama tujuh puluh musim semi, kemudian terjatuh darinya dalam masa yang sama, untuk selama-lamanya.
Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya dari Abdu ibnu Humaid, dari Al-Hasan ibnu Musa Al-Asy-yab dengan sanad yang sama. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui hadits Ibnu Lahi'ah, dari Darij. Demikianlah menurut Imam At-Tirmidzi. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula dari Yunus, dari Abdullah ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris, dari Darij, tetapi di dalamnya terdapat hal yang gharib dan munkar.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah dan Ali ibnu Abdur Rahman yang dikenal dengan Allan Al-Muqri yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Minjab, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ammar Ad-Duhani, dari Atiyyah Al-Aufi, dari Abu Sa'id, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman Allah Swt: Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (Al-Muddatstsir: 17) Lalu beliau ﷺ bersabda: Su'ud adalah sebuah gunung dari api di dalam neraka, orang kafir dipaksa untuk menaikinya. Maka apabila tangannya ia letakkan di gunung, tangannya itu lebur; dan apabila ia menariknya, maka kembali seperti semula.
Dan apabila ia letakkan kakinya, maka kakinya itu lebur; dan apabila ia angkat kembali, maka menjadi utuh seperti semula. Al-Bazzar dan Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadits Syarik dengan sanad yang sama. Qatadah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Su'ud adalah sebuah batu besar di dalam neraka Jahanam, orang kafir di seret di atasnya dengan muka di bawah.
As-Suddi mengatakan bahwa Su'ud adalah sebuah batu yang licin di dalam neraka Jahanam, orang kafir dipaksa untuk mendakinya. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (Al-Muddatstsir: 17) Yakni kepayahan karena azab. Qatadah mengatakan azab yang tiada henti-hentinya, pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). (Al-Muddatstsir: 18) Yaitu sesungguhnya Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan.
Yakni Kami mendekatkan azab yang berat kepadanya karena dahulu ia jauh dari iman, sebab dia telah memikirkan dan menetapkan. Dengan kata lain, dia menangguhkan pendapatnya tentang Al-Qur'an ketika ditanya mengenainya, dan ia memikirkan pendapat apa yang akan dibuat-buatnya terhadap Al-Qur'an, dan dia merekayasanya dengan merenungkannya terlebih dahulu. maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan. (Al-Muddatstsir: 19-20) Ini merupakan kutukan terhadapnya.
kemudian dia memikirkan. (Al-Muddatstsir: 21) Maksudnya, kembali memikirkan dan merenungkannya. sesudah itu dia bermasam muka. (Al-Muddatstsir: 22) Yakni bermuka kecut dan menatapkan pandangannya. dan merengut. (Al-Muddatstsir: 22) Yaitu mukanya menjadi hitam dan menggambarkan rasa benci; termasuk ke dalam pengertian ini ucapan seorang penyair yang bernama Taubah ibnu Himyar:
Sesungguhnya sangat mencurigakan diriku sikapnya yang kulihat selalu menghambatku dan dia selalu berpaling dari keperluanku dengan muka yang merengut. Firman Allah Swt: kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. (Al-Muddatstsir: 23) Yakni berpaling dari perkara hak dan mundur dengan rasa sombong, tidak mau tunduk kepada Al-Qur'an.
lalu dia berkata, "(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu)." (Al-Muddatstsir: 24) Artinya, ini merupakan sihir yang dinukil oleh Muhammad dari orang lain yang sebelumnya, lalu ia mempelajarinya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: ini tidak lain hanyalah perkataan manusia. (Al-Muddatstsir: 25) Yakni bukan kalam Allah. Dan orang yang berkata demikian seperti yang disebutkan dalam konteks ayat adalah Al-Walid ibnul Mugirah Al-Makhzumi, salah seorang pemimpin dari Quraisy, la'natullah.
Dan tersebutlah di antara berita mengenai dirinya tentang hal ini diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa Al-Walid menemui Abu Bakar ibnu Abu Quhafah, lalu bertanya kepadanya tentang Al-Qur'an. Setelah mendapat jawaban dari Abu Bakar, lalu ia keluar dan menemui orang-orang Quraisy, dan berkatalah ia kepada mereka, "Sungguh menakjubkan dengan apa yang diucapkan oleh Ibnu Abu Kabsyah.
Demi Allah, apa yang dikatakannya bukanlah syair, bukan sihir, bukan pula kerasukan penyakit gila, tetapi sesungguhnya ucapannya itu benar-benar Kalamullah. Ketika segolongan orang-orang Quraisy mendengar ucapan Al-Walid ibnul Mugirah itu, maka mereka menebar hasutan dan mengatakan kepada orang-orang Quraisy, "Demi Allah, jika Al-Walid masuk agama baru, benar-benar orang-orang Quraisy pun akan mengikuti jejaknya." Ketika berita itu terdengar oleh Abu Jahal ibnu Hisyam, maka ia berkata, "Akulah yang akan menanganinya sebagai ganti kalian," lalu ia pergi dan masuk ke dalam rumah Al-Walid ibnul Mugirah.
Dan berkatalah ia kepada Al-Walid, 'Tidakkah engkau perhatikan kaummu, sesungguhnya mereka telah mengumpulkan dana untuk diberikan kepadamu?" Al-Walid ibnul Mugirah balik bertanya, "Bukankah aku ini orang yang terkaya di antara mereka dan juga paling banyak memiliki anak?" Abu Jahal mengatakan kepadanya, "Mereka membicarakan bahwa engkau masuk ke dalam rumah Ibnu Abu Quhafah hanyalah untuk mendapatkan makan darinya." Al-Walid bertanya, "Apakah betul mereka (kaumku) menggunjing aku demikian? Demi Allah, sekarang aku tidak akan mendekati Abu Quhafah lagi, juga Umar dan Ibnu Abu Kabsyah, dan tiadalah apa yang dikatakannya melainkan sihir yang dipelajari." Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (Al-Muddatstsir: 11) Sampai dengan firman-Nya: Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Al-Muddatstsir: 28) Qatadah mengatakan bahwa mereka mengira Al-Walid ibnul Mugirah mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya aku perhatikan apa yang dikatakan oleh lelaki ini, ternyata perkataannya itu bukanlah syair, dan sesungguhnya perkataannya itu benar-benar sangat manis dan benar-benar sangat indah.
Dan sesungguhnya kata-katanya itu benar-benar tinggi dan tiada yang lebih tinggi daripadanya, dan aku tidak meragukan lagi bahwa kata-katanya itu mempunyai pengaruh yang sangat memukau bagaikan pengaruh sihir." Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan. (Al-Muddatstsir: 19) Hingga firman-Nya: sesudah itu dia bermasam muka dan merengut. (Al-Muddatstsir: 22) Yakni mengernyitkan keningnya dan mukanya berubah menjadi merengut. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnuSaur, dari Ma'mar, dari Abbad ibnu Mansur, dari Ikrimah, bahwa Al-Walid ibnul Mugirah datang kepada Nabi ﷺ Maka beliau membacakan kepadanya Al-Qur'an, kemudian seakan-akan Al-Walid menjadi lunak hatinya kepada Nabi ﷺ Ketika hal tersebut terdengar oleh Abu Jahal, maka Abu Jahal ibnu Hisyam datang menemuinya dan berkata, "Wahai Paman, sesungguhnya kaummu telah menghimpun dana untukmu." Al-Walid balik bertanya, "Mengapa?" Abu Jahal menjawab, "Mereka akan memberikannya kepadamu, karena sesungguhnya engkau telah datang kepada Muhammad berbeda dengan sikapmu yang sebelumnya." Al-Walid berkata, "Orang-orang Quraisy telah mengetahui bahwa diriku adalah orang yang paling banyak hartanya." Abu Jahal berkata, "Kalau begitu, berikanlah tanggapanmu tentang dia, agar kaummu mengetahui bahwa engkau mengingkari apa yang dikatakannya (Muhammad), dan bahwa engkau benci kepadanya." Al-Walid bertanya, "Lalu apakah yang harus kukatakan? Demi Allah, tiada seorang pun dari kalian yang lebih mengetahui daripada aku tentang syair, dan tiada pula yang lebih mengetahui tentang puisi dan sajak selain dariku, dan tiada pula yang lebih mengetahui tentang syair jin selain dariku.
Demi Allah, apa yang dikatakan Muhammad itu tidak mirip dengan sesuatu pun dari itu. Demi Allah, sesungguhnya dalam ucapan yang dikatakannya benar-benar terkandung keindahan yang tiada taranya. Dan sesungguhnya ucapannya itu benar-benar dapat menghancurkan (mengalahkan) semua yang ada di bawahnya, dan sesungguhnya ia benar-benar tinggi dan tiada yang lebih tinggi daripada dia." Abu Jahal berkata, "Demi Allah, kalau begitu kaummu tidak akan senang sebelum engkau mengatakan sesuatu yang tidak enak terhadapnya." Al-Walid menjawab, "Kalau begitu, biarkanlah aku berpikir terlebih dahulu." Setelah ia berpikir, lalu berkata, "Sesungguhnya Al-Qur'an yang dikatakannya itu tiada lain merupakan sihir yang dipelajari dari orang lain." Maka turunlah firman Allah subhanahu wa ta’ala: Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (Al-Muddatstsir: 11) Sampai dengan firman-Nya: Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al-Muddatstsir: 30) Muhammad ibnu Ishaq dan yang lain yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan hal yang semisal.
As-Suddi mengira bahwa mereka (orang-orang Quraisy) ketika berkumpul di Darun Nudwah, mereka telah sepakat untuk menyatukan pendapat mereka tentang Nabi Muhammad dengan pendapat yang mendiskreditkannya, sebelum datang kepada mereka delegasi orang-orang Arab untuk menunaikan ibadah haji. Tujuannya ialah agar mereka terhalang dan tidak mengikutinya serta tidak tertarik kepadanya. Maka sebagian dari mereka ada yang mengatakannya seorang penyair, sebagian yang lain mengatakannya seorang tukang sihir, dan yang lainnya lagi mengatakan tukang tenung, sedangkan yang lainnya lagi mengatakannya orang gila.
Hal ini diceritakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui firman-Nya yang mengatakan: Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesallah mereka, mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu). (Al-Furqan: 9) dan (Al-Isra: 48) Dengan adanya semua itu Al-Walid berpikir untuk mengada-adakan pendapat dari dirinya sendiri tentang Nabi ﷺ, dan dia terus berpikir dan berpikir, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, lalu menentukan sikap dan berkata, "Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu, ini tidak lain hanyalah perkataan manusia." Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Aku akan memasukkannya kedalam (neraka) Saqar. (Al-Muddatstsir: 26) Yakni Aku akan mengepung dia dengan api neraka dari segala penjurunya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? (Al-Muddatstsir: 27) Ini menggambarkan tentang keadaannya yang sangat menakutkan dan amat mengerikan, lalu ditafsirkan oleh firman selanjutnya: Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Al-Muddatstsir: 28) Yakni yang memakan daging mereka, urat dan otot serta kulit mereka habis dibakar, kemudian diganti lagi dengan yang lainnya, sedangkan mereka tetap menjalani siksaan itu; tidaklah mereka mati dan tidak pula hidup.
Demikianlah menurut Ibnu Buraidah dan Abu Sinan serta selain keduanya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. (Al-Muddatstsir: 29) Mujahid mengatakan, bahwa yang dimaksud ialah membakar kulit. Abu Razin mengatakan, makna yang dimaksud ialah api neraka itu menjiiat kulit dengan sekali jilatan sehingga menghanguskannya menjadi hitam lebih gelap dari kelamnya malam hari. Zaid ibnu Aslam mengatakan, bahwa tubuh mereka didekatkan kepada neraka. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. (Al-Muddatstsir: 29) Maksudnya, apinya membakar hangus kulit.
Ibnu Abbas mengatakan, yang membakar kulit manusia. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al-Muddatstsir: 30) Yaitu dari barisan terdepan Malaikat Zabaniyah (juru siksa), bentuk tubuh mereka besar-besar dan penampilan mereka sangat kasar lagi bengis. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepadaku Haris, dari Amir, dari Al-Barra yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Diatasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al-Muddatstsir: 30) Sesungguhnya ada segolongan orang-orang Yahudi menanyakan kepada seorang lelaki dari sahabat Rasulullah ﷺ tentang para penjaga neraka Jahanam, maka lelaki itu menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Lelaki itu datang dan menceritakan hal itu kepada Nabi ﷺ, lalu saat itu juga Allah menurunkan firman-Nya: Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al-Muddatstsir: 30) Kemudian Nabi ﷺ memanggil para sahabatnya dan bersabda: Panggillah mereka (orang-orang Yahudi) itu.
Ingatlah, sesungguhnya aku akan menanyakan kepada mereka tentang warna tanah surga jika mereka datang kepadaku. Ingatlah, sesungguhnya warna tanah surga itu bagaikan tepung terigu yang putih. Ternyata mereka datang, lalu menanyakan kepada beliau tentang para penjaga neraka Jahanam. Maka Nabi ﷺ mengisyaratkan dengan jari jemari kedua telapak tangannya sebanyak dua kali, sedangkan pada yang kedua kali beliau menggenggamkan jari jempolnya (yakni sembilan belas malaikat penjaga). Lalu Nabi ﷺ bertanya, "Ceritakanlah kepadaku tentang warna tanah surga." Mereka berkata kepada pemimpin mereka, "Wahai Ibnu Salam, jawablah mereka !" Ibnu Salam menjawab, "Seakan-akan putihnya seperti adonan roti." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Ingatlah, sesungguhnya roti itu tiada lain terbuat dari tepung.
Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim, yakni dari Al-Barra. Tetapi menurut pendapat yang terkenal, hadits ini dari Jabir ibnu Abdullah, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya. Ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepada kami Sufyan dan Yahya ibnu Hakarn, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi ﷺ, lalu berkata, "Wahai Muhammad, sahabat-sahabatmu telah dikalahkan, hari ini." Nabi ﷺ bertanya, "Mengapa?" Lelaki itu menjawab, "Orang-orang Yahudi mengatakan kepada mereka, 'Apakah nabimu telah memberitahukan kepadamu tentang jumlah para malaikat penjaga neraka?' Mereka menjawab, 'Kami tidak mengetahuinya sebelum menanyakannya kepada nabi kami'." Rasulullah ﷺ bersabda, "'Apakah suatu kaum yang ditanyai tentang sesuatu yang tidak mereka ketahui dapat dikatakan mereka dikalahkan, sedangkan mereka hanya menjawab, 'Kami tidak mengetahuinya sebelum menanyakannya kepada Nabi kami'? Undanglah musuh-musuh Allah itu kemari, tetapi mereka pernah meminta kepada nabi mereka supaya Allah menampakkannya kepada mereka terang-terangan.", Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan agar mereka dipanggil menghadap kepadanya, lalu mereka pun datang dan bertanya, "Wahai Abul Qasim, berapakah jumlah penjaga neraka itu?" Nabi ﷺ memberi petunjuk kepada sahabatnya dengan isyarat jari jemari kedua tangannya sebanyak dua kali, sedangkan yang kedua kalinya beliau genggamkan salah satu jarinya, seraya bersabda, "Jumlahnya segini." Lalu Nabi ﷺ bersabda kepada para sahabatnya: Jika kamu ditanya mengenai warna tanah surga, maka tanah surga itu putih seperti tepung gandum.
Ketika mereka menanyakan tentang bilangan penjaga neraka, dan Nabi ﷺ memberitahukannya kepada mereka, lalu beliau ﷺ bertanya kepada mereka, "Bagaimanakah warna tanah surga?" Maka sebagian dari mereka memandang kepada sebagian yang lain, lalu berkata, "Seperti roti, wahai Abul Qasim."Nabi ﷺ bersabda, "Roti itu terbuat dari tepung." Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hal yang sama dalam tafsir ayat ini dari Ibnu Abu Umar, dari Syaiban dengan sanad yang sama. Ia serta Al-Bazzar mengatakan hadits ini tidak dikenal melainkan hanya melalui riwayat Mujahd. Imam Ahmad telah meriwayatkannya dari Ali ibnul Madini, dari Sufyan tanpa menyebutkan darmak (tepung terigu)."
21-25. Ayat-ayat ini merupakan kelanjutan dari gejolak hati dan pikir-an tokoh sentral dari surah ini. Kemudian dia merenung memikirkan bagaimana cara melecehkan Al-Qur'an, lalu sesudah itu dia berwajah masam dan cemberut, karena dia tidak menemukan celah untuk melecehkannya, kemudian dia berpaling dari kebenaran yang sebenarnya dia ketahui dan akui, dan menyombongkan diri, dengan congkaknya lalu dia berkata, 'Al-Qur'an ini hanyalah sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu. Ini hanyalah perkataan manusia bukan firman Allah. '21-25. Ayat-ayat ini merupakan kelanjutan dari gejolak hati dan pikir-an tokoh sentral dari surah ini. Kemudian dia merenung memikirkan bagaimana cara melecehkan Al-Qur'an, lalu sesudah itu dia berwajah masam dan cemberut, karena dia tidak menemukan celah untuk melecehkannya, kemudian dia berpaling dari kebenaran yang sebenarnya dia ketahui dan akui, dan menyombongkan diri, dengan congkaknya lalu dia berkata, 'Al-Qur'an ini hanyalah sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu. Ini hanyalah perkataan manusia bukan firman Allah. '.
Ayat ini mengungkapkan bahwa al-Walid bermasam muka dan cemberut karena gagal mencari kelemahan Al-Qur'an, dan tidak tahu lagi apa yang harus diucapkan untuk mencelanya. Hal ini merupakan isyarat bahwa al-Walid dan orang-orang yang ahli seperti dia sebenarnya dalam hati kecilnya telah mengakui kebenaran Nabi Muhammad. Hanya saja sikap keras kepalanya (kufur 'inad) mendorongnya untuk mencaci dan mencela Nabi. Andaikata ia mantap pada keyakinannya akan kebenaran tersebut, tentu dia mendapat yang ia inginkan. Tidak mungkin dia berwajah cemberut yang melambangkan perasaan yang tidak puas.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tadinya dia telah membantah bahwa orang ini tukang sihir, atau orang gila, atau ahli syair atau tukang tenung. Semuanya itu tidak! Dia pun telah mengaku pula bahwa kata-kata yang diucapkan Muhammad itu bukanlah kata manusia dan bukan pula kata-kata jin, malahan lebih tinggi dan tidak teratasi. Sekarang diminta kepadanya ketegasan, “Siapa sebenarnya Muhammad itu?" Tetapi per-tanyaan itu dikemukakan setelah dia diejek, dikatakan telah terpengaruh oleh Muhammad, telah memakan makanan Muhammad dan disinggung perasaannya dengan memberinya uang, padahal dia orang yang merasa tidak patut diberi, karena dia orang kaya.
Apa akan jawabnya?
Ayat 18
“Sesungguhnya dia telah memikirkan."
Apa yang mesti dikatakannya tentang Muhammad itu.
“Dan telah menentukan."
Dalam ketentuan pertama ialah bahwa Muhammad itu bukan gila, bukan tukang sihir, bukan penyair dan bukan tukang tenung. Tetapi dia belum berani atau belum mendapat ketetapan hati untuk memutuskan siapa gerangan Muhammad itu.
Ayat 19
“Maka celakalah dia."
Celakalah dia karena dia tidak mempunyai keberanian buat menyatakan pendapat.
“Bagaimana dia menentukan."
Bertambah dia pikirkan dan renungkan sedikit lagi, bertambah kelam jalan yang akan ditempuh mengambil keputusan. Sebab itu maka datang ayat 20.
Ayat 20
“Kemudian celakalah dia, bagaimana dia menentukan."
Ar-Razi mengatakan dalam tafsirnya bahwa dia telah bertindak tiap kali bolak-balik. Pertama, berpikir. Kedua, mengambil ketentuan, bertambah lama bertambah berlawan yang ada di dalam dengan sikap yang akan dinyatakan.
Ayat 21
“Kemudian itu dia pun merenung lagi."
Itulah yang ketiga, yaitu mengulang merenung lagi.
Ayat 22
“Kemudian itu mukanya pun masam dan merengut."
Mukanya menjadi masam, menunjukkan hati yang tidak merasa senang dan merengut menaruh suatu perasaan yang timbul dari sikap yang telah mulai berubah.
Ayat 23
“Kemudian dia pun membelakang dan menyombongkan diri."
Karena yang dipertimbangkannya bukanlah benar atau tidaknya seruan yang dibawa oleh Muhammad, benar atau tidaknya ayat suci yang dia sampaikan. Bukan itu lagi yang jadi buah pertimbangan. Itu sebabnya maka dia terlambat dan lama sekali mundur maju. Sebab yang dipertimbangkannya ialah kedudukan dirinya, kalau saya katakan bahwa seruan Muhammad ini benar wahyu Ilahi saya akan dibenci dalam kalangan kaum saya dan saya akan tersisih dari pergaulan Quraisy dan saya akan dipandang hina. Oleh sebab itu diambilnyalah keputusan yang akhir. Untuk menyatakan pendapat supaya menyenangkan hati kaumnya dia mesti bersikap tegas membelakangi Muhammad dan orang-orang yang beriman, dan dia mesti melakukan sikap yang sombong. Dengan sikap demikian dinyatakan- nyalah apa yang ditunggu-tunggu oleh kaumnya, tentang pandangan dan penilaiannya atas wahyu yang dibawa Muhammad itu.
Ayat 24
“Lalu dia berkata, ‘Tidak lain ini, melainkan sihir yang dipelajari.'"
Al-Walid telah menyatakan pendapatnya di muka umum, untuk mengobat hati kaum Quraisy, untuk membesarkan hati Abu Jahal bahwa ucapan-ucapan yang disampaikan Muhammad itu tidak lain hanyalah ilmu sihir juga. Ilmu sihir yang diterimanya dari orang lain, dari orang-orang yang dahulu. Al-Walid meneruskan penilaiannya.
Ayat 25
“Tidak lain ini hanyalah perkataan manusia."
Maka dicabutnyalah kembali katanya yang telah terlanjur mengatakan bahwa ucapan ini bukan buatan manusia dan bukan buatan jin, paling atas dan tidak dapat diatasi.
Dengan Walid menyatakan bahwa perkataan ini adalah semata-mata sihir, mafhumlah kita betapa berat tuduhan yang dia jatuhkan atas wahyu Ilahi. Karena menurut bahasa yang dipakai orang Arab sihir itu artinya ialah penipuan, mengatakan benar barangyang tidak benar. Dikatakannya pula bahwa perkataan ini dipelajari dari orang lain atau diwarisi. Namun dia tidak pula dapat membuktikan sama sekali, dari mana perkataan itu diwarisi. Padahal menurut satu riwayat lagi, sebelum didesak-desak oleh Abu Jahal itu dia pernah pula mengatakan bahwa ucapan-ucapan Muhammad itu bukan sihir dan bukan syair. Dia berkata, “Apa yang aku mesti katakan tentang dia! Demi Allah! Tidak seorang jua pun di antara kalian ini yang lebih tahu dari saya soal syair-syair. Saya lebih tahu timbangan rajaz-nya dari qashidah-nya. Saya pun tahu syair-syair yang berasal dari jin. Demi Allah kata-kata yang diucapkan Muhammad itu tidak termasuk ke bagian syair yang mana jua pun. Demi Allah ucapan itu sangat enak didengar telinga dan sangat merdu. Dia menghancurkan apa yang di bawahnya dan tidak dapat diatasi! Sekarang apa yang telah pernah diucapkannya itu seakan-akan telah dimungkirinya. Yaitu dengan mengerutkan dan memasamkan muka. Dengan berpaling seakan-akan tidak peduli ditambahi dengan kesombongan. Maka perkataannya yang berubah-ubah itu, yang disangkanya akan menyelamatkan dirinya, itulah yang membawanya celaka. Dia tidak berharga lagi buat didengar. Martabatnya telah jatuh, bukan saja di mata orang lain yang berakal, terlebih-lebih lagi harga dirinya telah jatuh dalam pandangan dirinya sendiri. Inilah yang difirmankan Allah dalam ayat 17 di atas tadi.
“Aku akan menimpakan kepadanya adzab yang memayahkan."
Kemudian diancam pulalah dia oleh Allah dengan adzab akhirat yang amat pedih.