Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمِنۡ
dan diantara
ءَايَٰتِهِۦ
ayat-ayat-Nya
مَنَامُكُم
tidurmu
بِٱلَّيۡلِ
diwaktu malam
وَٱلنَّهَارِ
dan siang hari
وَٱبۡتِغَآؤُكُم
dan usaha pencarianmu
مِّن
dari/sebagian
فَضۡلِهِۦٓۚ
karunia-Nya
إِنَّ
sesungguhnya
فِي
pada
ذَٰلِكَ
yang demikian
لَأٓيَٰتٖ
benar-benar tanda-tanda
لِّقَوۡمٖ
bagi kaum
يَسۡمَعُونَ
mereka mendengarkan
وَمِنۡ
dan diantara
ءَايَٰتِهِۦ
ayat-ayat-Nya
مَنَامُكُم
tidurmu
بِٱلَّيۡلِ
diwaktu malam
وَٱلنَّهَارِ
dan siang hari
وَٱبۡتِغَآؤُكُم
dan usaha pencarianmu
مِّن
dari/sebagian
فَضۡلِهِۦٓۚ
karunia-Nya
إِنَّ
sesungguhnya
فِي
pada
ذَٰلِكَ
yang demikian
لَأٓيَٰتٖ
benar-benar tanda-tanda
لِّقَوۡمٖ
bagi kaum
يَسۡمَعُونَ
mereka mendengarkan
Terjemahan
Di antara tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan)-Nya ialah tidurmu pada waktu malam dan siang serta usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) bagi kaum yang mendengarkan.
Tafsir
(Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidur kalian di waktu malam dan siang hari) dengan kehendak-Nya sebagai waktu istirahat buat kalian (dan usaha kalian) di siang hari (mencari sebagian dari karunia-Nya) mencari rezeki dan penghidupan berkat kehendak-Nya. (Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan) dengan pendengaran yang dibarengi pemikiran dan mengambil pelajaran.
Tafsir Surat Ar-Rum: 22-23
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. (Ar-Rum: 22-23)
Ayat 22
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya. (Ar-Rum: 22) yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya Yang Mahabesar, ialah Dia: menciptakan langit dan bumi. (Ar-Rum: 22) Dia menciptakan langit yang tinggi, luas, tembus pandang, tampak berkilauan bintang-bintangnya, baik yang beredar maupun yang tetap. Dan Dia menciptakan bumi yang datar lagi padat berikut gunung-gunungnya, lembah-lembahnya, lautannya, padang pasirnya, hewan-hewannya, dan pepohonannya. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: dan berlain-lainan bahasamu. (Ar-Rum: 22) Yakni berbeda-beda bahasa, ada yang berbahasa Arab, ada yang berbahasa Tartar, ada yang berbahasa Karaj, ada yang berbahasa Romawi, ada yang berbahasa Prancis, ada yang berbahasa Barbar, ada yang berbahasa Takrur, ada yang berbahasa Etiopia, ada yang berbahasa India, ada yang berbahasa non-Arab lainnya, ada yang berbahasa Slovakia, ada yang berbahasa Khazar, ada yang berbahasa Armenia, ada yang berbahasa Kurdi, dan lain sebagainya yang hanya Allaha yang tahu.
Jumlah bahasa Bani Adam banyak sekali, begitu pula perbedaan warna kulitnya, masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri. Semua penduduk bumi sejak Allah menciptakan Adam sampai hari kiamat, masing-masing mempunyai sepasang mata, sepasang alis, hidung, kelopak mata, mulut, pipi, dan seseorang dari mereka tidak serupa dengan yang lain.
Tetapi masing-masing pasti mempunyai sesuatu ciri yang membedakan yang seorang dari yang lainnya, baik itu dalam hal rupa, bentuk, ataupun bahasa. Perbedaan itu ada yang jelas dan ada yang samar, yang hanya diketahui setelah dilihat dengan teliti. Setiap wajah mereka mempunyai ciri khas dan rupa yang berbeda dengan yang lain. Tiada segolongan orang pun yang mempunyai ciri khas yang sama dalam hal ketampanan rupa atau keburukannya, melainkan pasti ada perbedaan di antara masing-masing orang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (Ar-Rum: 22)
Ayat 23
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. (Ar-Rum: 23) Yakni di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Allah menjadikan tidur di malam dan siang hari yang dengan tidur itu tubuh dapat beristirahat; kelelahan serta kepenatan dapat lenyap karenanya.
Dan Dia menjadikan waktu kalian terbangun di siang hari sebagai sarana untuk berusaha dan bepergian untuk mencari sebagian dari karunia-Nya, dan ini merupakan lawan dari kata "tidur". Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. (Ar-Rum: 23) Maksudnya, merenungkannya.
Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Tsaur ibnu Yazid, dari Khalid ibnu Ma'dan; ia telah mendengar Abdul Malik ibnu Marwan menceritakan dari ayahnya, dari Zaid ibnu Sabit radhiyallaahu ‘anhu yang berkata bahwa pada suatu malam ia mengalami kegelisahan tidak dapat tidur, lalu ia mengadukan hal itu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Ucapkanlah, "Ya Allah, semua bintang telah tenggelam dan semua mata telah tertidur, sedangkan Engkau Mahahidup lagi Maha Mengatur semua makhluk-Nya. Wahai Yang Mahahidup lagi Maha Mengatur semua makhluk-Nya, tidurkanlah mataku dan tenangkanlah diriku di malam ini. Maka aku mengucapkannya dan mataku langsung tertidur.
Allah menciptakan pergantian siang dan malam sebagai bukti kekuasaan dan rahmat-Nya. Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya yang lain ialah tidurmu untuk istirahat pada waktu malam setelah kamu beraktivitas pada siang hari, dan pada siang hari kamu beraktivitas kembali, dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya berupa rezeki yang telah diatur oleh-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran dan keesaan-Nya bagi kaum yang mendengarkan dengan saksama agar dapat menumbuhkan sifat kanaah (menerima dengan ikhlas segala karunia-Nya) dan kemantapan jiwa serta kesadaran penuh atas kemahakuasaan-Nya. 24. Dan di antara tanda-tanda kebesaran dan rahmat-Nya adalah bahwa Dia memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan khususnya di saat kamu dalam perjalanan dan di sisi lain ia menjadi harapan akan turunnya hujan bagi kamu yang dilanda kekeringan. Dan Dia menurunkan air hujan dari langit, yakni arah atas, lalu dengan air itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati dan kering. Hujan itu juga menjadi bukti karunia-Nya kepada manusia dan binatang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi kaum yang mengerti atau mau berpikir bahwa hari kebangkitan itu niscaya adanya.
Ayat ini masih membicarakan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah, alam semesta dan hubungannya dengan keadaan manusia, pergantian siang dan malam, serta tidur manusia di malam hari dan bangunnya mencari rezeki di siang hari. Manusia tidur di malam hari agar badannya mendapatkan ketenangan dan istirahat, untuk memulihkan tenaga-tenaga yang digunakan waktu bangunnya. Tidur dan bangun itu silih berganti dalam kehidupan manusia, seperti silih bergantinya siang dan malam di alam semesta ini. Dengan keadaan yang silih berganti itu, manusia akan mengetahui nikmat Allah serta kebaikan-Nya. Di waktu tidur manusia mengistirahatkan tubuhnya. Dia akan mendapatkan pergerakan anggota tubuhnya dengan leluasa di waktu bangun.
Dalam ayat ini, tidur didahulukan daripada bangun, padahal kelihatannya bangun itu lebih penting daripada tidur karena ketika bangun orang bekerja, berusaha, dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam hidup, sebagaimana terkandung dalam firman-Nya, "dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Pada umumnya manusia itu sedikit sekali yang memperhatikan kenikmatan tidur. Kebanyakan mereka memandang tidur itu sebagai suatu hal yang tidak penting. Ini adalah pengertian yang salah dalam memahami nikmat besar yang dianugerahkan Allah kepada manusia.
Tidur merupakan pengasingan manusia dari kesibukan-kesibukan hidup, dan terputusnya hubungan antara jiwa dengan zatnya sendiri, seakan-akan identitasnya hilang waktu itu. Ketika tidur atau dalam keadaan antara bangun dan tidur, manusia pergi ke mana saja yang ia sukai dengan akal dan rohnya. Ia bisa melanglang buana ke balik alam materi yang tidak mempunyai belenggu dan halangan. Di sana dia dapat merealisir apa yang tidak dapat direalisasikannya di dalam dunia serba benda ini. Dalam alam mimpi itu dia akan mendapat kepuasan.
Berapa banyak orang yang miskin, tapi dalam mimpinya ia dapat memakan apa yang diinginkannya. Berapa banyak orang yang teraniaya, tapi dalam mimpinya ia dapat mengobati jiwanya dari keganasan dan kezaliman. Berapa banyaknya orang yang berjauhan tempat tinggal, tetapi dalam mimpi mereka dapat berjumpa dengan sepuas hatinya. Banyak lagi contoh lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Menurut ahli ilmu jiwa, mimpi yang dialami pada waktu tidur merupakan penetralisir, yakni pemurni dan penawar bagi jiwa. Bagi orang-orang yang sedang lapar umpamanya, mereka dapat mewujudkan apa yang diinginkan atau dikhayalkannya di waktu bangun. Demikian pula halnya dengan orang-orang yang teraniaya, haus, dan sebagainya. Dengan situasi itu jiwa akan lega dan tenteram. Kalau tidak demikian, tentu akan terjadi ketegangan-ketegangan jiwa yang sangat berbahaya. Jadi dalam dunia tidur, manusia akan mendapat kepuasan akal, rohani, dan jiwanya. Hal mana tidak dapat diperolehnya di waktu bangun atau jaga.
Apabila tubuh manusia memerlukan makan dan minum, maka roh, jiwa, dan akal pun memerlukan makan dan minum. Kedua hal itu dilakukannya di waktu tidur. Tidur itu tidak lain merupakan belenggu bagi tubuh, tetapi kebebasan bagi jiwa. Dengan demikian, segi kejiwaan mendapatkan kebahagiaannya di waktu tidur, serta bebas dari kebendaan, tekanan, dan kezaliman. Kalau tidak demikian, roh itu akan selalu terbelenggu dalam tubuh dan cahayanya akan pudar.
Orang-orang yang menganggap tidur sebagai suatu hal yang remeh, kemestian yang berat dan diharuskan bagi tubuh manusia, serta suatu obat yang mencekam kepribadiannya, seperti pada masa kanak-kanak dan masa tua, maka anggapan demikian itu disebabkan karena mereka tidak mengetahui kecuali apa yang dapat diraba oleh tangan, atau dilihat oleh mata sendiri. Adapun yang di balik itu, mereka tidak mengetahui atau mempercayainya, atau karena mereka materialistis, yang hanya melihat kepada materi saja. Mereka bergaul dengan manusia hanyalah atas dasar materi.
Apabila tidur dianggap sebagai nikmat yang nyata, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan malam sebagai waktu yang tepat untuknya. Tidur adalah nikmat yang jelas, seperti dalam firman Allah:
Katakanlah (Muhammad), "Bagaimana pendapatmu, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus-menerus sampai hari Kiamat. Siapakah tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu sebagai waktu istirahatmu? Apakah kamu tidak memperhatikan?" (al-Qashash/28: 72)
Malam itu tidak ubahnya sebagai layar yang menutupi makhluk-makhluk hidup termasuk manusia. Lalu dia mengantarkan mereka kepada ketenangan, kemudian tidur.
Sesungguhnya malam merupakan sesuatu yang tidak terelakkan datangnya, sebagaimana juga siang. Malam adalah waktu untuk istirahat dan siang adalah waktu untuk bekerja. Adapun bagi mereka yang bekerja pada malam hari, baginya tetap dituntut untuk memelihara hak badannya dalam arti mengistirahatkannya. Allah berfirman:
Dan Dialah yang menidurkan kamu pada malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari. Kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umurmu yang telah ditetapkan. Kemudian kepada-Nya tempat kamu kembali, lalu Dia memberitahukan ke-padamu apa yang telah kamu kerjakan. (al-Anam/6: 60)
Karena malam adalah waktu yang penting dan tepat untuk tidur, Allah banyak sekali bersumpah dalam Al-Qur'an dengan malam, seperti Surah al-Lail (Malam), sebagai penghargaan bagi waktu malam. Dalam surah ini terdapat isyarat bahwa di kala malam itu datang, tertutuplah cahaya siang, dan terjadilah kegelapan dan keheningan yang merata. Waktu semacam itu sesuai betul untuk tidur dan beristirahatnya tubuh dan jiwa. Apabila siang datang, maka terang benderanglah alam ini dan waktu semacam itu amat tepatlah untuk bekerja, berusaha, dan berjuang. Allah berfirman:
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), demi siang apabila terang benderang. (al-Lail/92: 1-2)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya, demi siang apabila menampakkannya, demi malam apabila menutupinya (gelap gulita). (asy-Syams/91: 1-4)
Dalam ayat 23 ini, siang disamakan dengan malam, yakni dengan firman-Nya, "?tidurmu di waktu malam dan siang hari." Hal demikian itu sebagai penegasan bahwa malam, walaupun waktu yang tepat untuk tidur, tetapi tidak melarang orang mempergunakan waktu siang untuk tidur. Pada umumnya, manusia tidur di waktu malam, tetapi tidak sedikit pula di antara mereka yang tidur di waktu siang, atau sebahagian dari tidurnya dilaksanakan di siang hari. Oleh karena itu, malam didahulukan penyebutannya.
Ayat ini ditutup dengan ungkapan, "Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan." Dalam ungkapan ini seruan ditujukan kepada pendengaran, bukan pancaindra yang lain. Hal ini merupakan suatu isyarat bahwa pendengaran itu mewujudkan pengetahuan, dan juga memberi pengertian bahwa tidur di malam dan siang hari, serta berusaha mencari karunia Allah adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya. Hanya orang yang mempunyai pendengaran yang tajam dan peka yang dapat mem-perhatikan apa yang didengarnya, terutama sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang dibacakan kepadanya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SETENGAH DARI TANDA-TANDA KEBESARAN-NYA
Berturut-turut enam ayat di dalam surah ar-Ruum memperingatkan tanda-tanda kebesaran Allah ﷻ adalah anjuran istimewa mengajak manusia. Tidak ada dalam surah yang lain ajakan sampai menunjukkan enam tanda-tanda.
Ayat 20
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesanan-Nya."
Keenam ayat ini sama bunyi pangkalnya, yaitu “setengah dari tanda-tanda kebesaran-Nya," yang berarti bahwa ini hanya setengah darinya saja, karena banyak lagi yang lain, yang apabila engkau pergunakan akalmu niscaya dia akan bertemu. “Bahwa Dia jadikan kamu dari tanah."
Di sini kita disuruh memikirkan salah satu dari berbagai aneka ragam tanda kebesaran dan kekuasaan Allah ﷻ Pertama sekali kita ini semuanya pada hakikatnya tidak lain ialah tanah. Guliga diri kita ini diambil dari tanah. Anasir darah yang mengalir dari diri manusia terambil dan terjadi dari tanah.
“Kemudian tiba-tiba kamu jadi manusia yang berkembang biak."
Hidup manusia di muka bumi itulah yang menimbulkan sejarah dan menimbulkan yang kita sebut perikemanusiaan dan tidak kita teringat membuat sejarah perikebinatangan, meskipun binatang itu sendiri pun terjadi dari tanah juga,
Ayat 21
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesanan-Nya bahwa Dia ciptakan untuk kamu dari dirimu sendiri akan istri-istri “
Pangkal ayat ini boleh ditafsirkan dengan dua jalan penafsiran. Pertama, kita pakai tafsir yang terbiasa, yaitu insan pertama di muka bumi ialah nenek moyang manusia yang bernama Nabi Adam. Maka adalah riwayat,yang tersebut di dalam hadits yang dirawikan oleh Ibnu Abbas dan lain-lain, bahwa tatkala Nabi Adam itu sedang tidur nyenyak seorang diri di dalam surga jannatun Na'tm, dicabut Allah-lah satu di antara tulang rusuknya sebelah kiri, lalu dijelmakan menjadi seorang manusia itu akan jadi temannya, tetapi diciptakan dia sebagai timbalan dari Adam. Terutama dalam hal kelamin, yaitu pada Adam diberi kelaki-lakian dan pada istri yang diambil dari bagian badan Adam itu diciptakan tanda keperempuanan. Lalu keduanya dikawinkan, tetapi tidak salah kalau kita menyimpang dari tafsir yang biasa itu, kalau kita ingat yang dibahasakan “Dia ciptakan untuk kamu" itu adalah buat seluruh manusia, bukan untuk satu orang nenek yang bernama Adam. Teranglah bahwa yang diambil dari bagian badannya untuk jadi istrinya itu hanyalah Nabi Adam saja. Adapun keturunan Nabi Adam, anak-anak, cucu-cucu, dan cicit Nabi Adam yang telah bertebaran di seluruh permukaan bumi ini, tidaklah seorang juga lagi yang istrinya diambilkan Allah ﷻ dari bagian badannya. Di dalam surah as-Sajdah ayat 7 dan 8 jelas sekali, bahwa yang dijadikan langsung dari tanah hanya Adam (ayat 7). Adapun keturunan Adam diciptakan dari sari pati air yang lemah, yaitu mani (ayat 8).
Maka yang diper“kamu" oleh Allah ﷻ di ayat 22 ini dengan ucapan “Dia ciptakan untuk kamu" dari dirimu sendiri akan istri-istri. Ialah seruan kepada seluruh manusia, bahwa manusia itu sebagai manusia, sebagai cucu Adam pada hakikatnya adalah satu. Ayat 1 dari surah an-Nisaa' telah menjelaskan bahwa penciptaan manusia itu ialah dari nafsin waahidarin, yaitu dan diri yang satu, manusia namanya. Dari manusia yang satu itu juga, bukan diambilkan dari tempat lain, dijadikan akan istri-istrinya. Sesuai dengan hadits Nabi ﷺ
“Dari Anas bin Malik (moga-moga rtdha Allah ﷻ terhadap dirinya), dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah ﷻ telah mewakilkan dalam hal rahim seorang malaikat. Dia berkata, “Ya Tuhan, apakah akan dijadikan nuthfah!" “Ya Tuhan' Apakah akan diteruskan jadi ‘alaqah' “Ya Tuhan, apakah akan diteruskan jadi mudhgah?" Maka bilamana Allah ﷻ telab menghendaki menciptakannya (jadi anak), berkata pulalah malaikat itu, “Ya Tuhan! Apakah akan jadi orang celaka atau akan jadi orang bahagia! Apakah akan jadi laki-laki atau akan jadi perempuan! Maka bagaimana rezekinya! Maka bagaimana ajalnya! Maka dituliskanlah demikian itu ketika dia masih dalam perut ibunya." (HR Bukhari, Muslim, dan Imam Ahmad bin Hambal)
“Dan Kami ciptakan kamu itu berpasang-pasang." (an-Naba': 8)
Yaitu berlaki-laki berperempuan, ber-jantan berbetina.
Maka dipertemukanlah oleh Allah jodoh di antara kedua pihak si jantan dengan si betina, untuk melanjutkan tugas berkembang biak di muka bumi. “Agar tenteramlah kamu kepadanya." Artinya akan gelisahlah hidup kalau hanya seorang diri karena kesepian, terpencil tidak berteman. Lalu si laki-laki mencari-cari si perempuan sampai dapat dan si perempuan menunggu-nunggu si laki-laki sampai datang. Maka hidup pun dipadukanlah jadi satu. Karena hanya dengan perpaduan jadi satu itulah akan dapat langsung pembiakan manusia. “Dan Dia jadikan di antara kamu cinta dan kasih sayang."
Cinta dan kasih sayang dengan sendirinya tumbuh. Pertama sebab positif selalu ingin menemui negatif, jantan mencari betina dan laki-laki inginkan perempuan. Segala sesuatu mencari timbalannya. Dan yang demikian tidaklah akan terjadi atau membawa hasil yang dimaksudkan, yaitu berkembang biak, kalau tidak dari yang sejenis. Orang yang mendapat sakit syahwat setubuh yang keterlaluan (sex maniac) bisa saja menyetubuhi binatang, misalnya kuda atau sapi. Namun dari per-setubuhan itu tidaklah akan menghasilkan anak Di satu penyelidikan kedokteran tentang biologi telah dicoba orang mengawinkan seorang perempuan manusia dengan gorila atau monyet besar. Mereka dapat bersetubuh dengan puas, tetapi anak tidak ada. Itulah hikmah makanya dari “kamu sendiri dijadikan akan istri-istri kamu."
Tentang mawaddatan wa rahmatan. Cinta dan kasih sayang yang tersebut dalam ayat itu, dapatlah kita menafsirkan bahwa mawaddatan yang kita artikan dengan cinta ialah kerinduan seorang laki-laki kepada seorang perempuan dan seorang perempuan kepada seorang laki-laki yang dijadikan Allah ﷻ tabiat atau kewajaran dari hidup itu sendiri. Tiap-tiap laki-laki yang sehat dan perempuan yang sehat, senantiasa mencari teman hidup yang disertai keinginan menumpahkan kasih yang disertai kepuasan bersetubuh. Bertambah terdapat kepuasan bersetubuh, bertambah termaterai-lah mawaddatan atau cinta kedua belah pihak. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya dalam pandangan ajaran Islam jika kedua belah pihak suami-istri membersihkan badan, bersolek, berharum-haruman, wangi-wangian, hingga kasih mesra mawaddatan itu bertambah mendalam kedua belah pihak.
Tetapi sudahlah nyata, bahwa syahwat setubuh itu tidaklah terus-menerus selama hidup. Apabila badan sudah mulai tua, laki-laki sudah lebih dari 60 tahun dan perempuan sudah mencapai 50 tahun, syahwat setubuh dengan sendirinya mulailah mengendur. Tetapi karena hidup bersuami-istri itu bukan semata-mata mawaddatan, bertambah mereka tua, bertambahlah kasih mesra kedua pihaknya bertambah dalam. Itulah dia rahmatan, yang kita artikan kasih sayang. Kasih sayang lebih mendalam dari cinta. Bertambah mereka tua bangka, bertambah mendalam rahmatan kedua belah pihak. Apatah lagi bila melihat anak-anak dan cucu-cucu sudah besar-besar, sudah dewasa, bahkan sudah tegak pula ke tengah masyarakat.
Teranglah di sini bahwa hubungan laki-laki dan perempuan adalah satu di antara ayat-ayat Allah ﷻ atau satu di antara berbagai ragam kebesaran Allah ﷻ Dia bukanlah dosa, sebagaimana disangka oleh setengah pemimpin pikiran dari agama Kristen. Ditanam-kan dalam jiwa sejak kecil bahwa terjadinya hubungan kelamin laki-laki dengan perempuan adalah tersebab dosa Adam. Setengah mereka menafsirkan buah Khuldi yang termakan oleh Adam dan Hawa dalam surga ‘Adn itu ialah setubuh.
Islam tidak mengajarkan demikian. Dengan ayat ini ditunjukkan bahwa hubungan laki-laki dengan perempuan adalah salah satu dari ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaran Allah ﷻ Itu mesti terjadi, kalau tidak maka punahlah manusia di dunia ini. Maka untuk mengatur hidup itu supaya berjalan dengan wajar dan teratur, dijelaskanlah bahwa agama itu gunanya ialah untuk menjaga yang lima perkara. Pertama, menjaga agama itu sendiri. Kedua, menjaga akal supaya jangan rusak. Ketiga, menjaga jiwa supaya jangan binasa menurut yang yang tidak wajar. Keempat, menjaga harta benda dan kelima menjaga keturunan.
1) Untuk menjaga agama mesti diadakan pemerintahan yang teratur. Dilarang murtad.
2) Untuk menjaga akal diperintahkan belajar dan menambah ilmu pengetahuan. Dilarang keras meminum minuman dan memakan makanan yang dapat merusakkan akal.
3) Dijaga hak hidup seseorang. Terlarang membunuh manusia atau membunuh diri sendiri, kecuali menurut peraturan yang telah tertentu, seumpama jiwa bayar jiwa.
4) Dijaga harta benda, diakui hak milik, dianjurkan berniaga, berusaha, bertani dan sebagainya pekerjaan yang halal. Dilarang mencuri, menipu harta orang, merampok, korupsi, dan sebagainya.
5) Disuruh bernikah kawin, dibenci melakukan talak kalau tidak terpaksa sangat, dilarang berzina dan segala hubungan kelamin di luar nikah. Sebab Allah ﷻ telah menyatakan bahwa manusia itu adalah makhluk Allah ﷻ yang termulia dan bersopan santun, mempunyai akhlak yang tinggi. Sebab itu, hendaklah seorang manusia menghargai dirinya sendiri, sebab Allah ﷻ telah menghargainya. Manusia baru mempunyai kebanggaan diri dari sebab keturunannya.
“Sesungguhnya pada yang demikian adalah tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
Ujung ayat memberi ingat kepada manusia agar mereka pikirkan ini kembali. Kenangkan baik-baik. Cobalah pikirkan bagaimana jadinya dunia ini, kalau kiranya manusia berhubungan di antara satu dengan yang lain, laki-laki dengan perempuan sesuka hatinya saja. Tidak ada peraturan yang bernama nikah dan tidak ada peraturan yang bernama talak. Lalu jika bertemu orang mengawan1 saja laksana binatang, sampai perempuan itu hamil. Lalu si laki-laki pergi dan mengawan lagi dengan perempuan lain, dan seorang perempuan menyerahkan dirinya pula kepada segala laki-laki yang disukai atau menyukai dia. Kalau terjadi demikian, niscaya tidaklah begini dunia sekarang, dan tidaklah ada kebudayaan, tidaklah ada rasa cemburu.
Di sinilah menyuruh kita memikirkan sekali lagi, terutama di zaman dunia telah dipengaruhi oleh paham zindiq, paham ateis, yang memandang segala sesuatu hanya dari segi materialis semata-mata, lalu dibandingkan dengan dasar ajaran agama.
Pokok ajaran agama ialah manusia itu adalah makhluk Allah ﷻ paling dimuliakan oleh Allah SWT, ditinggikan derajatnya di muka bumi. Dikatakan bahwa asal-usul kedatangan mereka ialah dari dalam surga ‘Adn. Sedang pokok ajaran Materialisme yang dimulai oleh Charles Darwin dan dijadikan dasar filsafat Histori Materialisme Komunis Karl Marx, bahwa manusia itu seasal dari monyet, bukan dari surga.
Kaum Materialis mencemoohkan surga itu. Mereka mengatakan, bahwa hal-hal yang tidak ada dalam kenyataan, yang hanya namanya saja yang ada, sedang barangnya tiada, artinya ialah tidak ada juga. Bahkan kata-kata yang ditentukan untuk umum, tidak tertentu kepada suatu barang, seumpama kata-kata (kalimat) yang disebut manusia, pada hakikatnya tidaklah ada. Sebab yang ada hanyalah tiap-tiap orang. Paham ini dinamai dalam filsafat, Nominalisme, yang berarti paham serbanama.
Sejarah dunia telah berjalan ribuan tahun. Yang nyatanya, bahwa yang menjaga se-hingga derajat kemanusiaan bertambah tinggi tidak lain ialah agama. Dan bilamana paham materialisme mulai memasukkan pengaruhnya, di waktu itulah kemanusiaan itu akan jatuh martabatnya dan dia sendiri yang menghancurkan sejarahnya.
Ayat 22
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah penciptaan semua langit dan bumi dan berlainan bahasa-bahasa kamu dan warna-warna kulit kamu."
Dalam susunan ayat ini seorang yang berpengertian disuruh terlebih dahulu Sesudah menengadah melihat langit dan menekur meninjau bumi, orang disuruh kembali melihat dirinya sendiri."Dan berlainan bahasa-bahasa kamu dan warna-warna kamu." Itu pun menjadi salah satu tanda pula dari berbagai tanda kebesaran Allah ﷻ Terutama perlainan, meskipun manusia hidup di atas satu bumi, di bawah kolong dari satu langit, namun terdapatlah bahasa yang berbagai-bagai. Ada bahasa Inggris, ada bahasa Perancis, ada bahasa Jerman, ada bahasa Rusia, dan berbagai bahasa lagi di Eropa Timur, dan ada bahasa Italia, ada bahasa Spanyol, jangankan demikian, sedangkan di tanah air Indonesia, negara kepulauan ini saja, tidak kurang dari tiga ratus bahasa daerah, yang kalau tidaklah ada bahasa persatuan Indonesia, yang dahulunya bernama bahasa Melayu, yang jadi bahasa lingua franca yang mempersatukan pulau-pulau ini, alangkah sukarnya buat menjadi sebuah negara besar.
Di samping perlainan bahasa yang berbagai ragam, entah berapa ribu banyak bahasa di dunia terdapat pula perlainan warna kulit, warna muka. Kulit kuning, kulit putih, dan kulit hitam dan kulit sawo matang dan kulit merah di Amerika pada bangsa Indian. Termasuk juga dalam perlainan warna kulit ialah bentuk keindahan wajah insani. Di waktu menulis Tafsir ini tidaklah kurang dari 4.000.000.000 atau empat miliar penduduk dunia ini, namun tidaklah ada yang serupa. Hanya kelihatan sepintas lalu mereka sesama manusia, namun Allah ﷻ menakdirkan buat tiap-tiap diri ada kepribadian sendiri yang berbeda satu sama lain. Sampai-sampai pun kepada ujung jari, yang bernama sidik jari, sampai pun kepada raut muka, bentuk mata, bentuk hidung, bentuk telinga, tidak ada yang serupa; yang satu melaini yang lain. Alangkah kaya Allah ﷻ dengan rupa dan bentuk yang demikian. Sudah sekian ratus tahun manusia hidup di dunia, yang datang dan yang pergi, dan ada lagi yang akan datang, menggantikan yang sekarang yang pasti pergi jika datang ajalnya, namun yang serupa tidak ada. Sungguh suatu keajaiban yang dahsyat.
“Sesungguhnya pada yang demikian adalah tanda-tanda bagi orang-orang yang berpengetahuan."
Ujung ayat ini membayangkan tentang pentingnya orang mempunyai ilmu penge-tahuan di samping pada ayat yang sebelumnya orang dianjurkan buat berpikir. Bahkan segala tanda-tanda yang telah disebutkan itu sungguh-sungguh menggalakkan manusia untuk berpikir dan belajar. Mengajak manusia mendirikan berbagai universitas dengan berbagai fakultas. Ilmu alam yang meminta pengetahuan tentang bintang-bintang di langit, ilmu bumi tempat kita berdiam. Sangat banyak ilmu yang timbul di atas permukaan bumi ini. Yang ber-kenaan dengan kemanusiaan saja berbagai cabang bagiannya: etnologi, antropologi, sosiologi, psikologi, histori, ilmu purbakala (arkeologi), ekonomi, politik, dan sosial. Belum tentang bumi itu sendiri dengan berbagai ragam ilmunya: ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu pertambangan, ilmu berkebun, ilmu tentang hidup (ilmu hayat) yang mengenai manusia, binatang, serangga, ikan, dan burung. Ilmu tentang lautan dengan berbagai ragamnya (oseanologi). Dan semuanya itu bertali pula dengan ilmu alat penting sejak dari ilmu ukur, ilmu berhitung, dan berbagai macam ilmu pasti yang akan membawa kepada teknologi.
Ayat 23
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesaran-Nya, tidur kamu di waktu malam dan siang"
Apabila matahari telah terbenam udara yang panas berubah jadi sejuk. Kesejukan udara dan bumi yang diliputi gelap menyebabkan keadaan yang demikian jadi sesuai untuk istirahat, maka mata pun meluyu tidur. Siang hari pun kadang-kadang karena kepayahan kita pun tidur di waktu yang dinamai dalam bahasa Arab waqtu qailulah, di waktu itu pun kadang-kadang kita mengambil istirahat, walaupun hanya sejenak.
“Dan usaha kamu mencari sebagian dari karunia-Nya." Yaitu semenjak matahari telah terbit, terbukalah waktu lapang buat berusaha mencari kebahagiaan dari karunia Allah ﷻ untuk hidup, mencari minum dan makan, untuk mencari nafkah perbelanjaan anak dan istri, membangun rumah tangga sederhana, kendaraan yang jadi sebagian keperluan berusaha dan menghubungi tetangga dan masyarakat sehingga setiap hari siang yang kita lalui, penuhlah dengan amal bakti yang saleh dan timbul dari iman.
“Sesungguhnya pada yang demikian adalah tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan."
Perhatikan pulalah ujung ayat yang menyebutkan tentang orang-orang yang sukamen-dengarkan, suka memasang pendengarannya. Karena dengan pancaindra, di antara kelima indra yang menghubungkan pribadi tiap-tiap kita dengan alam keliling kita ialah melihat dan mendengar.
Ayat 24
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia perlihatkan kepada kamu kilat, menimbulkan ketakutan dan keinginan."
Sekarang kita disuruh melihat dengan mata kepala sendiri betapa dahsyat tanda kebesaran Allah ﷻ itu di ruang angkasa. Mula-mula kelihatanlah langit yang tadinya cerah, tidak berawan panas matahari laksana membakar. Tiba-tiba mulailah angin berembus, mulanya sepoi tetapi tidak lama kemudian sudah mulai embusannya itu keras. Di lihat ke langit, dalam masa yang tidak lama, hanya dari menit ke menit, bukan dari jam ke jam, awan tadi mulai berkumpul dan bergumpal. Mulanya memutih tetapi dengan segera menjadi berwarna hitam dan kian pekat. Mulailah kedengaran guruh agak keras dan angin pun ber-tambah keras. Tiba-tiba memancarlah sinar listrik yang kita namai kilat atau petir itu, cepat sekali, laksana cemeti memukul di ruang angkasa. Sejenak saja sesudah kilat yang hebat itu kedengaranlah bunyi petir atau petus yang sangat dahsyat bunyinya, lebih berpuluh kali hebatnya dari letusan bom atau meriam bikinan manusia. Ketika itu tumbuhlah takut, demi mendengar bunyi dahsyat sesudah melihat cemeti kilat. Tetapi takut bercampur dengan keinginan, yaitu keinginan agar hujan segera turun. Karena sudah lama kemarau saja.
Sesudah itu barulah, “Dan Dia turunkan air dari langit." Yaitu hujan, “Maka hiduplah dengan sebabnya bumi itu sesudah matinya," yaitu dengan sebab telah turunnya air dari langit itu, yaitu dari angkasa yang di atas kita itu, yang disebut langit karena tingginya. Turun air itu dari sana, menjadilah hujan. Hujan yang telah lama ditunggu. Hujan yang telah lama dinantikan dengan penuh keinginan dan harapan.
Maka di penutup ayat ini, Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya pada yang demikian." Yaitu pada kilat yang sabung-menyabung, laksana cemeti malaikat melecut setan yang gentayangan di udara layaknya, lalu diiringi oleh petir atau petus yang dahsyat bunyinya hingga menimbulkan ngeri dan takut, tetapi keinginan akan turunnya hujan masih tetap ada pada manusia karena keduanya itu, takut dan ingin, adalah naluri ataugharizah manusia belaka, yaitu insting ingin mempertahankan hidup. Maka semuanya itu,
“Adalah tanda-tanda bagi kaum yang berakal."
Barang maklum, bahwa tanda-tanda kebesaran Allah ﷻ yang sebanyak itu tidak-lah akan dapat ditanggapi kalau alat tidak ada. Pikiran mesti diasah, kecerdasan mesti diper-tinggi. Berpikir yang teratur dengan logika atau dengan belajar ilmu pasti. Dengan itu pula kita mencari ilmu pengetahuan, mengadakan survei dan riset. Pendengaran mesti dipertajam. Supaya orang jangan lupa bahwa bukan mata saja yang melihat, telinga pun mesti dinyaringkan. Dan puncak dari semuanya itu ialah akal.
Ayat 25
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesanan-Nya bahwa berdirilah langit dan bumi dengan kehendak-Nya."
Dalam ayat ini telah dijelaskan bahwa berdiri keduanya itu adalah atas kehendak Allah ﷻ atau atas perintah-Nya. Kita boleh menyelidik lebih dalam tentang teori Isaac Newton tentang hubungan daya tarik di antara bumi dan langit atau di antara bintang dengan bintang. Jarak ukuran yang tertentu di antara yang satu dengan yang lain, menyebabkan tidak ada yang jatuh, tidak ada yang gugur."Kemudian itu apabila Dia memanggil kamu dengan sekali panggil dari bumi." Masing-masing kita yang hidup di atas bumi ini, jika telah sampai ajal kita pun mati. Kembalilah tubuh kita kepada asal tempat dia diambil. Hancurlah dia di sana menurut undang-undang alam yang telah tertentu. Kemudian Kiamat pun datang.
Begitu pulalah tafsiran dari ujung ayat,
“Tiba-tiba kamu pun dikeluarkan."
Yakni setelah siap wajah bumi diganti, manusia pun dipanggil dengan Israfil meniup serunai sangkakala. Semua manusia dikeluarkan dari dalam bumi lama untuk hidup kekal dalam bumi yang baru. Bumi telah berubah dari yang dahulu, langit pun telah berubah dari langit yang dahulu, malah manusia pun telah pula berubah dari manusia yang dahulu, ialah manusia yang akan menerima khuluud, abadi. Akan datang menghadap Allah SWT, untuk diperhitungkan dan untuk menentukan di antara dua tempat, surga atau neraka.
Ayat 26
“Dan kepunyaan-Nyalah siapa pun yang berada di semua langit dan bumi."
Dari Dia datangnya semua dan kepada-Nya akan kembali. Tumbuh, subur, berdaun, dan berbuah lalu kian tua, gugur, dan akhirnya mati. Begitu semuanya, masing-masing me-nurut apa yang Dia tentukan.
“Semuanya hanya kepada-Nya saja bertanduk."
Tidak ada yang dapat bertahan. Diibaratkan kepada manusia sendiri. Banyaklah di antara manusia itu yang tidak sadar akan kebenaran Allah ﷻ dan engganlah dia menempuh maut, bahkan mengenangkan mati itu saja pun dia takut. Namun dia pasti mati juga. Dia mesti tunduk kepada ketentuan Allah ﷻ
Ayat 27
“Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengembalikannya dan itu lebih."
Firman Allah ﷻ ini adalah peringatan bagi orang yang ragu akan pastinya hari Kiamat. Allah ﷻ telah memulai menciptakan manusia, bahkan menciptakan langit dan bumi. Sebagaimana dikatakan dalam ayat 25, semuanya yang ada ini akan binasa, manusia akan mati, langit dan bumi akan tenggelam dan hancur. Tetapi bumi dan langit akan digilirkan dengan bumi dan langit baru, dan manusia pun akan dipanggil supaya hidup kembali. Itu adalah mudah bagi Allah Yang Mahakuasa. Dia yang memulai penciptaan dan Dia pula yang akan menghidupkannya kembali. Menghidupkan kembali itu lebih mudah bagi Allah ﷻ daripada penciptaan semula. “Dan bagi-Nyalah segala perumpamaan yang mahaagung di semua langit dan bumi". Segala sifat yang terpuji dan mulia, pada Allah-lah puncak keagungan dan kesempurnaannya. Kalau misalnya kita menyebut perihal hidup, maka Allah-lah sumber hidup sejati dari segala yang hidup. Dan segala yang hidup ini jika datang ajalnya, dia pasti mati. Namun Allah ﷻ tidak akan pernah mati selamanya.
“Dan Dia adalah Mahaperkasa, Mahabijaksana."
Mahaperkasa, berwibawa, berdisiplin, maka keras aturannya, selamat siapa yang me-matuhi dan celaka siapa yang mengingkari. Mahabijaksana, sehingga dikirim-Nya terlebih dahulu utusan-utusan, rasul-rasul dan nabi-nabi yang terpilih dan kalangan manusia sendiri buat menyampaikan pesan-pesan dan peringatan-Nya kepada manusia, agar mereka menempuh jalan yang benar dan mulia, supaya selamat hidup di dunia dan bahagia di akhirat. Sehingga kalau ada orang yang menempuh jalan salah, lalu terlempar ke dalam neraka Jahannam, mereka tidak lagi akan menyesal kepada Allah SWT, sebab pemberitahuan dan bimbingan telah diberikan lebih dahulu.
***
Ayat 28
“Dia (Allah) telah membuat untuk kamu perumpamaan dari diri kamu sendiri."
Supaya dapat kamu pahamkan betapa pentingnya tauhid itu, kepercayaan tentang Ke-esaan Allah SWT, yang tidak bisa dipersekutukan dengan yang lain. Apabila perumpamaan ini telah kami pahamkan dan renungkan niscaya kamu tidak akan suka lagi mempersekutukan yang lain dengan Allah ﷻ “Apakah ada di antara hamba-hamba yang dimiliki oleh tangan kananmu suatu persekutuan pada rezeki yang Kami anugerahkan kepadamu, sehingga kamu sama-sama berhak?"
Yang dimiliki oleh tangan kanan ialah kata lain untuk orang yang tidak merdeka, yaitu hamba sahaya atau budak. Seorang budak tidaklah dia merdeka dan tidaklah dia duduk sama rendah, tegak sama tinggi dengan tuan yang mempunyai dia. Harta milik kepunyaan tuan yang mempunyai budak itu tidaklah berkongsi mempunyai dengan budak yang dimilikinya itu. Bahkan budak itu sama saja nilainya dengan barang-barang rezeki yang diberikan Allah ﷻ kepada seseorang. Misalkan seorang tuan yang merdeka menyuruh budaknya bekerja mengurus kebun, mencangkul sawah, atau menggembalakan kambing atau melayani kedai tempat berjualan. Teranglah, bahwa budak itu tidak turut berkongsi dengan tuannya itu menguasai dan mempunyai barang-barang kekayaan tuannya itu. “Kamu takut kepada mereka setakut kamu kepada diri kamu sendiri?" Takut misalnya akan rugi, karena takut kongsinya marah dan kecil hati.
“Seperti demikianlah Kami menguraikan tanda-tanda bagi kaum yang berakal."
Di sini diperingatkanlah suatu hal yang digali dari perasaan wajar manusia sendiri. Kalau dia berbudak, tidaklah manusia merdeka itu merasa berkongsi dengan budak itu atas harta kekayaan si tuan sendiri. Si budak pun akan insaf, jangankan berkongsi mempunyai harta kepunyaan tuannya dengan dia, sedang dirinya sendiri pun dia tidak berkongsi lagi dengan tuannya. Inilah kemalangan nasib jadi budak.
Ayat 29
“Tetapi orang-orang yang zalim telah mengikuti hawa nafsu mereka tidak dengan ilmu."
Orang-orang yang zalim ialah orang yang aniaya. Sebab orang itu melawan hati nuraninya sendiri, lalu disembahnya barang yang tidak patut disembah karena ilmu tentang Allah ﷻ yang sejati tidak ada padanya. Oleh sebab mereka telah aniaya dan berjalan di dalam gelap karena tidak ada ilmu, pastilah dia tersesat. Kalau mereka telah tersesat, “Maka siapakah yang akan memberi petunjuk bagi orang-orang yang telah disesatkan Allah?" Dalam ayat ini jelas sekali bahwa mereka dijadikan Allah ﷻ tersesat karena mereka sendiri yang zalim, aniaya, tidak mau menempuh jalan yang benar, dan tidak mau menuntut ilmu tentang hakikat kebenaran. Yang akan dapat menolongnya melepaskannya dari jalan yang sesat itu hanya Allah ﷻ saja. Yang lain tidak sanggup.
“Dan tidaklah ada bagi mereka siapa jua pun yang akan menolong."
Oleh sebab itu, sejak semula hendaklah manusia sudi menerima kebenaran. Sudi me-nuruti jalan yang telah digariskan oleh rasul ﷺ. Karena kalau sekali telah salah memilih jalan, lalu terpotong ke jalan salah, keluar dari garis jalan yang lurus, dia pasti terjungkir ke dalam lurah yang dalam. Di waktu itu tidak ada orang yang dapat menolongnya lagi, kecuali hanya menunggu kasihan Allah ﷻ jua.