Ayat
Terjemahan Per Kata
وَءَاخَرِينَ
dan yang lain
مُقَرَّنِينَ
yang terikat
فِي
dalam
ٱلۡأَصۡفَادِ
belenggu
وَءَاخَرِينَ
dan yang lain
مُقَرَّنِينَ
yang terikat
فِي
dalam
ٱلۡأَصۡفَادِ
belenggu
Terjemahan
(Begitu juga setan-setan) lain yang terikat dalam belenggu.
Tafsir
(Dan setan yang lain) setan-setan yang lainnya (yang terikat) dirantai (dalam belenggu) yaitu, tangan mereka masing-masing diikatkan ke kepalanya dengan memakai belenggu.
Tafsir Surat Sad: 34-40
Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertobat. Ia berkata.Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku. sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi. Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya, dan (Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan dan penyelam, dan setan yang lain yang terikat dalam belenggu.
Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungjawaban. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. Firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman. (Shad: 34) Yakni Kami telah mengujinya dengan mencabut kerajaan dari tangannya. dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit). (Shad: 34) Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Sa'id ibnu Jubair Al-Hasan, dan Qatadah serta lain-lainnya menyebutkan sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu: Dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh (yang mirip dengan dia). Mereka menyebutkan bahwa sosok tubuh itu adalah setan yang merupakan dirinya dengan Nabi Sulaiman.
Kemudian ia bertobat. (Shad: 34) Mereka menyebutkan bahwa makna anaba ialah kembali, yakni kemudian kerajaan, pengaruh, dan wibawanya kembali kepada Sulaiman seperti semula. Ibnu Jarir meyebutkan bahwa nama setan (Jin) tersebut adalah Sakhr, demikianlah menurut Ibnu Abbas dan Qatadah. Menurut pendapat lain nama setan itu adalah Asif, kata Mujahid. Menurut pendapat yang lainnya lagi adalah Asruwa, yang juga kata Mujahid. Menurut As-Saddi, nama setan itu adalah Habyaq.
Dalam menyebutkan kisah kejadian ini sebagian dari mereka ada yang menceritakannya secara panjang lebar, dan sebagian yang lain menceritakannya secara ringkas. Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah yang telah menceritakan bahwa Sulaiman diperintahkan untuk membangun Baitul Maqdis. Maka dikatakan kepadanya, "Bangunlah ia, tetapi jangan sampai terdengar suara besi beradu." Nabi Sulaiman a.s berusaha untuk melakukannya, tetapi tidak mampu (karena harus tanpa suara).
Kemudian dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya ada yang mampu melakukannya. Dia adalah setan yang bertempat tinggal di laut, dikenal dengan nama Sakhr, jin yang jahat." Maka Sulaiman a.s. mencarinya, dan tersebutlah bahwa di tepi laut tersebut terdapat sebuah mata air yang biasa didatangi oleh jin Sakhr untuk minum darinya seminggu-sekali. Lalu Nabi Sulaiman mengeringkan airnya dan menggantinya dengan khamr.
Dan pada hari minumnya, jin Sakhr datang. Ternyata ia menjumpainya telah menjadi khamr, maka ia berkata, "Sesungguhnya airmu ini adalah minuman yang baik, hanya saja engkau akan membuat orang yang penyabar menjadi mabuk dan membuat orang yang bodoh makin bertambah bodoh." Setelah minum Sakhr pulang, dan kembali lagi kepadanya setelah merasa kehausan yang sangat. Ia berkata, "Sesungguhnya engkau adalah minuman yang baik, tetapi engkau dapat menjadikan orang yang penyabar mabuk dan menambahkan kebodohan kepada orang yang bodoh." Lalu Sakhr meminumnya lagi hingga pengaruh khamr menguasai akalnya.
Kemudian diperlihatkan kepadanya cincin Sulaiman, atau cincin itu ditempelkan di antara kedua tulang belikatnya, hingga Sakhr lumpuh dan tunduk. Disebutkan bahwa letak kesaktian Nabi Sulaiman berada pada cincinnya. Lalu Sakhr dibawa menghadap kepada Nabi Sulaiman a.s, dan Nabi Sulaiman berkata, "Sesungguhnya kami telah diperintahkan untuk membangun rumah ini (Baitul Maqdis), dan dikatakan kepada kami bahwa dalam membangunnya tidak boleh ada suara besi." Maka Sakhr mendatangkan telur burung hudhud, lalu meletakkannya di dalam sebuah kotak kaca yang tertutup rapat.
Ketika induk burung hudhud itu datang, ia hanya bisa berputar di sekitar peti kaca tersebut; ia dapat melihat telurnya, tetapi tidak dapat mendekatinya. Maka burung hudhud itu pergi dan datang lagi dengan membawa intan, lalu ia mengeratkan intan itu pada kotak kaca dan pecahlah kacanya hingga ia bisa mengerami telurnya. Maka Nabi Sulaiman mengambil intan dan menjadikannya sebagai alat untuk memotong batu-batuan.
Nabi Sulaiman a.s. apabila hendak memasuki kamar kecil atau kamar mandi tidak membawa serta cincinnya itu. Pada suatu hari ia pergi ke tempat mandi, sedangkan setan itu (yakni Sakhr) ikut bersamanya; peristiwa ini terjadi seusai Nabi Sulaiman menggauli salah seorang istrinya. Sebelum Sulaiman a.s. memasuki kamar mandinya, terlebih dahulu ia menitipkan cincinnya itu kepada Sakhr. Tetapi setelah Sakhr menerimanya, ia melemparkannya ke laut dan cincin itu ditelan oleh ikan.
Maka kesaktian Nabi Sulaiman hilang. Kemudian Sakhr menyerupakan dirinya dengan Suliaman; ia datang ke kerajaannya, lalu duduk di atas singgasananya. Sejak saat itu Sakhr menguasai seluruh kerajaan milik Nabi Sulaiman, kecuali istri-istri Nabi Sulaiman. Sakhr menjalankan roda pemerintahan dan memutuskan peradilan di antara mereka, tetapi mereka memprotes banyak hal yang telah diputuskannya, hingga mereka mengatakan, "Sesungguhnya Nabi Allah mendapat cobaan." Di antara mereka terdapat seorang lelaki yang diserupakan oleh mereka mempunyai kekuatan yang mirip dengan sahabat Umar ibnul Khattab.
Lelaki itu berkata, "Demi Allah, sungguh aku akan mencobanya." Ia bertanya, "Hai Nabi Allah, dia mengira bahwa yang duduk di atas singgasana itu adalah Nabi Sulaiman, bagaimanakah jika salah seorang dari kami mengalami jinabah di suatu malam yang dingin, lalu ia meninggalkan mandi jinabah dengan sengaja hingga matahari terbit, apakah menurut pendapatmu ia tidak berdosa? Sakhr yang menyerupai dirinya dengan Nabi Sulaiman menjawab, "Tidak." Ketika Sakhr dalam keadaan demikian selama empat puluh hari, tiba-tiba Nabi Sulaiman menemukan cincinnya di dalam perut seekor ikan.
Lalu ia datang; tiada jin dan tiada pula burung yang bersua dengannya melainkan bersujud hormat kepadanya, hingga sampailah ia ke kerajaannya tempat mereka berada. dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh. (Shad: 34) Tubuh tersebut tiada lain kecualijin Sakhr yang jahat itu. As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman. (Shad: 34) Yakni Kami uji dia, dengan cara seperti yang disebutkan firman berikutnya: dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh. (Shad: 34) Bahwa dia adalah setan yang didudukkan di atas singgasananya selama empat puluh hari.
Disebutkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. mempunyai seratus orang istri dan di antaranya ada seorang istri yang dikenal dengan nama Jaradah, yang paling dicintainya dan paling dipercayai olehnya di antara semua istri-istrinya. Tersebutlah apabila Sulaiman hendak melakukan sesuatu yang mengakibatkan dirinya berjinabah atau hendak membuang hajatnya, terlebih dahulu ia menanggalkan cincinnya; maka tiada seorang pun yang dipercaya olehnya selain dari Jaradah istri tersayangnya itu.
Ia menitipkan cincinnya itu kepadanya di suatu hari, lalu ia masuk ke tempat buang air. Tidak lama kemudian muncullah setan yang menyerupakan diri seperti dia, lalu setan itu berkata, "Kemarikanlah cincinku!" Jaradah menyerahkan cincin tersebut kepadanya. Selanjutnya setan itu datang ke kerajaan Nabi Sulaiman, lalu duduk di atas tempat duduk Nabi Sulaiman. Sesudah itu Nabi Sulaiman a.s.
keluar dari tempat buang airnya lalu meminta kepada istrinya (Jaradah) untuk menyerahkan cincinnya itu. Maka istinya menjawab.Bukankah engkau telah mengambilnya tadi?" Nabi Sulaiman a.s. berkata, "Belum." Sejak saat itu Nabi Sulaiman pergi, seakan-akan seperti layang-layang yang putus tanpa tujuan sedangkan setan itu tinggal selama empat puluh hari memerintah kerajaannya dan memutuskan perkara di antara manusia. Orang-orang mengingkari keputusan-keputusan hukumnya, maka Ahli Qurra Bani Israil berkumpul bersama ulamanya, setelah itu mereka mendatangi istri-istri Nabi Sulaiman dan mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya kami mengingkari sepak terjang orang ini.
Jika memang Nabi Sulaiman telah kehilangan akal sehatnya, maka kami tidak mau menerima semua keputusannya." Mendengar berita itu semua istri Nabi Sulaiman menangis. Mereka pergi mendatangi Sulaiman dengan jalan kaki. Setelah sampai di hadapannya, mereka memandangnya dengan pandangan yang teliti, kemudian mereka membuka kitab Taurat dan membacanya. Maka dengan serta merta setan itu terpental ke udara dan jatuh di halaman istana, sedangkan cincin Sulaiman berada di tangannya.
Kemudian ia terbang jauh dan pergi ke laut, tetapi cincin tersebut terjatuh darinya, jatuh ke laut, lalu dimakan oleh seekor ikan yang ada di laut. Sulaiman datang dalam keadaan tertanggalkan darinya kebesaran seorang raja ke tepi laut, hingga sampailah ia pada salah seorang penangkap ikan di laut tersebut. Ia dalam keadaan sangat lapar, maka ia meminta ikan kepada para penangkap ikan itu.
Ia berkata kepada mereka, "Sesungguhnya aku adalah Sulaiman," maka sebagian dari mereka bangkit dan memukulnya dengan tongkat hingga Sulaiman terluka pada kepalanya. Sulaiman bersabar dan mencuci lukanya itu di tepi pantai dengan air laut. Para nelayan yang ada mencela perbuatan teman mereka yang memukul Sulaiman, dan mereka berkata kepadanya, "Buruk sekali perlakuanmu itu dengan memukul dia." Orang yang memukulnya menjawab.Dia mengira bahwa dirinya adalah Sulaiman." Akhirnya mereka memberinya dua ekor ikan yang tidak terpakai oleh mereka.
Sulaiman tidak mengindahkan lagi luka akibat pukulan, ia bangkit menuju ke tepi pantai, lalu membelah perut kedua ikan itu dan mencucinya. Ternyata ia menjumpai cincinnya berada di dalam perut salah satu dari kedua ekor ikan pemberian itu. Ia segera memungutnya dan mengenakannya, maka dengan serta merta Allah mengembalikan kepadanya wibawanya sebagai seorang raja dan juga kesaktiannya.
Burung-burung pun berdatangan hingga mengelilinginya, Melihat kejadian itu barulah kaum yang ada di pantai itu merasa yakin bahwa dia adalah Sulaiman a.s. Maka orang-orang berdatangan kepadanya seraya meminta maaf kepadanya atas apa yang telah mereka lakukan terhadapnya. Sulaiman a.s. menjawab, "Aku tidak memuji kalian atas permintaan maaf kalian, tidak pula aku mencela apa yang telah kalian lakukan terhadapku, karena sesungguhnya peristiwa tersebut merupakan suatu perkara yang telah terjadi." Sulaiman a.s.
berangkat hingga datang ke kerajaannya, lalu ia memerintahkan agar setan tersebut ditangkap. Setelah setan itu ditangkap, ia menjatuhkan hukuman terhadapnya, maka ia memasukkannya ke dalam sebuah peti besi yang dikuncinya rapat-rapat dan dilak dengan cap dari cincinnya. Kemudian ia memerintahkan agar peti itu dilemparkan ke dalam laut, dan setan tersebut akan tetap berada di dalam peti itu hingga hari kiamat nanti.
Disebutkan bahwa nama setan itu adalah Habyaq. As-Saddi melanjutkan kisahnya, bahwa telah ditundukkan bagi Sulaiman angin, yang sebelum itu tidak ditundukkan terhadapnya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi. (Shad: 35) Ibnu Abu Najib telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh. (Shad: 34) Yaitu setan yang dikenal dengan nama Asif.
Sulaiman a.s. berkata kepadanya, "Bagaimanakah caranya kamu menguji manusia?" Asif berkata, "Perlihatkanlah kepadaku cincinmu, nanti aku akan menceritakannya kepadamu!" Ketika Nabi Sulaiman memberikan cincin itu kepadanya, maka ia (Asif) melemparnya ke laut. Setelah itn Sulaiman a.s. pergi mengembara, kerajaannya (kesaktiannya) telah lenyap dari tangannya, sedangkan si Asif duduk di atas singgasananya. Tetapi Allah ﷻ mencegahnya dari istri-istri Nabi Sulaiman; maka dia tidak dapat mendekati mereka, dan tidak sekali-kali mereka mendekatinya, mereka langsung merasa benci terhadapnya. Sejak itu Nabi Sulaiman a.s.
makannya dari meminta-minta. Dia meminta makan dan mengatakan, "Tahukan kalian, siapakah aku ini? Berilah aku makan, aku adalah Sulaiman," tetapi mereka mendustakannya (tidak percaya kepadanya). Hinggga pada suatu hari ada seorang wanita yang memberinya seekor ikan, lalu Sulaiman membelah perutnya dan ternyata ia menjumpai cincinnya berada di dalam perut ikan itu. Maka kembalilah kepadanya kebesaran kerajaan dan kesaktiannya, sedangkan Asif kabur, lalu masuk ke dalam laut.
Semuanya itu bersumber dari kisah israiliyat, tetapi tiada seorang pun yang mengingkari apa yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim berikut: Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, Usman ibnu Abu Syaibah, dan Ali ibnu Muhammad; ketiganya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami jadikan di atas singgasananya sesosok tubuh (yang mirip degannya), kemudian ia kembali (merebut kerajaannya). (Shad: 34) Bahwa ketika Nabi Sulaiman hendak memasuki kamar kecil, ia menyerahkan cincinnya itu kepada Jaradah, salah seorang istrinya yang paling dicintainya.
Tiba-tiba datanglah setan yang menyerupai dirinya dengan Sulaiman, lalu berkata kepada Jaradah, "Berikanlah cincinku kepadaku," maka Jaradah menyerahkan cincin itu kepadanya. Setelah setan itu mengenakan cincin tersebut, tunduklah kepadanya semua manusia, jin, dan setan. Ketika Sulaiman keluar dari kamar kecilnya, berkatalah ia kepada istrinya, "Kemarikanlah cincinku!" Jaradah menjawab, "Bukankah tadi telah kuberikan kepada Sulaiman?" Sulaiman a.s.
berkata, "Akulah Sulaiman." Jaradah menjawab, "Kamu dusta, bukan Sulaiman." Sejak saat itu tidak sekali-kali ia mendatangi seseorang dan mengatakan kepadanya.Akulah Sulaiman," melainkan orang itu mendustakannya, hingga anak-anak kecil melemparinya dengan batu. Ketika Sulaiman menyaksikan kenyataan ini, maka sadarlah ia bahwa ini merupakan perintah (ujian) dari Allah ﷻ Sedangkan setan itu bangkit dan memutuskan perkata di antara manusia (rakyat kerajaan Nabi Sulaiman). Dan ketika Allah menghendaki akan mengembalikan kerajaan kepada Sulaiman a.s, Allah menanamkan rasa ingkar dan benci terhadap setan yang menyerupakan dirinya dengan rupa Sulaiman itu.
Maka orang-orang mengirimkan utusan untuk menghadap kepada istri-istri Nabi Sulaiman. Para utusan mengatakan kepada mereka, "Apakah kalian menyaksikan sesuatu yang aneh pada diri Sulaiman?" Mereka menjawab, "Ya, sesungguhnya dia sekarang selalu mendatangi kami di saat kami sedang haid, padahal sebelum itu dia tidak pernah melakukannya." Ketika setan melihat bahwa perihal dirinya akan diketahui dan kedoknya akan terbuka, mereka menulis sebuah kitab yang di dalamnya terkandung sihir dan kekufuran, lalu mereka pendam di bawah singgasananya.
Setelah itu mereka gali dan berpura-pura menemukannya, dan mereka membacakannya kepada orang-orang. Akhirnya mereka mengatakan, "Dengan cara inikah Sulaiman menguasai manusia dan mengalahkan mereka?" Kemudian semua orang mengingkari Sulaiman dan mereka tetap bersikap mengingkarinya. Selanjutnya setan itu melemparkan cincin Sulaiman ke dalam laut. Setelah dilemparkan, cincin itu ditelan oleh ikan. Tersebutlah bahwa Nabi Sulaiman (sesudah peristiwa itu) bekerja sebagai kuli di sebuah pantai.
Maka datanglah seorang lelaki membeli ikan-ikan di pantai itu dari jenis ikan yang menelan cincin Sulaiman, dari ikan yang menelan cincin itu pun ada pada kelompoknya tersebut. Lelaki itu memanggil Sulaiman dan berkata kepadanya.Maukah engkau pikul ikan-ikan ini?" Sulaiman menjawab, "Ya." Sulaiman bertanya, "Berapa upahnya?" Lelaki itu menjawab, "Saya bayar dengan ikan jenis ini yang kamu pikul nanti." Nabi Sulaiman a.s.
setuju, lalu ia memikul ikan-ikan itu dan pergi membawanya ke rumah laki-laki itu. Setelah sampai di pintu rumah lelaki itu, maka si lelaki itu memberinya upah berupa ikan yang ternyata di dalamnya terdapat cincinnya. Nabi Sulaiman menerimanya, lalu membelah ikan itu. Tiba-tiba ia menjumpai cincinnya berada di dalam perut ikan tersebut, maka ia pungut dan memakainya.
Setelah ia memakai cincinnya itu, maka tunduklah kepadanya semua manusia, jin, dan setan; keadaannya kembali seperti semula, sedangkan setan yang merebut kedudukannya lari ke sebuah pulau di tengah laut. Nabi Sulaiman a.s. mengirimkan utusan untuk mengejar dan menangkap setan yang sangat jahat itu. Maka mereka mengejarnya, tetapi mereka tidak mampu menangkapnya, pada akhirnya setan itu dijumpai sedang tidur.
Kemudian mereka membangun di atasnya sebuah bangunan tertutup dari timah. Ketika setan itu bangun, ia kaget dan melompat, tetapi tidak sekail-kali ia melompat di bagian mana pun dari bangunan itu melainkan timah itu melentur dan membelitnya. Akhirnya mereka dapat menangkapnya dan mengikatnya, lalu membawanya ke hadapan Nabi Sulaiman a.s. Maka Nabi Sulaiman memerintahkan agar dibuatkan untuknya keramik yang diberi lubang, kemudian setan itu dimasukkan ke dalamnya dan disumbat dengan penutup dari tembaga.
Setelah itu ia memerintahkan agar keramik itu dilemparkan ke laut. Yang demikian itu disebutkan di dalam firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman, dan Kami jadikan di atas kursinya sesosok tubuh (mirip dengan dia), kemudian ia kembali (dapat merebutnya). (Shad: 34) Yang dimaksud dengan sosok tubuh itu adalah setan yang telah menguasai kursinya. Sanad riwayat ini kuat sampai kepada Ibnu Abbas. Akan tetapi, lahiriahnya menunjukkan bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas menerimanya jika sanadnya sahih, dari kalangan Ahli Kitab.
Perlu diketahui bahwa di antara Ahli Kitab ada sebagian orang yang tidak meyakini kenabian Nabi Sulaiman a.s. Dengan kata lain, mereka mendustakannya. Karena itu, dalam konteks kisah ini terdapat hal-hal yang mungkar, dan yang paling parah ialah disebutkannya istri-istri Nabi Sulaiman a.s. (yang dapat disetubuhi oleh setan itu di masa haidnya). Karena sesungguhnya menurut riwayat yang terkenal dari Mujahid dan para imam ulama Salaf lainnya yang bukan hanya seorang, setan atau jin itu tidak dapat menguasai istri-istri Nabi Sulaiman, bahkan Allah ﷻ telah menjaga mereka dari setan itu untuk memelihata kehormatan dan kemuliaan Sulaiman a.s.
Kisah ini telah diriwayatkan secara pajang lebar bersumber dari sejumlah ulama Salaf, seperti Sa'id ibnul Musayyab, Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya. Semuanya itu dinukil dari kisah-kisah Ahli Kitab, hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui. Yahya ibnu Abu Arubah Asy-Syaibani mengatakan bahwa Sulaiman menemukan kembali cincinnya di Asqalan, lalu ia berjalan dengan mengenakan kain saja menuju Baitul Maqdis sebagai ungkapan rasa tawadu'nya (rendah dirinya) kepada Allah ﷻ Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Ka'bul Ahbar mengenai gambaran tentang singgasana Nabi Sulaiman a.s.
yang kisahnya menakjubkan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh juru tulis Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq Al-Masri, dari Ka'bul Ahbar. Disebutkan bahwa setelah Ka'bul Ahbar selesai dari kisah kaum Iram yang mempunyai tiang-tiang yang tinggi, Mu'awiyah berkata kepadanya, "Hai Abu Ishaq, ceritakanlah kepadaku tentang singgasana Nabi Sulaiman ibnu Nabi Daud a.s.
dan gambaran tentangnya, Terbuat dari apakah ia?" Ka'bul Ahbar menjawab, bahwa singgasana Nabi Sulaiman terbuat dari gading gajah yang bertahtakan mutiara, yaqut, zabarjad, dan intan. Nabi Sulaiman telah membuat tangga untuk naik ke singgasananya itu, yang antara lain dihiasi dengan intan, yaqut dan zabarjad. Selanjutnya Nabi Sulaiman memerintahkan agar di sebelah kanan dan kiri kursi (singgasana)nya dihiasi dengan pohon kurma dari emas yang pelepah daunnya terbuat dari yaqut, zabarjad dan mutiara.
Sedangkan di atas pohon kurma yang di sebelah kanan singgasananya dibuat patung burung merak dari emas, dan di atas pohon kurma yang ada di sebelah kirinya dibuat burung garuda dari emas yang posisinya berhadapan dengan burung merak. Kemudian di sebelah kanan tangga naik ke singgasananya dibuat pohon sanubar dari emas, sedangkan di sebelah kiri tangga dibuat dua buah patung singa dari emas, yang di atas kepala masing-masing dibuat sebuah tiang terbuat dari zabarjad.
Selanjutnya di sebelah kanan dan kiri singgasananya dibuat dua pohon anggur yang menaungi singgasana sedangkan buah-buahnya terbuat dari intan dan yaqut merah. Di bagian atas tangga singgasana dibuat dua buah patung singa yang besar terbuat dari emas yang berongga, dan di dalam rongganya diisi dengan minyak misik dan minyak ambar (yang sangat harum baunya) Apabila Nabi Sulaiman hendak menaiki singgasananya, maka singa besar itu berputar sesaat, lalu diam seraya menyemprotkan parfum yang ada di dalam rongganya ke sekitar singgasananya.
Kemudian diletakkan dua buah mimbar yang terbuat dari emas, yang satu untuk wakilnya, sedangkan yang lain untuk para pemimpin pendeta Bani Israil di masa itu. Setelah itu diletakkan pula di hadapan singgasananya tujuh puluh mimbar yang semuanya terbuat dari emas, untuk tempat duduk para kadi, para ulama, dan orang-orang terhormat Bani Israil. Di belakang semua mimbar itu terdapat pula tiga puluh lima mimbar terbuat dari emas, tiada seorang pun yang duduk di atasnya.
Apabila Nabi Sulaiman hendak naik untuk duduk di atas singgasananya, maka ia menginjakkan kakinya di atas tangga naik bagian bawah maka berputarlah singgasananya bersama apa yang ada di sekitarnya patung singa merentangkan kaki kanannya, sedangkan burung garuda mengembangkan sayap kirinya. Apabila Nabi Sulaiman menginjakkan kakinya ke tangga yang kedua, maka patung singa itu merentangkan tangan kirinya, dan burung garuda merentangkan sayap kanannya.
Apabila Nabi Sulaiman telah menaiki tangga ketiganya, lalu duduk di atas singgasananya, maka patung burung garuda itu bergerak mengambil mahkota Nabi Sulaiman a.s., lalu meletakkannya di atas kepala Nabi Sulaiman. Dan apabila mahkota telah di letakkan di atas kepalanya, maka berputarlah singgasananya berikut semua yang ada padanya sebagaimana berputarnya kincir dengan putaran yang cepat. Mu'awiyah berkata, "Lalu apakah yang menggerakkannya dapat berputar, hai Abu Ishak (nama julukan Ka'bul Ahbar)?" Ka'bul Ahbar menjawab, bahwa yang menggerakkannya adalah naga emas yang ada pada singgasananya.
Naga itu merupakan suatu karya yang hebat dan buah tangan jin Sakhr. Apabila tombol yang berupa naga itu diputar, maka berputarlah semua patung singa, patung garuda, dan patung merak yang berada di bawah singgasananya, sedangkan yang ada di atas tidak. Dan apabila tombol ditekan lagi, maka berhentilah semua patung itu dan berputarnya, sedangkan kepala mereka tertunduk berada di atas kepala Nabi Sulaiman s.
yang telah duduk di atas singgasananya. Kemudian patung-patung itu menyemprotkan semua parfum yang ada di dalam rongganya ke atas kepala Nabi Sulaiman a.s. Kemudian burung merpati emas yang bertengger di atas tiang yang terbuat dari mutiara mengambil kitab Taurat, lalu meletakkannya di tangan Nabi Sulaiman a.s. Maka Nabi Sulaiman a.s. membacakannya kepada orang-orang. Kemudian Ka'bul Ahbar menceritakan kisah selanjutnya sampai akhir Kisah, tetapi kisah ini aneh sekali.
Ia berkata, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudah-ku; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi. (Shad: 35) Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa makna ayat ini ialah kerajaan yang tidak layak bagi seseorang merebutnya dariku sesudahku, seperti yang pernah terjadi dalam kasus setan jahat yang menguasai singgasananya itu. Dan bukan berarti Nabi Sulaiman menghalang-halangi orang-orangyang sesudahnya untuk mempunyai hal yang serupa dengan miliknya.
Akan tetapi, pendapat yang sahih mengatakan bahwa Nabi Sulaiman a.s. memohon kepada Allah suatu kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun sesudahnya. Pengertian inilah yang terbaca dari makna lahiriah konteks ayat, dan pengertian ini pulalah yang disebutkan di dalam hadis-hadis sahih melalui berbagai jalur dari Rasulullah ﷺ Imam Bukhari sehubungan dengan tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Rauh dan Muhammad ibnu Ja'far, dari Syu'bah, dari Muhammad ibnu Ziad, dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Sesungguhnya pernah ada Ifrit dari jin yang menampakkan dirinya kepadaku tadi malam atau ungkapan yang semisal untuk memutuskan salat yang sedang kukerjakan.
Maka Allah ﷻ memberikan kekuasaan kepadaku terhadapnya, dan aku berniat akan mengikatnya di salah satu tiang masjid hingga pagi hari, lalu kalian semua dapat melihatnya. Tetapi aku teringat akan ucapan saudaraku Sulaiman a.s. yang telah mengatakan, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku. Shad: 35). Rauh mengatakan bahwa lalu Nabi ﷺ melepaskannya kembali dalam keadaan terhina. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Nasai melalui Syu'bah dengan sanad yang sama. ". -- Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah Al-Muradi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Rabi'ah ibnu Yazid, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ berdiri mengerjakan salatnya, lalu kami dengar beliau mengucapkan: Aku berlindung kepada Allah dari godaanmu kemudian beliau mengucapkan pula aku laknat engkau dengan laknat Allah.
sebanyak tiga kali seraya mengulurkan tangannya seakan-akan seperti seseorang yang akan menangkap sesuatu. Setelah selesai dari salatnya, kami bertanya "Wahai Rasulullah, kami mendengar engkau mengucapkan sesuatu dalam salatmu yang belum pernah kami dengar engkau mengucapkannya sebelum itu, dan kami lihat engkau mengulurkan tanganmu?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab: Sesungguhnya iblis musuh Allah, datang dengan membawa obor api yang akan dia sundutkan ke mukaku, maka aku berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari godaanmu," sebanyak tiga kali.
Kemudian kukatakan pula, "Aku laknat engkau dengan laknat Allah yang sempurna, sebanyak tiga kali pula, tetapi ia tidak mau mundur. Kemudian aku bermaksud untuk menangkapnya, tetapi demi Allah, seandainya tidak ada doa saudara kami Sulaiman, tentulah ia telah terikat di pagi harinya, dapat dijadikan main-mainan oleh anak-anak Madinah. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Maisarah ibnu Ma'bad, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaid pengawal Sulaiman yang telah mengatakan bahwa ia melihat Ata ibnu Yazid Al-Laisi sedang berdiri mengerjakan salatnya lalu ia bermaksud untuk lewat di hadapannya, maka Ata menolakku.
Seusai salatnya Ata mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abu Sa'id Al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah ﷺ berdiri mengerjakan salat Subuh, sedangkan Abu Sa'id bermakmum di belakang beliau ﷺ Dan Rasulullah ﷺ membaca Al-Qur'an, lalu mengalami gangguan dalam bacaannya itu. Setelah usai dari salatnya, beliau. ﷺ bersabda: Seandainya kalian melihatku dan iblis (tentulah kalian akan menyaksikan pemandangan yang hebat), aku serang dia dengan tanganku dan aku masih terus-menerus mencekik lehernya sehingga aku merasakan air liurnya yang sejuk mengenai kedua jariku ini jari telunjuk dan jari penengah- Seandainya tidak ada doa dari saudaraku Sulaiman, tentulah sampai pagi hari ia dalam keadaan terikat di salah satu tiang masjid dan dapat dijadikan mainan oleh anak-anak Madinah. Maka barang siapa di antara kalian yang mampu agar jangan ada seorang pun yang menghalang-halangi antara dia dan arah kiblat, hendaklah ia melakukan (hal yang serupa). Imam Abu Daud telah meriwayatkan sebagian darinya, yaitu: Barang siapa di antara kalian yang mampu agar jangan ada seorang pun yang menghalang-halangi antara dia dan arah kiblat, hendaklah ia melakukannya.
Ia meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Abu Sarih, dari Abu Ahmad Az-Zubairi dengan sanad yang sama. "" Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Rabi'ah ibnu Yazid ibnu Abdullah Ad-Dailami yang menceritakan bahwa ia masuk menemui Abdullah ibnu Amr r.a. yang saat itu sedang berada di sebuah kebun miliknya di Taif, yang dikenal dengan nama Al-Waht, dalam rangka mengepung (mengejar) seorang pemuda Quraisy yang telah berzina dan meminum khamr.
Ia (Rabi'ah ibnu Yazid ibnu Abdullah Ad-Dailami) mengatakan kepada Abdullah ibnu Amr r.a. bahwa telah sampai kepadanya suatu hadis bersumber dari dia yang menyebutkan: Barang siapa yang meminum seteguh khamr, Allah tidak akan menerima tobatnya selama empat puluh hari. Dan sesungguhnya orang yang celaka itu telah ditakdirkan celaka sejak ia berada di dalam perut ibunya. Dan bahwa barang siapa yang menziarahi Baitul Maqdis dengan tujuan tiada lain kecuali hanya melakukan salat di dalamnya, terbebaslah ia dari kesalahannya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.
Ketika pemuda itu mendengar khamr disebut-sebut, maka ia menarik tangannya dari tangan Abdullah ibnu Amr (yang telah menangkapnya), lalu kabur. Dan Abdullah ibnu Amr r.a. mengatakan bahwa sesungguhnya ia tidak memperkenankan bagi seorang pun untuk mengatakan atas nama dirinya sesuatu yang belum pernah ia katakan, bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa yang meminum seteguk khamr. salatnya tidak diterima selama empat puluh hari. Dan jika ia bertobat, Allah menerima tobatnya. Dan jika dia mengulangi perbuatannya, tidak diterima salatnya selama empat puluh hari. Dan jika ia bertobat, Allah menerima tobatnya.
Perawi mengatakan bahwa ia tidak ingat lagi apakah Abdullah ibnu Amr mengatakan hal ini sebanyak tiga kali ataukah empat kali, lalu ia mengatakan: Dan jika ia kembali lagi kepada perbuatannya, maka sudah menjadi kepastian baginya, Allah ﷻ akan memberinya minuman dari tinatul khabal (keringat ahli neraka) kelak di hari kiamat. Kemudian Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah ﷻ menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian melemparkan kepada mereka sebagian dari cahaya-Nya. Maka barang siapa yang terkena oleh cahaya-Nyapada hari itu, niscaya mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang terlewatkan darinya, niscaya sesat.
Karena itu aku katakan, "Qalam telah kering untuk mengimbangi ilmu Allah ﷻ Abdullah ibnu Amr mengatakan pula bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Sulaiman a.s. pernah memohon kepada Allah ﷻ tiga perkara, maka Allah memberinya dua perkara, dan kami berharap semoga yang ketiga itu diberikan kepada kami. Sulaiman memohon kepada Allah hukum yang sesuai dengan hukum Allah, maka Allah memberinya. Dan Sulaiman memohon kepada Allah sebuah kerajaan yang tidak patut dimiliki oleh seorang pun sesudahnya, maka Allah memberinya. Dan permintaan yang ketiga ialah Sulaiman memohon kepada Allah bahwa barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan tujuan tiada lain kecuali melakukan salat di masjid ini (Masjidil Aqsa), maka bersihlah dia dari kesalahannya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.
Dan kami berharap semoga Allah ﷻ memberikan kepada kami permintaan yang ketiga ini. Bagian yang terakhir dari hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Abdullah ibnu Fairuz Ad-Dailami, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: ... Sesunguhnya Sulaiman a.s. setelah membangun Baitul Maqdis memohon kepada Allah ﷻ tiga perkara, (hingga akhir hadis) Telah diriwayatkan pula melalui hadis Rafi' ibnu Umair r.a. dengan sanad dan konteks yang kedua-duanya garib. ". Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Qutaibah Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ayyub ibnu Suwaid, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Abuz Zahiriyah, dari Rafi' ibnu Umair yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ menceritakan kisah berikut: Allah ﷻ berfirman kepada Daud a.s, "Buatkanlah sebuah rumah (peribadatan) untuk-Ku di bumi. Maka Daud a.s. membangun sebuah rumah ibadah untuk dirinya sebelum membangun bait (rumah ibadah) yang di perintahkan agar ia membangunnya. Maka Allah menurunkan wahyu kepadanya, "Hai Daud, engkau telah bangun rumah peribadatan untukmu sebelum engkau bangun rumah peribadatan untuk-Ku." Daud menjawab, "Wahai Tuhanku, memang ini menurut naluriku sebagai seorang raja yang egois." Kemudian Daud membangun masjid yang dimaksud, dan setelah temboknya berdiri ambruk hal ini terjadi tiga kali akhirnya Daud mengadu kepada Allah ﷻ Maka Allah ﷻ berfirman, "Hai Daud, sesunguhnya kamu tidak layak untuk membangun rumah (peribadatan) untuk-Ku." Daud bertanya', "Mengapa, wahai Tuhanku?" Allah ﷻ menjawab, Karena banyak darah yang dialirkan oleh kedua tanganmu." Daud berkata, "Wahai Tuhanku, bukankah hal itu terjadi demi kecintaan dan kesukaanku kepada Engkau?" Allah ﷻ berfirman, "Bukan begitu, tetapi mereka juga adalah hamba-hamba-Ku, Aku kasihan kepada mereka." Maka hal tersebut memberatkan Daud, lalu Allah ﷻ berfirman melalui wahyu-Nya, "Janganlah engkau bersedih hati, karena sesungguhnya Aku telah menetapkan pembangunannya di tangan anak laki-lakimu, yaitu Sulaiman." Setelah Daud a.S.
meninggal dunia, putranya (Sulaiman) membangun masjid tersebut. Setelah pembangunan masjid selesai, Sulaiman menghadiahkan kurban dan menyembelih banyak hewan sembelihan, lalu ia mengumpulkan semua kaum Bani Israil. Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Sulaiman, "Aku telah melihat kegembiraanmu dengan selesainya perhbangunan bait-Ku, maka mintalah kepada-Ku, Aku akan memberimu." Sulaiman berkata, "Aku memohon kepada-Mu tiga perkara, yaitu hukum yang sesuai dengan hukum-Mu, kerajaan yang tidak layak dimiliki oleh seorang pun sesudahku; dan barang siapa yang datang ke masjid ini dengan niat tiada lain kecuali melakukan salat di dalamnya, maka bersihlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Adapun yang dua perkara Sulaiman telah diberinya; dan aku berharap semoga yang ketiga itu diberikan kepadaku.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Rasyid Al-Yamami, telah menceritakan kepada kami Iyas ibnu Salamah ibnul Akwa, dari ayahnya yang mengatakan bahwa tidak sekali-kali ia mendengar Rasulullah ﷺ berdoa melainkan membukanya dengan bacaan: Mahasuci Allah, Tuhanku Yang Mahatinggi, Yang Maha Tertinggi lagi Maha Pemberi. Abu Ubaidah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sabit, dari Ja'far ibnu Barqan, dari Saleh ibnu Mismar yang menceritakan bahwa ketika Nabi Daud a.s.
meninggal dunia, Allah menurunkan wahyu kepada putranya (Sulaiman a.s.), "Mintalah kepada-Ku keperluanmu." Sulaiman menjawab, "Aku memohon kepada-Mu hendaklah Engkau jadikan kalbuku takut kepada Engkau sebagaimana kalbu ayahku. Dan hendaklah Engkau jadikan kalbuku mencintai-Mu sebagaimana kalbu ayahku mencintai-Mu." Maka Allah ﷻ berfirman, "Aku telah mengirimkan utusan kepada hamba-Ku untuk menanyakan keperluannya, dan ternyata keperluannya ialah hendaklah Aku menjadikan kalbunya takut kepada-Ku dan menjadikannya cinta kepada-Ku. Sungguh Aku benar-benar akan menganugerahkan kepadanya suatu kerajaan yang tidak layak dimiliki oleh seorang pun sesudahnya." Allah ﷻ berfirman: Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin berembus dengan baik menurut perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya. (Shad: 36) Dan ayat-ayat yang sesudahnya.
Saleh ibnu Mismar mengatakan bahwa lalu Allah memberi Sulaiman segala sesuatu yang Dia berikan kepadanya, sedangkan di akhirat tiada hisab atas diri Sulaiman terhadap semuanya itu. Hal yang sama telah dikemukakan oleh Abul Qasim ibnu Asakir dalam autobiografi Sulaiman a.s. yang ada di dalam kitab berikutnya. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa ia pernah mendengar kisah yang menyebutkan bahwa Daud a.s.
pernah berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah bagi Sulaiman sebagaimana yang telah Engkau berikan kepadaku." Lalu Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Daud," Katakanlah kepada Sulaiman, "Hendaknya dia menjadikan untuk-Ku sebagaimana yang telah engkau lakukan kepada-Ku, maka Aku akan menjadikannya sebagaimana apa yang telah Kulakukan bagimu." Firman Allah ﷻ: Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin berembus dengan baik menurut perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya. (Shad: 36) Al-Hasan Al-Basri rahimahullah mengatakan bahwa setelah Sulaiman menyembelih semua kuda miliknya karena marah demi Allah Swt, maka Allah menggantinya dengan sesuatu yang jauh lebih baik dan jauh lebih cepat daripada kuda-kuda itu.
Yaitu angin yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan satu bulan, dan perjalanannya di waktu petang sama dengan perjalanan satu bulan. Firman Allah ﷻ: menurut ke mana saja yang di kehendakinya. (Shad: 36) Maksudnya, menurut tujuan yang dikehendaki Sulaiman a.s. ke negeri mana pun. Firman Allah ﷻ: dan (Kami tundukkan kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan dan penyelam. (Shad: 37) Yakni di antara setan-setan itu ada yang dipekerjakan membangun bangunan-bangunan raksasa, seperti membuat mihrab-mihrab, patung-patung, kuali-kuali yang besarnya seperti gunung, dan pekerjaan lainnya yang berat-berat yang tidak mampu dilakukan oleh manusia.
Segolongan dari setan-setan itu ada yang dipekerjakan sebagai para penyelam di kedalaman lautan untuk mengeluarkan apa yang terkandung di dalamnya berupa mutiara-mutiara, permata-permata, dan berbagai macam permata yang tidak dijumpai kecuali di kedalaman laut. Dan setan yang lain terikat dalam belenggu. (Shad: 39 Mereka dibelenggu dan diikat karena membangkang, durhaka dan tidak mau bekerja, atau karena berbuat buruk dalam pekerjaannya dan menimbulkan kerusakan.
Firman Allah ﷻ: Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungjawaban (Shad:39) Yaitu apa yang telah Kami berikan kepadamu berupa kerajaan yang lengkap dan kekuasaan yang sempurna, sesuai dengan apa yang kamu minta, maka kamu dapat memberikannya kepada siapa yang kamu kehendaki, dan kamu haramkan ia atas siapa yang kamu kehendaki, tiada hisab bagimu. Dengan kata lain, apa saja yang kamu lakukan terhadapnya diperbolehkan: putuskanlah menurut yang kamu kehendaki, maka itu adalah yang benar.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ ketika disuruh memilih antara menjadi seorang hamba lagi seorang rasul yang artinya sebagai pelaksana dari apa yang diperintahkan kepadanya, dan sesungguhnya dia hanyalah sebagai pembagi yang membagi-bagikan di antara manusia sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan antara menjadi nabi lagi seorang raja yang dapat memberi siapa yang disukainya dan dapat mencegah terhadap siapa yang dikehendakinya, tanpa ada pertanggungjawaban dan juga tanpa dosa, maka Rasulullah ﷺ memilih pilihan yang pertama setelah bermusyawarah dengan Jibril a.s. Jibril mengatakan kepadanya, "Berendah dirilah!" Maka Rasulullah ﷺ memilih pilihan pertama. Demikian itu karena pilihan yang pertama lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah ﷻ dan lebih tinggi derajatnya kelak di hari kemudian, sekalipun pilihan yang kedua (yaitu kenabian dan kerajaan) termasuk hal yang agung pula di dunia dan akhirat.
Karena itulah setelah menyebutkan tentang apa yang telah Allah berikan kepada Sulaiman a.s. di dunia ini, maka Allah mengingatkan bahwa Sulaiman adalah seorang yang mempunyai bagian yang besar di sisi Allah kelak di hari kiamat. Allah ﷻ berfirman: Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (Shad: 40) Yakni di negeri akhirat nanti."
36-38. Allah menerima tobat dan doa Nabi Sulaiman, kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berembus dengan baik maupun dengan kencang menurut perintahnya, berembus ke mana saja yang dikehendakinya sehingga dia dapat menempuh perjalanan jauh hanya dalam sekejap. Dan Kami tundukkan pula untuknya setan-setan dan jin-jin, semuanya ahli bangunan dan penyelam. Mereka ahli membangun istana, gedung megah, tempat peribadatan, bahkan hiasan dari keramik seperti patung, cawan, teko, dan sebagainya; serta ahli mengambil berbagai perhiasan dari dasar laut, seperti mutiara dan marjan. Mereka tekun bekerja (Lihat pula: Surah al-Anbiy'/21: 81'82; Saba'/34: 12'13), dan adapun setan yang lain yang tidak mematuhi perintahnya, mereka ter-ikat dalam belenggu sehingga tidak mengganggu mereka yang bekerja. 39-40. Kami berikan kepada Nabi Sulaiman kerajaan, kekayaan, dan kekuasaan yang tidak Kami berikan kepada siapa pun sesudahnya. Inilah anugerah Kami yang agung kepadamu, wahai Nabi Sulaiman; maka berikanlah sebagian dari karunia itu kepada orang lain atau tahanlah untuk dirimu sendiri, tanpa perhitungan dan tuntutan atasmu sebagai aturan yang Kami khususkan untukmu. Dan sungguh, Allah telah me-ngabulkan doanya dan memberi dia kemuliaan di dunia dengan mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik, yaitu surga.
Pada ayat ini, Allah menjelaskan beberapa nikmat yang diberikan kepada Nabi Sulaiman, sebagai jawaban dari pada doanya. Pertama: Allah menganugerahkan kepada Sulaiman kekuasaan menundukkan angin. Atas izin Allah, angin berhembus dengan kencang atau gemulai menurut kehendaknya pula.
Allah berfirman:
Dan (Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami beri berkah padanya. Dan Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-Anbiya'/21: 81)
Kedua: Allah menganugerahkan kepadanya kemampuan menundukkan setan-setan yang ahli bangunan dan ahli menyelam, yang melakukan tugas sesuai dengan perintah Sulaiman. Apabila ia memerintahkan kepada mereka membangun suatu bangunan seperti gedung-gedung pertemuan istana, benteng pertahanan, atau gedung-gedung tempat menyimpan harta kekayaan Sulaiman dan lain-lain, maka tugas itu dapat mereka selesaikan dalam waktu yang sangat singkat. Apabila Sulaiman memerintahkan mereka untuk mengumpulkan mutiara dan marjan serta kekayaan laut lainnya, tugas itu dapat diselesaikan dengan cepat pula.
Ketiga: Allah menganugerahkan kepadanya kekuasaan menundukkan setan yang menentang perintahnya. Tangan dan kaki mereka terikat dalam belenggu, agar tidak berbahaya kepada yang lain, dan sebagai hukuman atas pembangkangannya.
Kekuasaan yang diberikan Allah kepada Sulaiman untuk menundukkan setan maksudnya adalah kekuasaan untuk menggerakkan mereka melakukan tugas-tugas berat, yaitu tugas membangun gedung-gedung, dan menyelam mengeluarkan kekayaan laut. Namun tidak ada keterangan secara pasti mengenai bagaimana Sulaiman membelenggu setan itu. Sikap yang paling utama ialah kita menerima keterangan yang terdapat dalam Al-Qur'an dan untuk mengungkapkan pengertiannya, kita serahkan kepada ilmu pengetahuan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
UJIAN TERHADAP NABI SULAIMAN
Ayat 34
“Dan sesungguhnya telah Kami uji Sulaiman dan Kami geletakkan atas kursinya suatu tubuh."
Dengan ayat ini jelaslah, bahwa iman itu menghendaki ujian, iman nabi-nabi pun menghendaki ujian. Bertambah tinggi martabat iman, bertambah pula tinggi ujian. Di dalam ayat ini dijelaskanlah bahwa Nabi Sulaiman kena fitnah, artinya kena ujian iman. Di antaranya terdapat suatu tubuh di atas kursinya. Apa macam tubuh itu tidaklah jelas. Apakah tubuh yang masih hidup atau tubuh orang yang telah mati, tidaklah terang. Tetapi di ujung ayat dijelaskan, bahwa ujian itu tidaklah menggoncangkan bagi iman Sulaiman. Sebab dengan jelas Allah ﷻ berfirman,
“Kemudian dia pun kembali."
Artinya bahwa fitnah itu berlalu seperti biasa, namun Nabi Sulaiman melanjutkan perjalanan dan tujuan hidupnya, yaitu kembali kepada Allah ﷻ Bagaimanapun besar per-cobaan dan ujian, namun perjalanan kembali itu tidaklah terganggu.
Apa ujian itu? Dan tubuh apakah itu?
Di antara begitu banyak ahli tafsir membincangkan hal ini, bertemulah suatu uraian dari Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya. Kata beliau,
“Mereka itu telah berselisih paham tentang maksud dari bunyi ayat “dan sesungguh-nya telah Kami uji Sulaiman “. Tukang-tukang mengobral dengan kata-kata yang berlebih-lebihan dan suka cerita-cerita ganjil lain tafsir mereka, dan ahli ilmu dan orang-orang yang suka mengadakan penyelidikan saksama lain pula tafsiran mereka. Adapun tukang meng-obrol cerita-cerita ganjil itu mereka salinkan beberapa hikayat
Kesatu, mereka katakan bahwa ada sampai berita kepada Sulaiman bahwa ada satu kota di satu pulau di laut. Maka menyerbulah Sulaiman dengan tentaranya ke kota itu dihantarkan oleh angin, lalu negeri itu dirampasnya dan raja negeri itu dibunuhnya. Maka ditawannya tuan putri anak raja itu yang bernama Jarradah, seorang perempuan yang sangat cantik, sehingga Sulaiman tertarik memilikinya. Perempuan itu langsung masuk Islam dan Sulaiman sangat cinta kepadanya. Tetapi putri itu selalu menangis saja teringat akan ayahnya. Lantaran itu diperintahkanlah oleh Sulaiman kepada seorang setan untuk membuat satu berhala menyerupai wajah ayah putri itu dan diberi berpakaian menyerupai pakaian ayahnya itu. Maka tiap pagi tiap petang pergilah tuan putri itu bersama dayang-dayangnya bersujud kepada patung ayahnya tersebut. Lalu hal itu diberitahukan oleh Aashaf kepada Sulaiman, lalu dihancurkanlah patung tersebut dan dihukumnya perempuan itu dan dia sendiri, Sulaiman, keluarlah ke tanah padang belantara seorang diri. Dia duduk tafakur beralaskan pasir dalam keadaan bertobat kepada Allah ﷻ
Maka adalah seorang pula dayang-dayang beliau bernama Aminah. Perempuan ini pun telah melahirkan anak-anak Nabi Sulaiman karena telah dijadikan gundik. Apabila Sulaiman akan pergi bersuci atau akan menggauli salah seorang istrinya dibukanya cincinnya dan disimpankannya kepada dayang Aminah itu, padahal tuah kekuasaannya terletak pada cincin itu. Pada suatu hari cincin itu ditinggalkannya pada Aminah. Maka sepeninggal beliau datanglah Setan Lautan menemui Aminah dengan meniru rupa Nabi Sulaiman, lalu dia berkata, “Hai Aminah! Mana cincinku?" Setelah cincin itu diserahkan oleh Aminah karena disangkanya bahwa yang datang meminta itu memang Sulaiman, maka dipakai cincin itu oleh setan itu dan dia pergi duduk ke atas mahligai kedudukan Sulaiman. Lalu datanglah burung-burung, jin-jin dan manusia menghormatinya karena mereka pun menyangka semua bahwa itu benar-benar Sulaiman.
Setelah datang Sulaiman yang sebenarnya meminta cincinnya kepada Aminah, telah diusir oleh Aminah dan tidak diakui bahwa itu Sulaiman. Maka maklumlah Sulaiman, bahwa dia telah ditimpa bencana. Maka pergilah dia naik dan turun rumah, memberitahu, “Saya Sulaiman “, namun tidak ada orang yang menyambut melainkan diusir orang dan disiramkan orang tanah ke atas kepalanya sambil memaki-makinya. Kemudian pergilah dia ke tepi laut menolong-nolong nelayan pemukat ikan, karena perutnya sudah sangat lapar. Lalu dilemparkan oranglah kepadanya seekor dua ekor ikan untuk dimakannya sehari. Empat puluh hari lamanya dia bernasib demikian, yaitu sebanyak berhala yang disembah dalam rumahnya.
Maka timbullah syak wasangka Aashaf dan orang tua-tua Bani Israil atas pemerintahan setan ini. Lalu pergilah Aashaf kepada istri-istri Sulaiman menanyakan perangai Sulaiman itu di rumah. Mereka menjawab bahwa sedang kami haid dia minta mendesak juga bersetubuh dan habis bersetubuh tidak pernah mandi janabah. Ada juga yang menceritakan, bahwa segala hukumnya berlaku kecuali kepada perempuan-perempuan. Rupanya setelah diketahui orang rahasianya terbanglah setan itu dan dilemparkannya cincin itu ke lautan, lalu ditelan oleh seekor ikan. Maka jatuhlah ikan itu ke tangan Sulaiman dan seketika dibelahnya perutnya bertemulah cincinnya. Segeralah cincin itu dipakainya dan bersujud-lah dia kepada Allah bersyukur, dan pulanglah dia kembali kepada kerajaannya dan segera ditangkapnya setan itu dibenamkannya ke dalam sebuah batu besar, disumbatnya keras-keras lalu dilemparkannya ke laut.
Tafsiran karangan yang kedua, bahwa setelah putri Raja Lautan itu menyembah patung ayahnya yang dibikin oleh setan itu, Sulaiman tertarik pula hendak menyembah dan memujanya. Tiba-tiba jatuhlah cincin kebesarannya itu dari jarinya dan tidak dapat ditahannya. Maka berkatalah Aashaf, “Engkau telah kena fitnah oleh lukisan itu, hai Sulaiman. Sebab itu tobatlah engkau! “
Cerita ketiga, Sulaiman pernah bertanya kepada beberapa ekor setan, bagaimana caranya kalian menipu daya manusia? Maka menjawablah seekor setan, “Perlihatkanlah kepada aku cincin engkau! “ Lalu ditanggal oleh Sulaiman cincinnya dan diserahkannya kepada setan itu. Oleh setan tersebut dilemparkan cincin itu ke laut, lalu dimakan oleh ikan dan lepaslah kerajaan Sulaiman dari dirinya dan duduklah setan ke atas kursi kerajaannya, menurut jalan cerita yang pertama tadi.
Jika telah diketahui riwayat-riwayat ini, maka menurut orang-orang yang menafsirkan, inilah dia tafsir dari ayat “Sesungguhnya telah Kami uji Sulaiman “ yaitu ditimpa mara semacam itu dan lanjutan ayat “Kami geletakkan di atas kursinya suatu tubuh “ yang tubuh itu—kata mereka—ialah setan yang telah pergi duduk ke atas kursi kebesarannya itu.
Menurut tafsiran yang keempat, Sulaiman diberi fitnah oleh Allah ﷻ sebab dia bersembunyi saja dalam istananya tiga hari tiga malam lamanya, tidak keluar menemui orang banyak. Itulah sebab maka dicabut kekuasaan dari tangannya dan didudukkan setan ke atas kursinya sebagai hukuman atas dirinya." Demikian ar-Razi menguraikan tafsir yang dipakai oleh tukang karang cerita yang dasarnya tidak ada sama sekali.
Kemudian ar-Razi mengemukakan lagi hasil-hasil dari ahli-ahli yang sudi menyelidiki dengan saksama. Beliau berkata,
“Ketahuilah bahwa ahli-ahli penyelidik yang menyelidik dengan saksama tidak dapat menerima tafsiran mereka itu dari beberapa sebab,
Pertama, kalau benar setan sanggup meniru rupa dan bentuk nabi-nabi, maka tidak ada lagi hukum syari'at ini yang dapat dijadikan pegangan. Bisa saja mereka-mereka yang kelihatan oleh manusia berupa Muhammad, Isa dan Musa bukanlah mereka yang sebenarnya, melainkan setan meniru rupa dan bentuk mereka untuk menipu dan memperdayakan. Tentu saja dengan demikian sekalian agama ini jadi batal.
Kedua, kalau setan memang sanggup berbuat begitu terhadap Nabi Sulaiman, niscaya dia pun lebih sanggup lagi berbuat demikian terhadap ulama-ulama dan orang-orang yang zahid terhadap dunia ini. Kalau sudah demikian tentu wajib ulama-ulama dan orang-orang zahid itu dibunuh dan karangan mereka dibakar dan rumah kediaman mereka dihancurkan. Setelah nyata begitu yang patut dilakukan terhadap ulama-ulama dan orang-orang zahid yang dapat dipengaruhi setan itu, niscaya terhadap nabi-nabi yang besar-besar itu lebih pantas lagi dibegitukan.
Ketiga, apakah kelayakannya bagi hikmah Allah serta ihsan-Nya, sehingga sampai dibiarkan setan berbuat begitu kejinya terhadap istri-istri Sulaiman? Adakah keji yang lebih keji dari itu?
Keempat, kalau benar Sulaiman mengizinkan putri raja yang ditawannya itu me-nyembah lukisan ayahnya, jelaslah perbuatan Sulaiman suatu perbuatan kafir. Kalau Sulaiman tidak pernah mengizinkannya, nyatalah perempuan itu yang berdosa. Kalau memang perempuan itu yang bersalah dan Sulaiman tidak pernah menyuruhkannya, mengapa pula Allah akan menghukum Sulaiman?
Adapun hasil penelitian ahli penyelidik yang saksama itu ialah demikian,
Ibnu Katsir dengan tegas mengatakan, bahwa semua cerita ini diterima dari Ahlul Kitab, sedang di kalangan mereka ada yang tidak percaya bahwa Sulaiman itu nabi maka jelaslah bahwa mereka mendustakan kenabiannya. Itu sebabnya maka cerita-cerita semacam ini banyak bercampur kata-kata yang keji. Meskipun Ibnu Hajar menguatkan setengah dari cerita itu karena satu hadits yang dikatakan Qawiy oleh an-Nasa'i, maka kata Ibnu Hajar itu tidak ada nilainya. Karena soalnya bukanlah saat sanad hadits semata-mata walaupun perawinya itu Bukhari Muslim.
Ibnu Hazmin menjelaskan pula pendiriannya tentang tubuh yang tergeletak di atas kursi Sulaiman itu. Menurut beliau kalau Allah ﷻ sendiri yang mengatakan, bahwa yang tergeletak itu adalah suatu tubuh (jasad), cukuplah turutkan saja firman Allah ﷻ itu. Tidak perlu dicari-cari dan dita'wil lagi tubuh siapa itu, dan jauh sekali kalau dikatakan bahwa tubuh itu ialah setan yang pergi duduk ke atas kursi kebesaran Nabi Sulaiman itu.
Kita hanya bertemu satu titik terang untuk menafsirkan apa yang dimaksud dengan tubuh yang tergeletak di atas kursi itu.
“Dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ bahwa beliau berkata, “Telah berkata Sulaiman, “Aku akan berkeliling kepada tujuh puluh perempuan pada malam ini, tiap seorang dari perempuan ilu melahirkan seorang anak yang kelak akan jadi pahlawan berkuda pada sabilillah." Tetapi dia tidak berkata Insya Allah -maha digilirinyalah ketujuh puluh istri itu, tetapi tidak ada yang hamil kecuali seorang saja dan setelak anaknya lahir ternyata seorang anak laki-hki terbelah. Demi Allah yang diriku ada di tangan-Nya; jika dia katakan In syaa Allah niscaya semua akan mengandung anak laki-laki yang akan jadi pergi berjihad fi Sabilillah semuanya sebagai pahlawan berkuda." (HR Bukhari)
Mungkin saja—dan ini hanya kemungkinan—tubuh yang tergeletak di atas kursi itu ialah anak laki-laki yang badannya tidak cukup itu. Badannya jelas menunjukkan, bahwa dia seorang anak laki-laki. Tetapi kalaupun hidup tidaklah akan ada gunanya dan tidaklah akan dapat pergi berjuang berjihad fi Sabilillah sebagai pahlawan berkuda. Barangkali kakinya saja tidak cukup, atau tangannya kurang dan sebagainya. Benar-benar dia suatu tubuh, tetapi tubuh yang tergeletak tidak ada gunanya.
Kesaksian dari Nabi kita ﷺ ini, pada sebuah hadits shahih yang dirawikan oleh Bukhari, artinya sebuah hadits yang dapat dipegang keshahihannya, bertambah kuat lagi dengan kejadian pada Nabi kita sendiri yang mendapat ujian dari Allah ﷻ persis seperti Sulaiman ini pula. Yaitu seketika orang-orang Quraisy atau musyrikin datang bertanya dari hal ruh, Nabi berjanji akan menjawabnya besok pagi karena beliau mengharap Jibril akan datang membawakannya wahyu dan segera memberikan jawab tentang ruh itu. Tetapi apa yang terjadi?
Jibril tidak datang pada saat yang diharapkan. Bahkan beberapa minggu kemudian baru dia datang. Maka setengah dari wahyu yang dibawa Jibril itu ialah teguran kepada beliau karena menjanjikan pasti beresok akan menjawab pertanyaan.
“Dan sekali-kali jangan engkau katakan tentang sesuatu hal bahwa aku akan berbuat demikian besok; kecuali bahwa jika dikehendaki Allah." (al-Kahf: 23-24)
Tetapi semuanya ini adalah ujian bagi seorang rasul, yang meskipun kecil namun bagi seorang rasul adalah besar. Sebab itu Sulaiman memohon ampun sebagaimana bunyi ayat, “Kemudian dia pun kembali, “ yakni memohon ampun kepada Allah.
Ayat 35
“Dia berkata, “Ya Tuhanku. Ampunilah aku."
Ampuni aku atas kealpaanku, aku pastikan suatu hal yang kekuasaannya adalah mutlak di tangan Engkau."Dan anugerahkanlah kepadaku suatu kerajaan yang tidak akan dapat dikuasai oleh seseorang pun sesudahku."
Menilik doa Sulaiman sesudah dia memohon ampun ini jelaslah bagaimana besar pengharapannya kepada Allah SWT, dan jelaslah pula bahwa bukanlah dia sebagaimana yang dikarang-karangkan oleh tukang cerita ini, bahwa wibawa kekuasaannya terletak pada cincinnya, dan kalau cincin itu tanggai dari jarinya hilanglah kekuasaannya; lalu digantikan oleh Iblis, Menurut hadits-hadits yang diterima dari Rasulullah ﷺ, baik hadits yang shahih atau yang lemah, permohonannya kepada Allah ﷻ agar diberi kekuasaan yang tidak akan tercapai oleh seorang pun sesudah dia, telah tercapai. Puncak kekuasaan itu ialah sanggup-nya beliau mendirikan Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsha. Maka sudahlah dapat diketahui bahwa rumah ibadah yang mula didirikan ialah Ka'bah yang ada di Mekah itu, yang didirikan oleh Nabi Ibrahim dibantu oleh putranya Isma'il, Sulaiman adalah keturunan dari Ya'qub (Israil), putra dari Ishaq dan Ishaq putra dari Ibrahim. Itulah Masjid Tauhid yang kedua di dalam alam ini. Setelah masjid itu berdiri, Sulaiman pun meninggal, sebagaimana telah tersebut pada ayat 14 dari surah an-Nuur di Juz 22 yang telah lalu, yaitu meninggal sedang berdiri menjaga jin-jin yang tengah bekerja. Setelah dia meninggal dunia, kerajaan Bani Israil telah pecah dan sambungannya tidak ada lagi. Kerajaan Nabi Sulaiman adalah puncak tertinggi dari kekuasaan dan kemegahan Bani Israil.
“Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi Karunia."
Yaitu karunia yang tidak berbatas, karena kasih Allah ﷻ kepada hamba-Nya itu pun tidak pula berbatas, apatah lagi terhadap seorang nabi, rasul dan sanggup pula melaksanakan tugas duniawi menjadi raja.
Ayat 36
“Maka Kami tundukkanlah kepadanya angin."
Permohonan Nabi Sulaiman agar diberi kerajaan dan kekuasaan yang tidak dapat dicapai oleh orang lain sesudahnya itu dikabulkan oleh Allah ﷻ Selain dari dia yang diberi perintah mendirikan al-Baitul Muqqadas, atau Baitul Maqdis, atau Masjidil Aqsha, ada lagi kelebihan yang lain untuk membuktikan kepada dunia bahwa bukan saja dia raja, tetapi Nabi juga. Yaitu bahwa beliau dapat mengendalikan angin menurut kehendaknya, dengan izin Allah."Yang berembus dengan perintahnya."
Angin itu berembus dengan perintahnya, ke mana dia mau, ke mana dia suka; dengan izin dari Allah. Maka kalau dengan isyarat tongkat Nabi Musa, lautan dapat belah dengan izin Allah dan orang sakit kusta dapat sembuh di tangan Nabi Isa dengan izin Allah, Sulaiman pun dengan izin Allah pula dapat mengendalikan angin untuk melayarkan kapal berlayar jauh;
“Dengan sepoi-sepoi ke mana dikehendakinya."
Dan menguasai angin itu tidak diberikan Allah lagi kepada raja yang menggantikannya kemudian.
Berbagai-bagai pula cerita yang timbul berkenaan dengan Nabi Sulaiman menguasai angin ini. Tetapi suatu kesaksian memang ada dalam Al-Qur'an sendiri, sebagaimana tersebut dalam surah an-Naml ayat 39 dan 40, seorang jin dan seorang yang diberi ilmu oleh Allah ﷻ bertanding kecepatan membawa ‘Arsy Maharatu Saba' ke tempat kedudukan Nabi Sulaiman. Si Ifrit mengatakan sanggup menghadirkannya di hadapan beliau sebelum beliau tegak berdiri dari tempat duduknya, sedang yang seorang lagi, orang yang diberi ilmu oleh Allah ﷻ sanggup mendatangkannya sekejap mata Nabi Sulaiman sendiri. Picingkan mata dan buka kembali, niscaya Arsy itu telah ada. Meskipun keduanya itu adalah kesanggupan seorang Ifrit dan seorang manusia, namun keduanya adalah di hadapan Nabi Sulaiman, dan keduanya menunjukkan bahwa angin bisa dikendalikan semau Nabi Sulaiman dengan izin Allah ﷻ Dan angin itu dalam kecepatannya dapat sekejap mata, dan dapat pula berembus sepoi-sepoi membawa kesejukan, kemakmuran, dan kesuburan.
Ayat 37
“Dan setan-setan; tiap-tiap ahli bangunan dan penyelam."
Di dalam surah Saba', ayat 13 (Juz 22) didapati pula keterangan terperinci tentang tugas yang dipikulkan Sulaiman kepada setan-setan yang beliau kuasai itu. Meskipun di ayat 12 disebutkan jin, di tempat lain telah kita ketahui bahwa setan itu atau Iblis adalah bangsa jin yang terjadi dari gejala api. Mereka bekerja membuatkan tungku-tungku besar, kuali atau kancah-kancah yang besar, dan juga membuat patung-patung perhiasan dan bangunan-bangunan, terutama membangun Baitul Maqdis (Rumah Suci) tempat beribadah menyembah Allah Yang Maha Esa. Dan juga ada di antara mereka yang ditugaskan menyelami lautan mencari permata mutiara dan kekayaan yang lain.
Ayat 38
“Dan yang lain-lain yang terikat dalam belenggu."
Yaitu jin yang dihukum karena tidak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Nabi Sulaiman atau yang kafir tidak mau percaya, atau yang suka memperdayakan manusia supaya jangan menempuh jalan yang benar. Mereka itu mendapat hukuman dengan dibelenggu.
Maka timbul pulalah dongeng bahwa ada di antara jin atau setan itu yang mendapat hukum, dimasukkan oleh Nabi Sulaiman ke dalam botol, lalu disumbat kuat-kuat dan dilemparkan ke dalam laut. Maka timbul pulalah beberapa dongeng mengatakan ada orang memukat mendapat botol itu, lalu dibuka keluar asap. Asap itu naik ke udara lalu menjelma menjadi tubuh jin yang menakutkan.
Ayat 39
Ini adalah pemberian Kami."
Yaitu Allah ﷻ berfirman bahwa permohonan Sulaiman telah dikabulkan sebab dia memohon diberikan kekuasaan yang tidak akan tercapai lagi oleh orang yang datang sesudah dia, khususnya menjadi raja dari Bani Israil. Angin dapat digerakkan, jin serta setan dapat diperintah, yang pembangkang dapat dihukum dengan dibelenggu. Lalu firman Allah ﷻ kepada Sulaiman, “Maka memberi (pulalahj “ kepada orang lain sebagaimana Kami sudi memberi kepadamu. Kasihilah manusia seperti Kami mengasihimu, “Atau tahanlah! “ Artinya kalau engkau tidak suka memberi barang sesuatu kepada orang karena pertimbanganmu sendiri orang itu tidak patut diberi, terserahlah kepadamu sendiri. Tahanlah dan jangan orang itu diberi, kalau engkau tidak suka.
“Dengan tiada perhitungan lagi."
Artinya sudah terserah sepenuhnya memberi atau menahan kepada kebijaksanaanmu sendiri.
Ayat 40
“Dan sesungguhnya dia adalah mempunyai kedudukan yang dekat di sisi Kami."
Suatu pujian yang sangat baik dari Allah ﷻ terhadap Sulaiman, Nabi-Nya, Rasul-Nya dan orang yang Dia angkatkan dalam kemuliaan duniawi sampai menjadi Raja Besar. Pujian demikian tinggi, sebagai orang terdekat kepada Allah SWT, karena kemegahan dunianya tidaklah membuatnya lalai dari mengingat Allah ﷻ
“Dan sebaik-baik perkembalian."
Yaitu di dalam kesibukannya mengatur negara, sejak dari melatih kuda untuk ber-perang, menghadapi berbagai kesulitan pemerintahan, menaklukkan musuh, namun dia tidak pernah lupa bahwa perjalanan hidup ini tidak lain ialah menuju pulang kembali kepada Allah ﷻ
Pujian seperti ini diberikan Allah juga kepada ayahnya sendiri Nabi Dawud, sebagai-mana tersebut persis serupa itu juga pada ayat 25.