Ayat

Terjemahan Per Kata
يَٰنِسَآءَ
hai isteri-isteri
ٱلنَّبِيِّ
nabi
مَن
siapa
يَأۡتِ
mendatangkan/mengerjakan
مِنكُنَّ
diantara kamu
بِفَٰحِشَةٖ
dengan perbuatan keji
مُّبَيِّنَةٖ
yang nyata
يُضَٰعَفۡ
dilipat gandakan
لَهَا
baginya/kepadanya
ٱلۡعَذَابُ
siksaan
ضِعۡفَيۡنِۚ
dua kali lipat
وَكَانَ
dan adalah
ذَٰلِكَ
demikian itu
عَلَى
atas
ٱللَّهِ
Allah
يَسِيرٗا
mudah
يَٰنِسَآءَ
hai isteri-isteri
ٱلنَّبِيِّ
nabi
مَن
siapa
يَأۡتِ
mendatangkan/mengerjakan
مِنكُنَّ
diantara kamu
بِفَٰحِشَةٖ
dengan perbuatan keji
مُّبَيِّنَةٖ
yang nyata
يُضَٰعَفۡ
dilipat gandakan
لَهَا
baginya/kepadanya
ٱلۡعَذَابُ
siksaan
ضِعۡفَيۡنِۚ
dua kali lipat
وَكَانَ
dan adalah
ذَٰلِكَ
demikian itu
عَلَى
atas
ٱللَّهِ
Allah
يَسِيرٗا
mudah
Terjemahan

Wahai istri-istri Nabi, siapa di antara kamu yang melakukan perbuatan keji yang nyata, pasti azabnya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Hal yang demikian itu sangat mudah bagi Allah.
Tafsir

(Hai istri-istri nabi, siapa-siapa di antara kalian yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata) Mubayyanatin dapat dibaca Mubayyinatin, artinya yang terang atau jelas (niscaya akan dilipat gandakan) menurut suatu qiraat dibaca Yudha'-'af dan menurut qiraat lainnya dibaca Nudhaa'af kemudian lafal Al 'Adzaabu dibaca Nashab sehingga menjadi Al 'Adzaaba (siksaan kepadanya dua kali lipat) dua kali lipat siksaan yang diterima oleh orang-orang selain kalian. (Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah.).
Tafsir Surat Al-Ahzab: 30
Hai istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. (Al-Ahzab: 30)
Ayat 30
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman menasihati istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam yang telah memilih Allah dan Rasul-Nya serta pahala di negeri akhirat, selanjutnya mereka tetap menjadi istri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam Maka sangatlah sesuai bila diceritakan kepada mereka ketentuan hukumnya dan keistimewaan mereka yang melebihi wanita-wanita lainnya. Disebutkan bahwa barang siapa di antara mereka yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata. Menurut Ibnu Abbas, pengertian perbuatan keji ini ditakwilkan dengan makna membangkang dan berakhlak buruk. Dan atas dasar hipotesis apa pun, maka ungkapan ayat ini hanyalah semata-mata andaikan, dan makna andaikan itu tidak berarti pasti terjadi.
Pengertiannya sama dengan firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa dalam ayat yang lain, yaitu: Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalanmu. (Az-Zumar: 65) Seperti yang ada dalam ayat lain yang menyebutkan: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (Al-An'am: 88) Katakanlah, "Jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu). (Az-Zukhruf: 81) Dan firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. Mahasuci Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Az-Zumar: 4) Mengingat kedudukan istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tinggi, maka sesuailah jika ada seseorang dari mereka melakukan suatu dosa, dosa itu akan diperberat demi menjaga kehormatan mereka dan kedudukan mereka yang tinggi.
Allah menjanjikan balasan yang agung bagi istri-istri Nabi yang berbuat baik. Di sisi yang lain, mereka juga dihadapkan pada acaman yang mengerikan jika berbuat dosa. Wahai istri-istri Nabi! Barang siapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, seperti zina dan durhaka kepada suami, niscaya azabnya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya dibanding perempuan-perempuan yang bukan istri Nabi. Dan yang demikian itu mudah bagi Allah. []31. Wahai para istri Nabi, kamu mempunyai kedudukan yang lebih utama dibandingkan para wanita biasa disebabkan besarnya tanggung jawab yang harus kamu emban. Bila salah satu dari kamu berbuat dosa yang nyata maka ia akan mendapat hukuman dua kali lebih berat. Dan barang siapa di antara kamu, wahai para istri Nabi, tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan selalu mengerjakan kebajikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dibandingkan pahala wanita yang bukan istri Nabi, dan Kami sediakan rezeki yang mulia baginya, baik di dunia maupun di akhirat.
Pada ayat ini, Allah memperingatkan istri-istri Nabi agar selalu menjaga diri karena mereka adalah ibu dari seluruh kaum Muslimin dan menjadi contoh teladan bagi mereka. Perintah Allah itu ialah, "Barang siapa di antara istri Nabi yang mengerjakan perbuatan keji, perbuatan yang terlarang, dan sebagainya, maka mereka akan memperoleh azab dua kali lipat dari azab yang diterima orang biasa."
Pemberian azab dua kali lipat kepada istri-istri Nabi ini ialah karena mereka termasuk orang-orang yang telah mengetahui dengan sebenarnya perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Di samping itu, mereka juga adalah penjaga rumah tangga Rasulullah dari segala perbuatan yang jahat yang mungkin terjadi di dalamnya.
Sebagian ulama menetapkan hukum berdasarkan ayat ini bahwa untuk tindakan kejahatan yang sama jenisnya, maka hukuman yang akan diterima oleh orang-orang yang tahu itu lebih berat dari hukuman yang akan diterima oleh orang yang tidak tahu. Orang yang tahu telah mengetahui akibat dari suatu perbuatan. Jika ia melakukan perbuatan itu, berarti ia melakukan dengan penuh kesadaran, sedang yang tidak tahu, ia mengerjakan tindakan kejahatan itu tanpa kesadaran dalam arti yang sebenarnya. Oleh karena itu, orang-orang tahu itu wajib memperoleh hukuman dua kali lipat dari hukuman yang diperoleh orang yang tidak tahu.
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Zainal 'abidin r.a., "Sesungguhnya kamu adalah keluarga Nabi yang telah memperoleh ampunan." Maka Zainal 'abidin marah kepada orang itu dan berkata, "Apa yang telah ditetapkan Allah terhadap istri-istri Nabi lebih pantas untuk ditetapkan bagi kami dari apa yang kamu katakan itu. Kami berpendapat bahwa balasan kebajikan kami dilipatgandakan sebagaimana balasan kesalahan kami dilipatgandakan pula." Kemudian beliau membaca ayat ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TUNTUNAN KEPADA ISTRI-ISTRI NABI ﷺ
Ayat 30
“Wahai istri-istri Nabi! Barangsiapa di antara kamu yang berbuat kekejian yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan baginya adzab dua kali lipat."
Akibat dari kedudukan yang tinggi ialah tanggung jawab yang berat. Seorang budak perempuan boleh hanya berbaju hingga tertutup di antara pusat dengan lutut, tetapi seorang perempuan merdeka, yang boleh terbuka hanya muka dan kedua telapak tangan. Hukuman seorang budak hamba sahaya jika dia dihukum dera, hanya separuh dari hukum yang harus diterima oleh orang yang merdeka.
Istri-istri Nabi adalah orang-orang yang lebih dihormati, mereka dianggap sebagai ibu dari orang-orang beriman. Al-Qur'an diturunkan di rumah mereka. Sebab itu mereka wajib menjaga gengsi. Meskipun agama Islam tidak melarang memakai perhiasan, namun mereka tidaklah boleh menyerupai tingkah laku orang kebanyakan. Jika mereka berbuat suatu perbuatan yang tidak patut, yang menyalah di pandangan mata orang banyak, maka dosanya akan menjadi dua kali lipat dari dosa perempuan kebanyakan. Sebab dari mereka perempuan-perempuan Islam hendaklah mengambil teladan yang baik.
“Dan yang demikian itu bagi Allah adalah mudah."
Artinya, bahwa Allah tidaklah akan segan-segan mengambil tindakan mentang-mentang mereka istri Nabi, jika mereka berbuat salah. Tidaklah sukar bagi Allah akan menjatuhkan hukum.
Maka sangat salahlah ajaran yang disebarkan oleh setengah mereka itu yang mengatakan bahwa cucu-cucu keturunan Rasulullah ﷺ, kalau berbuat dosa tidaklah akan mendapat siksa Allah ﷻ Ibnu Arabi sendiri di dalam al-Futuhatul Makkiyah mengatakan, bahwa keturunan-keturunan Rasulullah ﷺ itu bebas dari dosa, dan apa pun yang mereka lakukan terhadap diri kita hendaklah sabar saja menerimanya. Dengan sebab demikian, timbullah dalam Islam suatu feodal yang sangat buruk karena didasarkan kepada agama, dan terpengaruhlah orang-orang jahil merundukkan dirinya kepada orang-orang yang kadang-kadang modalnya hanya semata-mata karena dia keturunan Ali dan Fatimah itu saja, padahal hidupnya sudah jauh dari agama neneknya.
Ayat 31
“Dan barangsiapa di antara kamu yang tunduk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan beramal yang saleh, niscaya akan Kami berikan kepadanya pahala dua kali lipat."
Ini adalah timbalan dari ancaman yang di atas tadi. Berbuat yang keji dapat siksa dua kali lipat, dan jika taat kepada Allah dan Rasul, disertai amal yang saleh, mendapat pahala dua kali lipat pula, lebih dari pahala yang akan diterima oleh perempuan-perempuan biasa. Karena mereka telah sanggup menjaga kehormatan diri dan kedudukan sebagai istri Rasul, akan jadi teladan bagi perempuan yang banyak, bahkan sampai hari Kiamat,
“Dan Kami sediakan untuknya neieki yang mulia."
Rezeki yang mulia itu menurut tafsir yang umum ialah surga. Tetapi dalam perjalanan hidup istri-istri Nabi setelah Nabi wafat, kelihatan sekali bahwa hidup mereka tidak ada yang terlantar. Mereka tetap dipanggilkan “Ummul Mu'minin", ibu dari orang-orang yang beriman. Khalifah-khalifah yang datang sesudah Rasulullah ﷺ, sejak dari Abu Bakar, Umar, Utsman sampai ke Ali menghormati tinggi beliau-beliau dan mendapat perbelanjaan yang patut tiap-tiap bulan atau dibagikan pada waktu-waktu tertentu, sehingga tidak ada yang terlantar. Padahal umumnya mereka meninggal lama sesudah Rasulullah wafat.
Sudah meninggal tahun 54 sesudah hijrah, yaitu 44 tahun sesudah Rasulullah wafat dalam keadaan sudah tua, padahal usianya lebih tua dari Nabi.
Aisyah wafat tahun 58, artinya 48 tahun sesudah Nabi wafat.
Hafshah wafat tahun 60, yaitu di zaman Khalifah Muawiyah.
Ummi Salamah meninggal tahun 59, dan kata setengah riwayat tahun 60 dalam usia 84 tahun.
Ummi Habibah, yaitu Ramlah binti Abu Sufyan meninggal tahun 44 Hijriyah.
Zainab binti Jahasy meninggal tahun 20 dalam usia 35 tahun. Zainab binti Khuzaimah sajalah yang meninggal lebih dahulu dari Nabi, yaitu 39 bulan sesudah Nabi hijrah ke Madinah sesudah dikawini Nabi 31 bulan sesudah hijrah. Dia bergaul dengan Nabi hanya 8 bulan.
Juwairiah binti al-Harits dari Bani Mushthaliq meninggal tahun 56 dalam usia 65 tahun.
Shafiah binti Huyai, satu-satunya dari keturunan Bani Israil, Bani Quraizhah, me-ninggal tahun 50. Ada juga yang mengatakan tahun 52.
Yang mengharukan ialah meninggalnya Maimunah pada tahun 61 (kata setengah ahli sejarah tahun 63). Dia meninggal, menurut keterangan al-Qurthubi dalam tafsirnya ialah di Saraf, (di antara Mekah dan Wadi Fatimah), yang di tempat itu pula dia mulai menyerahkan diri kepada beliau setelah beliau nikahi di Mekah sesudah Umratul Qadha tahun ketujuh Hijriyah.
Ayat 32
“Wahai istri-istri Nabi! Tidaklah kamu seperti seorang pun dari perempuan-perempuan itu, jika kamu bertakwa."
Di ayat yang sebelumnya tadi sudah dinyatakan keistimewaan istri-istri Rasulullah itu. Jika mereka berbuat dosa dan kekejian, adzab yang akan mereka terima dua kali lipat. Dan jika mereka taat dan tunduk kepada Allah dan Rasul, mereka pun mendapat lipat dua pahala. Niscaya jika mereka bertakwa kepada Allah SWT, pahala dan kedudukan yang akan mereka terima tidak juga akan disamakan dengan perempuan-perempuan biasa, bahkan dilebihkan. Sebab itu hendaklah mereka lebih hati-hati menjaga diri, karena mereka akan tetap jadi suri teladan dari orang banyak, “Maka janganlah kamu berlemah gemulai dengan perkataan." Artinya, bahwa jika seorang istri Rasulullah bercakap-cakap, hendaklah percakapan itu yang tegas dan sopan, jangan genit! Jangan membuat perangai yang kurang pantas sebagai istri Rasulullah. Karena dalam cara mengucapkan kata-kata memang ada juga perempuan yang berperangai lemah gemulai, dengan kerdip mata, dengan laguan kata, dengan lenggang-lenggok. Maka istri Nabi tidaklah boleh berlaku demikian, “Niscaya akan birahilah orang yang dalam hatinya ada penyakit."
Orang yang dalam hatinya ada penyakit itu ialah orang yang syahwat dan nafsu birahinya lekas tersinggung karena melihat tingkah laku perempuan, yang kadang-kadang dalam cara mengucapkan kata-kata, seakan-akan minta agar dirinya dipegang. Orang Inggris menyebutnya sex appeal, yaitu menimbulkan syahwat.
“Tetapi ucapkanlah kata-kata yang pantas."
Di sini tampak, bahwa kata-kata yang diucapkan dengan pantas bisa terjadi kalau pe-rempuannya mau. Dan kata-kata yang maksud dan maknanya sama, tetapi menimbulkan syahwat orang yang mendengar pun ada pula. Ada orang perempuan, bila dia bercakap tim-bullah rasa hormat dari orang laki-laki yang diajaknya bercakap. Dan ada pula perempuan mengucapkan kata-kata yang disertai sikapnya, menimbulkan tanggapan dari laki-laki yang mendengar, bahwa perempuan itu genit, gampang diajak, asal kena rayunya.
Tiap-tiap laki-laki mempunyai rasa birahi kepada perempuan. Tetapi ada orang sopan yang dapat menahan hatinya karena dikontrol oleh imannya dan ada pula yang lemah kontrol batinnya; itulah orang yang berpenyakit. Penyakit tekanan nafsu seks. Maka orang-orang berpenyakit ini janganlah sampai terganggu penyakitnya oleh sikap berkata-kata atau berucap ddri perempuan terhormat. Di sini terutama istri-istri Nabi yang berkedudukan sebagai ibu-ibu dari orang-orang yang beriman.
Ayat 33
“Dan menetaplah kamu di dalam rumah kamu."
Artinya, hendaklah istri-istri Nabi memandang bahwa rumahnya, yaitu rumah suaminya, itulah tempat tinggalnya yang tenteram dan aman. Di sanalah terdapat mawaddatan dan rahmatan, yaitu cinta dan kasih sayang. Menjadi ibu rumah tangga yang terhormat. “Dan janganlah kamu berhias secara berhias orang jahiliyyah masa dahulu."
Karena orang perempuan jahiliyyah masa dahulu kalau mereka berhias, ialah supaya tampak lebih cantik, lebih tertonjol, berhias agar lebih menarik mata orang. Berhias supaya kelihatan lebih montok. Berhias supaya mata laki-laki silau melihat. Berhias laksana me-manggil-manggil minta dipegang. Maka kalau ajaran Nabi telah diterima, iman telah ber-sarang dalam dada berhiaslah tetapi berhias secara Islam, berhias yang sopan, berhias yang tidak menyolok mata.
Inilah pedoman pokok yang diberikan Allah dan Rasul terhadap istri Nabi seluruhnya dan setiap perempuan yang beriman. Meskipun pangkal ayat dikhususkan kepada istri Nabi, bukanlah berarti bahwa perintah dan peringatan ini hanya khusus kepada istri Nabi saja. Bukanlah berarti, bahwa seorang perempuan Islam yang bukan istri Nabi boleh berhias secara jahiliyyah, agar mata orang terpesona melihat, perempuan berpakaian namun dia sama dengan bertelanjang. Sebab maksudnya berhias bukan untuk suaminya, melainkan buat menarik mata laki-laki lain, biar tergila-gila.
Tidaklah diterangkan dalam ayat ini apa mode pakaian. Atau bentuk pakaian perempuan bangsa apa yang harus dipakai, bangsa Arabkah atau Persia? Ini adalah pedoman untuk dipakai di tiap-tiap masa dan di tiap-tiap tempat yang terdapat masyarakat Islam. Tidak dibicarakan apakah pakaian perempuan mesti menurut model Arab di zaman Nabi, atau rok model Eropa atau baju kurung secara Minang, kebaya secara Melayu, atau kebaya secara Jawa. Yang jadi pokok ialah “jangan berhias secara jahiliyyah", melainkan berhiaslah menurut garis kesopanan Islam. Maka tidaklah heran jika pada sambungan ayat disebut, “Dan dirikanlah olehmu shalat dan berikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya." Sebab shalat, zakat, dan ketaatan melaksanakan setiap perintah Allah dan Rasul dan menghentikan yang dilarang, akan sangat besar pengaruhnya kepada pakaian dan cara berhias.
Lalu sambungan ayat menjelaskan apa sebab maka sampai soal pakaian ini pun diper-ingatkan oleh Allah ﷻ Yaitu,
“Tiada lain yang dikehendaki Allah hanyalah hendak menghilangkan kekotoran dari kamu, hai Ahlul Bait, dan hendak membersihkan kamu sebenar-benar bersih."
Sebab ibadah kepada Allah ﷻ sejak dari shalat sampai kepada zakat dan puasanya yang timbul karena kesadaran taat kepada Allah dan Rasul, pasti berbekas kepada sikap hidup sehari-hari, termasuk kepada cara berpakaian. Maka ditujukanlah oleh Allah ﷻ kepada seluruh istri dan keluarga Rasulullah ﷺ, disebut mereka dalam ayat ini dan di-panggilkan dengan sebutan Ahlul Bait, atau ahli rumah. Rumah yang dimaksud dalam ayat ini ialah rumah Nabi, keluarga Nabi, orang-orang yang siang malam berdekat dengan Nabi. Hendaknya pada diri merekalah lebih dahulu orang melihat teladan yang baik dalam kebersihan hidup. Jangan kotor tidak ber-ketentuan, campur aduk halal dan haram. “Bersih sebenar-benar bersih" ialah terutama berpangkal dari bersih hati sanubari dari mempersekutukan sesuatu dengan Allah ﷻ Bersih dari rasa sombong terhadap sesama manusia. Bersih dari loba dan tamak karena diperbudak oleh harta benda dunia, sehingga timbul hasad dan dengki kepada orang lain kalau merasa mendapat sedikit. Bersih dari memperkatakan cacat dan kekurangan orang lain, sehingga pernah Rasulullah ﷺ me-ngatakan seketika seorang di antara istri beliau mencela sambil bermain-main terhadap saudara mereka, Shafiah binti Huyai, mengatakan bahwa dia pendek, bahwa kata-kata demi-kian jika dilemparkan ke laut, air laut akan busuk dibuatnya.
Ayat 34
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di dalam rumah-rumah kamu dari ayat-ayat Allah."
Artinya, bahwa selain dari ayat-ayat itu banyak juga turun kepada Nabi sedang beliau di dalam rumah istri-istrinya itu, beliau pun selalu membacanya di rumah atau bilik petak rumah mereka bila beliau giliran dengan masing-masing mereka. Karena tidaklah pernah Rasulullah ﷺ sunyi dari membaca Al-Qur'an, baik di dalam shalat atau di luarnya, baik sedang istirahat dalam kota, ataupun dalam perjalanan pergi berperang. Maka disuruhlah istri-istri Nabi mengingat bahwa Al-Qur'an itu selalu dibaca di rumah mereka."Dan hikmah, “ yaitu ucapan hikmah dari Rasulullah ﷺ sendiri, fatwa beliau, nasihat beliau, tamsil ibarat dan perumpamaan beliau, janganlah semuanya dibiarkan hilang.
“Sesungguhnya Allah adalah Lembut lagi Mengetahui."
Artinya, dengan memperingatkan bahwa di dalam rumah mereka Al-Qur'an selalu dibaca, dan di dalam rumah tutur hikmah Nabi selalu didengar dari mulut beliau sendiri dan semuanya itu tidak didapat pada rumah orang lain, maka dengan lemah lembut Allah ﷻ telah memberikan peringatan kepada perempuan-perempuan yang muliawan itu, ibu-ibu dari orang-orang yang beriman bagaimana penting kedudukan mereka. Dan Alhamdulillah, mereka genggam teguh peringatan lemah lembut dari Allah ﷻ itu selama hayat mereka sampai nyawa mereka bercerai dengan badan. Apatah lagi Nabi pun menjanjikan, bahwa mereka itu akan tetap menjadi istri beliau di akhirat kelak. Sehingga Siti Saudah, istri yang paling tertua sesudah Khadijah meninggal, dengan segala rela hati memberikan hari gilirannya kepada Aisyah, asal tetap jadi istri Rasulullah dan jangan dia diceraikan. Karena dia ingin bertemu juga sebagai suami istri dengan Rasulullah ﷺ di akhirat kelak.
Maka segala pesan Allah ﷻ untuk disampaikan oleh Rasulullah ﷺ kepada istri-istrinya ini menjadilah tuntunan bagi tiap-tiap perempuan yang beriman yang bukan istri Rasul; berpakaianlah yang sopan, jangan berhias secara jahiliyyah, janganlah shalat dilalaikan dan benzakatlah kalau ada yang akan dizakatkan dan selalulah taat kepada Allah dan Rasul. Karena tidak lain maksud Allah ﷻ ialah agar terbentuk rumah tangga Islam, rumah tangga yang aman damai, dipatrikan oleh ketaatan, bersih dari perangai yang tercela atau penyakit-penyakit buruk dalam hati. Dan penuhlah hendaknya suatu rumah tangga Islam dengan suasana Al-Qur'an.
Kita pun insaf betapa hebatnya perjuangan di zaman jahiliyyah modern ini hendak menegakkan kebenaran Ilahi. Namun yang keji tetaplah keji walaupun banyak orang yang hanyut dibawa arusnya.
***
Ayat 35
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim."
Muslim adalah isim fail dari Aslama, Yuslimu, Islaaman; yang dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan menyerahkan diri, atau mengakui dengan sesungguh hati akan adanya Allah ﷻ Yang dapat ditegaskan lagi, bahwa kalau tidak Islam, tidaklah agama. Kalau tidak menyerahkan diri dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT, belumlah berarti agama. Dan Allah itu hanya satu, tidak bersekutu dengan lain, walau manusia atau malaikat ataupun benda apa saja dengan Allah Yang Satu itu. Dalam hal ini samalah kedudukan laki-laki dengan perempuan, tidak ada yang kurang dan tidak ada yang lebih.
“Dan laki-laki dan perempuan yang Mukmin." Mukmin adalah isim fail pula dari aamana, yu'minu, iimaanan yang berarti percaya. Iman adalah kelanjutan dan Islam. Setelah mengakui sungguh-sungguh bahwa, Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Perbedaan di antara Islam dengan iman, bahwa Islam barulah semata-mata pengakuan, sedang iman sudah termasuk pelaksanaan.
“Dan laki-laki dan perempuan yang tunduk." Tunduk kita jadikan arti dari kalimat Qaanit-, yaitu orang yang tunduk sikapnya kepada Allah dan Rasul,tidak membantah dan tidak mencari dalih hendak melepaskan diri dari perintah. Bahkan dilaksanakannya dengan baik.
“Dan laki-laki dan perempuan yang jujur." jujur kita jadikan arti dari Shadiqiin dan Shadiqaat, yang kadang-kadang diartikan juga benar. Tidak berbohong dan bersikap apa adanya. Mengakui bersalah kalau salah. Mempertahankan suatu pendirian yang dianggap benar, walaupun berbagai ragam hal yang akan diderita.
“Dan laki-laki dan perempuan yang sabar." Sabar adalah syarat mutlak bagi kesuburan iman. Karena kenaikan iman tidak akan tercapai kalau tidak tahan melalui cobaan.
“Dan laki-laki dan perempuan yang khusyu." Khusyu artinya ialah tekun, tuma'ninah, tenang dan rendah hati, merendahkan diri semata-mata kepada Allah ﷻ Yang menyebabkan seseorang jadi khusyu ialah karena insafnya bahwa kekuasaan Allah tidak akan dapat ditantangnya. Seketika Malaikat jibril menanyakan kepada Nabi Muhammad ﷺ apakah yang dikatakan al-Ihsan (berbuat baik?). Nabi telah memberikan jawaban,
“Dan laki-laki dan perempuan yang bersedekah." Hendaklah kita insaf bahwa kata-kata shidiq yang berarti jujur atau benar, adalah satu rumpunnya dengan sedekah, yang berarti memberikan harta benda sendiri untuk membantu orang lain, baik sedekah wajib yang dinamai zakat harta dan zakat fitrah atau sedekah tathawwu', yaitu memberikan bantuan kepada orang lain yang berupa benda. Kata ini pun satu rumpun dengan shidaaq, yaitu mas kawin atau mahar yang dibayarkan oleh seorang laki-laki kepada perempuan yang dirikahinya. Maksud ketiganya ini sama, yaitu kejujuran. Maka seorang yang bakhil tidak mau bersedekah adalah seorang yang tidak jujur, atau seorang pembohong yang berpura-pura tidak mempunyai harta yang akan disedekahkan, padahal ada. Cuma dia enggan menge-luarkan. Demikian juga shidaaq, sebagai mahar seorang laki-laki kepada perempuan yang dirikahinya. Di Sumatera Timur uang mahar atau mas kawin itu dinamai juga uang jujur. Maka seorang laki-laki dan seorang perempuan yang suka bersedekah, adalah orang yang jujur, yang jiwanya tidak terikat oleh hartanya yang menyebabkan dia bakhil.
“Dan laki-laki dan perempuan yang berpuasa." Dengan puasa pun kita membangkitkan tenaga keinsafan kita sebagai manusia, yang sanggup menahan syahwat dan hawa nafsu dan membatasi diri. Yang demikian itu menanamkan semangat berdisiplin dalam jiwa kita.
“Dan laki-laki dan perempuan yang memelihara farajnya." Yang dimaksud dengan faraj ialah alat kelamin, kepunyaan laki-laki dan kepunyaan perempuan. Alat kelamin di-adakan oleh Allah ﷻ ialah untuk memelihara jenis manusia di muka bumi ini. Dari perhubungan manusia laki-laki dan perem puan, manusia dapat berkembang di muka bumi. Tetapi ditakdirkan pula oleh Allah, bahwa syahwat faraj itu didorong oleh nafsu setubuh yang amat merangsang dan sangat enak, sampai ada orang menyebutnya “buah dunia sejati." Tidak ada kepuasan hidup yang melebihi dari keenakan bersetubuh. Sehingga karena enaknya kerap kali orang lupa apa maksudnya dan apa hikmahnya, lalu diadakannya saja hubungan persetubuhan laki-laki dan perempuan di luar aturan, sehingga ber-kacaulah keturunan.
“Dan laki-laki yang ingat kepada Allah sebanyak-banyaknya dan perempuan." Karena ingat kepada Allah ﷻ itulah alat yang paling kukuh untuk mengendalikan diri kita jangan sampai berbuat perbuatan yang salah, tidak melaksanakan perintah dan tidak menghentikan larangan.
Maka buat semua laki-laki dan perempuan dengan sifat-sifat dan amalan yang tersebut itu,
“Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besan."