Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱللَّهُ
Allah
يَبۡسُطُ
melapangkan
ٱلرِّزۡقَ
rezeki
لِمَن
bagi siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
مِنۡ
dari pada
عِبَادِهِۦ
hamba-hamba-Nya
وَيَقۡدِرُ
dan Dia menyempitkan
لَهُۥٓۚ
baginya
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
بِكُلِّ
dengan segala
شَيۡءٍ
sesuatu
عَلِيمٞ
Maha Mengetahui
ٱللَّهُ
Allah
يَبۡسُطُ
melapangkan
ٱلرِّزۡقَ
rezeki
لِمَن
bagi siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
مِنۡ
dari pada
عِبَادِهِۦ
hamba-hamba-Nya
وَيَقۡدِرُ
dan Dia menyempitkan
لَهُۥٓۚ
baginya
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
بِكُلِّ
dengan segala
شَيۡءٍ
sesuatu
عَلِيمٞ
Maha Mengetahui
Terjemahan
Allah melapangkan rezeki bagi orang yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki) baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Tafsir
(Allah melapangkan rezeki) meluaskannya (bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya) sebagai ujian dari-Nya (dan Dia pula yang membatasinya) yakni, menyempitkan rezeki (baginya) sesudah rezeki itu dilapangkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya sebagai cobaan dari-Nya. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) antara lain melapangkan dan menyempitkan rezeki.
Tafsir Surat Al-'Ankabut: 61-63
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan? Tentu mereka akan menjawab, "Allah, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendakinya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menurunkan air dari langit, lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya? Tentu mereka akan menjawab, "Allah. Katakanlah, "Segala puji bagi Allah.” Tetapi kebanyakan mereka tidak memahaminya. (Al-'Ankabut: 61-63)
Ayat 61
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman, menegaskan bahwa Dia adalah Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia. Dikatakan demikian karena orang-orang musyrik menyembah selain-Nya di samping Dia, padahal mereka mengakui bahwa Allah sendirilah yang menciptakan langit, bumi, mentari, dan rembulan; dan Dia pulalah yang menundukkan siang dan malam hari.
Ayat 62
Dia adalah Yang memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya dan Yang menentukan ajal mereka yang berbeda-beda, juga yang memberikan rezeki mereka yang berbeda-beda. Maka terjadilah perbedaan di antara mereka dalam hal rezeki, ada yang kaya dan ada yang miskin. Dia Maha Mengetahui apa yang lebih maslahat bagi masing-masing dari mereka; dan siapakah yang berhak menjadi orang kaya dan siapa pulakah yang berhak menjadi orang miskin.
Ayat 63
Allah menyebutkan pula bahwa hanya Dia sendirilah yang menciptakan segala sesuatu dan hanya Dia sematalah yang mengatur semuanya. Apabila demikian keadaannya, maka tiada yang berhak disembah selain Dia, dan bertawakal itu hanyalah kepada-Nya. Sebagaimana Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dalam kerajaan-Nya, maka hendaklah Dia pun diesakan pula dalam penyembahan. Sering kali Allah subhaanahu wa ta’aalaa menetapkan kedudukan Uluhiyah-Nya dengan pengakuan keesaan dalam Rububiyah-Nya. Dahulu orang-orang musyrik mengakui hal tersebut sebagaimana yang tersitirkan dari perkataan mereka dalam talbiyahnya, "Kupenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang Engkau miliki, sedangkan dia tidak memiliki."
Allah pula yang melapangkan rezeki, baik material maupun nonmaterial, bagi orang yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, dan Dia pula yang membatasi baginya semata demi kemaslahatan hamba-Nya itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, antara lain, mana bentuk pekerjaan yang memberi maslahat atau tidak, juga rezeki mana yang maslahat dan yang tidak maslahat. 63. Allah kembali menunjukkan bukti kebodohan orang kafir karena tidak mau menggunakan akal mereka untuk membuktikan wujud dan keesaan-Nya. Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, 'Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu dengan air itu dihidupkan-Nya bumi yang sudah mati'' Pasti mereka akan menjawab, 'Allah. ' Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, 'Segala puji bagi Allah' bahwa mereka mengakui kebenaran hal tersebut, tetapi kebanyakan mereka tidak mengerti atau tidak mau mempelajari bahwa tidak ada kontradiksi di alam ini; segalanya berjalan dengan teratur.
Pada ayat ini, Allah menyatakan bahwa Dialah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dia sendiri yang berkuasa untuk menentukan rezeki, sehingga orang-orang yang beriman tidak perlu enggan berhijrah karena takut miskin. Allah memberi rezeki di mana saja mereka berada, baik di negeri sendiri, maupun di negeri orang atau dalam perjalanan, bahkan ketika mereka ditawan musuh.
Allah berfirman:
Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (adz-dzariyat/51: 58)
Ayat ini selanjutnya menyatakan bahwa Allah mengetahui segala kemaslahatan makhluk-Nya. Dia juga mengetahui orang-orang yang mengerjakan amal saleh karena banyak dianugerahi rezeki, dan mengetahui orang-orang yang membuat kerusakan dan kemungkaran dengan kekayaan yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka."
Ayat ini dapat pula dihubungkan dengan pernyataan orang-orang musyrik pada ayat sebelum ini (ayat 61) di mana Allah menyatakan kepada orang-orang musyrik, "Siapa yang menciptakan dan menguasai alam semesta ini?" Mereka tidak mendapatkan jawaban, kecuali tunduk dengan menetapkan bahwa Allah Yang Maha Esa yang menciptakan dan menguasai seluruh makhluk. Jika mereka telah mengakui hal itu, mengapa mereka masih ragu siapa yang menanggung rezeki seluruh makhluk itu. Jika mereka mengatakan bahwa Allah-lah yang melapangkan dan menyempitkan rezeki kepada makhluk-Nya, tidak ada yang lain, kenapa mereka masih menyembah dan meminta rezeki itu kepada berhala-berhala?
Allah selanjutnya menjelaskan bahwa Dia membedakan hamba-hamba-Nya dalam hal pemberian rezeki karena Ia lebih mengetahui kemaslahatan mereka. Pemberian itu harus disesuaikan dengan keadaan mereka masing-masing.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 60
“Dan betapa banyak binatang yang tidak membawa rezekinya sendiri." (pangkal ayat 60)
Akan timbul keragu-raguan buat berpindah, buat hijrah, karena berat bercerai dengan harta benda, dan berat bercerai dengan kesenangan selama ini; rumah ada, harta ada, makan minum terjamin, kehidupan sudah tetap. Kalau sekiranya pindah, apa jaminan pindah? Dari mana akan dapat makan? Dari mana akan dapat rezeki. Maka datanglah peringatan Allah ﷻ ini."Tengoklah binatang yang melata di atas bumi itu! “Kalimat yang dipakai untuk arti binatang dalam ayat ini ialah daabbatin. Artinya yang asli ialah menjalar. Menjalar di atas bumi, baik dengan kaki dua atau kaki empat, laba-laba menjalar dengan kaki enam, kepuyuk pun dengan kaki enam, bahkan ada yang menjalar di muka bumi dengan kaki lebih dari empat-puluh. Semua binatang yang merangkak, menjalar, dan beringsut itu, tidak ada yang berjalan membawa kantong untuk persediaan makanan. Ikan dalam air pun tidak membawa makanan ke mana pergi, bahkan di mana ada air di sana ada makanannya, Namun selama binatang-binatang itu masih hidup, rezekinya telah tersedia. “Allah-lah yang memberinya rezeki, dan untuk kamu pun." Rezeki yang paling kukuh dan tidak akan hilang dari dada ialah iman; dan iman itulah kelak yang akan jadi modal pertama dalam menempuh hidup, walaupun kantong diterbangkan angin. Sebab orang yang beriman itu jiwanya besar, keyakinannya penuh, pikirannya tidak pernah tertumbuk.
“Dan Dia adalah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
(ujung ayat 60)
Oleh sebab Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, maka orang-orang yang telah menyerah bulat kepadanya tidaklah sekali-kali akan dikecewakannya.
“Dan sesungguhnya jika engkau tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan semua langit dan bumi?"
Ayat 61
“Dan Yang Mengatur matahari dan bulan?" Pastilah mereka akan berkata, “Allah!" (pangkal ayat 61)
Agama apa pun yang mereka peluk, ataupun mereka menyembah berhala beratus-ratus banyaknya. Kalau ditanyakan siapakah yang menjadikan langit terbentang tinggi itu? Mereka tidak akan menjawab lain. Pasti mereka akan mengatakan bahwa Allah-lah yang menciptakan! Begitu pun bumi! Begitu pun matahari yang jalannya begitu teratur dari masa ke masa, tidak pernah bertingkah, sehingga teratur pergantian malam dan siang. Demikian pun bulan, sejak dari bulan sabitnya sampai purnamanya dan sampai dia susut kembali. Tidak ada yang akan berteori menjawabkan bahwa yang menjadikan tujuh petala langit adalah dewanya sendiri.
“Maka betapa lagi mereka dipalingkan?"
(ujung ayat 61)
Kalau memang sudah mengakui dengan serba kepastian bahwa tidak ada pencipta alam selain Allah, baik bumi atau langit dengan ketujuh tingkatnya, atau matahari bersama bulannya, mengapa yang lain yang disembah?
Ayat 62
“Allah-lah yang melebarkan rezeki kepada barangsiapa yang Dia kehendaki dari hamba-Nya." (pangkal ayat 62)
Allah yang melebarkan, meluaskan dan memperkembangkan rezeki itu sehingga ada di antara hamba-hamba-Nya itu yang jadi kaya raya, melimpah-limpah. “Dan Dia yang membatasi baginya." Yaitu ada hamba Allah yang dapat hanya sekadar akan dimakan, itu pun susah mencarinya, sehingga hidup hamba Allah di dunia ini tidak sama keadaannya, tidak sama nasibnya, bertinggi-berendah, berkaya-bermiskin.
“Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahatahu."
(ujung ayat 62)
Perimbangan di antara kelebihan dan kekurangan, ketinggian dan kerendahan, atau ibarat adanya tanah datar dan gunung-gunung, adanya kayu di hutan lebat yang tinggi menjulang di samping rumput-rumput yang tingginya hanya sejengkal, semuanya itulah kekayaan.
Ayat 63
“Dan jika engkau tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang telah menurunkan air dari langit, sehingga hiduplah tersebab dia bumi itu sesudah matinya?"
Ini pun pertanyaan yang disuruh oleh Allah ﷻ Nabi-Nya menanyakan pula kepada kaum yang mempersekutukan Allah dengan yang lain itu. Kalau hujan sudah lama tidak turun, sehingga terjadi kemarau panjang dan bumi seakan-akan mati, siapa yang berkuasa menurunkan hujan dari langit?
Maka kalau ditanyakan kepada mereka yang menyembah kepada yang selain Allah ﷻ itu, siapa yang menurunkan air itu dari langit? “Pastilah mereka akan berkata, “Allah!" Yaitu Yang Mahakuasa, Mahaperkasa, Mahatinggi atas segala yang maujud ini."Katakanlah, “Segala puji bagi Allah!" Artinya, sambutlah jawaban mereka yang telah tepat itu dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, sebab mereka telah menjawab yang tepat.
“Tetapi yang lebih banyak di antara mereka tidaklah memikirkan."
(ujung ayat 63)
Meskipun mereka mengaku bahwa tidak ada yang lain yang menciptakan semua langit dan bumi, atau matahari dan bulan, atau yang menurunkan hujan dari langit ketika bumi telah mulai mati, meskipun jika ditanyakan, mereka telah menjawab bahwa memang Allah-lah yang menciptakan semuanya itu, namun mereka tidaklah memakai pikirannya lebih lanjut. Allah ﷻ hanya sekadar diakuinya adanya, tetapi pengakuan itu tidak dihayatinya. Tidak dipupuknya rasa syukur dan terima kasih, rasa pengabdian dan pemahaman. Tidak mereka ikuti petunjuk menuju Allah dengan melalui jalan Allah yang dibimbingkan dan dipimpinkan oleh Rasul Utusan Allah SWT, sehingga nilai mereka sebagai manusia tidak naik, melainkan menurun. Padahal kalau sudah diakui dalam fitrah manusia bahwa Yang Mahakuasa, yang disebut Allah ﷻ atau Ilah itu hanya satu saja, hendaklah yang disembah yang satu itu pula.
***
Ayat 64
“Dan tidak lain hidup keduniaan ini hanyalah sendagwutu dan main-main." (pangkal ayat 64)
Pertama sekali hendaklah diingat bahwa segala kehidupan di dunia yang tidak meng-ingat akan mati dan tidak mengingat tujuan terakhirnya itu ridha Allah, adalah hidup yang hanya dipenuhi oleh senda gurau. Karena jika orang tidak menghadapkan hidupnya kepada kebenaran, niscaya hidup itu tidak mempunyai tujuan, Timbalan dari kebenaran tiada lain hanyalah kebatilan. Di sini bertemulah pertalian yang tidak berpisah di antara senda gurau dan main-main, tidak ada kesungguhan. Sebab itu maka menolak kebenaran menjadikan senda gurau dan menghadapkan perhatian kepada yang batil jadilah main-main.
Senda gurau dan permainan hidup itu jarang dirasakan oleh manusia. Sedang dia lekas menurutkan kehendak hati dengan tidak ada tujuan, umurnya berangsur juga habis. Hari-hari yang telah dilalui itu rasanya hanya sebentar saja.
Lalu datanglah ujung ayat memperingatkan,
“Dan sesungguhnya negeri akhirat, itulah dia sebenar hidup; kalau adalah mereka mengetahui."
(ujung ayat 64)
Hidup yang sejati, hidup yang khulud ialah hidup di negeri akhirat. Tetapi buat mencapai hidup di negeri akhirat yang sejati hidup, yang sebenar hidup, tidak ada pula alam lain melainkan di dunia ini juga. Sebab itu maka bukanlah seorang Muslim menyumpah atau mencampakkan dunia, mengutuk dunia. Melainkan mengambil kesempatan mempergunakan hidup di dunia ini untuk mengumpulkan bakal bagi kehidupan sejati di akhirat.
Kemudian itu Allah ﷻ pun membayangkan pula perangai kebanyakan manusia dalam menghadapi hidup di dunia ini. Yaitu dunia yang penuh dengan senda gurau dan main-main.
Ayat 65
“Maka apabila mereka telah naik ke kapal, mereka serulah Allah, dalam keadaan mengikhlaskan agamanya semata-mata untuk-Nya." (pangkal ayat 65)
Digambarkanlah keadaan manusia yang pergi belayar jauh mengarungi lautan dengan menumpang kapal, atau perahu, atau pencalang atau biduk dan sekunar. Mula belayar tentu belum apa-apa. Tetapi setelah kapal itu lebih ke tengah lagi dan tanah daratan bertambah jauh, tiba-tiba datanglah angin topan yang sangat kencang dan ombak gelombang bergulung-gulung amat dahsyat, sehingga mudah sajalah kapal itu tenggelam, jika dibanding besarnya gelombang yang laksana setinggi gunung dengan kapal yang terapung-apung laksana sabut itu. Di waktu itulah si penumpang kapal merasa cemas, timbul takut akan mati tenggelam. Ada yang muntah-muntah karena mabuk, bahkan ada yang berpancaran najis tidak tahu diri lagi. Di waktu itu sajalah mereka tidak bersenda gurau lagi dan tidak main-main lagi. Di waktu itu sajalah mereka betul-betul ikhlas mengenal Allah SWT, menyeru Allah saja, tidak memanggil yang lain. Orang musyrik ketika itu tidak musyrik lagi. Kalau ada yang membawa keris pusaka, dia tidak ingat lagi keris itu. Kalau ada yang memuja berhala, dia tidak menyebut berhala itu lagi. Waktu itu tidak ada main-main, di waktu itu semua sungguh-sungguh, bahkan ada yang bernadzar, kalau selamat saja sampai di darat mereka akan tobat."Tetapi setelah Dia selamatkan mereka ke daratan." Dan yang menyelamatkan itu tidak lain dari Allah sendiri,
“Tiba-tiba mereka pun mempersekutukan."
(ujung ayat 65)
Tetapi seperti pepatah Melayu, “Panas telah terik, kacang pun lupa akan kulitnya."
Begitulah keadaan manusia yang di-pesona oleh hidup keduniaan. Dalam hidup sehari-hari ini kehidupan mereka itu tidak ada tujuan, tidak ada dasar. Hati lekat kepada dunia, bukan kepada yang menganugerahkan dunia. Nanti satu waktu tidaklah mereka akan terlepas dari bala bencana, karena hidup itu bukahlah semata-mata enak saja. Di waktu itu baru mereka ingat Allah ﷻ dengan tulus ikhlas. Tetapi kalau telah lepas dari bahaya, mereka kembali mempersekutukan Allah ﷻ Malahan ada yang tidak mau mengakui bahwa Allah ﷻ campur tangan dalam nikmat yang mereka terima. Atau ada disebutnya dengan mulut “Allah, Allah!" tetapi cuma hingga mulut. Lanjutan ayat lebih tepat mengorek sudut yang buruk dalam jiwa mereka.
“Karena mereka hendak memungkiri apa yang telah Kami berikan kepada mereka."
Ayat 66
Artinya, setelah selamat beranilah mereka memungkiri kekuasaan Allah. Beranilah mereka mengatakan bahwa keselamatan itu berhasil karena kebetulan saja, atau karena per-juangan mereka sendiri."Dan karena mereka hendak bersenang-senang, “ sebab keuntungan telah didapat.
Dan suku ayat kedua, “Dan karena mereka hendak bersenang-senang," memperturutkan hawa nafsu melakukan pelanggaran perintah Allah SWT, bersuka hati, berkorupsi, sampailah suatu waktu pihak-pihak yang merasa dirinya menang atau berkuasa merasa tidak senang kalau ada orang yang menyebut-nyebut agama, apatah lagi kalau ada orang yang menyebut-nyebut hendaklah hukum dan perintah Allah ﷻ dijalankan di negara ini. Orang yang berkata demikian kerapkali dituduh musuh. Musuh negara!
“Namun mereka akan tahu jua kelak."
(ujung ayat 66)
Yaitu apabila kutuk Allah datang dan rahmatnya dicabut Allah ﷻ