Ayat
Terjemahan Per Kata
وَتَكُونُ
dan adalah
ٱلۡجِبَالُ
gunung-gunung
كَٱلۡعِهۡنِ
seperti bulu
وَتَكُونُ
dan adalah
ٱلۡجِبَالُ
gunung-gunung
كَٱلۡعِهۡنِ
seperti bulu
Terjemahan
gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan),
Tafsir
(Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu) maksudnya bagaikan bulu domba ringannya, terbawa terbang oleh angin.
Tafsir Surat Al-Ma'arij: 8-18
Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak. Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan). Dan tidak ada seorang teman akrabpun menanyakan temannya, sedangkan mereka saling melihat. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, istri, dan saudaranya. Dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kernudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak. Yang mengelupaskan kulit kepala, Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama), serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa azab itu pasti akan menimpa orang-orang kafir. Pada hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak (Al-Ma'arij: 8) Ibnu Abbas, Mujahid, ‘Atha’, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, dan As-Suddi serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa langit menjadi seperti minyak yang mendidih. Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan). (Al-Ma'arij: 9) Yakni seperti bulu yang beterbangan karena tertiup angin kencang. Demikianlah menurut Mujahid, Qatadah, dan As-Suddi. Ayat ini semakna dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menyebutkan: dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (Al-Qari'ah: 5) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan temannya, sedangkan mereka saling melihat. (Al-Ma'arij: 10-11) Maksudnya, tiada seorang pun yang menanyai kerabatnya tentang keadaannya, padahal dia melihatnya dalam keadaan yang paling buruk karena dia sendiri disibukkan dengan keadaan dirinya yang tak kalah buruknya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, pada mulanya sebagian dari mereka mengenal sebagian yang lainnya, lalu mereka berkenalan di antara sesama mereka, sesudah itu masing-masing menyelamatkan dirinya sendiri. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. ('Abasa: 37) Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah subhanahu wa ta’ala: Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun.
Sesungguhnya janji Allah adalah benar. (Luqman: 33) Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu, tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikit pun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (Fathir: 18) Semakna pula dengan firman-Nya: Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (Al-Muminun: 101) Dan sama dengan firman-Nya: pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya, Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. ('Abasa: 34-37) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, istri, dan saudaranya.
Dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat. (Al-Ma'arij: 11-15) Yakni tidak dapat diterima darinya tebusan apa pun, sekalipun dia datang dengan membawa semua penduduk bumi dan semua harta benda yang paling disayanginya, walaupun jumlahnya mencapai sepenuh bumi dalam bentuk emas, atau anaknya yang sewaktu di dunia merupakan belahan hatinya. Pada hari kiamat saat ia melihat peristiwa-peristiwa yang sangat menakutkan, timbullah keinginan dirinya untuk menebus dirinya dari azab Allah yang pasti menimpa dirinya itu.
Akan tetapi, apa pun tidak dapat diterima darinya. Mujahid dan As-Suddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt: dan kaum familinya. (Al-Ma'arij: 13) Yaitu kabilah dan sanak familinya. Ikrimah mengatakan, puak kabilahnya yang dia merupakan seseorang dari mereka. Asyhab telah meriwayatkan dari Malik sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kaum familinya. (Al-Ma'arij: 13) Bahwa yang dimaksud adalah ibunya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak. (Al-Ma'arij: 15) Ini menggambarkan sifat neraka dan panasnya yang tak terperikan.
Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 16) Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan bahwa syawa artinya kulit kepala. Menurut riwayat Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini: Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 16) Artinya, kulit kepala dan kepalanya. Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah daging yang menutupi batok kepala. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah semua otot dan urat-uratnya. Abu Saleh mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 16) Yakni jari jemari kedua tangan dan kedua kakinya.
Ia mengatakan pula sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa yang dimaksud ialah daging kedua betis. Al-Hasan Al-Basri dan Sabit Al-Bannani telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 16) Yaitu bagian-bagian wajahnya yang terhormat. Al-Hasan telah mengatakan pula bahwa api neraka itu membakar segala sesuatu yang ada pada tubuh orang kafir, dan yang tersisa adalah hatinya, lalu hatinya menjerit.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 16) Maksudnya, mengelupaskan kulit kepalanya dan bagian wajahnya yang terhormat serta tubuhnya dan semua jari jemarinya. Adh-Dhahhak mengatakan bahwa daging dan kulit terkelupas semuanya dari tulangnya masing-masing hingga tiada yang tersisa pada tulangnya sesuatu pun dari dagingnya. Ibnu Zaid mengatakan bahwa asy-syawa artinya tulang-tulang anggota tubuhnya. Nazza 'atari menurutnya berarti menghancurkan tulang-tulangnya, kemudian kulit dan tubuh mereka diganti dengan yang baru lagi.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama), serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma'arij: 17.-18) Yaitu neraka memanggil anak-anaknya yang diciptakan oleh Allah untuk menjadi isinya, dan telah ditakdirkan bagi mereka bahwa selama di dunia mereka beramal untuk neraka, maka kelak di hari kiamat neraka memanggil mereka untuk memasukinya dengan lisan yang fasih lagi jelas. Kemudian neraka memunguti mereka di antara ahli mahsyar, sebagaimana burung memunguti biji-bijian.
Demikian itu karena mereka sebagaimana yang disebutkan oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala termasuk orang yang membelakang dan yang berpaling. Yakni hatinya mendustakan dan anggota tubuhnya tidak mau beramal. serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma'arij: 18) Yakni mengumpulkan harta sebagian darinya dengan sebagian yang lain, lalu ia menyimpannya dan tidak mau menunaikan hak Allah yang ada pada hartanya, baik nafkah maupun zakat yang diwajibkan atasnya. Di dalam sebuah hadits disebutkan: Janganlah kamu menyimpan harta, maka kelak Allah akan menghisabkannya terhadap dirimu.
Disebutkan bahwa Abdullah ibnu Akim tidak pernah mengikat tali pundinya atau tali karung makanannya, dan ia mengatakan bahwa ia telah mendengar Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma'arij: 18) Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan, "Wahai anak Adam, engkau telah mendengar ancaman Allah, tetapi engkau tetap menghimpun harta benda" Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma'arij: 18) Bahwa orang tersebut gemar menghimpun harta lagi getol mengerjakan dosa-dosa yang keji."
8-9. Ingatlah siksa yang akan dialami oleh kaum kafir itu akan terjadi pada hari ketika langit yang sehari-harinya terlihat kokoh menjadi bagaikan cairan tembaga, dan gunung-gunung yang demikian berat menancap di bumi bagaikan bulu yang beterbangan. 10-13. Dan ketika itu tidak ada seorang teman karib pun menanyakan keadaan temannya, karena mencekamnya situasi dan kesibukan masing-masing dengan urusannya. Sedang mereka saling melihat, mereka semua sadar bahwa ketika itu, tidak berguna lagi bantuan teman dan kerabat. Pada hari itu, orang yang berdosa ingin sekiranya dia dapat menebus dirinya dari azab dengan menyerahkan anak-anaknya, dan istri yang selalu menemaninya dan saudaranya yang merupakan darah dagingnya, dan bukan hanya itu bahkan keluarga seperti ayah ibu yang selalu melindunginya di dunia.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan saat-saat kedatangan azab serta keadaan manusia waktu itu. Azab datang kepada orang kafir pada waktu langit hancur luluh, seperti perak yang mencair karena dipanaskan, dan pada saat gunung-gunung hancur bertaburan, seakan-akan bulu-bulu burung yang sedang beterbangan karena hembusan angin. Kebingungan dan penderitaan dihadapi manusia pada waktu itu. Masing-masing tidak dapat menolong orang lain, tidak seorang pun teman akrab yang menanyakan temannya, sedangkan mereka melihat dan mengetahui penderitaan temannya itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 8
“Pada hari itu adalah langit laksana luluhan perak."
Di sini digambarkan keadaan langit bila kiamat datang; suatu perumpamaan yang dahsyat sekali. Misalnya jika di waktu itu manusia menengadahkan wajahnya ke langit, dia akan melihat suatu penglihatan yang mengerikan, penglihatan yang sama sekali sebelumnya belum pernah terjadi. Meleleh langit itu, karena susunannya sudah berubah sama sekali. Diumpamakan dengan luluhan perak. Gambarkanlah bagaimana sebatang perak beku dibakar; dari sangat panasnya dia meleleh, mengalir;
Ayat 9
“Dan adalah gunung-gunung laksana bulu beterbangan."
Kalau pada cakrawala segala sesuatu telah berubah, sehingga langit laksana perak yang hancur luluh, gunung-gunung pun telah berubah keadaannya menjadi hancur lebur, berkepingan, beterbangan, jadi abu. Mungkin dari sangat kerasnya angin berembus, mungkin dari sebab gempa-gempa bumi yang dahsyat. Karena sudah dapat dipikirkan, bahwa knop seluruh alam itu adalah dalam satu tangan: Diputar satu knop, bergoncanglah semuanya, yang satu bertali dengan yang lain, diperhubungkan oleh tali qudrat dan dilancarkan dengan komando iradat.
Ayat 10
“Dan tidaklah menanyai seorang teman karib akan temannya."
Kalau sudah semacam itu keadaan yang dihadapi, sudah pasti tidak ada sahabat yang ingat akan sahabatnya lagi, jangankan mengurus kesulitannya, menanyakan pun tidak ada kesempatan lagi. Sebab tabiat manusia yang asli, atau naluri, bagaimana jua pun bahaya yang mengancam, manusia masih saja berusaha hendak mengelakkan diri dari maut.
Ayat 11
“Mereka lihat melihatkan."
Hanya lihat-melihat dari jauh, yang seorang tidak dapat menolong yang lain. Padahal di saat yang seperti demikianlah perlu rasanya akan pertolongan.
“Inginlah seorang yang bendosa kalau kiranya dia dapat ditebus dari adzab siksaan pada hari itu dengan anak-anaknya."
Sahabat karib tidak dapat menolong hanya tinggal anak lagi yang diharap. Sebab anak adalah turunan sendiri, darah daging sendiri. Karena selama hidup di dunia anaklah yang dipandang penyambung keturunan, penerus jalan sejarah.
Ayat 12
“Dan teman perempuannya."
Yaitu istri sendiri, yang telah hidup bersama, mendirikan rumah tangga bahagia, menurunkan keturunan. Bukankah istri yang setia itu jika suaminya sakit, dia yang membela? Jika susah dia yang membujuk? Bukankah istri, teman hidup tempat menumpahkan rasa cinta dan sayang? Bukankah dia yang patut di saat seperti ini mendampingi?
“Dan saudara laki-lakinya."
Yang dari kecil sama diasuh oleh ibu dan bapa dalam rumah yang satu, di bawah naungan satu atap?
Ayat 13
“Dan kelompok kekeluangaannya yang melindunginya."
Kalimat Fashilat saya terjemahkan dengan kelompok kekeluargaan. Sebagai Nabi kita Muhammad ﷺ adalah dari kabilah Quraisy, dan kabilah Quraisy itu bercabang dan beranting, di antara rantingnya itu ialah Bani Hasyim. Nabi kita Muhammad ﷺ adalah dari Fashilat Bani Hasyim. Menurut adat yang tidak lekang dipanas, tidak lapuk dihujan bagi bangsa Arab, jika anggota fashilat ditimpa marabahaya maka seluruh anggota fashilat merasakan bahaya itu. Abu Thalib membela Rasulullah ﷺ ketika beliau dibenci oleh kaum Quraisy ialah karena beliau adalah anggota fashilat. Sampai seluruh Bani Hasyim dan Bani Muthalib diboikot dan diblokade oleh kaum Quraisy yang lain dua tahun lamanya, meskipun sebagian mereka belum menyatakan diri masuk Islam, karena mereka satu fashilat dengan Nabi Muhammad.
Di Minangkabau ada pepatah, “Jauh mencari suku, dekat mencari hindu." Kelompok kekeluargaan suku itu pun dibagi sejak dari sepersukuan, sebuah perut, nan sehasta, yang sejengkal dan yang sebuah jari. Maka yang sekelompok itu adalah “sehina semalu, sedancing bagai besi, seciap bagai ayam." Ayat 13 yang sedang kita tafsirkan ini membayangkan kebiasaan yang telah lama itu. Yaitu jika anggota kelompok kekeluargaan ditimpa malapetaka, semua anggota kelompok, anggota fashilat ingin membela. Setelah tiba masa menghadapi kehebatan hari Kiamat masih saja ada orang yang mengharapkan pembelaan dari kelompok kekeluargaan tersebut, semoga kekeluargaan bertindak melindungi.
Bukan semata-mata kelompok saja, bahkan seisi bumi pun rasanya amat diharapkan untuk datang melindungi,
Ayat 14
“Dan dengan orang-orang yang di muka bumi ini sekaliannya,"
Terpencillah diri rasanya seorang diri ketika itu, anak tak dapat menolong, istri pun tidak, saudara kandung pun tidak, suku dan hindu, kelompok perbelahan suku tidak, semua pun tidak. Lalu menolehlah muka kepada orang lain, manusia yang begitu banyak. Wahai manusia, mengapa tidak ada yang memerhatikan nasibku ini. Hanya bersipandang dari jauh, tetapi tidak ada yang bertindak. Tolonglah aku!
“Kemudian semua menyelamatkannya."
Artinya sangat diharapkan pertolongan manusia yang banyak itu, agar aku selamat dan terlepas dari kesulitan, kesempitan dan ketenggelaman ini.
Jawabannya pun datang
Ayat 15
“Sekali-kali tidak!"
Artinya, bahwasanya segala pengharapan orang yang dalam kesengsaraan karena ditekan oleh perasaan berdosa itu tidaklah dapat ditolong melepaskannya oleh orang lain.
“Karena sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak. "
Semua orang takut kepada api itu, dan semua manusia menghadapi soalnya sendiri-sendiri dan kesulitan sendiri.
Tak ada orang yang berani mendekat-dekat ke tempat yang mengerikan itu.
Ayat 16
“Yang mengelupaskan kulit kepala."
Gambarkanlah! Siapa yang akan sampai ke sana? Niscaya orang yang berdosa! Api itu menyala terus. Namanya api neraka, panasnya adalah berlipat ganda dengan ganda yang
tidak dapat dibandingkan dengan api dunia sekarang ini.
Ayat 17
“Yang memanggil barangsiapa yang membelakang dan berpaling."
Ayat 18
“Yang mengumpul, lalu menyimpan."
Sesudah ayat 15 menerangkan bagaimana pula ngerinya neraka itu kelak, yang selalu bergejolak dan menggelegak, sehingga digambarkan pula bahwa kulit kepala ini akan mengelupas laksana kepala kambing dibakar (ayat 16), terasalah ngerinya yang dihadapi dan terasalah seram, ngeri, kejam. Malah ada orang yang tidak mengerti ajaran dan rahasia agama menuduh Allah Ta'aala kejam dengan menyediakan adzab demikian.
Tetapi ayat 17 dan 18 menerangkan siapa orang yang akan dimasukkan ke dalam adzab neraka yang sekejam sengeri itu. Di ayat 17 diterangkan dengan tegas sekali, yaitu orang yang jika dipanggil kepada kebenaran dia membelakang, lalu punggungnya yang diberikannya. Dia berpaling, tidak mau menerima kebenaran. Ayat 17 menjelaskan bahwa neraka memanggil dia, mesti datang! Kalau begitu kelakuannya di kala hidup di dunia, ke mana pun dia lari di akhirat, dia mesti kernbali ke tepi neraka jua! Sebab neraka itu sendiri yang memanggilnya.
Ayat 18 menerangkan lagi orang yang akan mendapat adzab siksaan itu, yaitu orang kerjanya siang malam hanya mengumpul, yaitu mengumpul harta, lalu menyimpan. Tidak mau mengeluarkan lagi. Dia bakhil, tidak mau menolong orang yang susah.
Oleh sebab itu jika terdengar kejam, seram, ngeri adzab neraka Jahannam itu, Allah telah memberikan jalan supaya jangan manusia masuk ke dalam tempat yang ngeri dan kejam itu. Untuk menjauhinya tidaklah di neraka atau tidaklah di akhirat itu kelak, melainkan tatkala masih di dunia ini juga. Caranya adalah sederhana saja, jika datang seruan kebenaran, yang dibawa oleh rasul-rasul Allah, disampaikan di dalam wahyu-wahyu, janganlah membelakang dan janganlah berpaling. Melainkan dengarkan baik-baik dan laksanakan. Kerjakan yang diperintahkan, hentikan yang dilarang.
Dan janganlah hidup itu kerja siang malam hanya mengumpul harta, membilang- bilang uang, emas dan perak, lalu menyimpan tidak keluar lagi. Kekayaan hanya untuk diri, tidak mempergunakan rezeki yang diberikan Allah buat menolong fakir dan miskin, Tidak mengulurkan tangan kepada sesama manusia untuk bersilaturahim. Ingatlah bahwa harta yang dikumpul itu tidak akan ada faedahnya jika tidak dinafkahkan kepada jalan yang baik.
Kalau ini telah diperhatikan dan dijalankan, bahaya neraka itu dapat dielakkan.
Oleh sebab itu maka orang-orang yang menuduh bahwa ancaman Allah dengan neraka di akhirat dikatakan kejam ialah orang yang tidak ada kesediaan hatinya menuruti jalan mulia yang digariskan Allah. Maunya biarkan saja dia berbuat sesuka hati di dunia ini tanpa ada ancaman akhirat.