Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱذۡهَبۡ
pergilah kamu
إِلَىٰ
kepada Fir'aun
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
إِنَّهُۥ
sesungguhnya dia
طَغَىٰ
durhaka/melampaui batas
ٱذۡهَبۡ
pergilah kamu
إِلَىٰ
kepada Fir'aun
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
إِنَّهُۥ
sesungguhnya dia
طَغَىٰ
durhaka/melampaui batas
Terjemahan
Pergilah kepada Fir‘aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas.”
Tafsir
(Pergilah) sebagai seorang Rasul (kepada Firaun) dan orang-orang yang mengikutinya (sesungguhnya ia telah melampaui batas)" sangat keterlaluan di dalam kekafirannya, hingga ia berani mengaku menjadi tuhan.
Tafsir Surat Taha: 22-35
"Dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar. Pergilah kepada Firaun, sesungguhnya ia telah melampaui batas. Berkata Musa, "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku; dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau.
Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami. Hal ini merupakan mukjizat lain bagi Musa a.s. Yaitu Allah memerintahkan kepadanya agar memasukkan tangannya ke leher bajunya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, sedangkan hal itu disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya dengan sebutan berikut: dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu. (Thaha: 22) Sedangkan dalam ayat lain disebutkan seperti berikut: dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)ww bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan) kepada Firaun danpembantu-pembantunya. (Al-Qashash: 32) Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kepitkanlah tanganmu keketiakmu. (Thaha: 22) Yakni telapak tanganmu ke bagian dalam lenganmu.
Musa apabila memasukkan tangannya ke leher bajunya, lalu dia mengeluarkannya, maka keluarlah cahaya dari tangannya seakan-akan seperti cahaya rembulan. Firman Allah ﷻ: niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat. (Thaha: 22) Yaitu bukan karena penyakit supak, bukan karena penyakit lainnya, bukan pula karena cacat. Demikianlah menurut yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan As-Saddi serta lain-lainnya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Demi Allah, bila Musa mengeluarkan tangannya itu, maka kelihatan seperti senter, maka Musa mengetahui bahwa dia saat itu telah bersua dengan Tuhannya." Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar. (Thaha: 23) Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Tuhan berfirman kepada Musa, "Mendekatlah kamu." Tuhan terus-menerus memerintahkan kepada Musa agar lebih mendekat lagi, hingga Musa menempelkan punggungnya ke batang pohon itu.
Setelah itu Musa tenang dan tidak merasa takut lagi serta tangannya memegang tongkat dengan kuat, lalu menundukkan kepalanya seraya merendahkan diri. Firman Allah ﷻ: Pergilah kepada Firaun; sesungguhnya ia telah melampaui batas (Thaha: 24) Maksudnya, pergilah kamu kepada Fir'aun Raja Mesir, yaitu ke negeri yang kamu pernah melarikan diri darinya (setelah membunuh seorang Mesir yang bertengkar dengan salah seorang Bani Israil). Lalu serulah dia untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Perintahkanlah kepadanya agar memperlakukan bangsa Bani Israil dengan perlakuan yang baik, dan janganlah ia menyiksa dan menindas mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu adalah seorang yang berlaku sewenang-wenang, melampaui batas, lebih memilih kehidupan duniawinya, serta melupakan Tuhannya Yang Mahatinggi. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah ﷻ berfirman kepada Musa, "Berangkatlah kamu dengan membawa risalah-Ku, sesungguhnya engkau sekarang mendengar dengan pendengaran-Ku dan melihat dengan pandangan-Ku. Dan sesungguhnya tangan dan pandangan kekuasaan-Ku selalu menyertaimu, dan sesungguhnya Aku telah memakaikan kepadamu perisai kekuasaan-Ku agar kekuatanmu menjadi sempurna dalam mengemban perintah-Ku." Allah berfirman, "Engkau adalah pasukan yang besar dari pasukanKu, Aku utus kamu kepada seorang makhluk-Ku yang lemah, tetapi ingkar kepada nikmat-Ku dan merasa aman dari pembalasan-Ku, serta teperdaya oleh duniawi dengan melupakan Aku (sebagai Penciptanya).
Karenanya dia mengingkari hak-Ku sebagai Tuhannya, dan ia menduga bahwa dia tidak mengenal-Ku. Allah berfirman,"Sesungguhnya Aku bersumpah dengan nama Keagungan-Ku, seandainya tiada takdir (keputusan) yang telah Kutetapkan antara diri-Ku dan makhluk-Ku, tentulah Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang kejam dan bengis. Ikut murka karena murka-Ku semua langit dan bumi, serta gunung-gunung dan lautan-lautan. Jika Aku perintahkan kepada langit untuk menghukumnya, tentulah langit akan menerbangkannya (melalui angin topan); dan jika Aku perintahkan kepada Bumi untuk menghukumnya, tentulah bumi akan menelannya.
Jika Aku perintahkan kepada gunung-gunung, tentulah gunung-gunung itu akan menghancurkannya (menimpanya). Dan jika Aku perintahkan kepada lautan untuk menghukumnya, tentulah lautan itu akan menenggelamkannya. Tetapi ia terlalu hina dan kecil menurut pandangan-Ku dan masih tertoleransi oleh sifat Penyantun-Ku, serta Aku merasa cukup dengan-Ku sendiri. Dan sesungguhnya Aku adalah Yang Mahakaya, tiada yang lebih kaya daripada-Ku." Allah ﷻ berfirman, "Sampaikanlah kepadanya (Fir'aun) risalahKu, dan serulah dia agar menyembah-Ku dan mengesakan Aku serta mengikhlaskan kepada-Ku, dan ingatkanlah dia akan hari-hari pertemuan dengan-Ku, serta peringatkanlah dia akan pembalasan dan azab-Ku.
Dan sampaikanlah kepadanya bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat bertahan menghadapi murka-Ku." Allah ﷻ berfirman, "Sampaikanlah kepadanya risalah-Ku ini di samping ancaman-Ku itu dengan penyampaian yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut. Dan sampaikanlah kepadanya bahwa maaf dan ampunan-Ku lebih cepat daripada murka dan siksaan-Ku." Allah ﷻ berfirman, "Dan jangan sekali-kali kamu merasa gentar terhadap pakaian keduniawian yang Kuberikan kepadanya (Fir'aun), karena sesungguhnya ubun-ubunnya (rohnya) berada di dalam genggaman kekuasaan-Ku. Tidaklah ia berbicara, tidaklah ia memandang, serta tidaklah pula ia bernafas kecuali dengan seizin-Ku." Allah ﷻ berfirman, "Dan katakanlah kepadanya bahwa penuhilah seruan Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia Mahaluas ampunan-Nya, Dia telah memberimu masa tangguh selama empat ratus tahun.
Dalam masa tersebut kamu terang-terangan memusuhi-Nya, yaitu dengan mencaci dan menyerupakan dirimu sebagai Dia. serta menghalangrhalangi hamba-hamba-Nya dari jalan-Nya. Padahal Dia selalu memberimu hujan dan menyuburkan (menumbuhkan) tanam-tanaman bagimu. Selama itu kamu tidak pernah sakit, tidak menua, tidak miskin, dan tidak terkalahkan. Seandainya Dia hendak menyegerakan siksaan-Nya kepadamu, tentulah Dia mudah melakukannya, tetapi Dia memiliki sifat Penyantun dan sifat Penyabar yang Mahabesar.
Allah ﷻ berfirman, "Berjihadlah kamu bersama saudaramu untuk menentangnya, sedangkan kamu berdua mengikhlaskan diri dalam jihadmu untuk mendapat rida Allah. Sesungguhnya Aku seandainya menghendaki, bisa saja mendatangkan bala tentara yang jumlahnya belum pernah dia lihat. Tetapi sengaja Aku menghendaki agar si hamba yang lemah itu, yang merasa besar diri dengan bala tentaranya yang banyak, bahwa sesungguhnya pasukan yang kecil yang pada hakikatnya bukanlah kecil bila dengan seizin-Kudapat mengalahkan pasukan yang besar dengan seizin-Ku.
Allah ﷻ berfirman, ''Jangan sekali-kali kamu silau dengan perhiasan yang dikenakannya, jangan pula silau dengan kemewahan hidupnya. Dan jangan pula kamu berdua menunjukkan pandangan matamu kepada hal itu, karena sesungguhnya semuanya itu adalah bunga kehidupan dunia dan perhiasan orang-orang yang hidup mewah. Seandainya Aku menghendaki, tentu Aku dapat menghiasimu dengan perhiasan dunia, agar Fir'aun mengetahui saat memandang kepadamu, bahwa kemampuannya tidak dapat menandingi apa yang Aku berikan kepadamu berdua. Akan tetapi, Aku sengaja membuat dirimu tidak suka kepada perhiasan dunia dan menjauhkanmu darinya.
Demikianlah yang biasa Aku lakukan kepada kekasih-kekasih-Ku, dan hal ini merupakan kebiasaan-Ku sejak dulu. Sesungguhnya Aku akan melindungi mereka dari kenikmatan duniawi dan perhiasannya, sebagaimana seorang penggembala yang penyayang menjauhkan ternak untanya dari tempat-tempat yang berbahaya (pasir bergerak). Sebenarnya hal itu mudah Aku lakukan, tetapi sengaja tidak Kulakukan agar mereka (kekasih-kekasih-Ku) memperoleh bagiannya secara sempurna kelak di rumah kehormatan-Ku dalam keadaan beroleh pahala yang utuh lagi berlimpah tanpa dicampuri oleh kotoran duniawi." Allah ﷻ berfirman, "Perlu kamu ketahui bahwa sesungguhnya tidak ada suatu perhiasan pun yang dikenakan oleh hamba-hamba-Ku lebih terpandang oleh-Ku selain dari sifat Zuhud (menjauhi) keduniawian.
Karena sesungguhnya sifat Zuhud itu adalah perhiasan orang-orang yang bertakwa. Mereka mempunyai ciri khas tersendiri yang dapat dikenal melalui sikapnya yang tenang dan khusyuk serta pada wajah mereka terdapat tanda bekas sujud; mereka adalah kekasih-kekasih-Ku yang sebenar-benarnya. Apabila kamu bersua dengan mereka, maka rendahkanlah dirimu bagi mereka serta lunakkanlah hati dan lisanmu terhadap mereka." Allah ﷻ berfirman, "Perlu diketahui, bahwa barang siapa yang menghina kekasih-Ku atau manakut-nakutinya, maka sesungguhnya dia secara terang-terangan telah menantang-Ku untuk berperang dan memulainya.
Dan itu berarti dia sendirilah yang mengajaknya dan mendorong-Ku untuk memeranginya, sedangkan Aku sangat cepat dalam menolong kekasih-kekasih-Ku. Apakah orang yang berani memerangi-Ku menduga bahwa dirinya dapat bertahan melawan-Ku, atau apakah orang yang memusuhi-Ku menduga bahwa dia dapat mengalahkan Aku, ataukah orang yang menantang-Ku dapat mendahului atau melewati-Ku? Mana mungkin hal itu terjadi, karena Aku-lah Yang melakukan pembalasan buat kekasih-kekasih-Ku di dunia dan akhirat, Aku tidak akan menyerahkan kepada selain-Ku dalam menolong mereka." Asar yang telah disebutkan di atas diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim.
Firman Allah ﷻ: Musa berkata, "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku. (Thaha: 25-26) Ini adalah permintaan Musa a.s. kepada Tuhannya. Dia memohon agar dadanya dilapangkan dalam menunaikan tugas risalah yang dibebankan kepadanya. Karena sesungguhnya ia telah diperintahkan untuk menyampaikan suatu perkara yang besar dan akan menghadapi tantangan yang berat. Dia diutus untuk menyampaikan risalah Allah kepada seorang raja yang paling besar di muka bumi di masa itu.
Sedangkan raja tersebut adalah orang yang paling sewenang-wenang, paling keras kekafirannya, paling banyak bala tentaranya, paling makmur kerajaannya, paling diktator, dan paling ingkar. Keangkaramurkaannya sampai kepada batas dia mengakui bahwa dia tidak mengenal Allah, dan mengajarkan kepada rakyatnya bahwa tidak ada tuhan selain dirinya sendiri. Pada mulanya Musa pernah tinggal di istana Fir'aun semasa kecilnya, ia menjadi anak angkat Fir'aun yang dipelihara dalam asuhannya.
Kemudian setelah dewasa Musa membunuh seseorang dari mereka, karena itu ia merasa takut mereka akan balas membunuhnya, lalu ia melarikan diri selama itu dari pencarian mereka. Setelah itu Allah mengangkatnya menjadi seorang rasul kepada mereka sebagai pemberi peringatan yang menyeru mereka ke jalan Allah ﷻ dan menyembah-Nya serta mengesakan-Nya, tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Karena itulah Musa menyadari akan beratnya tugas yang dipikulnya. Ia berdoa kepada Tuhannya: Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku. (Thaha: 25-26) Yakni jika Engkau tidak menolongku, tidak membantuku, tidak memperkuatku dan tidak mendukungku, tentulah aku tidak mampu mengemban tugas ini.
dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (Thaha: 27-28) Demikian itu karena lidah Musa agak kaku sehingga ucapannya kurang begitu fasih. Hal ini dialaminya ketika ia masih kecil dan disuguhkan kepadanya buah kurma yang merah dan bara api, lalu ia mengambil bara api dan mengunyahnya (sehingga lidahnya terbakar); kisahnya akan diterangkan sesudah ini. Dalam hal ini Musa tidak memohon kepada Allah agar melenyapkan kekakuan lidahnya secara tuntas, melainkan dia hanya meminta agar kekurangfasihannya dalam berbicara dapat di atasi dan mereka yang diajak berbicara dengannya dapat memahami apa yang ia maksudkan, sebatas yang diperlukan.
Seandainya Musa meminta kepada Allah agar menyembuhkan secara total kekakuan lidahnya, tentulah kekakuan lidahnya disembuhkan. Akan tetapi, para nabi tidaklah meminta kecuali hanya sebatas yang diperlukannya saja. Karena itulah maka kekakuan lidahnya masih ada padanya, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ yang menceritakan tanggapan Fir'aun terhadap Musa: Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? (Az-Zukhruf: 52) Yaitu kurang fasih bicaranya karena lidahnya yang pelat (kaku). Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan lepaskanlah kekakuan lidahku. (Thaha: 27) Yakni satu tahap dari kekakuan lidahnya; seandainya Musa meminta agar seluruh kekakuan lidahnya dilenyapkan, tentulah permintaannya dikabulkan.
Ibnu Abbas telah mengatakan bahwa Musa mengadu kepada Tuhannya tentang ketakutannya terhadap pendukung-pendukung Fir'aun sehubungan dengan pembunuhan yang dilakukannya; juga mengadu kepada-Nya tentang kekakuan lidahnya, karena sesungguhnya lidah Musa mengalami kekakuan sehingga ia tidak dapat berbicara banyak. Lalu ia meminta kepada-Nya agar saudaranya (yaitu Harun) diangkat menjadi pembantunya yang kelak akan menjadi juru terjemahnya terhadap apa yang tidak fasih dari perkataan yang diungkapkannya.
Lalu Allah mengabulkan permintaannya dan melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar ibnu Usman bahwa telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Artah ibnul Munzir; telah menceritakan kepadaku salah seorang teman Muhammad ibnu Ka'b, dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pada suatu hari salah seorang kerabatnya datang kepadanya dan berkata kepadanya, "Tidak menjadi masalah bagimu seandainya kamu tidak kaku dalam bicaramu dan kurang jelas (fasih) bila melakukan bacaan." Maka Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi menjawab, "Hai anak saudaraku, bukankah aku dapat memberikan pengertian kepadamu jika aku berbicara kepadamu?" Ia menjawab, "Ya".
Ka'b berkata, "Sesungguhnya Musa pun hanya meminta kepada Tuhannya agar melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya agar ia dapat memberikan pengertian dan pemahaman kepada Bani Israil melalui pembicaraannya. Ia tidak meminta lebih dari itu." Demikianlah menurut teks yang dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim. Firman Allah ﷻ: dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku. (Thaha: 29-30) Ini pun merupakan permintaan Musa a.s. sehubungan dengan urusan lain di luar dirinya, yaitu agar saudaranya itu kelak menjadi pembantu yang mendukungnya; dialah Harun, saudara sekandungnya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Sa'id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Harun diangkat menjadi nabi dalam waktu yang sama saat Nabi Musa diangkat menjadi nabi. Ibnu Abu Hatim mengemukakan sebuah riwayat dari Ibnu Numair, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa ketika Siti Aisyah berangkat untuk menunaikan ibadah umrahnya, di perjalanan ia turun istirahat di sebuah perkampungan Badui.
Lalu ia mendengar seorang lelaki berkata, "Siapakah orang yang hidup di dunia dengan memberikan manfaat yang paling besar kepada saudaranya?" Mereka (yang diajak bicara olehnya) menjawab, "Tidak tahu." Lelaki itu berkata, "Kalau saya, demi Allah, mengetahui siapa dia." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Siti Aisyah berkata dalam hatinya, "Kalau melihat dari sumpahnya yang tidak memakai insya Allah, lelaki ini pasti mengetahui siapakah orang yang dimaksud yang dapat memberikan manfaat paling besar kepada saudaranya." Lelaki itu berkata, "Dia adalah Musa ketika meminta agar saudaranya diangkat menjadi nabi."Siti Aisyah berkata, "Dia benar, demi Allah." Siti Aisyah berkata bahwa karena itulah Allah ﷻ berfirman memuji sikap Musa a.s.: Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan yang terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69) Adapun firman Allah ﷻ: teguhkanlah dengan dia kekuatanku. (Thaha: 31) Menurut Mujahid, makna azri ialah punggungku, yakni kekuatanku.
dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku. (Thaha: 32) Yakni sebagai temannya dalam bermusyawarah menentukan segala urusan. supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau dan banyak mengingat Engkau. (Thaha: 33-34) Mujahid mengatakan bahwa seseorang hamba bukanlah termasuk golongan orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah sebelum ia berzikir kepada Allah dalam semua keadaannya, baik sambil berdiri, sambil duduk, maupun sambil berbaring. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami. (Thaha: 35) Yakni dalam pilihan-Mu yang Engkau jatuhkan kepada kami, pemberianMu kepada kami akan kenabian, serta Engkau utus kami kepada musuhMu, yaitu Fir'aun. Bagi-Mu segala puji atas semuanya itu."
Usai membekali Nabi Musa dengan dua mukjizat, Allah memerintahnya untuk berdakwah. Wahai Nabi Musa, pergilah kepada Fir'aun. Sesungguhnya dia benar-benar telah melampaui batas dalam kedurhakaannya kepada-Ku dan kesewenangan terhadap sesama manusia. '25-28. Nabi Musa menyadari betapa berat tugas yang Allah amanahkan kepadanya. Dia memohon kepada-Nya seraya berkata, 'Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku sehingga jiwaku mampu menanggung tantangan tugasku, dan mudahkanlah untukku urusanku sehingga dakwahku tidak menemui kesulitan, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku yang menghalangi kelancaranku dalam menyampaikan pesan-Mu agar mereka mengerti perkataanku dengan baik. '.
Setelah Allah menampakkan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya, kemudian Ia memerintahkan Musa untuk pergi kepada Firaun yang kejam dan mengajaknya agar ia mau menyembah Allah serta mengancamnya akan mendapat murka dan siksa dari Allah jika ia membangkang, dan melampaui batas, durhaka dan sombong, bahkan ia berani mengaku bahwa dirinya adalah tuhan dengan ucapannya,"Sayalah tuhan kalian yang tinggi."
Diriwayatkan dari Wahb bin Munabbih bahwa setelah perintah itu datang, Musa diam tidak berkata-kata selama tujuh hari memikirkan beratnya tugas yang dibebankan kepadanya. Setelah ia didatangi malaikat dengan ucapan, "Taatilah Tuhanmu sesuai dengan perintah-Nya," barulah ia bangkit melaksanakan perintah dan mengharapkan agar Allah melapangkan dadanya untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan berani dalam menghadapi Firaun. Ia merasa bahwa beban yang dipikulkan atasnya adalah suatu urusan besar dan amat berat, tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan keberanian yang mantap dan dada yang lapang. Ia diperingatkan untuk menghadapi seorang raja yang kekuasaannya paling besar, paling kejam, sangat ingkar sangat banyak tentaranya, makmur kerajaannya, berlebihan dalam segala hal. Puncak kesombongan itu ialah dia tidak mengenal tuhan selain dirinya sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MUKJIZAT NABI MUSA
Ayat 17
“Dan apakah itu, yang di tangan kananmu, hai Musa."
Allah berfirman demikian, dalam bentuk pertanyaan kepada nabi-Nya yang telah di-pilihnya, karena seolah-olah Allah tidak tahu apa yang ada dalam genggaman tangan Musa itu. Pertanyaan Allah demikian menurut yang ditafsirkan setengah ahli tafsir ialah untuk me-nunjukkan kepada Musa bahwa barang yang digenggamnya itu kelak, berkat kebesaran Allah, akan jadi barang yang sangat penting. Dalam ayat ini adalah dua yang ditanyakan Allah; pertama apa yang dalam tangan, kedua tangan itu sendiri. Keduanya kelak akan membawa hal-hal yang besar dalam perjuangan Musa.
Indah sekali ditafsirkan oleh Fakhruddin ar-Razi ayat ini. Kata beliau, “Dengan tanya Allah apakah itu yang di tangan kananmu?" “Apakah itu" isyarat kepada tongkat, “di tangan kananmu" isyarat kepada tangan kanan. Dengan isyarat Allah kepada keduanya itu maka dalam satu kalimat Allah telah mengisyaratkan bahwa dari keduanya akan timbul mukjizat yang nyata dan mengagumkan. Dari barang beku diangkat jadi barang yang mengandung karamah. Maka kalau barang beku dengan sekali pandangan Allah bisa menjadi binatang bernyawa, dan tubuh yang kasar menjadi suatu yang bercahaya nurani, sedang Allah memandang kepada hati seorang hamba-Nya tidak kurang dari 360 kali dalam sehari semalam, heranlah kita kalau hati orang yang tadinya penuh dengan kedurhakaan berbalik menjadi hati yang berbahagia karena taat serta mendapat cahaya makrifat?
Kedua: Dengan sekali pandang Allah barang beku dapat menjelma jadi ular yang menjalar, sampai dapat menelan melulur sihir tukang-tukang sihir, adakah heran bilamana hati Insan dengan bantuan pandang Ilahi dapat menelan sihir dari nafsu yang mendorong kepada kejahatan (nafsul ammarah)?
Ketiga, sebuah tongkat yang terpegang di tangan kanan Nabi Musa, dengan berkat Ilahi bisa bertukar jadi ular untuk membawa bukti, maka hati orang-orang yang beriman pun di antara jari-jari Allah dapat pula bertukar dari gelap gulita maksiat kepada Nur ‘Ubudiyah (Cahaya Perhambaan).
Ayat 18
“Musa berkata: Dia adalah tongkatku, aku bertelekan kepadanya."
Karena memang tongkat itu tempat bertelekan, di waktu menurun penahan badan jangan jatuh. Di waktu mendaki peringan-kan badan agar sigap melangkah."Dan aku rundukkan dengan dia daun-daun untuk kambingku," karena sebagai seorang pengem-bala kambing yang banyak, dan itulah pekerjaan sehari-sehari delapan atau sepuluh tahun lamanya, sangatlah diperlukan tongkat itu. Sebab ada daun-daun kayu yang digagai oleh kambing karena ingin memakannya tidak sampai kakinya. Dia mesti dirundukkan dengan tongkat, barulah dapat dicapai oleh kambing-kambing itu.
“Dan bagiku dengan dia ada lagi keperluan keperluan yang lain."
Bukan semata-mata untuk bertelekan waktu menurun dan mendaki saja. Bukan semata-mata untuk merundukkan dahan-dahan kayu saja untuk mengambil daun-daun bagi makanan kambing. Tetapi ada lagi keper-luamkeperluan lain, misalnya penjaga diri dari serangan musuh dengan tiba-tiba, misalnya pencuri-pencuri kambing, atau penangkis binatang buas.
Ayat 19
“Allah berfirman: “Lemparkanlah dia, hai Musa!"
Maka disuruh Allah-lah melemparkan tongkat itu ke tanah.
Ayat 20
“Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, lupanya dia jadi ular yang menjalar."
Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, “Men-jelmalah tongkat itu jadi ular besar, padahal sebelum itu binatang yang sejenis ular belum ada, bertemu pohon dimakannya pohon, bertemu batu dikunyahnya batu, sehingga kedengaran oleh Musa dia meremukkan batu dan masuk ke perutnya, sehingga takutlah Musa melihat tongkatnya sudah jadi demikian rupa."
Ayat 21
“Allah berfirman: “Ambillah dia (kembali) dan janganlah takut."
Rasa takut adalah kesan pertama bagi seseorang yang baru sekali melihat keadaan yang sangat ajaib seperti demikian. Apatah lagi seorang yang mempunyai kepribadian sebagai Musa; lekas tersinggung. Maka dengan firman Allah kepada beliau “jangan takut", dia pun telah dapat menguasai dirinya kembali. Lalu lanjutan firman Allah.
“Akan Kami kembalikan dia kepada keadaannya semula."
Dengan berfirman demikian maka Allah telah memberikan rahasia itu ke dalam tangan Musa sendiri. Betapapun hebat dahsyat tongkat itu menyerupai ular, memakan mana yang bertemu; bertemu pohon, pohon dimakannya, bertemu batu, batu dimakannya, namun bila tangan Musa telah memegangnya kembali, dia akan kembali jadi tongkat biasa.
Selanjutnya Allah berfirman,
Ayat 22
“Dan kepitkanlah tanganmu ke dalam ketiakmu."
Maka Musa pun melakukan apa yang diperintahkan Allah itu; dikepitnya telapak tangannya di dalam ketiaknya."Keluarlah dia dalam keadaan putih cemerlang, bukannya suatu cacat." Yaitu tangan putih cemerlang, mengeluarkan sinar dan cahaya. Sehingga gelap gulita malam yang tadinya hanya bersinar pada pohon kayu yang di selubungi cahaya hijau, sekarang telah bertambah dengan sinar yang baru pula, yang memancar dari dalam telapak tangan Musa setelah tangannya ditariknya kembali dari dalam ketiaknya.
Putih cemerlang bersinar, bukan putih cacat. Karena ada juga tangan orang menjadi putih namun dia bukan bersinar, bukan tuah kebesaran melainkan penyakit balak. Dan nanti bila datang waktunya, itu pun hilang kembali dan tangan Musa berkeadaan seperti biasa pula. Allah menjelaskan di ujung ayat bahwa tangan bercahaya itu adalah
“Sebagai mukjizat yang lain pula."
Yaitu sebagai tambahan dari mukjizat pertama tadi; tongkat menjelma menjadi ular. Dan Allah berfirman selanjutnya,
Ayat 23
“Karena akan Kami perlihatkan pula kepada engkau setengah dari tanda-tanda Kami yang besar-besar."
Artinya, bahwa selain dari tanda yang dua itu, akan Kami perlihatkan lagi kepada engkau tanda-tanda yang lain, atau mukjizat yang lain yang besar-besar lagi. Yang dua bermula ini baru sebagian dan akan Kami perlihatkan kelak pun baru sebagian pula. Sesungguhnya banyaklah lagi tanda dari kekuasaan Allah yang membuat lemah jiwa dan akal manusia akan memecahkan persoalannya. Kelemahan memecahkan persoalan itulah yang dikatakan mukjizat.
Lalu Allah menjelaskan guna apa Musa diberi mukjizat-mukjizat yang hebat-hebat itu.
Ayat 24
"Pengilah kepada Fir'aun; sesungguhnya dia itu telah bersimaharajalela."
Untuk inilah Musa diberi mukjizat yang besar-besar, dua di antaranya telah diperlihatkan di Lembah Thuwa yang suci itu ketika Allah memberi peluang bagi Musa untuk bercakap dengan Dia. Tugas ini adalah amat berat. Bukanlah sembarang orang dapat mengerjakannya. Dan bagi Musa sendiri pun tugas ini terasa amatberat, akan menghadapi Fir'aun, raja Mesir yang telah merasa dirinya Tuhan atau anak Tuhan, menguasai seluruh sumber kehidupan manusia Lantaran merasa dirinya jadi Tuhan itu, Fir'aun telah menjadi thagha; yaitu berbuat semaunya saja, tidak ada yang menghalangi, tidak ada yang menghambatnya. Dia didudukkan ke atas pucuk kebesaran tertinggi, laksana susunan Piramida (Ahram) yang mereka dirikan; runcing ke pucuk, di atas sekali beliau duduk, alasan di bawah adalah rakyat yang lemah, di tengah-tengah tersusun orang-orang bangsawan dan kahin-kahin, yaitu pendeta merangkap dukun.
Maka kita pakailah bahasa Indonesia yang terpakai untuk orang yang memerintah sekehendak hati saja, bersultan di matanya, beraja di hatinya, tidak siapa akan dapat membantah. Dalam bahasa Indonesia atau Melayu sejak dahulu orang yang demikian disebut bersimaharajalela. Sehingga pernah ada Fir'aun itu yang mengatakan,
“Aku ini adalah Tuhan kamu yang paling tinggi!" (an-Naazi'aat: 24)
Jelas sekali dalam susunan ayat ini betapa Allah mengangkatkan derajat Rasul-Nya, mempertinggi kepercayaan kepada dirinya sendiri. Karena lawan yang akan dihadapinya itu bukanlah sembarang lawan. Pada firman Allah di ayat 13 di atas tadi."Dan Aku telah memilih engkau!" Dengan kalimat semacam itu saja Musa telah terangkat naik, apatah lagi dengan diberikan contoh dua mukjizat yang bila perlu akan digunakannya nanti.
Dan kita pun akan maklum kelak betapa beratnya tugas ini, terutama dalam menghadapi Fir'aun itu sendiri, yaitu Fir'aun yang dahulu pernah mengangkatnya anak, memeliharanya di istana, dan Fir'aun itu juga yang dilanggar oleh Musa kekuasaannya, dengan membunuh salah seorang kaki-tangannya, yang menyebabkan Musa terpaksa meninggalkan Mesir dan hidup merantau sepuluh tahun lamanya. Sekarang dia diutus akan menghadapi raja besar yang mengaku dirinya tuhan itu, dan bekas ayah angkatnya pula, yang daiam Istananya Musa dibesarkan.
Meskipun riwayat-riwayat yang dibawakan oleh Wahab bin Munabbih harus disaring benar terlebih dahulu, karena riwayat dari dia termasuk yang banyak bercampur Israiliyat, namun di sini, karena tidak mengubah bagi maksud kita salinkan juga sebuah riwayat dari dia yang dirawikan oleh Ibnu Abi Hatim, tentang bagaimana Musa dilepaskan oleh Allah dengan tugas menghadapi Fir'aun yang memerintah dengan bersimaharajalela itu.
Berkata Wahab bin Munabbih, “Berkatalah Allah kepada Musa, “Pergilah engkau mem-bawa risalah yang Aku pikulkan ini. Sesungguhnya engkau adalah di bawah tilikan pendengaran dan mataku. Beserta engkau adalah tanganku dan pandanganku. Telah Aku pakaikan kepada engkau pakaian surga dari kekuasaan-Ku, supaya sempurnalah dengan dia kekuatan perintahku. Engkau adalah satu di antara tentara-Ku yang besar, Aku kirim engkau kepada makhluk yang dhaif karena dia memungkiri nikmat-Ku, dan merasa aman dari hukum-Ku. Diperdayakan dia oleh dunia, sehingga lupa dia akan hak kepunyaan-Ku. Dimungkiri bahwa Aku inilah Tuhan yang Memelihara semua; lalu dikatakannya bahwa dia tidak kenal kepada-Ku. Maka bersumpahlah Aku, hai Musa, demi Kemuliaan-Ku. Kalau bukanlah takdir yang telah Aku letakkan di hadapan-Ku dan di hadapan makhluk-Ku, sesungguhnya telah Aku hancurkan dia, suatu kehancuran yang timbul dari kemurkaan yang meliputi pula kepada langit dan bumi dan gunung-gunung dan lautan. Kalau langit Kuperintahkan, niscaya terhimpitlah dia. Kalau bumi Aku titahkan, niscaya dia ditelannya. Jika gunung-gunung yang Aku perintahkan, niscaya hancurleburlah dia, dan jika lautan yang Aku perintahkan, niscaya tenggelamlah dia.
Tetapi menjadi kecillah dia di hadapan-Ku dan jatuhlah dia pada pandang mata-Ku, dan Aku lapangkan dia dengan kemaafan-Ku, dan kayatah Aku dengan apa yang ada pada-Ku dan Hak Aku. Aku adalah kaya; tidak ada yang lain yang sekaya Aku.
Oleh sebab itu maka sampaikanlah kepadanya risalah ini. Serulah dia beribadah menyembah kepada-Ku, tauhidkanlah Aku dan ikhlaslah kepada-Ku, dan peringatkan kepadanya hari-hari-Ku yang pasti datang. Peringatkan kepadanya bekas dari murka-Ku dan pukulan-Ku. Kabarkanlah kepadanya, bahwa jika Aku telah marah, tidak ada yang akan dapat berdiri. Sesungguhpun demikian sampaikanlah kata-kata ini semuanya dengan kata yang tersusun lemah lembut. Moga-moga ingatlah dia, moga-moga timbullah ketakutan dalam dirinya kepada-Ku. Dan kabarkan juga kepadanya bahwa Aku ini pun Pemaaf, Aku ini sudi memberi ampun, lebih cepat dari murka-Ku dan siksaan-Ku.
Dan jangan engkau terpesona melihat Fir'aun itu bermegah dengan serba serbi pakaian dan perhiasan dunia. Karena ubun-ubunnya adalah terpegang di tangan-Ku. Dia tidak akan dapat mengangkat mulut, dia tidak akan dapat menggerakkan mata, tidak akan dapat bernapas, kalau tidak karena izin-Ku.
Katakanlah kepadanya, segeralah sambut panggilan Tuhanmu, karena ampunan Allah itu Mahaluas. Diberinya kesempatan kamu (Kerajaan Fir'aun) sampai empat ratus tahun, dan dalam semua tahun-tahun itu kamu menantang Allah, kamu memerangi Allah. Kamu maki Dia, kamu cela Dia. Kamu halangi orang lain yang berjalan menempuh jalan-Nya. Padahal langit masih tetap menurunkan hujan, bumi masih tetap menumbuhkan tanaman; tak pernah mandul, tak pernah tua dan tak pernah kekeringan dan tak pernah dapat dikalahkan. Kalau Allah berkehendak menyiksamu, sebentar saja bisa jadi. Cuma Allah itu bersifat tenang dan pemaaf luar biasa.
Lawanlah dia, berjihadlah dan berjuanglah engkau berdua dehgan saudaramu (Harun), namun kedua kalian dalam perhitungan-Ku dalam jihadmu. Kalau datang waktunya, jika Aku kirim tentara besar buat menghancurkannya, niscaya akan Aku kerjakan. Tetapi biarlah si hamba yang dhaif ini mengerti bahwa golongan yang kelihatan pada lahir hanya kecil saja, padahal pada-Ku tidak ada yang kecil, dapat mengalahkan golongan yang besar dengan izin-Ku.
Jangan engkau terpesona oleh perhiasannya, jangan engkau ternganga melihat keme-wahannya. Jangan matamu silau melihat itu semuanya; karena semuanya itu hanyalah perhiasan sementara di dunia ini, dan perhiasan dari orang-orang yang telah diperdayakan oleh kemewahan. Kalau Aku mau, Aku pun sanggup memberikan kepada kalian keduanya perhiasan dunia ini, yang membuat si Fir'aun itu tidak akan dapat mengatasinya selamanya. Tetapi Aku tanamkan dalam jiwa kalian berdua rasa muak melihat itu, dan Aku jauhkan dia dari kamu. Karena demikianlah selalu Aku perbuat di atas tiap-tiap auliaa-Ku, orang-orang yang telah menjadi kekasih-Ku. Aku singkirkan seluruh auliaa-Ku dari medan berbahaya itu sejak dahulu, laksana pengembala menjauhkan binatang pengembalaannya dari dekat jurang yang berbahaya. Bukan karena mereka rendah pada pandangan-Ku, tetapi karena Aku ingin hendakmenyempurnakan pembagian dan nasib mereka di negeri kemuliaan-Ku kelak, dalam keadaan selamat dan penuh tiada bercacat, karena mereka tidak sampai bercakap-cakap dengan dunia. Dan ketahuilah olehmu, hai Musa! Bahwasanya tidaklah ada perhiasan yang akan berhias dengan dia seorang hamba, yang lebih indah di sisi-Ku dari perhiasan zuhud terhadap dunia. Karena zuhud itulah perhiasan sejati dari orang-orang yang bertakwa. Dengan memakai pakaian Zuhud itu dikenallah mereka dengan sakinah (ketenteraman hati) dan khusyu' (ketundukan). Dan pada wajah-wajah mereka itu bersinarlah sesuatu tanda dari bekas sujud.
Itulah dia auliaa-Ku yang sejati, yang sebenarnya.
Maka bila engkau berjumpa orang semacam itu hamparkanlah sayapmu kepadanya. Rendahkan hatimu dan lidahmu.
Dan ketahui pulalah olehmu, bahwa barangsiapa yang menghinakan salah seorang dari wali-Ku atau memperingan-ringan dan mem-pertakut-takutinya, samalah artinya dengan me-maklumkan perang kepada-Ku sendiri. Dialah yang memulai menantang-Ku dan menjadikan dirinya terpampang berhadapan dengan Daku dan mengajak Aku kepadanya. Kalau demikian halnya, niscaya Aku akan segera membantu wali-wali-Ku,
Apakah orang yang mencoba memerangi Aku menyangka bahwa dia akan menang ber-hadapan dengan Daku?
Apakah menyangka orang-orang yang memusuhi Aku bahwa dia akan dapat melemahkan Daku?
Ataukah menyangka orang yang mencoba berpacu dengan Daku bahwa dia akan dapat mendahului Aku atau mencecerkan Daku di belakang?
Mengapa akan begitu? Padahal Akulah yang akan menantang mereka, sejak dari dunia ini sampai ke akhirat kelak.
Tidak akan Aku serahkan menghadapi mereka ini kepada yang lain!"
Sekianlah tafsir dari ayat ini menurut susunan dari Wahab bin Munabbih, yang dirawikan oleh Ibnu Abi Ham,
Meskipun di dalam pelajaran ilmu tafsir.
sebagai telah kerapkah kita peringatkan bahwa riwayat-riwayat yang bersumber dari Wahab bin Munabbih kerapkali bercampur dengan dongeng-dongeng Israiliyat, namun penafsiran yang satu ini adalah termasuk penafsiran yang sesuai dengan isi ayat, dan sesuai dengan suasana Musa ketika dia bermunajat terhadap Allah di lereng Gunung Thur di lembah suci bernama Thuwa itu. Dan suasana seorang pejuang berhadapan dengan penguasa-penguasa yang memerintah dengan bersimaharajalela, yang hilang satu ada saja gantinya di tiap zaman, sama saja halnya di segala zaman dan di segala tempat.