Ayat
Terjemahan Per Kata
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
مَأۡوَىٰهُمۡ
tempat kembali mereka
جَهَنَّمُ
neraka Jahanam
وَلَا
dan tidak
يَجِدُونَ
mereka mendapat
عَنۡهَا
daripadanya
مَحِيصٗا
tempat lari
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
مَأۡوَىٰهُمۡ
tempat kembali mereka
جَهَنَّمُ
neraka Jahanam
وَلَا
dan tidak
يَجِدُونَ
mereka mendapat
عَنۡهَا
daripadanya
مَحِيصٗا
tempat lari
Terjemahan
Mereka (yang tertipu) itu tempatnya di (neraka) Jahanam dan tidak akan menemukan tempat (lain untuk) lari darinya.
Tafsir
(Mereka itu tempatnya ialah neraka Jahanam dan mereka tak dapat menghindarkan diri daripadanya.).
Tafsir Surat An-Nisa': 116-122
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan Dia (dengan sesuatu), dan Dia mengampuni' dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah (dengan sesuatu), maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka.
Yang dilaknat Allah, dan setan itu mengatakan, "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bagian yang sudah ditentukan (untuk saya)
Dan saya benar-benar akan menyesatkan, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh-mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan saya suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.
Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.
Mereka itu tempatnya Jahanam dan mereka tidak memperoleh tempat lari darinya.
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?
Ayat 116
Dalam pembahasan yang lalu telah kami ketengahkan makna ayat yang mulia ini, yaitu firman-Nya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan Dia (dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu.” (An-Nisa: 116), hingga akhir ayat. Telah kami sebutkan pula hadits-hadits yang berkaitan dengan ayat ini pada permulaan surat (yakni surat An-Nisa).
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Saubar ibnu Abu Fakhitan alias Sa'id ibnu Alaqah, dari ayahnya, dari Ali yang mengatakan, "Tiada suatu ayat pun di dalam Al-Qur'an yang lebih aku sukai selain ayat ini, yakni firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan Dia (dengan sesuatu)’." (An-Nisa: 116), hingga akhir ayat. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa atsar ini hasan gharib.
Firman Allah ﷻ: “Barang siapa yang mempersekutukan Allah (dengan sesuatu), maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa: 116)
Yakni sesungguhnya dia telah menempuh jalan selain jalan yang benar, dan telah tersesat dari jalan hidayah, jauh dari kebenaran. Ini berarti dia membinasakan dirinya sendiri, merugi di dunia dan akhirat, terlewatkan olehnya kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ayat 117
Firman Allah ﷻ: “Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala.” (An-Nisa: 117)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Al-Fadhl ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Waqid, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan dengan makna ayat ini: “Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah jin perempuan.” (An-Nisa: 117) Ubay ibnu Ka'b mengatakan bahwa setiap berhala ada jin perempuannya.
Telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah Al-Bahili, dari Abdul Aziz ibnu Muhammad, dari Hisyam (yakni Ibnu Urwah), dari ayahnya, dari Siti Aisyah sehubungan dengan firman-Nya: “Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala.” (An-Nisa: 117) Siti Aisyah mengatakan, yang dimaksud dengan inatsan ialah berhala.
Telah diriwayatkan dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Urwah ibnuz Zubair, Mujahid, Abu Malik, As-Suddi, dan Muqatil hal yang serupa.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Adh-Dhahhak sehubungan dengan ayat ini, bahwa orang-orang musyrik mengatakan, "Para malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah. Sesungguhnya kami menyembah mereka hanyalah untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui mereka." Adh-Dhahhak mengatakan pula bahwa kemudian mereka menjadikannya sebagai sesembahan-sesembahan mereka, dan membuat patung-patung mereka dalam bentuk perempuan, lalu mereka menghiasinya dan memberinya kalung, kemudian mereka berkata, "Berhala-berhala ini mirip dengan anak-anak perempuan Allah yang kita sembah-sembah," maksud mereka adalah para malaikat.
Tafsir ini mirip dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
“Maka apakah kalian patut (wahai orang-orang musyrik) menganggap Lata dan Uzza (sebagai anak perempuan Allah)?” (An-Najm: 19)
Sama maknanya dengan yang terkandung di dalam firman-Nya: “Dan mereka menganggap para malaikat hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah itu sebagai orang-orang perempuan.” (Az-Zukhruf: 19)
“Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin.” (As-Saffat: 158), hingga akhir ayat berikutnya.
Ali ibnu Abu Talhah dan Adh-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala. (An-Nisa: 117)
Yang dimaksud dengan inatsan ialah benda-benda mati.
Mubarak (yakni Ibnu Fudalah) telah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala.” (An-Nisa: 117)
Al-Hasan (Al-Basri) mengatakan, yang dimaksud dengan istilah inats dalam ayat ini ialah segala sesuatu yang merupakan benda mati, tidak bernyawa; adakalanya berupa kayu kering dan adakalanya batu yang kering, yakni berhala yang terbuat dari benda-benda tersebut. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir, tetapi pendapat ini dinilai gharib.
Firman Allah ﷻ: “Yang mereka sembah itu tiada lain hanyalah setan yang durhaka.” (An-Nisa: 117)
Setanlah yang menganjurkan mereka berbuat demikian, dan setanlah yang menghiasinya dan menjadikannya baik di mata mereka, padahal kenyataannya mereka hanyalah menyembah iblis. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, wahai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan?” (Yasin: 60), hingga akhir ayat. Allah ﷻ berfirman menceritakan perihal para malaikat, bahwa di hari kiamat mereka akan membicarakan orang-orang musyrik yang mengaku telah menyembah mereka ketika di dunia, yaitu: “Bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.” (Saba': 41)
Ayat 118
Firman Allah ﷻ: “Yang dilaknat Allah.” (An-Nisa: 118)
Maksudnya, diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah, dan mengeluarkannya dari sisi-Nya.
“Dan setan itu mengatakan, ‘Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bagian yang sudah ditentukan (untuk saya)’." (An-Nisa: 118)
Yaitu jumlah tertentu dan telah dimaklumi. Menurut Qatadah, jumlah tersebut ialah setiap seribu orang sebanyak sembilan ratus sembilan puluh sembilan dimasukkan ke dalam neraka, sedangkan yang seorang dimasukkan ke dalam surga.
Ayat 119
“Dan saya benar-benar akan menyesatkan mereka.” (An-Nisa: 119)
Yakni dari jalan yang benar.
“Dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka.” (An-Nisa: 119)
Artinya, aku akan menghiaskan pada mereka agar mereka tidak bertobat, dan aku bangkitkan angan-angan kosong mereka, menganjurkan kepada mereka untuk menangguh-nangguhkan tobatnya, dan menipu diri mereka melalui hawa nafsu mereka sendiri.
Firman Allah ﷻ: “Dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya.” (An-Nisa: 119) Menurut Qatadah, As-Suddi, dan selain keduanya, yang dimaksud ialah membelah telinga binatang ternak untuk dijadikan tanda bagi hewan bahirah, saibah, dan wasilah.
“Dan akan saya suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” (An-Nisa: 119)
Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan mengubah ciptaan Allah dalam ayat ini ialah mengebiri binatang ternak.
Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Umar, Anas, Sa'id ibnul Musayyab, Ikrimah, Abi Iyad, Qatadah, Abu Saleh, As-Sauri. Hal ini telah dilarang oleh hadits yang menceritakan hal tersebut.
Al-Hasan ibnu Abul Hasan Al-Basri mengatakan, yang dimaksud ialah mentato binatang ternak. Di dalam kitab Sahih Muslim telah disebutkan adanya larangan membuat tato pada wajah. Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah melaknat orang yang berbuat demikian. Di dalam hadits sahih dari Ibnu Mas'ud disebutkan bahwa Allah melaknat wanita tukang tato dan wanita yang minta ditato, wanita yang mencabut bulu alisnya dan yang meminta dicabut bulu alisnya, wanita yang melakukan pembedahan untuk kecantikan lagi mengubah ciptaan Allah ﷻ. Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan pula, "Ingatlah, aku melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah ﷺ," hal ini terdapat di dalam Kitabullah. Yang dimaksud ialah firman-Nya: “Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7)
Ibnu Abbas menurut salah satu riwayat darinya, Mujahid, Ikrimah, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan, Qatadah, Al-Hakam, As-Suddi, Adh-Dhahhak, dan ‘Atha’ Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Dan akan saya suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” (An-Nisa: 119) Yang dimaksud dengan khalqallah dalam ayat ini ialah agama Allah ﷻ. Ayat ini berdasarkan tafsir tersebut semakna dengan firman-Nya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.” (Ar-Rum: 30) Menurut penafsiran orang yang menjadikan masdar sebagai kata perintah, artinya yakni 'janganlah kalian mengganti fitrah Allah, dan serulah manusia untuk kembali kepada fitrah mereka'. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadits dalam kitab Shahihain dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Maka hanya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau seorang Nasrani, atau seorang Majusi. Sebagaimana binatang ternak melahirkan binatang ternak yang utuh, maka apakah kalian menjumpai padanya anggota tubuhnya yang tidak lengkap?”
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Iyad ibnu Hammad yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah ﷻ berfirman, ‘Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus), lalu datanglah setan-setan dan menyesatkan mereka dari agamanya, serta mengharamkan atas mereka hal-hal yang telah Kuhalalkan bagi mereka’."
Firman Allah ﷻ: “Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (An-Nisa: 119)
Dia benar-benar merugi di dunia dan akhiratnya, kerugian seperti ini tidak dapat diobati dan tidak dapat pula diganti bagi yang telah terlewatkan.
Ayat 120
Firman Allah ﷻ: “Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.” (An-Nisa: 120)
Demikianlah akhir dari apa yang dijanjikan oleh setan pada kenyataannya, karena sesungguhnya setan selalu menjanjikan kepada para pendukungnya dan membangkitkan angan-angan kosong mereka, bahwa merekalah orang-orang yang beruntung di dunia dan akhirat.
Padahal sesungguhnya setan berdusta dalam janji yang dibuat-buatnya itu. Karena itulah dalam akhir ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
“Padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.” (An-Nisa: 120)
Perihalnya sama dengan apa yang disebut oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain, menceritakan keadaan iblis di hari kemudian, yaitu firman-Nya: “Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar; dan aku pun telah menjanjikan kepada kalian, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian’." (Ibrahim: 22) sampai dengan firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (Ibrahim: 22)
Ayat 121
Firman Allah ﷻ: “Mereka itu.” (An-Nisa: 121)
Orang-orang yang menganggap baik setan dalam janjinya dan apa yang diangan-angankannya kepada mereka.
“Tempatnya Jahanam.” (An-Nisa: 121)
Tempat kembali mereka kelak di hari kiamat adalah neraka Jahanam.
“Dan mereka tidak memperoleh tempat lari darinya.” (An-Nisa: 121)
Artinya, mereka tidak mempunyai jalan selamat dari neraka, tiada tempat untuk menghindarkan diri darinya.
Ayat 122
Selanjutnya Allah ﷻ menyebutkan keadaan yang dialami oleh orang-orang yang berbahagia dan orang-orang yang bertakwa serta kehormatan yang sempurna yang diperolehnya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (An-Nisa: 122)
Yaitu hati mereka percaya dan semua anggota tubuh mereka mengamalkan semua yang diperintahkan kepada mereka berupa kebaikan-kebaikan, dan meninggalkan semua kemungkaran yang dilarang mereka mengerjakannya.
“Kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.” (An-Nisa: 122)
Maksudnya, mereka dapat mengalirkannya menurut yang mereka kehendaki dan di mana pun mereka kehendaki.
“Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (An-Nisa: 122)
Yakni tidak akan hilang kenikmatan itu dan tidak akan pindah darinya.
“Allah telah membuat suatu janji yang benar.” (An-Nisa: 122)
Artinya, hal ini merupakan janji Allah, dan janji Allah itu sudah dimaklumi pasti nyata dan pasti terjadinya. Karena itulah maka dalam firman ini ungkapan diperkuat dengan memakai masdar untuk menunjukkan kepastian dari berita, yaitu firman-Nya, "Haqqan."
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: “Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?” (An-Nisa: 122)
Dengan kata lain, tidak ada seorang pun yang lebih benar perkataannya daripada Allah ﷻ. Yang dimaksud dengan lebih benar adalah lebih baik; tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
Tersebutlah bahwa Rasulullah ﷺ bila dalam khotbahnya selalu mengucapkan kalimat berikut: “Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah firman Allah, dan sebaik-baik hidayah ialah hidayah Muhammad ﷺ. Dan seburuk-buruk perkara adalah hal-hal yang baru, dan setiap hal yang baru itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu adalah sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka.”
Mereka yang tertipu dengan janji-janji bohong dan omong kosong yang dijanjikan setan itu tempatnya di neraka Jahanam yang sangat menyeramkan dengan siksaan yang amat pedih, dan mereka kekal di dalamnya dan tidak akan mendapat tempat lain untuk lari dan menghindar darinya. Beberapa ayat sebelumnya menggambarkan bahwa orang-orang yang mengikuti langkah-langkah setan akan ditempatkan oleh Allah kelak di neraka Jahanam. Sebaliknya, pada ayat ini Allah menggambarkan balasan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Dan orang yang beriman dengan keimanan yang benar dan mengerjakan amal kebajikan sesuai dengan tuntunan agama, kelak di hari Akhirat nanti akan Kami masukkan ke dalam surga sebagai balasan atas kepatuhan dan ketaatan mereka terhadap tuntunan Allah dan Rasul-Nya, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan segala hal yang menjadi janji Allah itu benar dan pasti sesuai dengan kenyataan karena yang menjanjikan itu adalah Allah Yang Mahabenar perkataan-Nya. Dan siapakah yang lebih benar dan pasti perkataannya daripada Allah' Tidak ada satu pun.
Karena orang-orang yang mengikuti dan memenuhi keinginan setan telah sesat, maka buku amalannya telah dipenuhi oleh perbuatan dosa dan maksiat. Oleh karena itu, tempat mereka adalah neraka Jahanam, mereka tidak dapat keluar dari padanya, karena tidak mempunyai suatu kebaikan yang dapat membebaskan dan menyelamatkan mereka dari azab neraka itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PUNCAK SEGALA DOSA
Ayat 116
“Sesungguhnya Allah tidaklah akan mengampuni karena mempersekutukan Dia. Dan akan diampuni-Nya selain dari itu bagi barangsiapa yang Dia kehendaki."
Dahulu pada ayat 48 surah ini juga, firman Allah yang serupa ini telah tersebut juga. Bahwa segala dosa dapat diampuni Allah bagi siapa yang Allah kehendaki, tapi dosa mempersekutukan yang lain dengan Dia, tidaklah dapat Allah mengampuni. Cuma ujungnya yang berlain. Ujung ayat 48 mengatakan bahwa orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah, adalah mengarang-ngarang dosa dengan dusta, atau mengadakan hal yang tidak-tidak. Ujung ayat ini mengatakan bahwa orang yang mempersekutukan Allah dengan yang lain, sesatlah dia; sesat yang amat jauh.
Setengah ahli tafsir menyatakan pendapat bahwa ayat 116 adalah untuk memperkuat ayat 48. Setengah ahli tafsir lagi berpendapat bahwa ayat 116 ini masih ada sangkut-pautnya dengan keterangan Thu'mah yang memfitnah Yahudi itu. Sebagai orang yang telah mengaku diri beragama Islam, masih saja memfitnah orang yang tidak bersalah, kalau dihalusi dengan saksama, adalah musyrik juga. Sebab dia telah memperturutkan per-dayaan setan dan meninggalkan budi pekerti yang diperintahkan Allah. Dia telah mempersekutukan setan dengan Allah. Baca kembali ayat 48 dan gabungan dengan ayat-ayat yang sebelum dan sesudahnya. Niscaya kelihatan bahwa ayat 48 adalah teguran kepada Ahlul Kitab, baik Yahudi maupun Nasrani. Mereka mempersekutukan yang lain dengan Allah adalah karena mengarang-ngarang dusta, mengkhayatkan yang tidak-tidak, sebab itu mereka berbuat dosa besar melantur keluar dari ajaran agama mereka yang sejati dan asli. Orang yang mengakui telah Islam pun bisa pula jadi musyrik, mempersekutukan yang lain dengan Allah karena hawa nafsunya. Di ayat 48 jelas kemurkaan Allah karena mengarang-ngarang yang bukan berasal dari ajaran agama. Inilah yang dimaksud dalam ujung surah al-Faatihah, yaitu al-Maghdhubi ‘Alaihim. Sekarang ayat 116 menerangkan orang musyrik yang tersesat atau Dhalalan Ba'idan, sesat yang jauh sekali. Yang disebut di akhir surah al-Faatihah adh-Dhaallin.
Penafsiran yang kedua ini, yaitu mengenai orang yang telah mengakui Islam, padahal terperosok kepada syirik sebagaimana terjadi pada si Thu'mah, yang tadinya telah mengakui Islam, dapat lebih dikuatkan lagi oleh suatu riwayat Ibnu Abbas yang menerangkan sebab turun ayat 116 ini, menurut yang dirawikan oleh ats-Tsalabi, yang kelak akan kita salinkan.
Di sini Allah menjelaskan kepada manusia bahwa Allah tidak dapat memberi ampun kepada seorang pun yang mempersekutukan yang lain dengan Dia. Bahwa Dia dapat mengampuni dosa yang lain, selain syirik. Kalau kita selidiki lebih mendalam dengan memakai ilmu jiwa, siksaan Allah atau satu dosa adalah akibat yang wajar dari dosa itu sendiri. Dia adalah bekas dari sifat buruk yang ada dalam diri. Pada badan kita sendiri dapatlah kita ambil perumpamaan. Kita dapat ditimpa oleh suatu penyakit yang datang dari luar. Kita bisa luka karena pisau, kita bisa mendapat eksim (kudis atau kadal) Apabila lekas ditukas dengan obat yang telah ditentukan dokter. In syaa Allah kita bisa lekas sembuh. Tetapi kalau penyakit itu terletak dalam jantung atau paru-paru, atau telah menjalar dalam pembuluh darah, karena penyakit itu telah berurat berakar di dalam, payahlah menyembuhkannya, sebab orang itu telah berdiri di pintu maut. Tauhid, mengesakan Allah adalah kepercayaan yang membuat kekuatan dan keteguhan bagi ruhani kita. Kalau dimisalkan kepada badan kita. Tauhid adalah laksana kesehatan dan kekuatan badan, cukup kalori, vitamin, dan sebagainya. Badan yang seperti ini meskipun kadang-kadang diserang penyakit, namun penyakit itu dapat dikalahkan oleh kekuatan badan itu, dapat ditangkisnya sehingga penyakit itu sendiri yang kalah dan terusir. Maka ruh menjadi kuat karena pegangan tauhid, udara dalam diri menjadi seimbang. Iman dan perangai-perangai utama yang timbul karena tidak tahu atau lupa, lalu tobat dengan segera.
Tetapi betapa pun kuat badan, kalau penyakit itu menyerang jantung, tidaklah dapat badan menangkis. Demikian jugalah halnya dengan penyakit syirik menyerang jiwa. Syirik adalah kerusakan jiwa dan kerendahan diri dan kesesatan akal. Betapa pun syirik itu diimbangi dengan perbuatan baik, tidaklah perbuatan baik itu kuat menangkis serangan syirik yang telah merusak seluruh jiwa. Tauhid membawa jiwa mi' raj ke sisi Allah, terlepas dari tetek-bengek alam yang sama belaka asalnya dengan kita. Tidak ada alam yang memberi bekas. Roh yang ditimpa atau diserang oleh penyakit syirik terhalang mi'raj ke sisi Allah. Dia terikat oleh tetek-bengkek benda.
Orang bertauhid merasakan dirinya sebagai hamba dari Tuhannya, Seorang hamba menyatakan taat dan setia kepada Allah yang menguasai dirinya. Mungkin sekali-kali dia telanjur berbuat salah, tetapi tidak ada niatnya hendak lari dari Allah yang menguasainya. Adapun orang yang musyrik cintanya terbagi, taat setia terpecah. Dia mengakui ada lagi penghulu lain yang menguasai dirinya, padahal yang membelinya hanya yang satu itu jua dan menguasainya tidak bersyarikat. Penghulu yang menguasainya itu bisa memaafkan kalau dia bersalah, tetapi tidaklah akan dimaafkannya, kalau dikatakan bahwa orang lain ada pula yang menguasainya. Sebab itu datanglah sambungan penegasan dari Allah,
“Dan barangsiapa yang mempersekutukan (yang lain) dengan Allah, maka sesungguhnya dia telah sesat, suatu kesesalan yang jauh."
Sesat yang amat jauh! Keterangan ayat ini akan lebih tepat kalau kita berpikir dari segi logika dan ilmu ukur. Garis lurus ialah jarak yang paling dekat di antara dua titik. Adapun garis paralel selama-lamanya tidaklah akan bertemu ujungnya. Kalau garis paralel tidak akan bertemu ujungnya selamanya, sedang diri yang akan melalui jalan itu hanya satu, bagaimana jadinya? Apakah jiwa dibelah dua, atau dipecah jadi banyak? Atau pindah dari jalan lurus kepada jalan bersilang-siur? Laksana orang sesat di hutan belantara, jadi kebingungan karena tidak tahu jalan. Sebab itu ketika menafsirkan ayat yang serupa dahulu (ayat 48), telah diterangkan bahwa satu dosa besar tidaklah mungkin diperbuat, melainkan setelah orang menjadi musyrik. Syirik adalah pintu dari segala dosa, sebab diri telah tersesat jauh dari garis yang ditentukan Allah.
Menurut riwayat yang dirawikan oleh ats-Tsalabi yang diterimanya dari Ibnu Abbas, sebab turunnya ayat ini adalah demikian “Pada suatu hari datanglah seorang tua kepada Rasulullah, ﷺ, lalu berkata kepada beliau, “Saya adalah seorang tua yang telah terbenam dalam dosa. Tetapi tidaklah pernah saya mempersekutukan yang lain dengan Allah, sejak saya mengenal Allah dan sejak saya beriman kepada-Nya, dan tidaklah pernah saya mencari tempat berlindung selain Dia. Tidaklah pernah saya terjerumus ke dalam suatu maksiat dengan sengaja melanggar. Tidaklah pernah sekejap mata pun saya lupa bahwa saya dapat melarikan diri dari kemurkaan Allah. Saya menyesal atas kesalahan saya, dan saya bertobat Ya Rasul Allah! Bagaimana kiranya pandangan Allalh terhadap diriku?"
Tiba-tiba sedang Rasulullah mendengar keluhan orang tua itu, ayat ini pun turunlah. Keluhan orang tua ini kepada Rasulullah yang menyebabkan turunnya ayat. Agar dengan giat dan sadar kita mendekati Allah dengan memupuk tauhid dan menjauhi syirik. Sebab keluhan ini pun ada pada kita.
Ayat 117
“Tidaklah ada yang mereka seru selain dari Dia, melainkan perempuan-perempuan."
Menyeru adalah arti yang lain dari berdoa. Berdoa artinya menyembah dan memuja atau memohonkan pertolongan. Maka kaum musyrikin itu telah menyeru dan berdoa kepada berhala-berhala itu, yang menurut ke-percayaan mereka bahwa semua berhala itu adalah perempuan. Di dalam surah az-Zukhruf ada dijelaskan bahwa kaum musyrikin di Mekah khususnya dan di seluruh tanah Arab umumnya mengatakan atau mempercayai bahwa malaikat-malaikat Allah itu adalah perempuan-perempuan belaka. Menurut riwayat fbnu Jarir dari adh-Dhakhak, malaikat-malaikat yang mereka katakan perempuan itu, mereka ambil menjadi Tuhan-Tuhan atau Dewa-Dewa. Me-reka gambarkan, dan pahatkan atau lukiskan seperti anak gadis, lalu mereka sembah.
Berhala-berhala mereka yang masyhur, yaitu Laata, Uzza, dan Manaata, semuanya mereka anggap perempuan. Semuanya mereka anggap sebagai anak perempuan Allah. Ada pula di antara mereka yang berkepercayaan bahwa pada tiap-tiap berhala itu ada “Penghuninya" yaitu jin betina. Sebab itu dia sakti atau angker membuat barangsiapa yang melintasi dia akan kena tulah.
Bila kita sambungkan gambaran kepercayaan ini dengan ayat yang sebelumnya, bahwasanya orang yang musyrik adalah sesat yang amat jauh, bertemulah kita dengan kenyataan bahwa pokok asli jiwa manusia, yang dinamai fitrah adalah percaya bahwa yang Mahakuasa itu hanya Esa atau Satu. Mempersekutukan adalah kesesatan sehingga membuat kacau pikiran sendiri. Di ayat-ayat yang lain kita mendapat keterangan bahwa orang Arab di zaman jahiliy-yah tidak senang dapat anak perempuan, dan hanya suka dapat anak laki-laki. Sampai ada yang menguburkan anak perempuannya hidup-hidup. Mengapa demikian sesat pikiran mereka sehingga buat Allah Yang Mahakuasa mereka bangsakan anak perempuan dan mereka hanya suka anak laki-laki saja?
Kita pun mengenal kepercayaan yang karut ini pada kaum penyembah berhala yang lain. Di samping dewa-dewa mereka pun percaya adanya dewa-dewi. Mereka menamai bumi ini Ibu Pertiwi, Menurut kepercayaan jahiliyyah di Indonesia bahwasanya padi yang menjadi makanan pokok kita berasal dari Dewi yang bernama Sang Hyang Sri. Dia pun perempuan. Orang Hindu memuja satu Dewi yang diberi nama Dewi Kali, susunya menjadi pertanda dan lambang kesuburan.
Segala kepercayaan yang karut dan tersesat itu telah diberi ketegasan oleh Allah pada lanjutan ayat,
“Dan tidaklah mereka seru, melainkan setan yang durhaka."
Segala kepercayaan yang karut itu tidak ada dasarnya. Tadi telah dikatakan bahwasanya pegangan yang benar hanya satu, yaitu tauhid. Allah hanya Satu, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak beranak laki-laki ataupun perempuan. Kalau dicari-cari menurut akal yang sehat, tidaklah akan bertemu satu kekuasaan pun selain kekuasaan Allah, penyembahan dan pemujaan kepada yang lain, tidak lain tidak bukan hanyalah petunjuk setan. Sebab setan itulah yang telah memengaruhi perasaan si penyembah itu, sehingga dia kian lama kian hanyut ke dalam kesesatan. Mendustai fitrahnya sendiri.
Ayat 118
“Allah telah mengutuknya."
Setan telah dikutuk Allah, sejak dia memperdayakan Adam dan Hawa di dalam surga dengan bujuk rayunya sehingga memakan buah yang terlarang.
“Dan dia telah berkata, ‘Sesungguhnya aku tarik dari hamba-hamba Engkau itu suatu bagian yang tertentu."
Artinya, setan telah menyatakan tekad di hadapan Allah bahwa dia selalu akan menggunakan kesempatan menyesatkan hamba-hamba Allah menurut pembagiannya yang tertentu.Akandiperdayakannyamenurutkadar ukuran masing-masing. Kalau orangnya besar, besar pula perdayaan yang akan dicobakannya. Kalau kecil, kecil pula. Sampai Nabi sendiri pun dicobanya juga memperdayakan sampai Adam telanjur melanggar larangan. Sampai Nabi Yunus merajuk halaman sebab seruannya tidak diikuti. Sampai Nabi Ibrahim diganggunya seketika akan melaksanakan mimpinya menyembelih anak, sehingga beliau lempari si iblis itu di Padang Mina. Sampai Nabi Muhammad ﷺ sendiri mengakui di hadapan istrinya, Aisyah, bahwa beliau pun dicoba juga mendekati oleh setan. Tetapi kekuatan jiwa nabi-nabi itu menyebabkan perdayaan setan tidak mempan.
Kalau demikian percobaannya kepada nabi-nabi, betapa lagi kepada makhluk Allah yang lain.
Ayat 119
“Dan sesungguhnya mereka akan aku sesatkan."
Sehingga mereka terperosok menyembah berhala dan menyembah setan sendiri. Aku hendak membelokkan mereka dari jalan yang benar sehingga tersesat jauh sekali. “Dan sungguh akan aku janjikan kepada mereka angan-angan." Sehingga hidup mereka dipenuhi oleh harapan-harapan kosong dan cita yang tak dapat dicapai. Diperdayakan supaya berjudi karena harapan akan menang, rupanya kalah. Diperdayakan meminum minuman keras penghilangkan susah, padahal susah bertambah lantaran minum. Pemuda-pemudi diperdayakan menuruti hawa nafsu, kemudian jatuh ke dalam kecelakaan. Atau berangan-angan menggantang asap pada perkara yang tidak dapat dicapai sehingga usia habis dalam bermenung.
Ada dua kata terpakai tentang ini. Pertama amany, kedua amal. Amarty artinya ser-ba-bagai angan-angan. Amal artinya cita. Atau cita adalah bersangkut dengan hal yang bisa dicapai asal diusahakan. Tetapi amany atau angan-angan ialah menginginkan hal yang sukar dicapai karena tidak ada jalannya, seumpama orang tua yang masih mengangankan menjadi muda. Angan-angan yang tak dapat dicapai ialah modal orang yang telah jatuh pailit atau bangkrut. Dengan angan-angan itu mereka menghabiskan waktu sebagai orang yang memberhentikan kegiatan akal dengan minuman keras.
“Dan sungguh aku hendak memerintah mereka," sehingga kemerdekaan pribadi mereka tak ada lagi. Dikutak-kutikkan oleh setan dan tunduk kepadanya tidak dapat mengangkat muka lagi. “Biar mereka belah telinga binatang-binatang ternak."
Kelak dalam tafsir dari ayat 103 surah al-Maa'idah akan kita uraikan in syaa Allah betapa perbuatan orang jahiliyyah terhadap binatang ternak. Ada yang mereka namai bahirah dan ada pula saibah dan ada washilah dan ada ham. Bahirah mereka namakan kepada unta yang telah beranak sampai 4 kali, maka anak kelima mereka belah telinganya. Dia tidak boleh ditunggangi, dibebani, dan tak boleh lagi disembelih. Setan mengkhayatkan dalam pikiran mereka bahwa unta begitu telah sakit atau “binatang suci".
Bekas jahiliyyah ini masih bertemu di zaman kita ini. Seumpama ikan-ikan di Sungai jernih (Bukittinggi) atau di Pelupuh. Ikan itu dilarang memancing dan mengailnya atau menubanya. Kata mereka ikan itu telah sakti. Yang di Sungai Jernih (Sungai Janiah) ikan itu dipelihara dalam kolam besar di hadapan masjid. Dikhayatkan oleh setan bahwa ikan itu berasal dari anak perempuan yang lulus terbenam di kolam itu. Di zaman Jepang ikan-ikan itu habis musnah didinamit oleh serdadu Jepang. Dongeng-dongeng karut ini adalah dari khayat setan. Kadang-kadang yang jadi setan itu ialah manusia yang jadi dukun penjaga tempat itu, atau juru-juru kunci yang mendongeng tentang kekeramatan “wali-wali" yang berkubur di tempat yang mereka kawal.
Menurut satu hadits Bukhari dan Muslim dan Imam Ahmad, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa beliau Amr bin Amir al-Khuzali menarik rantai pengikatnya di neraka. Sebab dia itulah yang mula membawa karut Saibah dan Bahirah itu.
Menurut hadits Thabrani dari Ibnu Abbas, bahwa yang mula menukar-nukar agama Nabi Ibrahim ialah Amr bin Luai bin Qum'ah bin Khunduf, nenek moyang kaum Khuza'ah. Orang-orang begini pun semacam setan juga.
“Dan sungguh akan aku perintah mereka, sampai mereka mengubah perbuatan Allah."
Tentang mengubah perbuatan Allah ini terdapatlah dua macam penafsiran. Pertama karena perdayaan setan juga orang mengubah perbuatan Allah, yaitu agama Allah yang suci murni. Tafsiran ini dari Ibnu Abbas. Yaitu bahwasanya jiwa murni asli manusia dinamai fitrah. Jiwa asli itu sesuai dengan agama hanif ajaran Nabi Ibrahim yang suci murni pula. Yaitu percaya kepada Allah Yang Maha Esa, yang tidak berserikat dengan yang lain.
Sebagaimana tersebut di dalam surah ar-Ruum ayat 30. Dalam ayat itu manusia disuruh mengangkat mukanya, artinya merenungkan dengan penuh perhatian hakikat agama hanif atau Islam. Bahwa agama hanif adalah hakikat fitrah manusia. Sebab itu dapatlah dikatakan bahwa manusia itu lahir dalam fitrah. Di dalam sebuah hadits shahih yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah; Nabi ﷺ ada bersabda,
“Tiap-tiap anak yang lahir, adalah dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua ayah bunda-nyalah yang meyahudikannya, atau menasrani-kannya, atau memajusikannya. Sebagaimana binatang-binatang juga lahir dalam keadaan lengkap. Cobalah perhatikan, adakah kamu lihat binatang lahir dalam keadaan copot hidungnya?" (HR Bukhari dan. Muslim)
Dari sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim dari lyadh bin Hammar, berkata dia,
“Berkata Rasulullah ﷺ bahwa Allah telah berfirman, ‘Sesungguhnya telah Aku jadikan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif belaka. Tetapi kemudian datanglah setan-setan. Maka setan-setan itulah yang memesongkan mereka dari agama asli mereka, dan diharamkan oleh setan-setan itu apa yang aku halalkan bagi mereka." (HR Muslim)
Penafsiran yang pertama ini menjelas-kanlah bahwa wilayah perdayaan yang dimaksudkan oleh setan itu luas sekali. Dia juga berusaha membelokkan manusia sehingga terlepas dari garis fitrah asli kejadiannya, supaya menjadi musyrik, memuja hantu dan setan, memuja benda, memuja batu dan keris, dan tempat-tempat yang disaktikan. Sehingga karena perdayaan setan itu banyak orang yang masih mengakui dirinya hamba Allah, tetapi tidak lagi menyesuaikan fitrahnya dengan agama Islamnya. Tidak perintah Allah lagi yang mereka ikut, melainkan perintah setan. Pemujaan kepada kubur yang menyerupai menghormati berhala itu pun termasuk dalam ini.
Pada penafsiran yang kedua, mengubah perbuatan Allah, menurut penafsiran Ibnu Abbas juga, yang dirawikan oleh Abd bin Hunaif ialah mengebiri binatang. Anas pun menafsirkan demikian. Menurut satu riwayat dari Imam Ahmad, bahwa Rasulullah ﷺ melarang mengebiri kuda kendaraan dan binatang lain. Dan menurut riwayat Thabrani dari Abdullah bin Mas'ud, “Nabi melarang mengebiri sesama Anak Adam."
Menurut sebuah hadits pula yang dirawikan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah, “Nabi ﷺ melarang wasyam." Wasyam yaitu kulit ditembus-tembus dengan jarum halus lalu diberi warna biru atau merah, diberi kembang-kembang atau gambar-gambar lain, yang biasa dinamai orang tato atau cacah.
Tersebut di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari dari Abdullah bin Mas'ud. Berkata dia,
“Allah mengutuk perempuan-perempuan yang menata dirinya, dan orang yang menatokannya. Dan perempuan yang mencabuti dan orang yang mencabutkannya, dan yang membuat giginya jadi jarang, yaitu yang mengubah perbuatan Allah. Kemudian Jbnu Mas'ud berkata, ‘Bagaimana aku tidak akan mengutuk orang yang telah dikutuk oleh Rasulullah ﷺ? Padahal dia ada tersebut dalam Kitab Allah!' Yang beliau maksud ialah firman Allah, ‘Apa yang dibawakan oleh Rasul, hendaklah kamu ambii dan kerjakan, dan apa yang beliau larang hendaklah kamu hentikan." (HR Bukhari)
Dengan segala keterangan ini nyatalah bahwa ajaran Nabi kita melarang mengebiri binatang, apatah lagi mengebiri sesama manusia. Dan Allah melarang kita mencoreng-moreng muka, atau mencacah kulit dengan berbagai warna dan ukiran. Sebagaimana yang kita lihat pada kebiasaan anak-anak kapal, atau ada juga orang Kristen yang mencacah dirinya menggambarkan Nabi Isa di atas kayu palang. Dan orang nakal mengukirkan gambar perempuan telanjang di dadanya. Semuanya ini dilarang Allah sebab mengubah apa yang dijadikan Allah dan tidak ada maksud yang baik. Demikian juga memepatgigi sebagaimana kebiasaan jahiliyyah di tanah Batak Karo dua generasi yang telah lalu; gigi anak perempuan dipepat sehingga habis. Karena pemandangan mata orang di masa itu itulah yang bagus. Atau mencabuti rambut di muka perempuan misalnya supaya kelihatan keningnya lebih luas. Atau sebagaimana kebiasaan orang perempuan Cina di zaman lampau, telapak kaki perempuan dibalut ketat supaya kelihatan kecil mungil, sehingga terhalanglah mereka berjalan melangkahkan kakinya.
Tentu boleh juga menjadi pertimbangan kita, untuk menjadi masalah ijtihadiyah tentang memperbaiki muka yang buruk, hidung yang terlalu bungkuk dipermancung. Karena maksudnya bukan mengubah perbuatan Allah semata-mata mengubah. Sebab penyelidikan modern tentang ilmu jiwa orang jahat, terdapat bahwa muka orang yang terlalu buruk menyebabkan jiwa orang itu buruk pula. Tetapi sudah terang bahwa mengebiri yaitu memotong alat kelamin laki-laki, atau memotong pelirnya sehingga dia tidak dapat lagi melakukan tugasnya sebagai laki-laki, dilarang keras oleh agama. Atau sebagaimana dilakukan oleh pemeluk satu sekte agama di Rusia, orang perempuan membedah dan menghilangkan susunya karena pengaruh ketaatan beragama. Itu pun semuanya perdayaan setan kepada manusia, untuk menyesatkannya dari jalan yang dikehendaki Allah.
Tentu saudara akan bertanya, “Mengapa kami lihat di Mekah dan di Madinah sendiri yang dikhususkan menjaga Ka'bah dan Makam Rasulullah ﷺ ialah orang-orang hitam yang dikebiri? Kalau ini dilarang agama, mengapa terdapat di Mekah dan Madinah sendiri?"
Kita jawab, “Meskipun terdapat di Mekah dan Madinah, tidaklah dia mengubah larangan yang tegas dari Nabi. Jelaslah bahwa para penjaga itu telah jadi korban penganiayaan. Ini adalah tradisi, bukan agama. Dalam ka-langan masyarakat Islam pada mulanya tidak ada adat buruk dan kejam ini. Ini adalah menjalar dari tradisi istana Byzantium di zaman kaisar-kaisar Kerajaan Byzantium di Konstantinopel, lalu ditiru oleh raja-raja Turki Osmani. Baik di zaman Byzantium atau setelah tradisi kejam ini ditiru orang Islam, banyak juga muncul orang-orang kebiri yang tampil ke muka gelanggang kepahlawanan. Di Kerajaan Byzantium terkenal Pahlawan Narsis yang gagah berani. Dalam sejarah Islam terkenal nama orang kebiri bernama Kafur al-Ikhsyidi di Mesir. Meskipun dia orang kebiri, dia telah sanggup mendirikan sebuah kerajaan. Kemudian budak-budak hitam negro yang dijarah di kampung-kampung mereka di Afrika, digiring ke pasar budak. Tatkala mereka masih kecil-kecil telah dipotong alat kelaminnya, lalu dijual ke istana-istana sultan-sultan guna penjaga Hareem. Kononnya, sampai abad ke-18 di Istanbul pelaku-pelaku di Opera Kerajaan ialah biduan-biduan laki-laki kebiri berpakaian perempuan.
Bahkan sampai kepada permulaan abad ke-19. Pengawal-pengawal istana Paus di Vatikan terdiri dari orang-orang kebiri. Yang terkenal di antara mereka ialah orang kebiri yang bernama Verinalli.
Oleh sebab itu, kalau kita masih mendapati orang-orang kebiri menjadi penjaga Ka'bah dan Makam Rasulullah ﷺ di Madinah, haruslah kita ketahui bahwa ini adalah sisa-sisa tradisi usang dan asing yang kemasukkan ke dalam Islam yang termasuk daftar perkara yang wajib kita habiskan juga.
Kemudian datanglah ujung ayat yang tegas dari ayat ini,
“Dan barangsiapa yang mengambil setan menjadi pelindung selain dari Allah, sesungguhnya rugilah dia rugi yang senyata-nyata sekali."
Dengan inilah dikunci ayat itu. Ayat yang menerangkan betapa jahat siasat setan memperdayakan hamba-hamba Allah, dengan melalui berbagai pintu. Bukan saja pintu kejahatan, bahkan pintu ibadah kepada Allah dicam-purinya juga sehingga orang tersesat. Setelah sesat, niscaya rugi, rugi di dunia, dan rugi di akhirat, usia habis dengan percuma, dan sukar membebaskan diri apabila telah jatuh.
Kemudian ditambahkan lagi bagaimana setan mengatur siasat penyiasatan itu,
Ayat 120
“Dia (setan) akan memberi janji kepada mereka."
Menjanjikan keuntungan yang menarik hati padahal membawa rugi, menjanjikan hari depan yang membawa bahagia, padahal celaka, Mengkhayatkan petunjuk padahal sesat. Dijanjikan oleh setan akan kaya, asal mau berjudi, padahal melarat jadinya. “Dan akan memenuhi mereka dengan angan-angan." Khayat yang tidak-tidak, menggantang asap. Seumpama orang yang berkhayat akan kaya raga apabila memasang lotre, padahal hanya ber-habis harta. Sehingga banyaklah orang yang mati karena angan-angan belaka. Sebab itu ditegaskan Allah di ujung ayat,
“Dan tidak ada yang dijanjikan setan kepada mereka itu, selain tipu belaka."
Bujuk rayu setanlah tipu belaka, guna menyesatkan para hamba Allah dari jalan yang lurus. Di sinilah perlunya kesanggupan seseorang membentengi dirinya dengan kekuatan iman dan aqidah kepada Ilahi. Sebab tempat berlindung hanya Allah, lain tidak. Maka datanglah ancaman Allah kepada orang-orang yang mau mengikuti tipuan setan itu,
Ayat 121
“Mereka itu," yaitu orang-orang yang mau mengikut segala tipuan dan rayuan setan tadi. “Tempat kembali mereka ialah Jahannam." Karena sudah nyatalah bahwa dalam hati kecil orang yang telah mempersekutukan setan dengan Allah itu masih terasa bahwa dia telah telanjur, tetapi dia tidak mempunyai ketabahan hati buat berjuang membebaskan diri dari pengaruh setan itu,
“Dan tidaklah akan mereka dapati tempat mengelak dari sana."
Ke mana mereka akan lari, padahal langkah mereka menuju ke sana? Tempat lari atau tempat mengelak dari Jahannam hanya dapat ditempuh dalam kehidupan yang sekarang. Itulah sebab dan sekarang pula Allah memberi peringatan. Ibarat orang menanak nasi. Dari semula Allah telah memberi ingat supaya hati-hati memasaknya, air jangan terlalu banyak, padahal dilalaikan juga. Kemudian setelah periuk dibuka, bukan nasi yang bertemu, me-lainkan bubur. Siapa yang salah?
Ayat 122
“Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, akan Kami masukkan ke dalam surga-surga."
Bukan hanya satu surga, tetapi banyak surga. “Yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." Sebagai lambang dan kemakmuran dan kesuburan. “Kekal mereka di dalamnya, selama-lamanya." Tidak akan pindah-pindah lagi dan tidak akan mati-mati lagi. “Janji Allah yang benar." Berubah dengan janji setan tadi sebab janji setan hanya tipu daya belaka.
“Dan siapakah lagi selain dari Allah yang lebih benar perkataannya?"
Kalau Allah yang sudah menjanjikan, apakah lagi yang meragukan hati? Sedang yang dianjurkannya bukanlah yang jahat, melainkan yang baik, yaitu iman dan amal saleh? Sedangkan sebagai manusia berbudi berakal, amal saleh kerja yang baik jugalah yang menjadi cita-cita manusia, apatah lagi kalau ada dorongan lagi dari Allah dan ada pula janji-Nya? Kalau tidak yang baik yang akan kita kerjakan di dalam dunia ini, apakah lagi yang akan kita kerjakan? Mungkinkah akal murni kita berbuat yang jahat kalau bukan perdayaan setan?