Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمۡ
ataukah/apakah
حَسِبَ
mengira
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱجۡتَرَحُواْ
mereka berbuat
ٱلسَّيِّـَٔاتِ
kejahatan
أَن
bahwa
نَّجۡعَلَهُمۡ
Kami menjadikan mereka
كَٱلَّذِينَ
seperti orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan berbuat
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
kebaikan
سَوَآءٗ
sama
مَّحۡيَاهُمۡ
kehidupan mereka
وَمَمَاتُهُمۡۚ
dan kematian mereka
سَآءَ
amat buruk
مَا
apa yang
يَحۡكُمُونَ
mereka putuskan
أَمۡ
ataukah/apakah
حَسِبَ
mengira
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱجۡتَرَحُواْ
mereka berbuat
ٱلسَّيِّـَٔاتِ
kejahatan
أَن
bahwa
نَّجۡعَلَهُمۡ
Kami menjadikan mereka
كَٱلَّذِينَ
seperti orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan berbuat
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
kebaikan
سَوَآءٗ
sama
مَّحۡيَاهُمۡ
kehidupan mereka
وَمَمَاتُهُمۡۚ
dan kematian mereka
سَآءَ
amat buruk
مَا
apa yang
يَحۡكُمُونَ
mereka putuskan
Terjemahan
Apakah orang-orang yang melakukan keburukan itu mengira bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama kehidupan dan kematian mereka? Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.
Tafsir
(Apakah) lafal Am di sini maknanya sama dengan Hamzah yang menunjukkan makna ingkar (berprasangka orang-orang yang mengerjakan) orang-orang yang melakukan (kejahatan) kekafiran dan kemaksiatan (bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama) lafal Sawaa-an ini menjadi Khabar (antara kehidupan dan kematian mereka?) menjadi Mubtada dan Ma'thuf, sedangkan Jumlah kalimat ini menjadi Badal dari huruf Kaf yang ada pada lafal Kalladziina, dan kedua Dhamirnya kembali kepada orang-orang kafir. Makna ayat, apakah mereka berprasangka bahwasanya Kami menjadikan mereka di akhirat sama dengan orang-orang mukmin, yaitu mereka hidup dalam kesejahteraan yang sama dengan kehidupan mereka sewaktu di dunia. Karena mereka telah mengatakan kepada orang-orang mukmin: "Sungguh jika kami dibangkitkan hidup kembali, niscaya kami akan diberi kebaikan seperti apa yang diberikan kepada kalian." Lalu Allah berfirman menyangkal dugaan mereka sesuai dengan pengertian ingkar yang terkandung di dalam permulaan ayat. (Amat buruklah apa yang mereka sangka itu) maksudnya, perkara yang sebenarnya tidaklah demikian, karena sesungguhnya mereka di akhirat berada di dalam azab, berbeda dengan keadaan kehidupan mereka sewaktu di dunia. Sedangkan orang-orang mukmin di akhirat, mereka mendapatkan pahala yang berlimpah disebabkan amal perbuatan mereka sewaktu di dunia, yaitu berupa amal salat, amal zakat, amal puasa dan amal-amal lainnya. Huruf Maa pada ayat ini adalah Mashdariyah, yakni, seburuk-buruknya keputusan adalah keputusan mereka itu.
Tafsir Surat Al-Jathiyah: 21-23
Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu. Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan.
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Allah ﷻ berfirman, bahwa tidak sama antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir itu. Seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya: Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orangyang beruntung. (Al-Hasyr: 20) Adapun firman Allah ﷻ: Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? (Al-Jatsiyah: 21) Yakni Kami samakan di antara sesama mereka dalam kehidupan di dunia dan akhirat? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu. (Al-Jatsiyah: 21) Betapa buruknya dugaan mereka terhadap Kami, padahal mustahil Kami menyamakan di antara orang-orang yang bertakwa dengan orang-orang yang pendurhaka dalam kehidupan di negeri akhirat nanti dan juga dalam kehidupan di dunia ini.
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'ammal ibnu Ihab, telah menceritakan kepada kami Bukair ibnu Usman At-Tanukhi, telah menceritakan kepada kami Al-Wadin ibnu Ata, dari Yazid ibnu Marsad Al-Baji, dari Abu Zar r.a. yang mengatakan bahwa Allah membangun agama-Nya di atas empat pilar. Maka barang siapa yang berpaling darinya dan tidak mengamalkannya, ia akan menghadap kepada Allah dalam keadaan sebagai orang yang fasik (durhaka). Ketika ditanyakan, "Apa saja yang keempat pilar itu, hai Abu Zar?" Abu Zar r.a. menjawab, "Hendaklah seseorang menerima apa yang dihalalkan oleh Allah karena Allah, dan menolak apa yang diharamkan oleh Allah karena Allah, dan menerima perintah Allah karena Allah, dan menjauhi larangan Allah karena Allah; tiada yang dipercayai olehnya terhadap keempat perkara itu selain dari Allah ﷻ Abul Qasim yakni Nabi ﷺ telah bersabda, 'Sebagaimana tidak dapat dipetik dari pohon yang berduri buah anggur, demikian pula halnya orang-orang durhaka, mereka tidak akan memperoleh kedudukan orang-orang yang bertakwa'." Hadis ini gharib bila ditinjau dari segi jalurnya.
Muhammad ibnu lshaq menyebutkan di dalam kitab Sirah-nya bahwa mereka telah menemukan sebuah prasasti yang ada di Mekah, tepatnya di pondasi Ka'bah. Disebutkan padanya, "Kamu berbuat keburukan dan kamu harapkan kebaikan, perihalnya sama dengan orang yang memetik buah anggur dari pohon yang berduri," yakni mustahil mendapatkannya karena pohon yang berduri tidak dapat membuahkan anggur. Imam Tabrani telah meriwayatkan melalui hadis Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari Abud Duha, dari Masruq, bahwa Tamim Ad-Dari salat di suatu malam hingga pagi hari seraya mengulang-ngulang bacaan ayat berikut yaitu firman-Nya: Apakah orang-orangyang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. (Al-Jatsiyah: 21) Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Amat buruklah apa yang mereka sangka itu. (Al-Jatsiyah: 21) Adapun firman Allah ﷻ: Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar. (Al-Jatsiyah: 22) Yakni dengan adil.
dan agar dibatasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan. (Al-Jatsiyah: 22) Kemudian Allah ﷻ berfirman. Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. (Al-Jatsiyah: 23) Yakni sesungguhnya dia hanya diperintahkan oleh hawa nafsunya. Maka apa saja yang dipandang baik oleh hawa nafsunya, dia kerjakan; dan apa saja yang dipandang buruk oleh hawa nafsunya, dia tinggalkan. Ayat ini dapat juga dijadikan sebagai dalil untuk membantah golongan Mu'tazilah yang menjadikan nilai buruk dan baik berdasarkan kriteria rasio mereka.
Menurut apa yang diriwayatkan dari Malik sehubungan dengan tafsir ayat ini, orang tersebut tidak sekali-kali menyukai sesuatu melainkan dia mengabdinya. Firman Allah ﷻ: dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya. (Al-Jatsiyah: 23) Makna ayat ini mengandung dua takwil. Pertama ialah Allah menyesatkan orang tersebut karena Allah mengetahui bahwa dia berhak untuk memperoleh kesesatan. Kedua ialah Allah menjadikannya sesat sesudah sampai kepadanya pengetahuan dan sesudah hujah ditegakkan terhadapnya.
Pendapat yang kedua mengharuskan adanya pendapat yang pertama, tetapi tidak kebalikannya. dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan pada penglihatannya? (Al-Jatsiyah: 23) karenanya dia tidak dapat mendengar apa yang bermanfaat bagi dirinya dan tidak memahami sesuatu yang dapat dijadikannya sebagai petunjuk, dan tidak dapat melihat bukti yang jelas yang dapat dijadikan sebagai penerang hatinya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Al-Jatsiyah: 23) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Barang siapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. (Al-A'raf: 186)"
Allah kemudian mempertanyakan sikap orang-orang kafir Apakah orang-orang yang melakukan kejahatan itu di dunia ini mengira bahwa Kami akan memperlakukan mereka di akhirat kelak sama seperti orang-orang yang ber iman dan yang mengerjakan kebajikan, yaitu sama dalam kehidupan dan kematian mereka' Tentulah tidak sama. Alangkah buruknya penilaian mereka itu. 22. Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar, yakni penuh hikmah dan aturan untuk menunjukkan ke-Esaan dan kekuasaan-Nya, dan agar setiap jiwa, yakni manusia, diberi balasan sesuai dengan apa, yakni amal yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan di rugikan dalam menerima balasan amalnya itu.
Allah memerintahkan Rasul-Nya agar menanyakan kepada orang-orang kafir Mekah tentang persengketaan mereka dengan maksud menyangkal dugaan mereka. Mereka menduga bahwa Allah akan memperlakukan dan akan memberikan balasan yang sama kepada mereka seperti yang diberikan kepada orang-orang yang beriman. Apakah Allah akan mempersamakan orang yang beriman kepada-Nya tetapi tidak melaksanakan syariat-Nya dengan orang yang beriman yang melakukan syariat-Nya. Jawabannya tentu, tidak, sekali-kali tidak, sebagaimana firman Allah:
Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. (al-hasyr/59: 20)
Dalam ayat-ayat lain, diterangkan bahwa tidaklah sama orang-orang yang beriman yang melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan larangan-larangan-Nya dengan orang-orang fasik, yaitu orang yang beriman dan mengakui adanya perintah-perintah dan adanya larangan Allah, tetapi tidak melaksanakannya, Allah berfirman:
Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama. (as-Sajdah/32: 18)
Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa semua dugaan dan sangkaan orang-orang kafir itu adalah dugaan dan sangkaan yang tidak benar dan mustahil terjadi. Karena itu, hendaklah kaum Muslimin waspada terhadap sangkaan itu sehingga tidak terpengaruh olehnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 14
“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman."
Demikian firman Allah kepada Rasul-Nya,"Supaya mereka maafkan orang-orang yang tidak mengharapkan hari-hari Allah itu."
Lebih baik orang-orang yang telah menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul bersikap tenang, jangan marah. Lebih baik memberi maaf saja kalau ada orang-orang musyrikin itu yang menyatakan terus terang bahwa mereka tidak percaya atau tidak mengharapkan, tidak menunggu hari-hari Allah itu, yaitu Hari Kiamat. Lebih baik orang-orang Mukmin bersabar hati.
“Karena Dia akan membalas atas suatu kaum menunut apa yang mereka usahakan jua"
Ingatlah ayat ini, turun di Mekah!
Kalau kaum yang beriman mendengar perkataan-perkataan kaum musyrikin yang selalu menyatakan tidak mau percaya akan hari Kiamat itu, terus dibantah, yang akan terjadi hanya pertengkaran. Pertengkaran kalau sudah sama-sama marah, hanyalah akan membawa perkelahian yang tidak diingini. Orang-orang yang beriman tidaklah takut kalau berkelahi. Kalau mati syahid bukan? Tetapi ini belum diizinkan Allah. Kedudukan kaum musyrikin masih sangat kuat. Kaum yang beriman di bawah Rasul ﷺ mesti sanggup menahan hati. Maafkan saja; nanti Allah yang akan menyelesaikan. Diberi saja pedoman oleh Allah dengan ayat selanjutnya,
Ayat 15
“Barangsiapa yang beriamal saleh maka adalah itu untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapayang beribuat jahat maka kecelakaan untuk dirinya jua. Kemudian itu kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan"
Dengan ayat-ayat ini, kaum yang telah beriman disuruh memperteguh pribadi ma
sing-masing dengan iman dan amal saleh dan memperkuat ukhuwah sesama Mukmin di bawah pimpinan Rasul ﷺ.
Selain dari musyrikin Quraisy itu, Allah menjelaskan ada lagi penentang lain yang akan beliau hadapi, yaitu Bani Israil yang memeluk agama Yahudi itu. Lalu Allah berfirman,
Ayat 16
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil kitab."
Kitab Taurat."Dan hukum," selepas mereka selamat keluar dari Mesir. Selain dari Hukum Sepuluh yang dipahatkan Allah pada batu itu, dituruni pula dengan hukum-hukum dan undang-undang mengatur masyarakat mereka, misalnya hukum rajam bagi yang berzina, utang nyawa bayar nyawa, mata bayar mata, gigi bayar gigi dan sebagainya. Sebab mereka semasa di Mesir dahulu hanya mematuhi hukum Fir'aun maka setelah mereka bermasyarakat sendiri, diaturlah hukumnya, dan nubuwwah.
Yaitu berturut-turut tidak putus-putus Allah membangkitkan nabi-nabi di kalangan Bani Israil itu. Sejak Yusuf sampai Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Ilyasa', Dzulkifli, Zakaria, Yahya, dan Isa (shalawat dan salam Allah atas mereka semua). Dan banyak lagi nabi-nabi yang lain."Dan telah Kami beri rezeki mereka dari yang baik-baik." Diberi kehidupan yang layak, banyak yang menjadi kaya.
“Dan telah Kami lebihkan mereka atas seluruh manusia."
Mereka dilebihkan dari seluruh manusia pada waktu itu karena merekalah kaum yang dipimpin turun-temurun sejak dari nenek moyang mereka dalam ajaran tauhid, tidak putus-putus ada Nabi, sejak Nabi Yusuf sampai Nabi Isa. Itulah keutamaan dan kelebihan mereka daripada kaum-kaum yang lain. Tetapi karena kelebihan itu, timbullah rasa kesombongan bangsa pada mereka. Mereka pandang rendahlah seluruh manusia yang bukan Yahudi di dalam dunia ini.
Ayat 17
“Dan telah Kami betikan kepada mereka keterangan-keterangan dari perkara itu."
Di dalam kitab-kitab wahyu yang mereka pegang, yaitu Taurat dan Shuhuf, yang diterima oleh nabi-nabi mereka, selalu diterangkan bahwa kelak akan datang nabi penutup, yang akan menggenapkan, mencukupkan syari'at nabi-nabi yang dahulu itu dan menutup. Hal itu telah diterangkan di dalam wahyu yang disampaikan oleh nabi-nabi mereka dan mereka percaya dan menunggu kedatangannya."Maka tidaklah mereka berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka pengetahuan karena kedengkian di antara mereka." Artinya, segala yang diajarkan nabi-nabi yang dahulu itu sudah menjadi kenyataan, nabi itu sudah datang, yaitu Nabi Muhammad ﷺ, tanda-tandanya sudah bertemu, sesuai dengan yang dikatakan nabi-nabi dahulu itu dan sesuai dengan pengetahuan yang mereka terima. Tetapi mereka jadi berselisih; hanya beberapa orang saja yang mengatakan iman kepada beliau. Yang selebihnya tidak mau. Sebab timbul kedengkian di antara mereka. Mereka berpendirian karena dengki bahwa tidak ada dari kaum atau umat apa pun yang layak menjadi nabi ataupun rasul, kecuali yang berdarah Bani Israil. Maka ayat ini ditutup Allah dengan firman-Nya,
“Sesungguhnya Tuhan engkau akan memutuskan di antara mereka di hati Kiamat tentang apa-apa yang telah mereka perselisihkan padanya itu."
Dan terhadap keyakinan agama, tidaklah ada paksaan. Sebab semuanya sudah jelas. Untuk menghadapi kenyataan dari pihak Bani Israil ini, kaum yang beriman teruslah hendaknya berpegang kepada perintah Allah di ayat 15 tadi, memperteguh iman, memperbanyak amalan yang saleh, dan memperteguh ukhuwah,
sehingga pribadi Mukmin itu bertambah kuat dan teguh.
Ayat 18
“Kemudian telah Kami jadikan engkau menurut syani'at (ganis) dari penkana itu maka ikutilah dia dan jangan engkau ikuti hawa nafsu dari orang-orang yang tidak mengetahui."
Dengan ayat ini Allah memerintahkan Rasul-Nya mengukuhkan pendirian lagi. Di sini dapat dengan jelas kita tinjau bahwa inti sari ajaran segala rasul, hanya satu. Yaitu mengakui keesaan Allah. Tetapi syari'at, kita artikan garis yang dilalui dalam cara menuju Allah yang Esa itu berubah-ubah. Yang mengubah itu adalah Allah sendiri, yang cocok dengan suasana rasul yang diutus-Nya itu.
Allah memerintahkan Rasul-Nya mengikuti terus sepanjang yang disyari'atkan kepadanya dan jangan dipedulikan hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Pimpinan sekali-kali tidak boleh lepas dari tangan, walau sesaat. Sebab yang beliau jalankan ini adalah wahyu dan yang menentangnya ialah hawa nafsu dari orang-orang yang tidak berpengetahuan.
Jika Allah memerintah Nabi-Nya supaya bersikap teguh demikian terhadap orang-orang yang berpedoman kepada hawa nafsunya karena tidak ada pengetahuan itu, sikap Allah kepada Nabi-Nya juga tegas. Sedikit saja pun dia kendur karena tenggang-menenggang dengan hawa nafsu mereka, Rasul itu pun akan kena bahaya. Ini dijelaskan pada ayat berikutnya.
Ayat 19
“Sesungguhnya mereka tidak akan dapat melepaskan engkau dari Allah sedikit jua pun."
“Dan Allah adalah pelindung bagi orang-orang yang bertakwa."
Sebab itu, orang-orang yang bertakwa janganlah khawatir, sebab pelindungnya ialah Allah sendiri. Pada ayat ini kita insafi betapa beratnya tanggung jawab seorang rasul Allah. Mereka lebih keras bertanggung jawab di hadapan Alah. Keteledoran sedikit saja pun mendapat teguran. Ingat Nabi Sulaiman yang terlalai sedikit ketika menonton kuda-kudanya yang indah (surah Shaad). Demikian juga terkejut sedikit saja Nabi Dawud ketika musuh-musuhnya naik dari dinding mahrab (surah Shaad). Demikian juga Yunus yang terpaksa me-ringkuk di perut ikan (surah ash-Shaffaat) dan demikian juga Nabi Zakariya yang ketika gergaji sampai di kepalanya ketika dia akan dibunuh, dia mengeluh,"Aduh!" karena merasa sakit, jibril datang memberi ingat,"Jangan merintih karena engkau adalah Nabi, jika merintih sekali lagi, namamu dicoret sebagai Nabi." Ibrahim a.s. diuji dengan disuruh menyembelih anak. Isma'il a.s. diuji dengan kesediaan disembelih (surah ash-Shaaffaat). Kepada Nuh a.s. dikatakan bahwa anak kandungnya bukan ahlinya karena anaknya tidak saleh. Musa a.s. pingsan dan meminta ampun karena berani meminta hendak melihat Allah (surah al-A'raaf). Isa al-Masih a.s. diminta pertanggungjawabannya mengapa orang menuhankannya (surah al-Maa'idah: 116).
Kemudian dijelaskan tentang Al-Qur'an yang di permulaan surah telah diterangkan bahwa dia diturunkan langsung dari Yang Maha-gagah dan Mahabijaksana.
Ayat 20
“Ini adalah undang-undang bagi manusia dan petunjuk senta rahmat untuk kaum yang yakin"
Undang-undang untuk kehidupan menganjurkan hidup yang bahagia, melarang menempuh bahaya. Sehingga orang yang memegang teguh undang-undang ini, terjamin tidak akan melanggar undang-undang negara, yang melarang kejahatan, sebab tempat takutnya ialah Allah. Undang-undang kita ambil arti Bashaa'ir, yang berarti menjauhi berbuat jahat karena pandangan batin yang insaf.
Dan dia pun petunjuk, bimbingan dan pimpinan untuk mencapai kemuliaan budi. Sebab itu dia pun menjadi rahmat yang kekal abadi. Tetapi semuanya itu hanya dapat dirasakan oleh orang yang yakin. Adapun yang tidak yakin walaupun berulang-ulang dibaca dan dikhatamkannya Al-Qur'an tiap hari, tidaklah dia akan mengecap rahmat Al-Qur'an itu. Sebab itu maka kelanjutan ayat berbunyi,
Ayat 21
“Ataukah owng-orang yang beribuat kejahatan menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka sama sebagai orang-orang yang beriiman dan beriamal yang saleh? Sama semasa hidup mereka dan mati mereka? Buruklah apa yang mereka tetapkan itu."
Pertanyaan cara demikian namanya ialah"Pertanyaan berisi bantahan" (istiftiam inkari), artinya tidaklah sama, baik di kala hidup apatah lagi sesudah mati, di antara orang-orang yang berbuat jahat dengan orang yang beriman, dan beramal saleh.
Jika orang yang berbuat jahat itu gelap, hidupnya tiada pegangan. Jiwanya miskin meskipun hartanya banyak. Hatinya risau selalu karena tekanan dosa, meskipun wajahnya di-paksa-paksanya buat tersenyum. Di akhirat nanti, siksaanlah yang akan dirasainya. Orang yang beriman dan beramal saleh, ruhnya diliputi terang; Nur. Bertambah tinggi imannya bertambah memancar sinar atau Nur itu. Ketinggian imannya dibuktikan oleh banyak amal kebaikannya. Kalimat Laa Ilaha lliallah, itulah yang menghidupkan sinar itu. Dan itulah dinamonya. Maka ada sinar orang yang masih lilin, ada yang laksana lampu listrik 15 watt, 25, 100 sampai 1.000 watt, sampai tidak ada batas. Sinar yang pada nabi-nabi adalah laksana matahari. Sinar itu tak cerai lagi sampai hari akhirat. Sedang orang-orang yang jahat gelap semata-mata.
Dan untuk meyakinkan perbedaan itu, perhatikanlah kembali kejadian langit dan bumi. Hubungan di antara keduanya rapat sekali.
Ayat 22
“Dan telah menjadikan Allah akan semua langit dan bumi dengan kebenaran."
Cobalah perhatikan kejadian langit dan bumi itu dengan saksama niscaya engkau akan kagum dengan kebenaran dan keadilannya. Adakah engkau lihat yang kacau? Yang tidak teratur? Adakah yang janggal? Yang tiada pada tempatnya? Semua dengan perimbangan dan pertimbangan. Sehingga bertambah tinggi jiwa manusia, bertambah terpujilah dia kalau dia dapat mencontoh meneladan cara Allah menjadikan dan mengatur langit dan bumi itu. Kalau hal ini sudah engkau pikirkan dengan mendalam engkau akan sampai kepada kesimpulan bahwa dalam perkara manusia berbuat baik dan berbuat jahat itu pun pasti berlaku kebenaran dan keadilan Allah. Itu sebabnya maka ujung ayat berbunyi,"Dan untuk dibalasi tiap-tiap diri menurut apa yang telah diusahakannya." Dan ditegaskan lagi pada akhirnya,
“Dan mereka tidaklah dianiaya"
Tak usah khawatir Allah akan menganiaya. Cuma manusia juga yang kerap menganiaya karena perberituran di antara kepentingan dan kekuasaan di antara yang merasa kuat dengan yang lemah. Sedang kekuatan Allah mutlak, sedang makhluk-Nya sama lemahnya semua di hadapan-Nya. Allah tidak berkepentingan dengan menganiaya. Bagi-Nya hanya kebenaran. Dan kebenaran itu ialah keadilan.








