Ayat
Terjemahan Per Kata
وَكَذَّبُواْ
Dan mereka mendustakan
وَٱتَّبَعُوٓاْ
dan mengikuti
أَهۡوَآءَهُمۡۚ
nafsu mereka
وَكُلُّ
sedang tiap-tiap
أَمۡرٖ
urusan
مُّسۡتَقِرّٞ
ada ketetapannya
وَكَذَّبُواْ
Dan mereka mendustakan
وَٱتَّبَعُوٓاْ
dan mengikuti
أَهۡوَآءَهُمۡۚ
nafsu mereka
وَكُلُّ
sedang tiap-tiap
أَمۡرٖ
urusan
مُّسۡتَقِرّٞ
ada ketetapannya
Terjemahan
Mereka mendustakan (Nabi Muhammad) dan mengikuti keinginan mereka, padahal setiap urusan telah ada ketetapannya.
Tafsir
(Dan mereka mendustakan) Nabi ﷺ (dan mengikuti hawa nafsu mereka) dalam perkara yang batil (sedangkan tiap-tiap urusan) atau perkara yang baik dan perkara yang buruk (telah ada ketetapannya) bagi pemiliknya masing-masing, yaitu adakalanya masuk ke surga atau ke neraka.
Tafsir Surat Al-Qamar: 1-5
Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, "(Ini adalah) sihir yang terus-menerus. Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedangkan tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran). Itulah suatu hikmat yang sempurna, maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka) Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang dekatnya hari kiamat dan habisnya usia dunia serta keruntuhannya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Telah pasti datangnya ketetapan Allah. (An-Nahl: l) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1) Banyak hadits yang menerangkan hal ini.
Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Mus'anna dan Amr ibnul Ala. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnu Musa, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qatadah, dari Anas, bahwa Rasulullah ﷺ di suatu hari berkhotbah kepada para sahabatnya di saat mentari hampir saja tenggelam, dan tiada yang masih kelihatan darinya kecuali hanya sebagian kecil saja. Maka beliau bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, tiada yang tersisa dari usia dunia ini terhadap masa-masa yang telah dilaluinya, melainkan seperti tersisanya waktu dari hari kalian sekarang terhadap waktu-waktu yang telah dilaluinya, dan tiada yang dapat kita lihat dari mentari ini kecuali hanya sebagian kecilnya.
Menurut hemat kami, hadits ini bersumber dari Khalaf ibnu Musa ibnu Khalaf yang tuna netra, dari ayahnya. Ibnu Hibban telah menyebutkannya di antara perawi-perawi yang berpredikat siqah, dan mengatakan bahwa barangkali dia keliru (ada hadits lain yang menguatkan dan menafsirkan pengertiannya). Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Syarik, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Kahil, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan, "Ketika kami sedang duduk-duduk di sisi Nabi ﷺ di saat mentari berada di atas Qu'aiqa'an selepas waktu atsar, maka bersabdalah beliau ﷺ: 'Tiadalah usia kalian bila dibandingkan dengan usia orang-orang yang sebelum kalian melainkan seperti waktu yang tersisa dari siang hari ini dibandingkan dengan waktu-waktu yang telah dilaluinya (sejak pagi hari)'." " (1)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mitraf, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Aku diutus sedangkan (antara) aku dan hari kiamat seperti ini. seraya mengisyaratkan dengan kedua jarinya, yaitu jari telunjuk dan jari tengahnya. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini melalui Abu Hazim alias Salamah ibnu Dinar. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Khalid, dari Wahb As-Siwa'i yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Aku diutus sedangkan jarak antara aku dan hari kiamat sama dengan jarak antara jari ini dan jari ini, yang hampir saja mendahuluiku.
Yakni sangat dekat. Al-A'masy (perawi) mengatakan hadits ini seraya menggabungkan antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Ubaidillah yang mengatakan bahwa Anas ibnu Malik datang kepada Al-Walid ibnu Abdul Malik, lalu bertanya kepadanya tentang apa yang pernah ia dengar dari Rasulullah ﷺ tentang hari kiamat. Maka Al-Walid ibnu Abdul Malik menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Kalian dan hari kiamat sama dengan (jarak) kedua (jari) ini. Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini secara tunggal, dan hadits ini mempunyai syahid (bukti) yang membenarkannya di dalam kitab shahih tentang nama-nama Nabi Muhammad ﷺ, bahwa beliau ﷺ adalah Al-Hasyir, artinya seorang manusia yang digiring di bawah kedua telapak kakinya (kelak di hari kiamat).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz ibnu Asad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Hilal, dari Khalid ibnu Umairyang mengatakan bahwa Atabah ibnu Gazwan berkhotbah. Bahz mengatakan bahwa Atabah mengatakan bahwa sebelumnya Rasulullah ﷺ berkhotbah kepada kami, beliau memulainya dengan membaca hamdalah dan pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala, lalu bersabda, "Amma Ba'du, sesungguhnya dunia ini sudah dekat akan berakhirnya dan habis usianya serta tiada yang tersisa melainkan hanya tinggal seperti satu tegukan lagi yang diteguk oleh pemiliknya dari wadahnya, dan sesungguhnya kalian bakal pindah darinya ke negeri yang tidak akan fana selamanya.
Maka berpindahlah kalian kepadanya, kami hanya berharap semoga kalian dalam keadaan baik-baik. Karena sesungguhnya telah diceritakan kepada kami bahwa batu yang dilemparkan dari tepi Jahanam, lalu batu itu terjatuh ke dalamnya selama tujuh puluh tahun, masih juga belum sampai ke dasarnya. Demi Allah, kalian benar-benar akan memenuhinya, tentu kalian merasa heran mengapa. Dan demi Allah, telah diriwayatkan kepada kami bahwa jarak di antara kedua sisi pintu surga itu sama dengan jarak perjalanan empat puluh tahun.
Dan sesungguhnya akan datang kepadanya suatu hari yang di hari itu pintu surga penuh sesak (dengan orang-orang yang memasukinya)," hingga akhir hadits. Imam Muslim meriwayatkan hadits ini secara munfarid. Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepadaku Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami ‘Atha’ ibnus Sa'ib, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami yang mengatakan, "Kami turun istirahat di dekat Mada-in sejauh satu farsakh darinya.
Maka datanglah hari Jumat, lalu ayahku dan juga aku menghadiri shalat Jumat, sedangkan berkhotbah adalah Huzaifah. Ia mengatakan dalam khotbahnya, 'Ingatlah, sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar: 1) Ingatlah, sesungguhnya hari kiamat itu telah dekat. Dan ingatlah, sesungguhnya telah terbelah bulan. Ingatlah, sesungguhnya dunia ini akan berakhir. Dan ingatlah bahwa sesungguhnya hari ini adalah hari tersembunyi dan besok adalah hari perlombaan.' Maka aku bertanya kepada ayahku, "Apakah benar besok manusia berlomba-lomba?" Ayahku menjawab, 'Wahai anakku; betapa bodohnya kamu, sesungguhnya yang dimaksud dengan perlombaan adalah perlombaan dengan amal perbuatan masing-masing.' Kemudian datanglah Jumat berikutnya, dan kami pun menghadirinya.
Lalu Huzaifah kembali berkhotbah, yang antara lain mengatakan, 'Ingatlah, sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar: 1) Ingatlah, sesungguhnya dunia ini telah dekat masa akhirnya. Ingatlah, sesungguhnya hari ini adalah hari tersembunyi dan besok hari berlomba. Ingatlah, sesungguhnya tujuan itu adalah neraka dan orang yang selamat adalah orang yang lebih dahulu ke surga'." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar: 1) Hal ini terjadi di masa Rasulullah ﷺ, seperti yang disebutkan di dalam hadits-hadits mutawatir dengan sanad-sanad yang shahih.
Di dalam kitab shahih telah disebutkan dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Ada lima perkara yang telah berlalu (terjadi), yaitu (kemenangan) Romawi (atas Persia), Ad-Dukhan (awan putih), Al-Lizam, Al-Batsyah, dan Al-Qamar (terbelahnya rembulan)." Dan sudah menjadi kesepakatan para ulama bahwa terbelahnya rembulan telah terjadi di masa Nabi ﷺ, dan peristiwa tersebut merupakan salah satu dari mukjizat yang cemerlang. Riwayat Anas ibnu Malik. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa penduduk Mekah (kaum musyrik) pernah meminta kepada Nabi ﷺ untuk memperlihatkan suatu tanda (mukjizat), maka terbelahlah rembulan di Mekah sebanyak dua kali, dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. (Al-Oamar: 1) Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dari Muhammad ibnu Rafi, dari Abdur Razzaq. Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mufaddal, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik, bahwa penduduk Mekah pernah meminta kepada Rasulullah ﷺ untuk memperlihatkan kepada mereka suatu mukjizat yang membenarkan kenabiannya, maka Nabi ﷺ memperlihatkan kepada mereka rembulan terbelah menjadi dua bagian sehingga mereka melihat kekosongan di antara keduanya.
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkannya pula melalui hadits Yunus ibnu Muhammad Al-Mu'addib, dari Syaiban, dari Qatadah. Imam Muslim telah meriwayatkannya pula melalui hadits Abu Dawud At-Tayalisi dan Yahya Al-Qattan serta selain keduanya, dari Syu'bah, dari Qatadah dengan sanad yang sama. Riwayat Jabir ibnu Mut'im Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Kasir, dari Husain ibnu Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya yang mengatakan bahwa di masa Rasulullah ﷺ rembulan pernah terbelah menjadi dua bagian; satu bagian di atas suatu bukit, dan bagian yang lain berada di atas bukit yang lain.
Lalu mereka (orang-orang musyrik) mengatakan, "Muhammad telah menyihir kami." Sebagian dari mereka menjawab, "Jika apa yang dilakukan Muhammad itu adalah sihir, tidak mungkin ia dapat menyihir kita semuanya." Imam Ahmad meriwayatkannya dari jalur ini secara tunggal; dan Imam Baihaqi meng-isnad-kannyadi dalam kitab Dala-il-nya melalui jalur Muhammad ibnu Kasir, dari saudaranya Sulaiman ibnu Kasir, dari Husain ibnu Abdur Rahman. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadits Muhammad ibnu Fudail dan lain-lainnya, dari Husain dengan sanad yang sama.
Imam Baihaqi telah meriwayatkannya pula melalui jalur Ibrahim ibnuTahman dan Hasyim, keduanya dari Husain, dari Jubair ibnu Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya, dari kakeknya, lalu disebutkan hal yang semisal. Riwayat Abdullah ibnu Abbas Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Kasir, telah menceritakan kepada kami Bakr, dari Ja'far, dari Irak ibnu Malik, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Atabah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa rembulan terbelah di masa Nabi ﷺ Imam Al-Bukhari serta Imam Muslim telah meriwayatkan pula hadits ini melalui Bakr ibnu Mudar, dari Ja'far ibnu Rabi'ah, dari Irak dengan sanad dan lafal yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mus'anna, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun, dari Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat suatu tanda (Mukjizat), mereka berpaling dan berkata, "(Ini adalah) sihir yang terus-menerus.(Al-Qamar: 1-2) Bahwa hal itu telah berlalu, kejadiannya sebelum masa Hijrah, rembulan terbelah hingga mereka melihat kedua belahannya.
Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas. Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya Al-Qat'i, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syakar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pernah terjadi gerhana rembulan di masa Rasulullah ﷺ, maka mereka mengatakan bahwa rembulan telah disihir, lalu turunlah firman-Nya: Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar: 1) Sampai dengan firman-Nya: yang terus-menerus. (Al-Qamar: 2) Riwayat Abdullah ibnu Umar.
Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafidzh dan Abu Bakar alias Ahmad ibnul Hasan Al-Qadi. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Al-Asam, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Muhammad Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, dari Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Umar sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar: 1) Bahwa hal ini terjadi di masa Rasulullah ﷺ, rembulan terbelah menjadi dua; yang sebelah seakan-akan berada di depan bukit, dan yang sebelahnya lagi seakan-akan berada di belakang bukit.
Maka Nabi ﷺ bersabda: Ya Allah, saksikanlah. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam At-Tirmidzi melalui berbagai jalur dari Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Mujahid dengan sanad yang sama. Imam Muslim mengatakan seperti riwayat Mujahid, dari Abu Ma'mar, dari Ibnu Mas'ud, dan Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Riwayat Ibnu Mas'ud. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu AbuNajih, dari Mujahid, dari Abu Ma'mar, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa rembulan pernah terbelah menjadi dua di masa Rasulullah ﷺ hingga mereka menyaksikannya.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Saksikanlah oleh kalian! Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim melalui hadits Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Keduanya telah mengetengahkan pula melalui hadits Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar alias Abdullah ibnu Sakhbarah, dari Ibnu Mas'ud dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ais ibnu Usman ibnu Ais Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami pamanku Yahya ibnu Ais, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari seorang lelaki, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa dahulu kami bersama dengan Rasulullah ﷺ di Mina, lalu rembulan terbelah, yang salah satunya berada di balik bukit.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Saksikanlah, saksikanlah! Imam Al-Bukhari mengatakan bahwa Abud Duha telah meriwayatkan dari Masruq, dari Abdullah di Mekah; Abu Dawud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Al-Mugirah, dari Abud Duha, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa rembulan pernah terbelah di masa Rasulullah ﷺ, maka orang-orang Quraisy berkata, "Ini adalah perbuatan sihir Ibnu Abu Kabsyah (yakni Nabi ﷺ)." Maka orang-orang mengatakan, "Sekarang tunggulah apa yang akan disampaikan oleh kaum musafir itu, karena sesungguhnya Muhammad tidak akan dapat menyihir semua orang." Ketika kaum musafir itu datang kepada mereka, ternyata mereka menyaksikan hal yang sama.
Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafidzh, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas alias Muhammad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Muhammad Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami Mugirah, dari Abud Duha, dari Masruq, dari Abdullah yang mengatakan bahwa rembulan terbelah di Mekah hingga menjadi dua belahan.
Lalu orang-orang kafir Quraisy penduduk Mekah berkata, "Ini adalah perbuatan sihir yang dilancarkan terhadap kalian oleh Ibnu Abu Kabsyah. Sekarang tunggulah para musafir itu; jika ternyata mereka menyaksikan hal yang sama dengan kalian, berarti dia (Nabi ﷺ) benar. Dan jika mereka tidak menyaksikan seperti apa yang kalian saksikan, berarti itu adalah sihir yang dilancarkan olehnya terhadap kalian." Kemudian ketika kaum musafir itu tiba dari berbagai arah, mereka ditanya, dan ternyata mereka pun telah melihat hal yang sama.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadits Al-Mugirah dengan sanad yang sama, tetapi ditambahkan bahwa lalu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar: 1) Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Muhammad ibnu Sirin; ia pernah mendapat berita bahwa Ibnu Mas'ud telah mengatakan bahwa sesungguhnya rembulan pernah terbelah. Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Imarah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari Sammak, dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Abdullah yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya ia menyaksikan bukit pada saat rembulan terbelah dari celah belahannya.
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Mu'ammal, dari Israil, dari Sammak, dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Abdullah yang mengatakan bahwa rembulan pernah terbelah di masa Rasulullah ﷺ hingga ia melihat bukit di antara belahan rembulan itu. Al-Laits telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa rembulan pernah terbelah menjadi dua bagian di masa Rasulullah ﷺ Maka Nabi ﷺ bersabda kepada Abu Bakar: Saksikanlah, wahai Abu Bakar! Maka orang-orang musyrik berkata, "Rembulan telah disihir sehingga terbelah." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat suatu tanda. (Al-Qamar: 2) Yakni dalil, keterangan, dan bukti. mereka berpaling. (Al-Qamar: 2) Yaitu tidak mau tunduk kepadanya, bahkan berpaling darinya dan membuangnya jauh-jauh ke belakang mereka. dan berkata.(Ini adalah) sihir yang terus-menerus." (Al-Qamar: 2) Mereka mengatakan, "Bukti-bukti yang kita lihat ini adalah sihir yang dia lancarkan terhadap kami." Makna mustamir artinya yang segera akan lenyap.
Demikianlah menurut Mujahid dan Qatadah serta selain keduanya. Makna yang dimaksud ialah batil lagi akan menyurut, tidak kekal. Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka. (Al-Qamar: 3) Mereka mendustakan kebenaran bila kebenaran itu datang kepada mereka, dan mereka hanya mengikuti pendapat dan hawa nafsu mereka sendiri sebagai akibat dari kebodohan dan piciknya akal mereka. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: sedangkan tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya. (Al-Qamar: 3) Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah bahwa kebaikan itu hanya dilakukan oleh ahli kebaikan, dan keburukan itu hanya dilakukan oleh ahli keburukan.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa tiap-tiap urusan itu telah ditetapkan atas ahlinya masing-masing. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sedangkan tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya. (Al-Qamar: 3) Yakni kelak di hari kiamat. As-Suddi mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan mustaqar ialah pasti terjadi. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah. (Al-Qamar: 4) Yaitu berita-berita dan kisah-kisah tentang umat-umat yang mendustakan rasul-rasul-Nya dan pembalasan, siksa dan azab yang menimpa mereka, yang semuanya itu telah terdapat di dalam Al-Qur'an yang dibacakan kepada mereka.
yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran). (Al-Qamar: 4) Maksudnya, pelajaran yang mencegah mereka dari kemusyrikan dan terus-menerus mendustakan rasul-rasul-Nya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: itulah suatu hikmah yang sempurna. (Al-Qamar: 5) Yakni untuk menyatakan mengapa Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia beri petunjuk, dan mengapa Dia menyesatkan orang yang Dia sesatkan. maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka). (Al-Qamar: 5) Artinya, tiada gunanya lagi peringatan-peringatan itu bagi orang yang telah ditakdirkan celaka oleh Allah dan hatinya telah dikunci mati, lalu siapakah lagi yang dapat memberinya petunjuk selain dari Allah? Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Katakanlah, "Allah mempunyai hujah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya.(Al-An'am: 149) Juga seperti firman Allah subhanahu wa ta’ala: Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. (Yunus: 101)"
Demikianlah sikap orang musyrik, dan mereka memang senantiasa mendustakan kebenaran dari-Nya. Mereka cenderung menyimpang dari fitrah dan mengikuti keinginannya yang menjerumuskan mereka pada kesesatan, padahal setiap urusan yang terjadi pasti telah ada ketetapannya. 4. Dan sungguh, telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat ancaman bagi mereka untuk tidak berbuat ingkar dan syirik.
Kaum musyrik mendustakan kebenaran yang disampaikan kepada mereka oleh Nabi Muhammad saw, dan mengikuti hawa nafsu karena kebodohan mereka. Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa sesuatu itu akan berhenti pada sasaran yang telah ditetapkan, sesuai dengan ketetapan Allah. Karena itu persoalan orang-orang musyrik akan berhenti pada kehinaan di dunia dan azab yang kekal di akhirat, sedang persoalanmu hai Muhammad ﷺ akan berhenti pada kemenangan di dunia dan surga di akhirat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-QAMAR
(BULAN)
SURAH KE-54, 55 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Bismillahirrahmanirrahim
BULAN TERBELAH DUA
Ayat 1
“Telah dekat saat dan telah belah bulan."
Kita telah maklum, bahwasanya arti Sa'at di dalam Al-Qur'an ialah Kiamat. Sa'at itu mesti datang dan telah dekat. Rasulullah ﷺ sendiri pernah menyabdakan, Abu Ja'far Ibnu Jarir meriwayatkan, bahwa dia menerima dari Ya'qub dan Ya'qub ini menerima dari Ibnu Athiyah, dan dia ini pun menerima berita daripada Atha bin as-Saib, dan Abu Abdurrahman as-Sulami. Dia ini berkata, “Pada suatu hari kami berhenti di Madaain sejarak satu farsakh. Maka datanglah hari Jum'at. Hadir ayah saya di sana dan saya pun turut. Di waktu itu berkhutbahlah Huzaifah. Kata beliau, “Ketahuilah bahwasanya Allah Ta'aala telah berfirman bahwasanya hari Kiamat telah dekat dan bulan pun telah belah dan bahwasanya dunia ini sudah dekat waktunya kita tinggalkan. Ketahuilah, bahwasanya hari ini kita menentukan tujuan dan besok kita akan berlomba." Lalu saya bertanya kepada ayah saya, “Apakah manusia akan berpacu?" Ayahku menjawab, “Engkau terlalu bodoh, Nak. Maksud perlombaan (berpacuan) ialah berlomba dengan amalan."
Setelah itu datang pulalah hari Jum'at. Kali ini Huzaifah yang berkhutbah, “Ketahuilah bahwa Allah telah berfirman bahwa Kiamat telah dekat dan bulan telah belah. Ketahuilah bahwasanya telah dekat masanya manusia akan ditinggalkan. Ketahuilah bahwa hari ini menentukan arah hidup dan besok kita berlomba. Tujuan yang tidak menentu adalah ke neraka, namun orang yang sejak semula telah menjelaskan tujuan, ke dalam surgalah akhir perjalanannya."
Adapun tentang firman Allah bulan telah terbelah, sesungguhnya riwayat bulan terbelah ini, menurut ilmu pertalian dan sanad hadits, riwayat ini adalah riwayat yang shahih, bahkan telah menjelaskan bahwa riwayat ini adalah mutawatir sifatnya, yaitu sebagaimana kita ketahui, hadits yang mutawatir ialah yang tidak diragukan lagi atas kebenarannya, mustahil akan sepakat orang berkata dusta. Sama halnya dengan mutawatirnya berita tentang adanya Ka'bah, tempat kaum Muslimin memusatkan ibadahnya. Mutawatir zaman modern ialah tentang manusia yang telah sampai ke bulan, dan telah berkali-kali manusia sampai ke sana. Mustahil akan semufakat isi dunia membuat satu berita yang bohong. Maka kalau ada di zaman sekarang orang yang menuduh bahwa berita manusia sampai ke bulan itu adalah berita bohong belaka, ternyata bahwa orang itu adalah seorang yang di dinding oleh kebodohannya sendiri. Maka ahli-ahli tafsir, seperti Ibnu Katsir dalam tafsirnya yang bernama Tafsir Al-Qur'anul Azhim, menyatakan bahwa berita bulan belah itu adalah berita yang mutawatir.
Ar-Razi di dalam tafsir beliau yang bernama at-Tafsir al-Kabiir mengatakan bahwa riwayat bulan belah itu adalah berita yang masyhur. Masyhur adalah berita yang tinggi martabatnya di dalam ilmu hadits, meskipun tidak mencapai kepada berita mutawatir, namun hadits masyhur yang shahih derajatnya lebih tinggi daripada hadits aziz dan hadits gharib.
Zamakhsyari, seorang ahli tafsir penganut paham Mu'tazilah, yang biasanya tidak mau percaya saja suatu berita yang tidak masuk akal telah menyatakan dengan jelas dalam tafsir al-Kasysyaf yang beliau karang bahwasanya bulan belah itu adalah salah satu dari ayat, yaitu tanda mukjizat Rasulullah ﷺ. Ucapan beliau itu menunjukkan bahwa beliau tidak membantah berita yang demikian.
Tafsir yang paling baru saja, yaitu Fi Zhilalil Al-Qur'an karangan Sayyid Quthub. Dalam tafsir itu Sayyid Quthub mengakui juga bahwa berita itu mutawatir.
Tetapi Sayyid Jamaluddin al-Qasimi dalam tafsirnya yang bernama Mahasinut Ta'wil tidaklah setuju dengan pendapat Ibnu Katsir yang mengatakan mutawatir itu, meskipun riwayat itu tidak beliau bantah, tetapi tidaklah sampai kepada derajat mutawatir.
Menilik kepada hadits-hadits yang menceritakan riwayat bulan belah itu, dapat kita katakan bahwa ahli-ahli pembawa riwayat itu tidaklah ada yang patut dicela. Di antaranya yang terkemuka meriwayatkan hadits-hadits ini ialah Bukhari dan Muslim sendiri.
Sayyid Quthub penyusun tafsir Fi Zhilalil Al-Qur'an menulis dalam tafsirnya tersebut, “Riwayat tentang terbelahnya bulan dan keadaan orang Arab menyaksikan sendiri perbelahan itu adalah berita yang mutawatir, semua sepakat menetapkan terjadinya hal itu. Cuma perselisihan tentang bagaimana bentuknya belahan itu secara tafshil (mendetail) dan secara keseluruhan."
Lalu pengarang tafsir tersebut menyalinkan beberapa hadits. Oleh karena hadits-hadits itu ada dua tiga, maka akan kita salinkan dalam tafsir ini enam riwayat, dengan sanad penerimaan hadits. Tetapi sayang sekali tidak kita salinkan bahasa Arabnya, guna memberi kesempatan kepada pembaca-yang berminat menyelidiki hadits-hadits itu dengan sanadnya, baik di dalam tafsir Fi Zhilalil Al-Qur'an sendiri maupun pada lain-lainnya di antara kitab-kitab tafsir.
Satu di antara riwayat itu ialah yang di-rawikan oleh Anas bin Malik r.a., “Berkata Imam Ahmad, menyampaikan kepada kami Ma'mar, yang diterimanya dari Qatadah, dia menerima dari Anas bin Malik. Kata beliau ini bahwa ahli Mekah pernah datang kepada Nabi ﷺ meminta bukti (ayat) tanda kekuasaan Allah. Tiba-tiba terbelahlah bulan di Mekah dua kali, maka Nabi ﷺ pun bersabda, “Telah dekat Kiamat dan telah terbelah bulan."
Dan berkata Bukhari, “Telah menyampaikan kepada Abdullah bin Abdul Wahhab, telah menyampaikan kepada kami Basyar bin al-Fadhl, telah menyampaikan kepada kami Sa'id Ibnu Abu Urwah; dia menerima dari Qatadah dan dia ini menerima dari Anas bin Malik. Bahwa ahli Mekah meminta kepada Nabi ﷺ supaya dia menunjukkan bukti (ayat), maka beliau perlihatkanlah kepada mereka bulan terbelah dua, sampai mereka dapat melihat Bukit Hira di antara kedua belahan itu.
Dan dikeluarkan pula hadits seperti itu oleh Bukhari dan Muslim dalam lafal yang lain, yang mereka terima dari Qatadah dan Anas bin Malik juga.
Satu riwayat pula daripada Jubair bin Muth'im r.a. Berkata Imam Ahmad, memberitakan kepada kami Muhammad bin Kutsair, menyampaikan pula kepada kami Sulaiman bin Kutsair, dari Hushain bin Abdirrahman, dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im, daripada ayah. Dia berkata, “Di zaman Rasulullah ﷺ pernah belah bulan itu, satu belahan kelihatan di satu bukit, dan belahan yang satu lagi di bukit yang lain. Maka berkatalah mereka, “Kita ini telah disihir oleh Muhammad! Namun meskipun kita telah disihirnya, dia tidak akan sanggup menyihir manusia semua." Hadits ini dirawikan secara menyendiri (tafarrada bihi) oleh Imam Ahmad.
Tetapi riwayat semacam ini dibawakan pula oleh a!-Baihaqi di dalam kitabnya Dalailun Nubuwwah, dari Muhammad bin Kutsair yang diterimanya dari saudaranya Sulaiman bin Kutsair, dari Hushain bin Abdirrahman. Dan dirawikan juga oleh Ibnu Jarir dan oleh al-Baihaqi dari berbagai jalan, semuanya melalui Jubair bin Muth'im.
Ada pula dari riwayat Abdullah bin Abbas,
“Berkata al-Bukhari, menyampaikan kepada kami Yahya bin Kutsair, menyampaikan kepada kami Bakr, dia menerima dari Ja'far dan dia ini menerima dari Iraak bin Malik, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Abdullah bin Utbah dari Tbnu Abbas; Ibnu Abbas ini berkata, “Belah dua bulan itu di zaman Muhammad ﷺ"
Ada pula sebuah hadits lain yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim dari jalan lain melalui Traak bin Malik ini juga dengan sanadnya yang dia terima dari Ibnu Abbas juga.
Ada pula hadits serupa yang dirawikan oleh Ibnu Jarir dari jalan lain, yang diterima dari Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas juga. Belah bulan itu memang telah pernah terjadi, belah bulan sampai kelihatan kedua belahan itu, terjadi sebelum hijrah.
Al-Aufi pun meriwayatkan semacam itu dari Ibnu Abbas.
Ath-Thabrani pun membawakan riwayat semacam itu, dari Ikrimah dan Ibnu Abbas. Di riwayat ini tersebut bahwa Ibnu Abbas berkata, ‘Terjadi gerhana bulan, lalu turun ayat ini, “Telah dekat hari Kiamat dan telah belah bulan." Sampai kepada akhir ayat mustamirr."
Dan dari riwayat yang dibawakan oleh Abdullah bin Umar; berkata al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi, memberikan kepada kami Abu Abdullah al-Hafizh dan Abu Bakar Ibnu Ahmad al-Hasan al-Qadhi. Keduanya berkata: Memberitakan kepada kami Abui Abbas al-Asham, menyampaikan kepada kami al-Abbas ibnu Muhammad ad-Dauri, memberitakan kepada kami Wahab bin Jarir, dari Syu'bah, dari al-A'masy, dari Mujahid dari Abdullah bin Umar, perihal firman Allah, “Telah dekat hari Kiamat dan telah belah bulan." Hal itu memang telah terjadi di zaman Rasulullah ﷺ yaitu bulan belah jadi dua belahan, sebelah di bukit yang satu, dan yang lain di sebelah bukit itu pula, maka bersabdalah Rasulullah ﷺ,
“Ya Tuhanku. Saksikanlah!"
Seperti itu pulalah bunyi hadits yang di-rawikan oleh Muslim dan Tirmidzi melalui Syu'bah dan al-A'masy dari Mujahid.
Dan kemudian itu ialah dari riwayat yang diterima dari Abdullah bin Mas'ud.
Berkata al-Imam Ahmad, Berberita kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Abu Ma'na dari Abdullah bin Mas'ud. Berkata dia, “Telah belah bulan menjadi dua di zaman Nabi ﷺ, sehingga mereka semua dapat melihatnya." Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, “Saksikanlah itu oleh kamu semuanya." Demi-kianlah dirawikan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Sufyan bin Uyaynah.
Al-Bukhari dan Muslim juga yang meriwayatkan hadits seperti itu bunyinya dari al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar Abdullah bin Sakhbarah, diterimanya dari Abdullah bin Mas'ud.
Dan berkata pula al-Bukhari, “Berkata Abu Dawud ath-Thayaalisi, “Memberitakan kepada kami Abu Uwanah, dari al-Mughirah, dari Abidh Dhuhaa, dari Abdullah bin Mas'ud. Dia ini berkata, “Telah belah bulan di zaman Nabi Muhammad ﷺ, lalu berkatalah orang Quraisy: “Ini semua adalah sihirnya Ibnu Abu Kabayah (Ibnu Abu Kabayah adalah satu di antara gelar-gelar, panggilan bagi Nabi Muhammad ﷺ; Penulis). Lalu mereka berkata, “Nanti akan datang musafir dari perjalanan jauh, tentu mereka tidak akan melihat kejadian itu. Karena Muhammad tidaklah sanggup melakukan sihirnya kepada semua manusia." Kemudian memang datanglah musafir itu. Mereka pun mengatakan bahwa mereka melihat bulan belah dalam perjalanan.
Al-Baihaqi pun ada juga meriwayatkan hadits yang sama artinya dengan hadits ini dari jalan yang lain, dari Masruq dari Abdullah bin Mas'ud.
Lalu berkatalah Sayid Quthub pengarang Tafsir Fi Zhilalil Al-Qur'an, “Itulah dia riwayat-riwayat yang mutawatir dari berbagai jalan hadits tentang bulan belah ini, dengan menjelaskan lagi bahwa kejadian ini ialah di Mekah, dalam satu riwayat dari Abdullah bin Mas'ud bahwa kejadian itu kelihatan dari Mina dan waktunya ialah sebelum Nabi ﷺ hijrah ke Madinah. Dan bagian terbesar dari riwayat itu ialah menerangkan bahwa bulan itu terbelah dua; dan satu riwayat saja menerangkan bahwa yang kelihatan itu ialah khusuf, yaitu gerhana bulan.
Berdasarkan kepada riwayat-riwayat itu dan nilai daripada orang-orang yang menyampaikan riwayat, dapatlah diambil kesimpulan yang berdasar ilmiah, bahwa bulan kelihatan terbelah dua itu adalah riwayat yang sah! Sampai Ibnu Katsir penafsir yang meninggal tahun 774 H mengambil kesimpulan bahwa berita ini adalah mutawatir. Demikian pula penafsir Sayyid Quthub, yang mati syahid karena digantung oleh Pemerintah Presiden Gamal Abdel Nasser di tahun 1969 berpendapat demikian pula, yaitu mutawatir. Dan kita pun maklum menurut ilmu pengetahuan bahwa kabar mutawatir ialah kabar yang telah umum, yang mustahil bahwa akan bersepakat seluruh manusia akan membuat suatu dusta.
Imam al-Qasimi, tidak mau memegang pendapat bahwa hadits itu mutawatir. Beliau merasa cukup jika martabat hadits itu dianggap hadits yang masyhur saja. Yaitu yang telah terkenal di mana-mana. Dan menurut perbincangan ilmu hadits, bahwa hadits yang masyhur itu pun telah dapat diambil menjadi hujjah. Maka kalau ada orang yang menolak berita yang demikian, padahal dia tidaksanggup menunjukkan cacat dari pribadi orang-orang yang membawakan riwayat itu, hanya semata-mata mencela, hanya semata-mata mengatakan tidak masuk akal, berartilah bahwa orang itu menolak berita tidak dengan dasar ilmu. Dan kenalah dia oleh pepatah:
“Tidaklah ada yang akan sah berita di seluruh dunia; kalau siang hari masih meminta maiw alasan."
Orang boleh memutar pikiran, apa sebab bulan jadi belah, namun dia sudah nyata jadi belah.
Mustahil akan sepakat beratus orang yang melihat bahwa mereka akan berdusta. Dan janganlah orang heran bilamana orang mengetahui beberapa hal yang dilihat manusia di muka bumi ini, namun mereka merasa heran mengapa jadi begitu. Pernah orang melihat di langit ada dua matahari berendeng! Dan hal ini disiarkan orang di surat-surat kabar. Kelihatan dua matahari di langit kira-kira tiga puluh tahun yang lalu, dan banyak pula orang yang menyaksikan.
Ada berita bahwa anak kecil perempuan melahirkan seorang anak, padahal anak perempuan yang melahirkan itu masih belum baligh, belum berakal, anak yang masih dalam gendongan. Belum mungkin dia bersetubuh pada waktu itu. Dengan kejadian seperti ini orang pun tidak dapat membantah lagi jika dikatakan bahwa Siti Maryam, ibu dari Nabi Isa al-Masih melahirkan anak tidak karena dinikahi dan disetubuhi laki-laki.
Terjadi bulan belah, kelihatan oleh mata beratus manusia. Terjadi matahari kelihatan dua bergandeng disaksikan oleh beratus mata manusia, semuanya itu adalah ayat-ayat atau tanda bukti bagi kekuasaan Allah. Nabi Muhammad ﷺ ketika melihat kejadian itu mengatakan kepada manusia, baik yang telah beriman maupun yang masih kafir menolak kebenaran bahwa itu semuanya adalah ayat. Atau tanda bukti dari kekuasaan Allah. Sekali-kali tanda-tanda bukti itu Dia perlihatkan.
Ayat 2
“Dan jika mereka melihat ayat."
Yaitu orang-orang yang tidak mau percaya akan kebesaran dan kekuasaan ilahi apabila mereka melihat ayat-ayat, yaitu tanda bukti dari kebesaran dan kekuasaan Allah.
“Mereka pun berpaling dan mereka berkata: “Sihir yang terus-menerus."
Meskipun telah mereka lihat tanda bukti kebesaran Allah di langit, di antaranya ialah bulan kelihatan jadi belah dua itu, mereka tidak juga akan percaya bahwa itu adalah tanda kebesaran ilahi, bahkan mereka akan menuduh bahwa itu adalah sihir Muhammad belaka. Padahal berkali-kali di antara mereka pernah meminta bukti itu kepada Muhammad, sampai meminta agar Muhammad menunjukkan bukti kerasulannya dengan menjadikan Bukit Shafa menjadi emas, atau mereka meminta Nabi Muhammad mengadakan tangga buat naik ke langit, dan mereka meminta Nabi turun kembali, dan mereka pun telah meminta supaya Nabi Muhammad memancarkan telaga dari bumi tangan-tangannya sendiri. Bahkan mereka pun telah meminta kebun kurma, kebun anggur dan lain-lain, dan di sana ditumbuhkan sendiri air buat menyirami tanaman itu. Atau turunkan dari langit sepotong barang yang ganjil, coba turunkan dari langit, atau Allah sendiri bersama malaikat datang ke bumi ini, atau engkau mempunyai sebuah rumah dari emas, atau engkau naik ke langit. Namun, kami tidak juga akan percaya engkau naik itu sebelum kami lihat sendiri engkau turun ke bumi membawa sebuah kitab yang akan kami baca. Inilah beberapa permintaan yang pernah mereka kemukakan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagai tersebut di dalam surah al-Israa', dari ayat 90 sampai ayat 93. Namun Nabi ﷺ telah mengatakan bahwa beliau tidak sanggup mengadakan semuanya itu, karena beliau bukan Tuhan. Dan meskipun Allah Mahakuasa, sanggup mengizinkan terjadi yang demikian itu dengan izin-Nya, namun orang yang tidak mau beriman, akan tetap juga menyangkal dan mengatakan bahwa semuanya itu hanya sihir belaka. Lain halnya dengan orang yang beriman. Bilamana terjadi suatu mukjizat bagi Nabi ﷺ mereka akan tetap mengatakan bahwa semuanya itu adalah kekuasaan Allah. Mereka bukan akan menganggap Muhammad sebagai Allah, melainkan tetap mengakui bahwa Muhammad itu adalah hamba Allah dan pesuruh -Nya.
Dalam saat yang sangat genting pun, Rasulullah ﷺ tetap memberi ingat bahwa segala kejadian dalam alam ini, semuanya adalah ayat Allah. Ketika putra beliau yang paling bungsu dan amat dikasihi dan amat diharapkan meninggal dunia dalam usia delapan bulan, beliau menangis bersedih hati karena wafatnya anak itu. Dan bertepatan dengan waktu itu pula terjadi gerhana matahari. Kota Madinah telah kegelapan karena gerhana. Ada dalam kalangan sahabat beliau yang berkata bahwa gerhana itu mungkin karena wafatnya anak beliau yang sangat dicintai dan sangat diharapkan, namun dalam saat itu juga beliau telah memberi ingat
bahwasanya gerhana matahari itu tidak ada sangkut-pautnya sama sekali dengan wafatnya putra beliau. Beliau jelaskan bahwa gerhana matahari adalah salah satu dari ayat, dari bukti kemahakuasaan Allah ﷻ
Maka bagi orang yang telah mendalam imannya, terjadi gerhana atau tidak terjadi, kelihatan bulan terbelah, ataupun kelihatan matahari dua buah bergandengan di angkasa, atau tidak terjadi, manusia yang telah beriman dan berilmu melihat pada setiap hari tanda-tanda dari kebesaran Allah. Orang yang beriman akan tertegun dan tertekun membawa ayat Allah pada surah al-Mulk ayat 3 dan 4,
“Dia yang menciptakan tujuh langit bertingkat. Tidak akan ada engkau lihat pada apa yang diciptakan oleh Tuhan Yang Rahman itu sesuatu yang bertelingkah. Wangilah memandang, adakah engkau lihat yang kecewa? Kemudian itu ulangilah memandang yang kedua kali, niscaya akan kembalilah pandanganmu itu dalam keadaan lesu dan terharu." (al-Mulk: 3-4)
Kita akan lesu dan kita akan terpesona melihat alam di sekeliling kita. Bertambah kita mengetahuinya, bertambah kita lesu dan bertambah kita terpesona, terharu, mengeluh, memikirkan kebesaran dan keagungan Allah dan kekecilan, kekerdilan diri kita sendiri.
Ayat 3
“Dan mereka pun mendustakan, dan meieka ikuti hawa nafsu mereka."
Mereka akan terus mendustakan, diberi keterangan atau tidak diberi keterangan, di-kemukakan dalil-dalil ataupun tidak dikemuka-kan. Mereka telah terlebih dahulu menyumbat telinga sendiri sehingga kebenaran tidak bisa masuk, dan yang mereka ikuti tidak lain dari hawa nafsu, yang di zaman modern ini kita namai sentimen atau emosi. Mereka tidak berpikir dengan saksama, hati mereka telah mereka tutup,
“Dan setiap utusan sudah ditetapkan."
Segala sesuatu telah ditetapkan, artinya sudah ada sunnatullah, atau yang disebut oleh orang yang berpikir tidak memakai istilah-istilah agama, bahwa segala sesuatunya itu telah menempuh natuurwet, atau undang-undang alam. Sehingga tidak ada suatu kejadian di dalam alam ini yang diatur Allah tidak menuruti aturan yang telah Dia tetapkan. Walaupun segala sesuatu dalam alam ini telah ada aturannya, misalnya yang tajam melukai, air membasahi, api menghanguskan, namun sekali-sekali Allah memperlihatkan bahwa api itu tidak menghangusi, bahkan menjadi tawar dan dingin terhadap Nabi Allah Ibrahim. Air tidak membasahi ketika Musa menyeberangi Lautan Qulzum, bahkan air itu menjadi ber-sibak dan Musa dapat berjalan di atas tanah dasar lautan yang kering.
Ayat 4
“Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka semacam berita, yang di dalamnya ada ancaman."
Bahwasanya dengan segala macam cara berita itu telah disampaikan kepada mereka, yaitu berita dari hal umat-umat yang telah terdahulu, bagaimana mereka telah melanggar dan mendurhakai peringatan dari Allah. Banyak surah-surah telah diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, kisah daripada usaha nabi-nabi yang terdahulu, sebagai Nabi Huud kepada kaum ‘Ad, Nabi Shalih kepada kaum Tsamud, Nabi Syu'aib kepada orang Madyan. Semua beliau-beliau itu telah membawa berbagai ancaman. Ancaman kepada orang yang masih mempersekutukan Allah dengan yang lain. Ancaman kepada orang yang mendus
takan dan tidak mau percaya akan seruan yang dibawa oleh nabi-nabi itu.
Ayat 5
“Hikmah mendalam !"
Yaitu bahwasanya seruan atau dakwah yang disampaikan oleh nabi-nabi itu adalah berisikan hikmah yang mendalam, kata-kata yang berarti, bujukan yang merayu, dan kadang-kadang berisi juga ancaman yang menakutkan,
“Tetapi tidaklah mencukupi peringatan itu."