Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّكَ
sesungguhnya kamu
مَيِّتٞ
mereka akan mati
وَإِنَّهُم
dan sesungguhnya mereka
مَّيِّتُونَ
mereka akan mati
إِنَّكَ
sesungguhnya kamu
مَيِّتٞ
mereka akan mati
وَإِنَّهُم
dan sesungguhnya mereka
مَّيِّتُونَ
mereka akan mati
Terjemahan
Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad akan) mati dan sesungguhnya mereka pun (akan) mati.
Tafsir
(Sesungguhnya kamu) khithab ini ditujukan kepada Nabi ﷺ (akan mati dan mereka akan mati pula) kelak kamu akan mati dan mereka kelak akan mati pula, maka tidak usah ditunggu-tunggu datangnya mati itu. Ayat ini diturunkan sewaktu mereka merasa lambat akan kematian Nabi ﷺ
Tafsir Surat Az-Zumar: 27-31
Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al-Qur'an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (Ialah) Al-Qur'an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa. Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan dari mereka tidak mengetahui. Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu.
Allah ﷻ telah berfirman: Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al-Qur'an ini setiap macam perumpamaan. (Az-Zumar: 27) Yakni Kami telah jelaskan bagi manusia di dalamnya melalui banyak perumpamaan. supaya mereka dapat pelajaran. (Az-Zumar: 27) Karena sesungguhnya perumpamaan itu lebih mendekatkan pengertian ke dalam hati dan lebih meresap di dalamnya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. (Ar-Rum: 28) Yaitu yang kamu ketahui dan pahami dari diri kalian sendiri. Dan firman Allah ﷻ yang lainnya, yaitu: Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-'Ankabut: 43) Adapun firman Allah ﷻ: (Ialah) Al-Qur'an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (padanya). (Az-Zumar: 28) Yakni ialah Al-Qur'an dengan bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan, tidak ada penyimpangan dan tidak ada kekeliruan di dalamnya; bahkan Al-Qur'an itu bahasanya jelas, gamblang, dan terbukti kebenarannya.
Dan sesungguhnya Allah menjadikan Al-Qur'an demikian, lalu menurunkannya. supaya mereka bertakwa. (Az-Zumar: 28) Maksudnya, merasa takut dengan peringatan yang terkandung di dalamnya dan tergerak untuk mengamalkan apa yang dijanjikan di dalamnya. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan. (Az-Zumar: 29) Yaitu para pemiliknya bersengketa mengenai budak tersebut yang dimiliki oleh mereka secara perseroan di antara sesama mereka. dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja). (Az-Zumar: 29) Artinya, tiada seorang pun yang memilikinya selain pemiliknya.
Adakah kedua budak itu sama halnya? (Az-Zumar: 29) Sebagai jawabannya tentu tidak sama antara budak ini dan budak yang sebelumnya. Sebagaimana tidak sama antara orang musyrik yang menyembah tuhan-tuhan lain beserta Allah, dan antara seorang mukmin yang ikhlas yang tidak menyembah selain hanya kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Maka mana mungkin bisa sama antara yang ini dan yang itu.
Ibnu Abbas r.a. Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat ini mengandung perumpamaan perbandingan antara orang musyrik dan orang ahli tauhid. Setelah perumpamaan ini diutarakan dengan jelas dan gamblang, maka disebutkan dalam firman berikutnya: Segala puji bagi Allah. (Az-Zumar: 29) Yang telah menegakkan hujah (alasan) terhadap mereka (orang-orang musyrik). tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Az-Zumar: 29) karena itulah mereka mempersekutukan Allah. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya kamu akam mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). (Az-Zumar: 30) Ayat ini merupakan salah satu ayat yang dijadikan pegangan dalil oleh Abu Bakar As-Siddiq r.a. di saat Rasulullah ﷺ wafat, hingga manusia sadar bahwa beliau ﷺ benar-benar telah wafat. Ayat lainnya ialah firman Allah ﷻ: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Ali-Imran: 144) Makna ayat ini (Az-Zumar, ayat 30) ialah kelak kalian akan pindah dari dunia ini sebagai suatu kepastian yang tidak dapat dihindari, lalu kalian dihimpunkan di hadapan Allah di negeri akhirat.
Kemudian kalian akan berbantah-bantah sehubungan dengan apa yang telah kalian kerjakan selama di dunia menyangkut masalah tauhid dan syirik di hadapan Allah ﷻ nanti. Lalu Allah akan memutuskan perkara di antara kalian, dan memenangkan perkara yang hak, Dia adalah Yang Maha Pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui. Selanjutnya Allah akan menyelamatkan orang-orang mukmin yang mukhlis lagi selalu mengesakan Allah, dan mengazab orang-orang kafir yang ingkar, musyrik, lagi mendustakan kebenaran. Kemudian perlu diketahui bahwa sekalipun konteks ayat ini mengenai orang-orang mukmin dan orang-orang kafir serta perihal perdebatan di antara mereka di negeri akhirat, sesungguhnya makna ayat ini pun mencakup setiap dua belah pihak yang bersengketa di dunia.
Maka sesungguhnya persengketaan ini akan diulangi lagi di negeri akhirat nanti, lalu dilakukan peradilan oleh Allah ﷻ Yang Maha Pemberi Keputusan. "". Ibnu Abu Hatim rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kebenaran kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Hatib alias Yahya ibnu Abdur Rahman, dari Ibnuz Zubair r.a. yang mengatakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu. (Az-Zumar: 31) Az-Zubair r.a. (ayah perawi) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah perdebatan akan diulangi lagi bagi kita nanti?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Ya." Az-Zubair berkata, "Kalau begitu, perkaranya sangatlah keras." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Sufyan, yang dalam riwayat ini ada tambahannya.
Yaitu ketika ayat berikut diturunkan: kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia). (At-Takasur: 8) Az-Zubair r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, nikmat apakah yang akan dipertanyakan kepada kita tentangnya, padahal sesungguhnya makanan kita hanyalah buah kurma dan air (zam-zam)." Rasulullah ﷺ menjawab: ". Ingatlah, sesungguhnya pertanyaan itu pasti akan terjadi. Tambahan ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majah melalui hadis Sufyan dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa ayat ini hasan. ". Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, dari Yahya ibnu Abdur Rahman ibnu Akhtab, dari Abdullah ibnuz Zubair, dari Az Zubair ibnul Awwam r.a. yang telah mengatakan bahwa ketika diturunkan kepada Rasulullah ﷺ ayat berikut yaitu firman-Nya: Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).
Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu. (Az-Zumar: 30-31) Az-Zubair r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah akan diulang terhadap kita apa yang terjadi di antara sesama kita ketika di dunia disertai dengan dosa-dosa yang khususnya?" Rasulullah ﷺ menjawab: Benar, sungguh akan diulang terhadap kalian (persengketaan itu) hingga Allah menunaikan kepada orang yang berhak akan haknya. Az-Zubair r.a. berkata, "Demi Allah, sesungguhnya urusannya benar-benar sangat keras." Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui hadis Muhammad ibnu Amr dengan sanad yang sama. Dan ia mengatakan bahwa hadis ini sahih. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abu Iyasy. dari Uqbah ibnu Amir r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Mula-mula orang yang berbantah-bantahan kelak di hari kiamat adalah dua orang yang bertetangga. Imam Ahmad meriwayatkannya secara tunggal. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasan-Nya, sesungguhnya benar-benar akan terjadi bantah-bantahan sehingga dua ekor domba yang pernah saling menanduk.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal). Di dalam kitab musnad (Imam Ahmad) disebutkan melalui Abu Zar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ melihat dua ekor domba yang saling menanduk, lalu beliau ﷺ bersabda: "Hai Abu Zar, tahukah kamu mengapa keduanya saling beradu tanduk?" Aku menjawab, "Tidak. Rasulullah ﷺ bersabda, "Tetapi Allah mengetahui dan kelak Dia akan memutuskan perkara di antara keduanya." ". Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sahi ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hayyan ibnu Aglab, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Didatangkan seorang pemimpin yang melampaui batas lagi curang di hari kiamat nanti, lalu rakyatnya mengadukan perkaranya (kehadapan Allah), dan akhirnya mereka menang atasnya. Lalu dikatakan kepada pemimpin itu, Ambillah salah satu tempat di antara tempat-tempat yang ada di neraka Jahanam!" Kemudian Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan bahwa Al-Aglab ibnu Tamim orangnya tidak hafiz. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian sesungguhnya pada hari kiamat kamu akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu. (Az-Zumar: 31) Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang berkata jujur menuntut orang yang berkata dusta, orang yang teraniaya menuntut orang yang berbuat aniaya terhadap dirinya, orang yang mendapat petunjuk menuntut orang yang sesat, dan orang yang lemah menuntut orang yang kuat.
Ibnu Mundah di dalam Kitabur Ruh telah meriwayatkan melalui Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa kelak di hari kiamat semua manusia berbantah-bantahan, sehingga roh berbantahan dengan jasadnya. Roh berkata kepada jasad, "Engkaulah pelakunya." Dan jasad berkata kepadanya, "Engkaulah yang memerintahkan dan engkau pulalah yang mendorongku untuk melakukannya." Kemudian Allah mengirimkan malaikat untuk memutuskan perkara di antara keduanya. Malaikat berkata kepada keduanya, "Sesungguhnya perumpamaan kamu berdua sama dengan seorang yang lumpuh, tetapi melihat; dan seorang lagi yang tuna netra, tetapi berjalan.
Keduanya memasuki sebuah kebun, maka si lumpuh berkata kepada si buta, 'Sesungguhnya di sini aku melihat banyak buah-buahan, tetapi aku tidak dapat mencapainya.' Lalu si buta berkata kepada si lumpuh, 'Marilah kugendong dan ambillah buah itu.' Kemudian si lumpuh digendong oleh si buta dan memetik buah tersebut. Maka manakah di antara keduanya yang melanggar? Roh dan jasad menjawab, "Keduanya melakukan pelanggaran." Maka malaikat itu berkata kepada keduanya, "Dengan demikian, berarti kamu berdua telah memutuskan perkara terhadap diri kalian sendiri." Yakni jasad bagi roh seperti tunggangan, sedangkan penunggangnya adalah roh.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Ahmad ibnu Ausajah, telah menceritakan kepada kami Darrar, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Al-Qummi (yakni Ya'qub ibnu Abdullah), dari Ja'far ibnul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa ayat berikut telah diturunkan, tetapi kami tidak mengetahui latar belakangnya, yaitu firman-Nya: Kemudian sesungguhnya pada hari kiamat kamu akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu. (Az-Zumar: 31) Kami bertanya-tanya, "Dengan siapakah kami berbantah-bantahan, sedangkan di antara kami dan Ahli Kitab tidak ada bantah-bantahan, lalu siapakah lawannya?" Hingga meletuslah fitnah (perang saudara), maka berkatalah Umar r.a, "Inilah yang telah dijanjikan oleh Tuhan kita dan bantah-bantahan yang akan kita alami nanti karenanya." Imam Nasai meriwayatkan asar ini melalui Muhammad ibnu Amir, dari Mansur ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
Abu Aliyah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: Kemudian sesungguhnya pada hari kiamat kamu akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu. (Az-Zumar: 31) Abul Aliyah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah di antara sesama ahli kiblat. Ibnu Zaid mengatakan antara ahli Islam dan ahli kafir, yakni orang-orang muslim dan orang-orang kafir. Dalam keterangan di atas telah kami sebutkan bahwa makna yang benar sehubungan dengan makna ayat ini ialah yang mengandung pengertian umum; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. [Berakhirlah Juz 23]"
30-31. Wahai Nabi Muhammad, sesungguhnya engkau akan mati dan kembali ke hadirat Tuahnmu, dan mereka yang ingkar itu pun akan mati pula. Kemudian, sesungguhnya kamu semua pada hari Kiamat akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu, kemudian Dia akan memberi keputusan secara adil; orang beriman akan mendapatkan surga dan orang kafir akan mendapatkan siksa neraka. []30-31. Wahai Nabi Muhammad, sesungguhnya engkau akan mati dan kembali ke hadirat Tuahnmu, dan mereka yang ingkar itu pun akan mati pula. Kemudian, sesungguhnya kamu semua pada hari Kiamat akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu, kemudian Dia akan memberi keputusan secara adil; orang beriman akan mendapatkan surga dan orang kafir akan mendapatkan siksa neraka. [].
Allah menerangkan bahwa semua manusia akan kembali kepada Tuhan dan di hari Kiamat nanti manusia antara yang satu dengan yang lain akan saling berbantah-bantahan dan saling tuduh-menuduh. Pada hari Kiamat orang-orang musyrik berusaha membela diri mereka masing-masing, tetapi Nabi Muhammad ﷺ dapat menolak alasan mereka itu, dengan menyatakan bahwa dakwah telah disampaikan kepada mereka, tetapi mereka mengingkari dan mendustakannya. Oleh karena itu, mereka mohon ampunan kepada Allah, tetapi permohonan mereka tidak dapat diterima, karena pada hari itu tobat tidak dapat diterima lagi.
Di antara perbantahan antara orang-orang musyrik dengan sembahan-sembahan mereka itu disebutkan dalam ayat ini. Mereka berkata kepada pemimpin-pemimpin mereka, "Kami ikuti kamu, tetapi kamu menyesatkan kami." Para pemimpin menjawab, "Kami juga telah ditipu oleh setan-setan dan nenek moyang kita dahulu."
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
ENGKAU AKAN MATI
Ayat 30
“Sesungguhnya engkau akan mati dan mereka pun sungguh akan mati pula."
Supaya jelaslah bahwa soal ini bukanlah soal hidup di dunia saja. Engkau -wahai Rasul Kami- dan mereka semua akan berkumpul ke hadirat Allah di hari Kiamat. Tidak ada seorang pun yang akan saat mengelakkan diri daripada maut.
Ayat 31
“Kemudian dari itu, sesungguhnya kamu semuanya di hari Kiamat, di sisi Tuhan kamu akan berbantah-bantahan."
Bagaimanapun besarnya perbantahan itu kelak, namun yang selamat berbahagia ialah orang-orang yang beriman, ikhlas, dan bertauhid. Dan yang akan menderita ialah yang kafir, tidak mau percaya, menolak, membantah, mendustakan dan mempersekutukan. Perbantahan di dunia akan diulangi lagi di akhirat, bukan lagi menegakkan hujjah pada diri masing-masing, melainkan keluhan yang bersalah dan penyesalan dan yang taat, mengapa mereka tidak mengacuhkan tatkala hidup di dunia dahulu. Dan terjadi pula perbantahan di antara pengikut yang disesatkan oleh pemimpin-pemimpin itu sendiri sebagaimana tersebut pada surah-surah yang lain.
Kedua ayat ini pulalah, ayat 30 dan 31 dari surah az-Zumar ditambah dengan ayat 144 dan surah Aali ‘Imraan yang dibaca oleh Sayyidina Abu Bakar untuk mengembalikan semangat yang mulai kacau balau karena kematian Rasulullah ﷺ.
Karena setelah terdengar pekik istri-istri beliau dan anak beliau ﷺ melihat beliau tidak bernapas lagi di atas haribaan istrinya, Aisyah, di hadapan anak perempuannya, Fatimah, ributlah sahabat-sahabat yang masih belum pulang ke rumah mereka sehabis shalat Shubuh, terutama Sayyidina Umar bin Khaththab. Beliau seakan-akan kehilangan pedoman di saat itu. Beliau merasa Rasulullah tidak wafat; beliau hanya pergi sementara sebagaimana perginya Nabi Musa ke hadirat Allah di Gunung Thursina, dan dia akan segera kembali. Sampai beliau berkata, “Rasulullah tidak meninggal. Barang-siapa yang mengatakan dia meninggal, aku pancung lehernya."
Peristiwa ini lekas-lekas disampaikan orang kepada Abu Bakar yang telah sampai di rumahnya setelah shalat Shubuh di masjid.
Dengan segera beliau kembali ke masjid dan terus ke dalam bilik Aisyah. Beliau lihat jenazah Rasulullah telah ditidurkan baik-baik. Lalu beliau bukakan tutup mukanya dan setelah beliau lihat dengan tenang sejenak beliau ciumlah kening yang masih panas itu, lalu beliau berkata,
“Alangkah wanginya engkau wahai Rasulullah di kala hidup dan ketika mati."
Sesudah itu beliau tutup wajah itu kembali. Lalu beliau keluar dari bilik itu dengan langkah gontai menuju ke atas mimbar Rasulullah. Umar duduk termenung dekat mimbar itu. Setelah berdiri di atas mimbar itu, beliau lihat orang banyak, lalu dengan kata-kata tenang dan padat beliau berucap,
“Ingat Allah, barangsiapa yang menyembah Muhammad maka sungguh Muhammad telah me-ninggal. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah hidup terus dan tidak akan mati."
Lalu beliau baca,
“Sesungguhnya engkau akan mati dan mereka itu pun akan mati pula. Kemudian dari itu, sesungguhnya kamu semua pada hari Kiamat di hadapan Tuhanmu akan berbantah-bantahan." (az-Zumar: 30-31)
Dan beliau baca pula ayat 144 dari surah Aali ‘Imraan,
“Dan tidaklah Muhammad itu melainkan seorang Rasulyang telah berlalu dari sebelumnya beberapa rasul-rasul. Maka apakah jika dia meninggal atau dibunuh orang, kamu akan berpaling atas tumit kamu? Maka barangsiapa yang berpaling atas tumitnya, sekali-kali tidaklah akan membahayakan bagi Allah sedikit pun. Dan Allah akan memberikan pahala kepada orang-orang yang bersyukur." (Aali ‘Imraan: 144)
Mendengar perkataan itu heninglah orang semuanya dan menangislah Umar menyesali dirinya dan kembalilah dia kepada pokok aqidah Islam sebagai yang telah dikatakan oleh Abu Bakar itu, bahwa dia bukanlah menyembah Muhammad yang telah datang waktunya dan telah mati, melainkan menyembah kepada Allah yang selaiu hidup dan tidak akan mati selama-lamanya. Sampai dia mengakui terus terang bahwa kedua ayat yang dibaca oleh Abu Bakar itu seakan-akan baru turun pada hari itu layaknya. Maka ingatlah dikatakan bahwa pada saat itu kedatangan Abu Bakar adalah di saatnya yang tepat, sehingga tidaklah mengherankan, meskipun terjadi pertikaian di antara Muhajirin dengan Anshar tentang siapa yang akan melanjutkan tugas Rasulullah, menjadi khalifah beliau dan jadi pemimpin kaum Muslimin, ketika Abu Bakar yang dicalonkan oleh Umar dan Abu Ubaidah, tidak banyak bantahan lagi.
Sejarah kejadian ini menunjukkan bahwa di saat-saat pening timbullah yang disebut Rajulus Sa'ah, orang yang muncul pada waktunya, yang jabatan penting bukan dikejar dan dicarinya, melainkan saat di waktu itu yang menyebabkan dia diantarkan ke tempat yang penting itu.
Ayat 32
“Maka siapakah yang lebih zalim?"
Atau siapakah yang lebih aniaya kelakuannya, lebih jahat pekertinya, “Dari orang yang membuat dusta terhadap Allah." Yaitu dikarang-karangnya dusta tentang Allah, misalnya dikatakannya bahwa Allah itu beranak, atau dikatakannya bahwa kalau akan memohon apa-apa kepada Allah itu tidak boleh secara langsung saja, mesti adakan orang perantaraan, dan orang perantaraan itu hendaklah orang yang disebut wali Allah, hendaklah datang meminta kepada wali itu di kuburnya. “Dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya?" Ketika datang keterangan yang dibawakan oleh utusan-utusan Allah sendiri, atau wahyu yang disampaikan hendaklah langsung sendiri memohon kepada Allah dan janganlah dipersekutukan yang lain dengan Allah, mereka dustakan keterangan yang benar itu dan mereka masih tetap mempertahankan pendiriannya yang salah.
“Bukankah di dalam Jahannam tempat berdiam orang-orang yang kafir?"
Kedua suku ayat bersifat pertanyaan karena dia menyadarkan pikiran tentang suatu perbuatan yang sangat salah terhadap Allah. Zalim biasa kita artikan aniaya, ambilan kata ialah dari zhulm yang berarti gelap. Orangyang berbuat suatu pelanggaran terhadap ketentuan Allah sama artinya dengan menempuh jalan yang gelap, yang tidak saat diterima oleh pikiran yang sehat. Gelap, tidak tentu ujung pangkalnya. Dan dengan sendirinya tempat orang yang seperti itu menurut pertimbangan akal yang sehat ialah dalam neraka Jahannam. Tidak mungkin masuk ke dalam surga yang indah dan nyaman.
Ayat 33
“Dan orang yang datang dengan kebenaran."
Dalam hal manusia dibawa oleh yang zalim ke tempat yang gelap, dia pun datang membawa ajaran yang terang. Di dalam manusia berpegang pada ajaran yang salah, misalnya mempersekutukan yang lain dengan Allah, dia datang membawa kebenaran. Orang itu ialah Rasul! Orang itu ialah Muhammad ﷺ"Dan membenarkan terhadap nya." Yaitu orang-orang yang menyatakan percaya akan kebenaran ajaran yang dibawanya itu. Itulah sahabat-sahabatnya assabiquunal awaa-luuna. Yang mula-mula yang dahulu sekali menyatakan iman, mulanya Muhajirin kemudian itu Anshar, kemudian itu sekalian umat yang sedia menjalankan kebenaran yang dibawa oleh Rasul itu, melaksanakan perintah dan menghentikan yang dilarang.
“Orang-orang itulah orang yang bertakwa."
Ayat 33 ini adalah imbalan dari ayat 32 yang menyatakan akibat dari orang yang zalim aniaya, yang mendustakan dan menolak kebenaran. Tempat mereka neraka. Tetapi Rasul dan orangyang beriman atas syari'at yang beliau bawa, beriman dan mengamalkannya sekali itulah orang yang bertakwa. Apalah lagi bilamana imannya itu dipelihara, dipupuk, dan dipertingginya tingkatnya.
Ayat 34
“Bagi mereka apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka."
Sebab orang-orang yang bertakwa itu kian sehati kian dekat kepada Allah, didengar Allah keluhannya, dikabulkan Allah permohonannya, diterima Allah permintaannya, dan diridhai Allah segala sikap hidupnya. Sebab setiap langkahnya di dalam hidup diukurnya dengan hidayah yang dituntunkan oleh Rasul kepada mereka.
“Demikianlah ganjaran bagi orang-orang yang berbuat kebajikan."
Rahasia kejayaan yang mereka capai di dunia dan di akhirat kelak bertemu di ujung ayat 34 itu. Yaitu bahwa mereka selalu berbuat kebajikan. Kebajikan adalah arti yang kita ambil untuk kalimat ihsaan. Di ujung ayat disebutkan muhsiniin, yaitu orang-orang yang berbuat kebajikan.
Menurut arti yang umum dari ihsan ialah jika berbuat atau beramal suatu perbuatan, selalu perbuatan itu diperbaiki, diperhalus dan dipertinggi mutunya. Kian sehari kian naik; bukan kian sehari kian merosot. Dan di dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang dirawikan dari Umar bin Khaththab, adalah tiga yang ditanyakan oleh malaikat Jibril ketika dia datang menziarahi Nabi ﷺ dengan merupakan dirinya sebagai manusia waktu Nabi ﷺ dikelilingi oleh banyak sahabat-sahabatnya. Jibril menanyakan apakah yang Islam? Nabi menjawab, “Dua kalimat syahadat, shalat, zakat, puasa dan naik haji bagi barangsiapa yang sanggup melakukan perjalanan ke Mekah." Ditanyakannya pula apakah yang iman? Nabi menjawab, “Beriman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat, kepada kitab-kitab suci, kepada diutusnya rasul-rasul, kepada hari Kiamat, dan keenam tentang takdir buruk dan baik." Akhirnya Jibril bertanya, “Apakah yang ihsan?" Lalu Nabi menjawab,
“Bahwa engkau mengabdikan diri kepada Allah, seakan-akan engkau melihat Dia maka meskipun engkau tidak melihat Dia, sesungguhnya Dia melihat engkau."
Seterusnya Allah memberikan harapan kepada mereka.
Ayat 35
“Karena Allah akan menutupi dari mereka seburuk-buruk perbuatanyang pernah mereka kerjakan dan Dia akan memberi pahala kepada mereka dengan sebaik-baik apa yang akan terus mereka kerjakan."
Inilah janji yang indah dari Allah. Di ujung ayat 34 dijelaskan sebab-sebabnya, yaitu bahwa mereka selau suka berbuat kebajikan, suka berbuat yang lebih baik, meninggikan mutu usaha dan amal. Maka dalam usaha mengisi hidup dengan amal yang saleh itu, namun semuanya itu tidaklah jadi tujuannya. Ibarat orang mendaki bukit yang begitu tinggi dan begitu curam, sedang angin ribut dan hujan lebat sehingga jalan yang dilalui basah dan lincir. ingatlah dimaklumi kalau mereka pernah terjatuh. Kejatuhan itu tidak diambil berat oleh Allah. Kealpaan itu ditutupi oleh Allah, tidak dijadikan tuntutan berat, sebab nyata bahwa hidupnya penuh menuju Allah. Sebab maka usaha dan amalnya yang selanjutnya diberikan penghargaan dan ganjaran. Sebab seburuk-buruk amalan telah saat diatasi dengan sebaik-baik perbuatan.
Di sinilah kita melihat dua kalimat; ketika Allah menerangkan amalan yang ditutupi atau diberi ampun yang seburuk-buruk amal masa lalu; Fi'il yang dipakai ialah fi'il maadhi; ‘Amiluu -dan untuk amalan seterusnya, yang sebaik-baik amalan dipakai di ujung ayat fi'il mudhari'. Sedang fi'il mudhari' adalah untuk zaman kini dan zaman seterusnya, yaitu ya'maluun =
‘Amiluu artinya telah mereka kerjakan. Ya'maluun artinya yang sedang mereka kerjakan atau akan kerjakan.
Di sinilah terpasang pula hadits Nabi ﷺ.
“Takwalah kepada Allah dalam keadaan bagaimanapun engkau dan turutilah kerja yang buruk dengan yang baik, supaya pengaruh yang buruk itu saat dihapuskannya dan berakhlaklah terhadap manusia dengan akhlak yang baik." (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Ayat 36
“Bukankah Allah cukup pelindung hamba-Nya?"
Pangkal ayat ini cukup menjadi perisai dan tameng bagi hamba Allah yang beriman. Dia bersifat sebagai pertanyaan, namun isinya ialah sebagai penjelasan dan peyakinan. Orang yang beriman akan menjawab, demi pengalaman yang telah dialaminya dalam hidup, hanya iman percaya kepada Allah seratus persen, tawakal, ikhlas dan ridha, menyerah yang bulat, itulah pelindung sejati. Tidak ada yang lain tempat berlindung melainkan Allah. Padahal Allah itu Yang Mahakuasa atas semua! Tidak ada yang bergerak, tidak ada yang bertindak kalau tidak dengan izinnya. Apakah musuh yang paling besar bagi manusia di dalam alam ini selain setan iblis? saatkah setan dan iblis berbuat leluasa kepada hamba Allah kalau hamba Allah itu benar-benar berlindung kepada Allah? Bukankah Allah telah menjelaskan,
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidaklah ada kekuasaanmu atas mereka." (al-Israa': 65)
Maka musuh-musuh yang lain yang akan memperdayakan manusia tidaklah ada yang lebih tinggi kejahatannya daripada setan dan iblis. Maka kalau pengaruh setan iblis itu saat kita tangkis dengan semata-mata mencukupkan berlindung kepada Allah, betapa lagi musuh yang lain?
Ada orang yang datang kepada penulis tafsir ini minta diajarkan doa-doa untuk menangkis bahaya musuh, sejak dari setan sampai kepada musuh-musuh yang lain. Memang ada doa-doa itu diajarkan oleh Nabi ﷺ. Namun doa-doa itu tidak ada artinya kalau jiwa sendiri tidak tunduk takwa terlebih dahulu kepada Allah. Kalau jiwa telah tunduk, shalat telah khusyu, ibadah telah dihayati, walaupun doanya belum hapal, kekhusyuan itu saja pun sudah cukup.
Demikianlah pada suatu hari dalam saya ditahan di Sukabumi, di akhir bulan Maret 1964 (Dzulqa'dah 1383), inspektur polisi yang memeriksa sambil memaksa agar saya mengakui suatu kesalahan yang difitnahkan ke atas diri saya, padahal saya tidak pernah berbuatnya. Inspektur itu masuk kembali ke dalam bilik tahanan saya membawa sebuah bungkusan, yang saya pandang sepintas lalu saya menyangka bahwa itu adalah sebuah tape recorder buat menyadap pengakuan saya. Dia masuk dengan muka garang sebagai kebiasaan selama ini. Dan saya menunggu dengan penuh tawakal kepada Allah dan memohon kekuatan kepada-Nya semata-mata. Setelah mata yang garang itu melihat saya dan saya sambut dengan sikap tenang pula, tiba-tiba kegarangan itu mulai menurun sedikit demi sedikit. Setelah menanyakan apakah saya sudah makan malam, apakah saya sudah shalat dan pertanyaan lain tentang penyelenggaraan makan minum saya, tiba-tiba dilihatnya arlojinya dan dia berkata, “Biar besok saja dilanjutkan pertanyaan. Saudara istirahAllah dahulu malam ini," ujarnya dan dia pun keluar membawa bungkusan itu kembali.
Setelah dia agak jauh, masuklah polisi muda (agen polisi) yang ditugaskan menjaga saya, yang usianya baru kira-kira 25 tahun. Dia melihat terlebih dahulu kiri kanan. Setelah jelas tidak ada orang yang melihat, dia bersalam dengan saya sambil menangis, diciumnya tangan saya, lalu dia berkata, “Alhamdulillah, Bapak selamat! Alhamdulillah!"
“Mengapa?" tanya saya.
“Bungkusan yang dibawa oleh Inspektur M. itu adalah strum. Kalau dikontakkan kebadan Bapak, Bapak bisa pingsan dan kalau sampai maksimum bisa mati!" Demikian jawaban polisi muda yang ditugaskan menjaga saya itu dengan berlinang air mata,
“Bapak sangka tape recorder," jawabku dengan sedikit darah tersirap, tetapi saya bertambah ingat kepada Allah.
“Semoga Allah memelihara diri Bapak! Ah, Bapak orang baik!" kata anak itu.
Dua hari kemudian inspektur itu datang lagi, tetapi bukan malam hari, melainkan jam empat sore sehabis saya istirahat sesudah shalat Ashar. Dia tidak membawa apa-apa. Dia duduk di kursi yang disediakan di dekat bangku tempat tidur bilik tahanan saya. Belum lama duduk langsung dia bertanya, “Saudara ada baca doa-doa kalau akan diperiksa atau ditanya?"
Saya jawab, “Di mana ada saja kesempatan saya tetap berdoa. Saudara dengar sendiri kalau habis shalat Shubuh saya selalu membaca Al-Qur'an. Di antara Maghrib dan Isya saya baca Al-Qur'an. Akan tidur saya berdoa, bangun tidur pun saya berdoa. Sehabis shalat saya berdzikir mengingat Allah."
“Ketika saya masuk malam itu saudara baca doa apa?"
“Saya membaca doa akan tidur."
“Dapatkah itu saudara ajarkan kepada saya?"
“Dapat saja, mengapa tidak?" jawab saya.
“Tolonglah tuliskan dan tuliskan juga artinya," katanya.
“Apakah saudara mengerti huruf Arab?"
“Saya tidak mengerti," jawabnya terus terang.
Lalu saya jawab, “Akan saya tuliskan doa akan tidur itu dengan huruf Latin dan artinya pun dalam bahasa Indonesia." Lalu saya minta kertasnya dan bolpoinnya. Dan mulailah saya tuliskan doa yang biasa dibacakan Nabi waktu akan tidur, yang dimulai dengan, Allahumma innii aslamtu nafsii ilaika sampai akhirnya. Dan dia duduk menunggu dengan tenang.
Setelah selesai lalu saya serahkan. Dan dia pun mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Tetapi sebelum dia meninggalkan kamar tahanan saya, saya pegang tangannya dan saya berkata, “Apakah saudara mengerjakan shalat lima waktu?"
“Selama ini belum," jawabnya terus terang.
Lalu kata saya, “Doa ini ajaran Nabi Muhammad dan bacaan Nabi Muhammad ﷺ sendiri. Padahal beliau tetap shalat. Dia tidak ada membawa kesan kalau saudara tidak shalat lebih dahulu."
Dia berjanji akan memulai shalat dan dia mengatakan bahwa anak-anaknya sudah mulai diserahkan ke sekolah agama.
Antara tiga hari kemudian datang seorang inspektur lagi, yang ditugaskan memeriksa teman-teman yang kena fitnah yang lain, di antaranya yang memeriksa saudara Ghazali Shalan. Dia pun datang dengan berbisik minta diajarkan doa-doa.
Maka saat disimpulkan bahwa doa-doa itu pun harus dibaca, tetapi tidak ada manfaatnya kalau hati tidak dekat dan lekat kepada Allah. Ketika inspektur masuk ke dalam bilik tahanan saya, saya tidak membaca sembarang doa pun. Tetapi saya ingat kepada Allah dan menyerah kepada-Nya. Karena sehari dua sebelum itu seorang inspektur lain, berasal dari Tapanuli telah memanggil saya dan menyuruh menanggali seluruh pakaian, tinggal celana kolor sehelai saja, lalu saya digertak-gertak dan dipaksa mengakui apa yang dituduhkan, yaitu berkomplot hendak membunuh Presiden Soekarno. Saya hanya menerima paksaan itu dengan tenang dan saya tidak memberikan lebih dari apa yang telah saya terangkan sebelumnya. Dalam menghadapi paksaan, hinaan dan hardikan itu saya hanya memohon kepada Allah agar diberi keselamatan, atau selamat dan hidup untuk melanjutkan perjuangan menegakkan agama Allah, atau selamat tidak terlalu lama menderita dan mati syahid dengan pendirian yang tetap bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah.
Maka ketika Inspektur M. datang membawa bungkusan malam itu, demikian jugalah pendirian saya, “Bukankah Allah cukup pelindung hamba-Nya?"
“Sedang mereka itu mempertakut-takuti engkau dengan yang selain Dia!" Kalau seorang Mukmin telah memegang keyakinan bahwa pelindungnya cukup Allah saja, dengan apa pun dia dipertakut-takuti, tidaklah akan berbekas gertakan orang itu."
“Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidaklah ada baginya yang akan memberi petunjuk."
Maka hanyutlah dia terus ke dalam kegelapan, tidak ada yang akan memintasi.
Ayat 37
“Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidaklah ada baginya yang akan menyesatkan.
Dia telah bertemu dengan jalan yang bertemu. Doanya yang disebutkan di pertengahan al-Faatihah, agar kiranya Allah menunjuki kepada jalan yang lurus, sudah terkabul. Tangan Allah sendiri yang membimbingnya.
“Maka bukanlah Allah Mahaperkasa," kelas aturan-Nya, teguh disiplin-Nya. “Lagi mempunyai kuasa membalas?"
Sehingga seorang yang melanggar peraturan Allah dan mengabaikannya, memandang enteng dan tidak menghargai, akan kena pukulan oleh keperkasaan Allah dan akan merasakan bagaimana hebat dan dahsyat bekas cemeti balasan Allah.