Ayat
Terjemahan Per Kata
مَآ
tidakkah
أَنتَ
kamu
بِنِعۡمَةِ
dengan ni'mat
رَبِّكَ
Tuhanmu
بِمَجۡنُونٖ
orang gila
مَآ
tidakkah
أَنتَ
kamu
بِنِعۡمَةِ
dengan ni'mat
رَبِّكَ
Tuhanmu
بِمَجۡنُونٖ
orang gila
Terjemahan
berkat karunia Tuhanmu engkau (Nabi Muhammad) bukanlah orang gila.
Tafsir
(Kamu sekali-kali bukanlah) hai Muhammad (orang gila, berkat nikmat Rabbmu) yang telah mengaruniakan kenabian kepadamu, dan juga nikmat-nikmat-Nya yang lain. Ayat ini merupakan jawaban terhadap perkataan orang-orang kafir, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah orang gila.
Tafsir Surat Al-Qalam: 1-7
Nun, demi qalam dan apa yang mereka tulis, berkat nikmat Tuhanmu, kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat, siapa di antara kamu yang gila. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dialah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan keterangan tentang huruf-huruf hijaiyah yang mengawali surat-surat Al-Qur'an, yaitu dalam tafsir surat Al-Baqarah, dan bahwa firman Allah subhanahu wa ta’ala, "Nun, sama dengan Shad. Qaf, dan lain sebagainya dari huruf-huruf terpisah yang mengawali surat-surat Al-Qur'an. Dan mengenai penjelasan tentang hal ini sudah cukup dikemukakan dalam tafsir surat Al-Baqarah, hingga tidak perlu diulangi lagi.
Menurut suatu pendapat, nun adalah nama seekor ikan yang amat besar berada di atas lautan air yang sangat luas, dialah yang menyangga tujuh lapis bumi, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Abu Ja'far ibnu Jarir yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Sufyan Ats-Tsauri, telah menceritakan kepada kami Sulaiman alias Al-A'masy, dari Abu Zabyan, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah Al-Qalam.
Allah berfirman, "Tulislah!" Qalam bertanya, "Apakah yang harus aku tulis?" Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Tulislah takdir." Maka Qalam mencatat semua yang akan terjadi sejak hari itu sampai hari kiamat..Kemudian Allah menciptakan nun dan menaikkan uap air; maka terciptalah darinya langit, dan terhamparlah bumi di atas nun. Lalu nun bergetar, maka bumi pun terhampar dengan luasnya, lalu dikukuhkan dengan gunung-gunung. Sesungguhnya nun itu benar-benar merasa bangga terhadap bumi. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ahmad ibnu Sinan, dari Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Syu'bah, Muhammad ibnu Fudail dan Waki', dari Al-A'masy dengan sanad yang sama. Dan Syu'bah dalam salah satu riwayatnya menambahkan bahwa lalu Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Nun, demi qalam dan apa yang mereka tulis. (Al-Qalam: 1) Syarik telah meriwayatkannya dari Al-A'masy ibnu Abu Zabyan atau Mujahid, dari Ibnu Abbas, lalu disebutkan hal yang semisal. Ma'mar meriwayatkannya dari Al-A'masy, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakannya, kemudian ia membaca firman-Nya: Nun, demi qalam dan apa yang mereka tulis. (Al-Qalam: 1) Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari ‘Atha’, dari AbudDuha, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya sesuatu yang mula-mula diciptakan oleh Tuhanku adalah Al-Qalam.
Kemudian Allah berfirman kepadanya, 'Tulislah" Maka qalam menulis segala sesuatu yang akan terjadi sampai hari kiamat. Kemudian Allah menciptakan nun di atas air, lalu meletakkan bumi di atasnya. Imam Ath-Thabarani telah meriwayatkan hal ini secara marfu'. Untuk itu ia mengatakan: ". telah menceritakan kepada kami Abu Habib alias Zaid ibnul Mahdi Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Ya'qub At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Mu'ammal ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kaini Hammad ibnu Zaid, dari ‘Atha’ ibnus Sa-ib, dari AbudDuha alias Muslim ibnu Sabih, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Sesungguhnya makhluk yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah Al-Qalam dan al-hut (ikan yang sangat besar).
Allah berfirman kepada qalam, "Tulislah!" Qalam bertanya, "Apakah yang harus aku tulis? Allah berfirman, "Segala sesuatu yang akan terjadi sampai hari kiamat. Kemudian Nabi ﷺ membaca firman-Nya: Nun, demi qalam dan apa yang mereka tulis. (Al-Qalam; 1) Nun adalah ikan yang sangat besar, sedangkan al-qalam adalah qalam (pena). Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, dari Abu Abdullah maula Bani Umayyah, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah mendenaar Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya sesuatu yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah al-qalam, kemudian Allah menciptakan nun yaitu tinta, lalu Allah berfirman kepada al-qalam, "Tulislah!" Al-qalam bertanya, "Apa yang harus aku tulis?" Allah berfirman, "Tulislah segala sesuatu yang akan terjadi, atau segala sesuatu yang akan ada, dari amal perbuatan, atau rezeki atau jejak atau ajal.
Maka al-qalam menulis semuanya itu sampai hari kiamat. Itulah yang dimaksud oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala, "Nun, demi qalam dan apa yang mereka tulis, (Al-Qalam: 1)." Kemudian al-qalam dikunci, maka ia tidak berbicara sampai hari kiamat. Kemudian Allah menciptakan akal, lalu Allah berfirman, "Demi keagungan-Ku, sungguh Aku benar-benar akan menyempurnakanmu terhadap orang yang Aku sukai, dan sungguh Aku benar-benar akan mengurangimu terhadap orang yang Aku murkai.
Ibnu Abu Najih telah mengatakan bahwa sesungguhnya Ibrahim ibnu Abu Bakar pernah menceritakan kepadanya dari .Mujahid yang telah mengatakan bahwa nun pernah disebutkan bahwa ia adalah ikan yang amat besar yang berada di bawah lapisan bumi yang ketujuh. Al-Bagawi dan sejumlah ulama tafsir telah menyebutkan bahwa di atas punggung ikan yang besar ini terdapat sebuah batu besar yang ketebalannya sama dengan jarak antara langit dan bumi.
Dan di atas batu besar itu terdapat seekor banteng yang memiliki empat puluh ribu tanduk, sedangkan di atas punggung banteng ini terdapat bumi yang berlapis tujuh dan segala sesuatu yang terdapat di dalamnya dan segala sesuatu yang ada di antara tiap lapisnya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Tetapi herannya ada sebagian ulama yang menakwilkan dengan makna ini hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas, bahwa Abdullah ibnu Salam ketika mendengar berita kedatangan Rasulullah ﷺ di Madinah, ia datang menemuinya dan bertanya kepadanya tentang berbagai hal. Ia mengatakan, "Sesungguhnya aku akan bertanya kepadamu tentang berbagai hal yang tiada seorang pun mengetahuinya kecuali seorang nabi." Abdullah ibnu Salam bertanya, "Apakah pertanda awal hari kiamat. Dan makanan apakah yang disajikan kepada ahli surga sebagai suguhan pertamanya.
Dan sebutkan mengapa seorang anak mirip dengan ayahnya, dan mengapa seorang anak mirip ibunya?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Jibril baru saja memberitahukannya kepadaku." Abdullah ibnu Salam berkata, "Dia adalah malaikat yang dibenci oleh orang-orang Yahudi." Nabi ﷺ melanjutkan jawabannya: Pertanda yang mengawali hari kiamat ialah munculnya api yang menggiring manusia dari masyriq ke magrib. Dan makanan yang mula-mula disajikan kepada penghuni surga ialah lebihan hatinya ikan paus. Adapun mengenai anak, maka apabila air mani lelaki mendahului air mani perempuan, maka anaknya mirip dengan ayahnya. Dan apabila air mani perempuan mendahului air mani laki-laki, maka anaknya mirip dengan ibunya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini melalui berbagai jalur dari Humaid, dan Imam Muslim serta Imam Bukliari telah rneriwayatkannya pula melalui hadits Sauban maula Rasulullah ﷺ dengan lafal yang semisal. Dan disebutkan di dalam kitab Shahih Muslim melalui hadits Abu Asma Ar-Rahbi, dari Sauban, bahwa seorang rahib pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang berbagai masalah. antara lain disebutkan bahwa apakah sajian pertama bagi ahli surga saat mereka masuk surga, maka Rasulullah ﷺ menjawab: Lebihan hatinya ikan paus. Rahib itu bertanya lagi, "Lalu makanan apakah yang disuguhkan kepada mereka sesudahnya?" Rasulullah ﷺ menjawab: Disembelihkan untuk mereka seekor banteng surga yang makan dari pinggiran taman-taman surga. Rahib itu bertanya lagi, "Lalu apakah suguhan minuman mereka sehabis menyantap makanan itu?" Rasulullah ﷺ menjawab: Dari mata air yang ada di dalam surga yang dikenal dengan nama Salsabila.
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan nun adalah lauh (lembaran) dari nur (cahaya). Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Syabib Al-Maktab, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziad Al-Jazari, dari Furat ibnu Abul Furat, dari Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Nun, demi qalam dan apa yang mereka tulis. (Al-Qalam: 1) Bahwa al-qalam adalah lembaran dari cahaya dan pena dari cahaya yang bergerak mencatat segala sesuatu yang akan ada sampai hari kiamat. Hadits ini berpredikat mursal lagi gharib.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa ia pernah mendapat berita bahwa qalam tersebut dari nur yang panjangnya sama dengan jarak perjalanan seratus tahun. Menurut pendapat yang lainnya lagi, yang dimaksud dengan nun adalah tinta, dan yang dimaksud dengan qalam adalah pena. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Abu Saur, dari Ma'mar, dari Al-Hasan dan Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya, "Nun. Keduanya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nun ialah tinta. Hal yang semisal telah diriwayatkan dalam hadits marfu', tetapi predikatnya gharib sekali. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan: telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah mania Bani Umayyah, dari Abu Saleh, dan Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Allah telah menciptakan nun, yaitu tinta.
ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid. telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami saudara lelakinya yang bernama Isa ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sabit As-Samali, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan nun yaitu tinta dan menciptakan al-qalam. Lalu Allah berfirman, "Tulislah!" Qalam bertanya, "Apa yang harus kutulis?" Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Tulislah segala sesuatu yang akan terjadi sampai hari kiamat, berupa amal perbuatan yang dikerjakan, baik amal ketaatan atau amal kedurhakaan, baik rezeki halal yang diberikan atau rezeki haram." Kemudian ditetapkan pula segala sesuatu dari hal tersebut menyangkut nasibnya, yaitu masuknya ke dunia, dan masa tinggalnya di dunia, dan usia berapa saat keluarnya dari dunia dan bagaimana cara matinya.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menugaskan para malaikat penjaga untuk menjaga hamba-hamba-Nya dan para malaikat pencatat amal perbuatan untuk menghimpun catatan amal perbuatan mereka. Para malaikat penjaga setiap harinya menyalin dari para malaikat pencatat amal perbuatan, amal perbuatan yang dikerjakan setiap harinya. Apabila rezeki seseorang telah habis, dan jejak langkahnya telah berakhir serta ajalnya telah tiba, maka malaikat penjaga datang menjumpai malaikat pencatat amal perbuatan untuk meminta arsip catatan amal yang dikerjakan di hari itu.
Maka malaikat pencatat amal berkata kepada malaikat penjaga, "Kami tidak menjumpai amal apa pun bagi teman kamu ini." Lalu malaikat penjaga kembali dan menjumpai orang yang dijaganya telah meninggai dunia. Lalu Ibnu Abbas mengatakan bahwa bukankah kalian adalah orang-orang Arab, tentunya kalian pernah mendengar ucapan para malaikat pencatat amal perbuatan yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan. (Al-Jatsiyah: 29) Dan tiada lain makna istinsakh (menyalin) itu kecuali dari kitab induknya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: demi qalam. (Al-Qalam: 1) Makna lahiriah menunjukkan jenis qalam (pena) alias sarana yang dipakai untuk menulis, semakna dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-'Alaq: 3-5) Ini merupakan sumpah dari Allah subhanahu wa ta’ala dengan menyebut qalam, untuk mengingatkan makhluk-Nya akan nikmat yang telah Dia berikan kepada mereka, yaitu Dia telah mengajarkan kepada mereka menulis yang dengan melaluinya ilmu pengetahuan dapat diraih. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: dan apa yang mereka tulis. (Al-Qalam: 1) Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dan apa yang mereka tulis.
Abud Duha telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah dan apa yang mereka kerjakan.' As-Suddi mengatakan, yang dimaksud dengan mereka adalah para malaikat dan segala sesuatu yang mereka catat tentang amal perbuatan semua hamba. Ulama lainnya mengatakan bahwa bahkan makna yang dimaksud dengan al-qalam dalam ayat ini ialah pena yang diperintahkan oleh Allah untuk mencatat takdir, yakni ketika Allah memerintahkan kepadanya mencatat semua takdir yang telah Dia tetapkan atas semua makhluk-Nya, yang hal ini terjadi sebelum Dia menciptakan langit dan bumi dalam jarak masa lima puluh ribu tahun.
Sehubungan dengan hal ini para ulama mengetengahkan hadits-hadits yang menerangkan masalah al-qalam ini. ". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id alias Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan dan Yunus ibnu Habib; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Dawud At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Sulaim As-Sulami, dari ‘Atha’ ibnu Abu Rabah, telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa ayahnya memanggilnya saat ia menjelang kematiannya, lalu ayahnya yang sedang sakit keras itu mengatakan kepadanya bahwa sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya makhluk yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah al-qalam, lalu Allah berfirman kepadanya, "Tulislah!" Al-qalam bertanya, "Ya Tuhanku apakah yang harus kutulis? Allah berfirman, "Tulislah takdir dan semua yang akan ada sampai selama-lamanya, Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad melalui berbagai jalur dari Al-Walid ibnu Ubadah, dari ayahnya dengan sanad yang sama.
Imam At-Tirmidzi mengetengahkannya melalui hadits Abu Dawud At-Tayalisi dengan sanad yang sama, dan ia mengatakan bahwa hadits ini hasan, shahih, gharib. Imam Abu Dawud telah meriwayatkannya di dalam kitab sunannya dalam pembahasan As-Sunnah, dari Ja'far ibnu Musafir, dari Yahya ibnu Hassan, dari Ibnu Rabah, dari Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Abu Hafsah alias Hubaisy ibnu Syuraili Al-Habsyi Asy-Syabi, dari Ubadah, lalu disebutkan hal yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah At-Tusi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak. telah menceritakan kepada kami Rabah ibnu Zaid. dari Umar ibnu Habib, dari Al-Qasim ibnu Abu Buzzah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari ibnu Abbas; ia pernah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Sesungguhnya sesuatu yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah al-qalam, lalu Allah memerintahkan kepadanya agar mencatat segala sesuatu.
Hadits ini gharib bila ditinjau dari segi jalurnya, mereka (ahli hadits) tiada yang mengetengahkannya. Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya, Al-Qalam, bahwa makna yang dimaksud ialah pena yang digunakan untuk menulis zikir (peringatan). Firman Allah Swt: dan apa yang mereka tulis. (Al-Qalam: 1) Yakni segala sesuatu yang mereka tulis; sama dengan tafsir yang sebelumnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: berkat nikmat Tuhanmu, kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. (Al-Qalam: 2) Yaitu segala puji bagi Allah, engkau bukanlah orang gila sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang bodoh dari kalangan kaummu yang mendustakan apa yang engkau sampaikan kepada mereka berupa petunjuk dan perkara hak yang jelas, karenanya mereka menuduhmu sebagai orang gila.
Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. (Al-Qalam: 3) Maksudnya, bahkan bagimu pahala yang besar dan imbalan yang berlimpah yang tiada putus-putusnya dan tidak akan lenyap imbalan pahala kamu menyampaikan risalah Tuhanmu kepada makhluk dan kesabaranmu menghadapi gangguan mereka yang menyakitkan. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. (Hud: 108) Dan firman-Nya yang lain, yaitu: maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (At-Tin: 6) Yakni pahala yang tiada putus-putusnya dari mereka.
Mujahid mengatakan bahwa gairu mamnun artinya yang tiada terhitung, tetapi pendapat ini semakna dengan apa yang telah kami katakan sebelumnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (Al-Qalam: 4) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya engkau Muhammad, berada dalam agama yang hebat, yaitu agam Islam. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Abu Malik, As-Suddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Adh-Dhahhak dan Ibnu Zaid. Menurut Atiyyah, disebutkan benar-benar berbudi pekerti yang agung. Ma'mar telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa ia pernah bertanyakepada Aisyah tentang akhlak Rasulullah ﷺ Maka Aisyah menjawab: Akhlak beliau adalah Al-Qur'an. Yakni sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur'an. Sa'id ibnu Abu Arubah mengatakan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (Al-Qalam: 4) Diceritakan kepada kami bahwa Sa'd ibnu Hisyam pernah bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Rasulullah ﷺ Maka Aisyah balik bertanya kepadanya, "Bukankah engkau telah membaca Al-Qur'an?" Sa'id menjawab, "Benar," Aisyah berkata: Maka sesungguhnya akhlak Rasulullah ﷺ adalah Al-Qur'an. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Sa'd ibnu Hisyam yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah, "Wahai Ummul Muminin, ceritakanlah kepadaku tentang akhlak Rasulullah?" Aisyah balik bertanya, "Bukankah kamu telah membaca Al-Qur'an?" Aku menjawab, "Ya." Maka ia berkata: Akhlak beliau adalah Al-Qur'an.
Ini merupakan ringkasan dari suatu hadits yang cukup panjang. Imam Muslim telah meriwayatkannya di dalam kitab Shahih-nya melalui hadits Qatadah dengan panjang lebar yang nanti akan diterangkan di dalam tafsir surat Al-Muzzammil, insya Allah. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Rasulullah ﷺ Maka Aisyah menjawab: Akhlak beliau adalah Al-Qur'an. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Qais ibnu Wahb, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Sawad yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Rasulullah ﷺ Maka Aisyah balik bertanya, bahwa bukankah kamu telah membaca firman-Nya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (Al-Qalam; 4) Lalu aku berkata, "Ceritakanlah kepadaku salah satu dari contohnya." Aisyah menceritakan bahwa ia membuat makanan untuk Nabi ﷺ dan bertepatan dengan itu Hafsah pun membuat makanan untuk beliau.' Lalu ia berpesan kepada budak perempuannya yang akan disuruhnya mengantarkan makanan itu, "Pergilah kamu, dan lihatlah bila Hafsah datang dengan membawa makanannya sebelumku.
Maka buanglah makanannya." Ternyata Hafsah pun datang dengan membawa makanannya. Maka budak perempuan Aisyah itu menjatuhkan dirinya dan mengenai mangkuk makanan Hafsah hingga mangkuknya pecah dan makanannya terjatuh, sedangkan mangkuk yang dipakai adalah barang pecah belah. Lalu Rasulullah ﷺ memungutnya dan bersabda, "Gantilah olehmu, atau engkau harus mengganti Aswad ragu wadah ini dengan wadahmu." Setelah itu Nabi ﷺ tidak mengucapkan kata-kata lagi. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan, dari Sa'd ibnu Hisyam yang mengatakan bahwa ia datang kepada Aisyah Ummul Muminin, lalu menanyakan kepadanya tentang akhlak Rasulullah ﷺ Maka ia menjawab, "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an, tidakkah kamu telah membaca firman-Nya: 'Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur' (AL-Qalam: 4)." Imam Abu Dawud dan Imam An-Nasai telah meriwayatkan hal yang semisal melalui hadits Al-Hasan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah -menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Abuz Zahiriyah, dari Jubair ibnu Nafir yang mengatakan bahwa ia melakukan ibadah haji, lalu mengunjungi Aisyah dan menanyakan kepadanya tentang akhlak Rasulullah ﷺ Maka ia menjawab: Akhlak Rasulullah ﷺ adalah Al-Qur'an. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ahmad dari Abdur Rahman ibnu Mahdi. Imam An-Nasai meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Ishaq ibnu Mansur, dari Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Mu'awiyah ibnu Saleh dengan sanad yang sama. Makna yang dimaksud dari kesemuanya ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ adalah seorang yang mengamalkan Al-Qur'an; mengamalkan perintahnya dan manjauhi larangannya, yang hal ini telah tertanam dalam diri beliau sebagai watak dan pembawaannya serta sebagai akhlak yang telah terpatri dalam sepak terjang beliau ﷺ Maka apa pun yang diperintahkan oleh Al-Qur'an, beliau pasti mengerjakannya; dan apa pun yang dilarang oleh Al-Qur'an, beliau pasti meninggalkannya.
Hal ini di samping watak yang dibekalkan oleh Allah dalam diri beliau berupa akhlak yang besar seperti sifat pemalu, dermawan, berani, pemaaf, penyantun, dan semua akhlak yang terpuji. Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Shahihain, dari Anas yang telah mengatakan: Aku menjadi pelayan Rasulullah ﷺ selama sepuluh tahun, dan beliau sama sekali belum pernah membentakku dengan kata, "Husy!" Dan belum pernah mengatakan terhadapku tentang sesuatu yang seharusnya tidak kulakukan, "Mengapa engkau melakukannya?" Dan tidak pula terhadap sesuatu yang seharusnya kulakukan, "Mengapa tidak engkau lakukan? Beliau ﷺ adalah seorang yang paling baik akhlaknya, dan aku belum pernah memegang kain sutra, baik yang tebal maupun yang tipis dan tidak pula sesuatu yang lebih lembut dari telapak tangan Rasulullah ﷺ Dan aku belum pernah mencium minyak kesturi dan tidak pula wewangian lainnya yang lebih harum daripada bau keringat Rasulullah ﷺ Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Yuuus, dari ayahnya, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Barra telah mengatakan: Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling tampan wajahnya dan paling baik akhlaknya; tubuh beliau tidak terlalu tinggi, dan tidak pula terlalu pendek.
Hadits-hadits yang menerangkan bab ini cukup banyak, Imam Abu Isa At-At-Tirmidzi telah menghimpunnya di dalam Kitabusy Syamail. //Dan kampungsunnah telah merilis ebook ringkasan dari kitab syamail yang diringkas dan di tahqiq oleh syaikh Al-Albani, silakan rujuk kesana// Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang telah mengatakan: Rasulullah ﷺ sama sekali belum pernah memukulkan tangannya kepada seorang pun dari pelayannya, dan belum pernah memukul seorang pun dari istri (beliau), dan belum pernah memukulkan tangannya kepada sesuatu pun kecuali bila dalam berjihad di jalan Allah.
Dan tidak pernah beliau disuruh memilih di antara dua perkara melainkan memilih yang paling disukai dan paling ringan di antara keduanya terkecuali bila (yang ringan itu) berupa dosa. Maka jika hal itu berupa dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauhinya. Dan beliau tidak pernah melakukan suatu pembalasan yang pernah ditimpakan kepada dirinya, melainkan bila batasan-batasan Allah dilanggar, maka beliau baru melakukan pembalasan dan itu hanyalah karena Allah subhanahu wa ta’ala ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang baik.
Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini secara munfarid. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat, siapa di antara kamu yang gila. (Al-Qalam: 5-6) Yakni engkau wahai Muhammad akan mengetahui begitu pula orang-orang yang menentang dan mendustakamu siapakah yang gila lagi sesat, apakah kamu atau mereka sendiri. Ayat ini semakna dengan firman-Nya: Kelak mereka akan mengetahui siapakah yang sebenarnya amat pendusta lagi sombong. (Al-Qamar: 26) Dan firman-Nya: dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik) pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (Saba': 24) Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa engkau akan mengetahui dan mereka akan mengetahui di hari kiamat nanti.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: siapa di antara kamu yang gila. (Al-Qalam: 6) Makna maftun ialah gila. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya. Qatadah dan lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: siapa di antara kamu yang gila. (Al-Qalam: 6) Artinya, siapakah yang teperdaya oleh bujukan setan. Makna maftun sudah jelas, yaitu orang yang teperdaya hingga menyimpang dari jalan yang benar dan sesat jauh darinya.
Sesungguhnya huruf ba memasuki lafal ayyukum untuk menunjukkan makna mengerjakan, yang berkaitan dengan firman-Nya: Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat. (Al-Qamar: 5) Yakni kelak kamu akan mengetahui dan mereka pun akan mengetahui, lalu kamu akan dikabari dan mereka akan dikabari pula, bahwa siapakah dari kalian yang mengerjakan perbuatan fitnah; Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dialah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Qalam: 7) Allah mengetahui siapa di antara kedua golongan itu, yakni kamu dan mereka yang mendapat petunjuk, dan Dia mengetahui siapa golongan yang sesat dari kebenaran."
1-4. Akhir surah sebelumnya, berbicara tentang dua kelompok yang saling bertolak belakang. satu dibinasakan dan satu diselamatkan. Di awal surah ini dijelaskan sifat siapa yang akan mendapat keselamatan dan siapa yang akan mendapat azab. N'n. Demi pena yang biasa digunakan untuk menulis oleh malaikat atau oleh siapa pun, dan juga demi apa yang mereka tuliskan. Dengan karunia Tuhanmu yang berupa risalah dan nubuwah, engkau, wahai Nabi Muhammad sekali-kali bukanlah orang gila sebagaimana yang dituduhkan oleh kaum musyrik. Dan sesungguhnya berkat perjuangan dan kesabaranmu engkau pasti mendapat pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. Karena Tuhanmu yang mendidikmu dengan akhlak Al-Qur'an. 1-4. Akhir surah sebelumnya, berbicara tentang dua kelompok yang saling bertolak belakang. satu dibinasakan dan satu diselamatkan. Di awal surah ini dijelaskan sifat siapa yang akan mendapat keselamatan dan siapa yang akan mendapat azab. N'n. Demi pena yang biasa digunakan untuk menulis oleh malaikat atau oleh siapa pun, dan juga demi apa yang mereka tuliskan. Dengan karunia Tuhanmu yang berupa risalah dan nubuwah, engkau, wahai Nabi Muhammad sekali-kali bukanlah orang gila sebagaimana yang dituduhkan oleh kaum musyrik. Dan sesungguhnya berkat perjuangan dan kesabaranmu engkau pasti mendapat pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. Karena Tuhanmu yang mendidikmu dengan akhlak Al-Qur'an.
Dalam ayat ini, Allah menyatakan dengan tegas kepada Nabi Muhammad ﷺ bahwa beliau tidak memerlukan suatu nikmat pun dari orang lain selain dari nikmat Allah. Mungkinkah Muhammad itu dikatakan seorang gila, karena memperoleh nikmat dan karunia yang sangat besar dari Allah? Pada ayat lain dinyatakan:
Dan mereka berkata, "Wahai orang yang kepadanya diturunkan Al-Qur'an, sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar orang gila." (al-hijr/15: 6)
Setelah orang-orang Quraisy mengetahui pernyataan Waraqah bin Naufal itu dan Rasulullah menyampaikan agama Islam kepada mereka, maka mereka menuduh bahwa Muhammad ﷺ dihinggapi penyakit gila atau seorang tukang tenung yang ingin memalingkan orang-orang Quraisy dari agama nenek moyang mereka. Oleh karena itu, mereka memerintahkan kepada kaumnya agar jangan sekali-kali mendengarkan ucapan Muhammad saw, dan jangan mempercayai bahwa yang diterimanya benar-benar agama Allah. Mungkinkah seorang manusia, seorang gila atau seorang tukang tenung dipercaya Allah menyampaikan agama-Nya?
Sehubungan dengan sikap orang-orang Quraisy itu, turunlah ayat ini untuk menguatkan risalah Muhammad saw, menguatkan hati beliau, dan mengingatkan karunia yang telah dilimpahkan kepadanya. Dengan ini, Allah mengisyaratkan bahwa agama yang benar dan berasal dari-Nya ialah agama yang mendorong manusia mencari dan menuntut ilmu-Nya yang luas, kemudian memanfaatkan ilmu itu untuk kepentingan manusia dan kemanusiaan.
Setiap ilmu Allah yang diperoleh itu harus ditulis dengan pena, agar dapat dipelajari dan dibaca oleh orang lain, sehingga ilmu itu berkembang. Dengan ilmu itu juga, manusia akan dapat mencapai kemajuan. Oleh karena itu, belajar membaca dan menulis dengan pena adalah pangkal kemajuan suatu umat. Apabila manusia ingin maju, maka galakkanlah belajar menulis dan membaca. Dengan turunnya ayat ini, hati Rasulullah ﷺ bertambah mantap, tenang, dan kuat untuk melaksanakan tugasnya menyampaikan agama Allah. Beliau mempunyai argumentasi yang kuat pula dalam menghadapi sikap orang-orang Quraisy.
Dengan ayat ini, Allah menjawab tuduhan orang-orang Quraisy itu dengan menyuruh mereka mempelajari kembali sejarah hidup Nabi Muhammad yang besar dan tumbuh di hadapan mata kepala mereka sendiri. Bukankah sebelum ia diutus menjadi rasul, orang-orang yang mengatakannya gila itu menghormati dan menjadikannya sebagai orang yang paling mereka percayai? Apakah mereka tidak ingat lagi bahwa di antara mereka pernah terjadi perselisihan tentang siapa yang berhak mengangkat hajar Aswad dan meletakkannya pada tempatnya yang semula. Peristiwa itu hampir menimbulkan pertumpahan darah, dan tidak seorang pun yang dapat mendamaikannya. Lalu mereka minta kepada Muhammad untuk bersedia menjadi juru damai di antara mereka. Mereka menerima keputusan yang ditetapkan Muhammad atas mereka, dan mereka menganggap bahwa keputusan yang diberikannya itu adalah keputusan yang paling adil.
Mungkinkah seorang yang semula baik, dianugerahi Allah kejujuran, kehalusan budi pekerti, selalu menolong dan membantu siapa saja yang memerlukannya, dan menjadi contoh dan teladan bagi orang Quraisy, tiba-tiba menjadi gila karena ia melaksanakan perintah Tuhan semesta alam, yaitu menyampaikan agama Allah dan berhijrah ke Medinah.
Jika diperhatikan susunan ayat ini, ada suatu teladan yang harus ditiru oleh kaum Muslimin, yaitu walaupun orang-orang Quraisy telah bersikap kasar dan menyakiti hati dan jasmaninya, namun Rasulullah ﷺ membantah tuduhan-tuduhan mereka dengan cara yang baik dan mendidik. Beliau menyuruh mereka menggunakan akal pikiran yang benar dan menggunakan norma-norma yang baik.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-QALAM
(PENA)
SURAH KE-68
52 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
(AYAT 1 -52)
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih.
TINTA DAN PENA
Ayat 1
“Nuun; Demi pena dan apa yang mereka tulis."
Ada tafsir yang mengatakan bahwa Nuun itu bukanlah semata-mata huruf nun lengkung bertitik satu di atas, yaitu huruf yang bermakhraj di pertemuan ujung lidah dengan ujung langit-langit dan dikeluarkan melalui hidung, yang dinamai juga huruf sengau. Bukan itu saja! Kata penafsir itu, Nun adalah nama sebangsa ikan besar di laut sebangsa ikan paus. Ikan itulah yang menelan Nabi Yunus ketika beliau meninggalkan negerinya karena kecewa melihat kekufuran kaumnya. Penafsiran ikan bernama Nun yang menelan Nabi Yunus ini dihubungkan dengan ayat-ayat terakhir dari surah ini, yaitu ayat 48, 49, dan ayat 50. Karena ketiga ayat ini ada menceritakan tentang Nabi Yunus ditelan ikan itu.
Penafsiran ini dikuatkan oleh ayat 87 dan surah al-Anbiyaa' yang menyebut Nabi Yunus dengan Zan Nun. Menurut ar-Razi dalam tafsirnya, ada juga riwayat bahwa tafsir begini ada diterima dari lbnu Abbas, Mujahid, Muqatil dan as-Suddi.
Tetapi riwayat yang lain pula dari lbnu Abbas juga, diikuti penafsiran ini oleh ad-Dahhak, al-Hasan, dan Qatadah, “Arti nun ialah dakwat atau tinta."
Tentang menafsirkan huruf nun dengan ikan Nun yang menelan Nabi Yunus, kalau kita pikirkan dengan saksama, tidaklah dapat diterima jika dibandingkan dengan ayat-ayat yang selanjutnya, yang isinya memuji kemuliaan budi Muhammad yang tahan dan sabar dalam perjuangan. Sudah terang bahwa Nabi Yunus ditelan oleh ikan Nun atau paus beberapa hari lamanya adalah suatu peringatan kepada seorang Nabi Allah bernama Yunus yang berkecil hati melihat kekafiran kaumnya, lalu beliau meninggalkan tugasnya. Tidaklah layak permulaan peringatan kepada Nabi Muhammad ialah ikan Nun yang menelan Nabi Yunus, karena Nabi Muhammad tidaklah pernah sejenak pun meninggalkan, bahkan selalu menghadapi tugasnya dengan hati tabah, walaupun betapa hebat kepahitan yang akan beliau telan. Hijrah beliau ke Madinah kemudian, bukanlah lari dari tugas, tetapi salah satu mata rantai rencana penyempurnaan tugas.
Tentang qalam, atau disebut juga pena, yang diambil menjadi sumpah utama oleh Allah di permulaan ayat 1, ada pula terdapat berbagai ragam tafsir. Ada yang mengatakan bahwa yang mula-mula sekali diciptakan oleh Allah dari makhluk-Nya ini tidak lain ialah qalam atau pena. Disebutkan pula bahwa panjang qalam itu ialah sepanjang di antara langit dan bumi dan dia tercipta dari nur, artinya cahaya. Dalam tafsiran itu dikatakan bahwa Allah memerintahkan kepada qalam daripada Nur itu agar dia terus-menerus menulis, lalu dituliskannyalah apa yang terjadi dan apa yang ada ini, baik ajal atau amal perbuatan.
Ada pula yang menafsirkan bahwa yang dimaksudkan dengan yang mula-mula diciptakan Allah ialah qalam, artinya ialah akal. Tetapi oleh karena ada hadits Nabi,
“Yang mula-mula diciptakan Allah ialah qalam, lalu diperintahkan Allah supaya dia menulis. Maka bertanyalah dia kepada Allah, Apa yang mesti hamba tuliskan, ya Tuhan" Allah menjawab, ‘Tuliskan segala apa yang telah Aku takdirkan (Aku tentukan sampai akhir zaman)'". (HR Imam Ahmad bin Hambal dari al-Walid bin Ubbadah bin Tsamit)
Oleh karena ini menyangkut dengan hadits, maka al-Qadhi memberikan tafsir bahwa isi hadits ini adalah semata-mata majaz, artinya kata perlambang. Sebab tidaklah mungkin sebuah alat yang telah digunakan khusus untuk menulis, bahwa dia akan hidup dan berakal, sampai dia mesti diperintah Allah dan dilarang. Mustahil dapat dikumpulkan jadi satu sebuah alat guna menulis lalu makhluk bernyawa yang dapat diperintah. Maka bukanlah qalam itu diperintah, melainkan berlakulah qudrat iradat Allah atas makhluk-Nya dan terjadilah apa yang Allah kehendaki dan Allah tentukan, dan tertulislah demikian itu sebagai takdir dari Allah.
Demikianlah sengaja agak panjang kita salin tafsir-tafsir lama untuk mengetahui ukuran orang berpikir pada masa dahulu.
Tentang ujung ayat, “Dan apa yang mereka tulis," kata ar-Razi ada pula tafsir yang mengatakan bahwa yang dikatakan “mereka" di sini ialah malaikat-malaikat yang menuliskan segala amal perbuatan manusia. Sebab di dalam surah al-Infithaar, ayat 10, 11, dan 12 ada tersebut tentang malaikat-malaikat yang mulia-mulia yang ditugaskan Allah menuliskan amalan manusia dan memeliharanya.
Tetapi karena semuanya itu adalah semata-mata penafsiran menurut kadar jangkauan akal orang yang menafsirkan, mengapa kita tidak akan berani memikirkannya lebih jauh dan mencocokkannya dengan kenyataan yang ada di hadapan mata kita sehari-hari?
Adakah salah kalau kita tumpangi orang yang menafsirkan huruf nun itu dengan tinta dan qalam kita tafsirkan pula dengan pena yang kita pakai buat menulis? Dan sumpah dengan apa yang mereka tuliskan, ialah hasil dan buah pena ahli-ahli pengetahuan yang menyebarkan ilmu dengan tulisan? Alangkah pentingnya ketiga macam barang itu bagi kemanusiaan selama dunia terkembang! Yaitu, tinta, pena dan hasil apa yang dituliskan oleh para penulis?
Cobalah pertalikan ayat ini dengan ayat yang mula-mula turun kepada Rasulullah ﷺ di dalam Gua Hira di atas Bukit Nur (Cahaya). Perhatikanlah kelima ayat yang mula turun itu, yaitu awal permulaan dari surah al-‘Alaq,
“Bacalah dengan nama Tuhan engkau yang telah menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhan engkau adalah Amat Mulia. Yang mengajarkan manusia dengan qalam. Mengajarkan kepada manusia barang yang (tadinya) tidak mereka ketahui." (al-‘Alaq: 1-5)
Di antara qalam dalam surah al-‘Alaq sebagai ayat yang mula-mula turun dan “Qalam" di surah ini, dan keduanya sama-sama turun di Mekah, memang ada pertalian yang patut menjadi perhatian kita. Keduanya menarik perhatian manusia tentang pentingnya qalam atau pena dalam hidup manusia di atas permukaan bumi ini. Dengan qalam-lah ilmu pengetahuan dicatat. Bahkan kitab-kitab suci yang diturunkan Allah Ta'aala kepada nabi-nabi-Nya: Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur'an dan berpuluh zabur-zabur yang diturunkan kepada nabi-nabi seperti tercatat di dalam kumpulan Perjanjian Lama, barulah menjadi dokumentasi agama setelah semuanya itu dicatat. Kitab suci Al-Qur'an sendiri yang mulanya hanya sebagai hafalan dan tercatat terserak-serak dalam berbagai catatan barulah berarti untuk menjadi pegangan kaum Muslimin di permukaan bumi ini sudah empat belas abad sampai sekarang setelah dia dijadikan satu mushaf. Mulanya atas prakarsa dari khalifah Nabi yang pertama, Sayyidina Abu Bakar Shiddiq, setelah itu disalin ke dalam beberapa naskah atas perintah Khalifah ketiga, Amirul Mu'minin Sayyidina Utsman bin Affan.
Dengan tersebarnya Al-Qur'an di permukaan dunia Islam, tumbuhlah ilmu-ilmu agama yang lain: tafsir Al-Qur'an, ilmu hadits dengan musthalah dan sanadnya, ilmu fiqih dan ilmu ushul fiqih, ilmu aqaid (ushuluddin), ilmu tasawuf, ilmu qiraat, ilmu sirah, ilmu tarikh, ilmu alat bahasa: nahu, saraf, bayaan dan badi' dan ma'ani, ilmu adab dan berpuluh ilmu lain. Semuanya itu dikembangkan dengan nun, wal qalami wa ma yasthurun. Dengan tinta, pena dan apa yang mereka tuliskan di atas kertas berbagai ragam, sejak empat belas abad!
Ayat 2
“Tidaklah, engkau, dengan hikmah Tuhan engkau, seorang yang gila."
Ayat ini adalah satu bujukan atau hiburan yang amat halus penuh kasih sayang dari Allah kepada Rasul-Nya, Nabi kita Muhammad ﷺ Setelah Rasulullah menyampaikan dakwahnya mengajarkan tauhid dan makrifat kepada Allah Yang Maha Esa dan Mahakuasa dan mencela segala perbuatan jahiliyyah, terutama mempersekutukan yang lain dengan Allah, sangatlah besar reaksi daripada kaumnya. Macam-macam tuduhan yang dilontarkan kepada diri beliau. Satu di antara tuduhan itu ialah bahwa dia gila!
Ayat 3
“Dan sesungguhnya untuk engkau adalah pahala yang tidak putus-putus."
Artinya, bahwasanya perjuangan engkau menyampaikan seruan Allah dan Kebenaran kepada manusia itu tidaklah sedikit jua pun terlupa di sisi Allah. Usaha engkau itu tidaklah sia-sia. Jernih payah engkau akan meninggalkan kesan yang mendalam sekali, kesan yang besar, yang tidak akan putus- putus untuk selama-lamanya. Bahkan tuduhan mereka mengatakan engkau gila itu pun akan menambah kekalnya pahala yang engkau akan terima itu, sejak dan dunia sampai ke akhirat, sejak dari masa hidupmu, sampai pun hari Kiamat. Usaha yang engkau usahakan selama hidupmu yang terbatas ini, kelak akan tinggal, akan tersebar dengan tidak putus-putus, akan merata ke seluruh dunia.
Ayat 4
“Dan sesungguhnya engkau adalah benar-benar atas budi pekerti yang agung."
Inilah satu pujian yang paling tinggi yang diberikan Allah kepada Rasui-Nya, yang jarang diberikan kepada rasul yang lain.
Khuluqin Azhim, Budi pekerti yang amat agung. Jarang taranya!
Budi pekerti adalah sikap hidup, atau karakter, atau perangai. Dibawa oleh latihan atau kesanggupan mengendalikan diri. Mula- mulanya latihan dari sebab sadar akan yang baik adalah baik dan yang buruk adalah buruk. Lalu dibiasakan berbuat yang baik itu. Kemudian menjadilah dia adat kebiasaan, tidak mau lagi mengerjakan yang buruk, melainkan selalu mengerjakan yang baik dan yang lebih baik.
Ayat 5
“Maka engkau Akan melihat dan mereka pun akan melihat kelak."
Ayat 6
“Siapa diantara kamu yang terganggu pikiran."
Mereka tuduh Nabi Muhammad gila (imajnun) atau terganggu pikiran (maftun) yang artinya sama juga dengan orang gila. Atau orang sakit jiwa, orang yang tidak dapat lagi mengendalikan dirinya. Melainkan orang lainlah yang mengurusnya, melekatkan pakaiannya, menyikatkan rambutnya. Bahkan kalau tidak ada yang mengurus terbuang-buanglah dia, tercuai-cuai tidak menentu tempat tidur, tempat tinggal dan tidak menentu tempat makan minum.
Dalam ayat kelima dan keenam ini dijelaskan oleh Allah, akan dilihat nanti, baik oleh engkau hai Muhammad, atau oleh mereka sendiri, siapakah di antara engkau dengan mereka yang terganggu pikiran.
Ayat 7
“Sesungguhnya Tuhan engkau, Dialah yang lebih tahu siapa yang sesat dari jalan-Nya"
Sesat dari jalan Allah yang lurus, dari shiratal mustaqim, lalu terperosok ke dalam lumpur kehidupan, hidup yang tidak mempunyai tujuan, menyembah dan memuja kepada batu dan kayu yang diperbuat dengan tangan manusia sendiri.
“Dan Dia pun lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk."
Artinya, bahwa Allah pun lebih tahu siapa di antara hamba-Nya yang berakal!
Sebabnya maka sampai demikian Allah berkata, ialah karena selalu kelihatan dalam perjalanan perjuangan nabi-nabi dan rasul- rasul yang menegakkan kebenaran Ilahi dan mereka yang berkeras hendak melanjutkan perjuangan rasul-rasul itu, bahwa mereka kelihatan lemah, miskin, tidak berkuasa, dihinakan dan dibenci. Dan pihak-pihak yang menyembah kepada berhala, atau di zaman sekarang menyembah kepada benda (materi), orang-orang yang hanya menghargai kekuasaan, kedudukan, pangkat tinggi, gaji dan penghasilan adalah semua itu kuat kedudukannya. Orang umum yang di bawah kuasa, yang ditekan oleh alat-alat propaganda akan menyalahkan orang yang berjuang hendak menegakkan kebenaran itu. Yang dianggap benar ialah yang kuat dan kuasa.