Ayat
Terjemahan Per Kata
فَقَالَ
maka berkatalah
ٱلۡمَلَؤُاْ
pemuka-pemuka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
مِن
dari
قَوۡمِهِۦ
kaumnya
مَا
tidaklah
هَٰذَآ
ini
إِلَّا
melainkan
بَشَرٞ
seorang manusia
مِّثۡلُكُمۡ
seperti kamu
يُرِيدُ
dia menghendaki
أَن
bahwa
يَتَفَضَّلَ
dia lebih utama/tinggi
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَلَوۡ
dan sekiranya
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
لَأَنزَلَ
tentu Dia menurunkan
مَلَٰٓئِكَةٗ
Malaikat
مَّا
tidak/belum
سَمِعۡنَا
kami dengar
بِهَٰذَا
dengan ini
فِيٓ
pada
ءَابَآئِنَا
bapak-bapak kami
ٱلۡأَوَّلِينَ
orang-orang terdahulu
فَقَالَ
maka berkatalah
ٱلۡمَلَؤُاْ
pemuka-pemuka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
مِن
dari
قَوۡمِهِۦ
kaumnya
مَا
tidaklah
هَٰذَآ
ini
إِلَّا
melainkan
بَشَرٞ
seorang manusia
مِّثۡلُكُمۡ
seperti kamu
يُرِيدُ
dia menghendaki
أَن
bahwa
يَتَفَضَّلَ
dia lebih utama/tinggi
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَلَوۡ
dan sekiranya
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
لَأَنزَلَ
tentu Dia menurunkan
مَلَٰٓئِكَةٗ
Malaikat
مَّا
tidak/belum
سَمِعۡنَا
kami dengar
بِهَٰذَا
dengan ini
فِيٓ
pada
ءَابَآئِنَا
bapak-bapak kami
ٱلۡأَوَّلِينَ
orang-orang terdahulu
Terjemahan
Maka, para pemuka orang-orang yang kufur dari kaumnya berkata, “Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu. Dia ingin menjadi orang yang lebih mulia daripada kamu. Seandainya Allah berkehendak, tentu Dia akan mengutus malaikat. Belum pernah kami dengar (seruan seperti) ini pada (masa) nenek moyang kami dahulu.
Tafsir
(Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya berkata) kepada para pengikut mereka, ("Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi) lebih mulia dan berpengaruh (dari kalian) maksudnya ia ingin menjadi orang yang banyak pengikutnya, dan para pengikutnya adalah kalian sendiri. (Dan kalau Allah menghendaki) supaya tidak disembah selain daripada-Nya (tentu Dia mengutus beberapa Malaikat) untuk menyampaikan hal tersebut, tidak mengutus manusia. (Belum pernah kami mendengar seruan yang seperti ini) yang diserukan oleh Nabi Nuh, maksudnya ajaran tauhid (pada masa nenek moyang kami yang dahulu) yakni umat-umat terdahulu.
Tafsir Surat Al-Mu'minun: 23-25
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah oleh kalian, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kalian selain Dia. Maka mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?" Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab, "Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, yang bermaksud menjadi seorang yang lebih tinggi daripada kalian. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa malaikat.
Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami dahulu. Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu. Allah ﷻ menceritakan tentang Nabi Nuh a.s. ketika ia di utus kepada kaumnya untuk memberikan peringatan kepada mereka akan azab Allah, juga pembalasan-Nya yang keras terhadap orang-orang yang mempersekutukan-Nya, menentang pcrintah-Nya, serta mendustakan rasul-rasul-Nya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: lalu ia berkata, "Hai kaumku sembahlah Allah oleh kalian (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kalian selain Dia. Maka mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya) ?(Al Muminun: 23) Yakni apakah kalian tidak takut kepada Allah bila kalian mempersekutukan-Nya (dengan yang lain)? Maka pemuka-pemuka orang kafir di antara kaumnya menjawab: Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari pada kalian. (Al Muminun: 24) Yakni merasa lebih tinggi daripada kalian dan merasa besar diri dengan mengakui diri sebagai seorang nabi, padahal dia adalah seorang manusia, sama dengan kalian.
Maka mana mungkin kalau dia diberi wahyu, sedangkan kalian tidak? Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa malaikat. (Al Muminun: 24) Yaitu sekiranya Allah ingin mengutus seorang nabi, tentulah Dia mengutus malaikat dari sisi-Nya, bukan manusia. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini. (Al Muminun: 24) Yakni seorang manusia menjadi rasul di kalangan nenek moyang terdahulu. Mereka yang dimaksud adalah para pendahulu dan bapak-bapak mereka di masa silam.
Firman Allah ﷻ: Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila. (Al Muminun: 25) Maksudnya, gila dengan pengakuannya yang menyatakan bahwa Allah mengutusnya kepada mereka, dan hanya dirinyalah yang menerima wahyu dari Allah di antara kalian. maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu. (Al Muminun: 25) Yaitu tunggulah sampai maut datang merenggutnya, dan bersabarlah kalian terhadap Nuh selama beberapa saat, sesudah itu kalian akan terbebas darinya."
Maka tanpa berpikir panjang, berkatalah para pemuka orang kafir dari kaumnya kepada para pengikut mereka sebagai respons atas ajakan Nabi Nuh, 'Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu. Dia tidak punya keistimewaan apa pun untuk menjadi utusan Tuhan. Dia hanyalah orang yang ingin menjadi lebih mulia daripada kamu dengan mencitrakan diri agar dapat menjadi pemimpin kamu dengan mengaku sebagai utusan Tuhan. Dan seandainya Allah menghendaki mengutus seorang rasul, tentu Dia mengutus malaikat, bukan manusia seperti Nuh. Belum pernah kami mendengar seruan seperti ini pada masa nenek moyang kami dahulu. '25. Para pemuka orang kafir itu melanjutkan, 'Dia, yakni Nuh, ha-nyalah seorang laki-laki yang gila sehingga dia ingin menonjolkan diri, maka tunggulah terhadapnya, yakni bersabarlah kamu, sampai waktu yang ditentukan di mana dia sembuh atau meninggal dunia. '.
Seruan Nabi Nuh yang lemah lembut ini dijawab dengan cemoohan kaumnya, bahwa Nuh tidak lain hanya seorang manusia biasa seperti mereka, tidak mempunyai kelebihan apa-apa, baik fisik maupun mental sehingga ia pantas untuk menjadi utusan Allah dan menerima wahyu. Nuh dituduh hanya ingin menjadi orang yang kedudukannya lebih dari mereka, dan ingin lebih berkuasa. Untuk mencapai tujuannya itu, ia mengaku menjadi utusan Allah, padahal sebenarnya ia tidak pantas. Lalu mereka menyebutkan dua hal yang menjadi alasan untuk tidak mengakui Nuh sebagai utusan Allah.
Pertama, seandainya Allah menghendaki mengutus seorang rasul yang memerintahkan beribadah hanya kepada Allah saja, tentu Dia mengutus beberapa malaikat, dan bukan mengutus seorang manusia biasa.
Kedua, mereka belum pernah mendengar dari nenek moyang mereka sendiri apa yang dikemukakan oleh Nuh, tentang penyembahan hanya kepada Allah, Tuhan Yang Esa. Seruan kepada ketauhidan itu tidak ada dalam tradisi nenek moyang mereka, maka mereka menentang keras dakwah Nabi Nuh. Hal demikian menunjukkan bahwa mereka telah terseret dalam taklid buta dan kesesatan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 23
“Dan Sesungguhnya telah Kami utus Nuh kepada kaumnya. Maka dia pun berkata: Hai kaumku, berbaktiiah kamu semuanya kepada Allah. Sebab tidak ada bagimu Tuhan yang lain, selain Dia." (pangkal ayat 23).
Perhatikanlah dengan seksama urutan datangnya Wahyu. Mula-mula diceritakan dari hal air, kebun buah-buahan, tanam-tanaman, binatang temak. Kehidupan dan kesuburan, semuanya bergantung sangat kepada turunnya hujan. Binatang temak sebagai kuda dan unta dapat dijadikan kendaraan pengangkut manusia, sama juga halnya dengan kapal yang belayar pula mengangkut manusia di lautan. Maka setelah terbayang dalam fikiran keadaan laut dan kapal, barulah diceritakan perjuangan Nabi Muhammad. Dan memang, perjuangan Nabi Nuh kelaknya akan menerangkan lagi tentang air hujan dan menerangkan lagi tentang kapal.
Maka pokok pertama dari ajaran yang beliau bawa kepada kaumnya ialah memberi ingat bahwa Tuhan yang lain tidak ada, yang Tuhan hanyalah Allah. Hujan tidak turun, makanan tidak terjamin, binatang temak tak berkembang biak dan angkutan yang menghubungkan di antara dserah dengan dserah tidak akan lancar, kalau bukan kurnia dari Tuhan Allah Yang Esa. Manusia haruslah menginsafi itu. Kalau dia telah sadar akan keesaan Ilahi, fikirannya tidak pecah lagi di dalam menginsafi itu. Kalau dia telah sadar akan keesaan Ilahi, fikirannya tidak pecah lagi di dalam menghadapi tugas hidup. Pengakuan akan Kesatuan Tuhan, niscaya menimbulkan kesatuan bakti, yaitu kesatuan ibadat. Karena memang tidak sesuatu pun yang patut disembah dan dibakti, kecuali Tuhan Allah.
“Apakah kamu tidak juga mau takwa?" (ujung ayat 23). Apakah kamu tidak sadar, bahwasanya keadaan bIsa berubah-ubah, dalam sekejap mata? Tidakkah kamu tidak sadar bahwasanya nikmat yang telah diberikan Tuhan hari ini dapat dicabutnya kembali besok? Adakah sesuatu dalam dunia ini yang tetap? “Takwa" artinya memelihara dan menyadari, kadang-kadang timbul takut, sehingga kerapkali dengan bergegas saja orang mengartikan takwa dengan takut, padahal dia lebih meliputi daripada semata-mata “takut".
Kalau takwa bertali dengan “wiqayah", yaitu memelihara hubungan baik dengan Tuhan. Karena apabila telah ada hubungan yang baik dengan Tuhan, apa pun yang akan datang menimpa diri, namun kita tidak akan merasa cemas lagi.
itu, tidaklah segera dapat sambutan yang baik. Penyeru kebenaran di dalam dynia ini tidaklah mudah mencapai maksudnya. Sebab kebenaran itu tidaklah selalu mania. Kadang-kadang betapa pun besar seruan yang dibawa, ditawar orang terlebih dahulu, siapa yang mengatakan, siapa yang membawa dan bagaimana kedudukannya (posisiNya) dalam masyarakat. Oleh sebab itu datanglah terusan ayat:
Ayat 24
“Maka berkatalah satu golongan yang kafir dari kaumnya: Orang ini hanyalah manusia serupa kamu juga, yang ingin hendak melebihkan dirinya di atas kamu. Kalau betul-betul Allah yang menghendaki, tentu malaikatlah yang dlturunkanNya. Tidaklah pernah kita mendengar ucapan-ucapan semacam ini sejak nenek-moyang kita yang dahulu(ayat 24).
Coba perhatikan ayat ini: Mereka tidak membicarakan isi seruan. Mereka tidak mengaji apa yang diaerukan oleh Nabi Nuh, kebenaran atau kesalahan-, nya. Yang mereka kaji hanyalah bahwa seorang yang bernama Nuh hendak melebihi mereka, hendak mengatasi mereka, “hendak mencari nama". Padahal mereka adalah orang-orang bangsawan, kedudukan yang menentukan di dalam negeri. Sekarang datang saja seorang yang belum mempunyai “sejarah", membawa-bawa pula soal Ketuhanan. Bukanlah isi seruannya yang salah, tetapi orang yang membawa seruan, itulah yang kurang pantas. Kalau benar seman ini memang atas kehendak Allah, alangkah baik dan tepatnya kalau yang diutus itu Malaikat dari langit, supaya kami bIsa segan dan hormat kepadanya. Adapun kalau utusan itu masih manusia juga, walaupun dari mana datangnya, tidak seorang juga yang dapat kami segani, sebab kedudukan (posisi) mereka dalam masyarakat tidak ada yang melebihi kami. Dan lagi sejak nenek-moyang kami dulu-dulu, belum ada orang yang berani membuka-buka soal yang seperti ini. Ini adalah satu kelancangan. Siapakah orangnya Nuh itu, yang begitu berani melintasi orang tua-tua dan orang-orang yang berkedudukan tinggi di kalangan masyarakat?
Ayat 25
“Dia itu, tidak lain hanyalah seorang yang ditimpa gila. Maka tunggulah hingga datang waktunya.(ayat 25).
Begitulah mereka menilai Nabi Nuh. Dia membawa suara baru, kata mereka yang begitu besar dan pongah, dan tidak diukunya terlebih dahulu dengan dirinya sendiri. Tidak ada yang berani mengeluarkan kata-kata begini, kalau orang tahu akan dirinya. Orang yang tidak tahu dirilah yang bermulut lancang. Dan kelancangan adalah alamat gila. Lebih baik kita tunggu perkembangan selanjutnya.
Ayat ini memberi kita pelajaran yang mendalam tentang dasar-dasar ilmu masyarakat. Suatu masyarakat yang telah membeku dengan susunannya yang lama dan bobrok akan dipertahankan dengan keras dan berici menerima perubahan.
Ayat 26
“Berkata dia: Tuhan, tolong kiranya akan daku, karena mereka telah mendustakan daku." (ayat 26).
Dia sendiri sebagai manusia, tidaklah mempunyai daya apa-apa. Dia pun insaf betapa besar yang dihartapinya. Kekuatannya sebagai manusia tidaklah ada. Dia tidak mempunyai daya sendiri. Tunjukkanlah kepadanya kelanjutan langkah yang harus ditempuh. Kalau petunjuk itu datang, sebagai seorang Utusan Ilahi, sebagai seorang yang beriman, sekali-kali dia tidak akan mengelak., Ketentuan Tuhan pun datanglah.