Ayat
Terjemahan Per Kata
يَعۡلَمُ
Dia mengetahui
مَا
apa yang
بَيۡنَ
diantara
أَيۡدِيهِمۡ
hadapan mereka
وَمَا
dan apa yang
خَلۡفَهُمۡ
belakang mereka
وَلَا
dan mereka tidak
يُحِيطُونَ
meliputi
بِهِۦ
dengan-Nya
عِلۡمٗا
ilmu
يَعۡلَمُ
Dia mengetahui
مَا
apa yang
بَيۡنَ
diantara
أَيۡدِيهِمۡ
hadapan mereka
وَمَا
dan apa yang
خَلۡفَهُمۡ
belakang mereka
وَلَا
dan mereka tidak
يُحِيطُونَ
meliputi
بِهِۦ
dengan-Nya
عِلۡمٗا
ilmu
Terjemahan
Dia (Allah) mengetahui apa yang di hadapan mereka (yang akan terjadi) dan apa yang di belakang mereka (yang telah terjadi), sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi-Nya.
Tafsir
(Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka) yaitu perkara-perkara akhirat (dan apa yang ada di belakang mereka) perkara-perkara dunia (sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya") yakni mereka tidak mengetahui hal tersebut.
Tafsir Surat Taha: 109-112
Pada hari itu tidak berguna syafaat kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridai perkataannya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedangkan ilmu mereka tidak meliputi ilmu-Nya. Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman. Dan barang siapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.
Firman Allah ﷻ: Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridai perkataannya. (Thaha: 109) Yaitu pada hari kiamat itu tiada suatu syafaat pun yang diterima di sisiNya, kecuali pertolongan syafaat dari orang yang telah mendapat izin dari Allah ﷻ Yang Maha Pemurah. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya? (Al-Baqarah: 255) Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-Nya. (An-Najm: 26) dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah (Al-Anbiya: 28) Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat (Saba: 23) Dan firman Allah ﷻ: Pada hari ketika roh dan malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar. (An-Naba: 38) Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui berbagai jalur dari Rasulullah ﷺ, penghulu anak Adam dan makhluk yang paling mulia, dari Allah ﷻ Disebutkan bahwa beliau pernah bersabda: ".
Aku datang ke bagian bawah 'Arasy dan aku menyungkur bersujud kepada Allah, lalu Allah mengajariku pujian-pujian yang tidakdapat aku hitung-hitung jumlahnya sekarang, dan Allah membiarkan aku selama apa yang dikehendaki-Nya. Setelah itu Allah ﷻ berfirman, "Hai Muhammad, angkatlah mukamu. Berkatalah, pasti di dengar. Dan mintalah syafaat, pasti diberi izin memberi syafaat. Lalu Allah memberikan batasan sejumlah tertentu, maka aku masukkan mereka ke dalam surga, lalu aku meminta lagi. Nabi ﷺ dalam hadisnya ini menyebutkan bahwa beliau melakukan hal tersebut sebanyak empat kali. Semoga salawat dan salam-Nya terlimpahkan kepadanya, juga kepada para nabi lainnya.
Di dalam hadis yang lain disebutkan pula: Allah ﷻ berfirman, "Keluarkanlah oleh kalian (para malaikat) dari dalam neraka orang yang di dalam kalbunya terdapat iman sebesar biji sawi!" Maka keluarlah (dari neraka) sejumlah besar manusia. Kemudian Allah ﷻ berfirman lagi, "Keluarkanlah dari neraka orang yang di dalam kalbunya terdapat iman sebesar separo biji sawi, dan keluarkanlah dari neraka orang yang di dalam kalbunya terdapat iman seberat semut yang kecil, dan (juga) orang yang dalam hatinya terdapat iman yang lebih kecil daripada semut yang terkecil." Adapun firman Allah ﷻ: Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. (Thaha: 110) Artinya, pengetahuan Allah meliputi semua makhluk.
Firman Allah ﷻ: sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thaha: 110) Ayat ini semakna dengan firman-Nya: dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melainkan apa yang dikehendaki-(Nya). (Al-Baqarah: 225) Adapun firman Allah ﷻ: Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus makhluk-Nya. (Thaha: 111) Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa semua wajah saat itu tunduk, merasa hina dan berserah diri kepada Tuhannya Yang Mahahidup dan Yang tidak mati lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya dan tidak tidur; sedangkan Dia terus mengurus segala sesuatu, mengaturnya, dan memeliharanya.
Dia adalah Zat Yang Maha Sempurna, segala sesuatu berhajat kepada-Nya karena tidak dapat bertahan kecuali dengan pertolongan-Nya. Firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman. (Thaha: 111) Yakni mereka akan merugi pada hari kiamat, karena sesungguhnya pada hari itu Allah akan menunaikan setiap hak kepada pemiliknya masing-masing, sehingga kambing yang tidak bertanduk membalas kambing yang bertanduk (yang dahulu ketika di dunia pernah menanduknya).
Di dalam sebuah hadis disebutkan: Allah ﷻ berfirman,''Demi Keagungan dan Kemuliaan-Ku, pada hari (kiamat) ini Aku tidak akan melewatkan (pembalasan) suatu perbuatan zalim pun dari pelakunya. Di dalam hadis sahih disebutkan: ". Janganlah kalian berbuat zalim, karena sesungguhnya perbuatan zalim itu merupakan kegelapan kelak di hari kiamat. Kekecewaan yang sesungguhnya ialah bagi orang yang menghadap kepada Allah, sedangkan ia dalam keadaan musyrik kepada-Nya. Karena sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman, "Sesungguhnya perbuatan syirik itu benar-benar perbuatan zalim (dosa) yang besar. Firman Allah ﷻ: Dan barang siapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya. (Thaha: 112) Setelah menyebutkan perihal orang-orang zalim dan ancaman yang telah dijanjikan buat mereka, kemudian Allah menyebutkan perihal orang-orang yang bertakwa dan nasib mereka, bahwa pahala mereka tidak akan dikurangi, dan haknya tidak pula akan dikurangi.
Dengan kata lain, dosa mereka tidak ditambahi, dan kebaikan mereka tidak dikurangi. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Al-Hasan, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Bahwa makna zalim ialah adanya penambahan, misalnya ditambahkan kepada seseorang dosa dari orang lain. Al-hadm maknanya pengurangan."
110. Itulah Tuhan Yang Maha Pengasih. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka, yaitu kehidupan duniawi, dan apa yang ada di belakang mereka, yaitu kondisi mereka di akhirat. Dia juga mengetahui apa saja yang belum terjadi, sedang ilmu mereka sangat terbatas sehingga tidak dapat meliputi ilmu-Nya yang serba terinci. 111. Orang yang beriman mengakui keagungan Allah tersebut dan tunduklah semua muka dengan rendah diri kepada Tuhan yang hidup kekal lagi berdiri sendiri dalam mengurus makhluk-Nya. Sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman dengan mengingkari petunjuk Allah dan tuntunan rasul-Nya.
Pada ayat ini Allah menerangkan sebab-sebab mengapa syafaat tidak bermanfaat kalau tidak dengan izin-Nya. Sebab-sebab itu ialah karena Allah mengetahui semua perbuatan manusia, iman dan kufurnya, tak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Dialah sebenarnya yang dapat menentukan apakah seseorang berhak mendapat syafa`at, karena iman dan amalnya selama hidup di dunia dan Dia pulalah yang berhak dan dapat menetapkan bahwa seseorang tidak dapat diberi syafaat karena kufur dan dosa-dosanya yang tidak dapat diampuni. Sedangkan malaikat atau manusia yang walaupun telah diizinkan oleh-Nya untuk memberi syafaat tidak mengetahui hal itu secara terperinci.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
IHWAL HARI KIAMAT
Ayat 105
“Dan mereka bertanya kepada engkau pelihat gunung-gunung itu,"
Artinya bahwa seketika Nabi Muhammad ﷺ telah menyampaikan kepada mereka bahwa suatu waktu kelak dunia ini akan Kiamat, bahwa serunai sangkakala akan ditiup dan segala yang masih sisa hidup akan mati dan kemudian dari itu ditiup serunai sangkakala itu sekali lagi, maka bangkitlah manusia dari kematian, buat hidup lagi dalam alam yang baqa', maka timbullah pertanyaan mereka kepada Nabi ﷺ, kalau memang semuanya akan dihancurkan dan diganti baru.
bagaimana jadinya dengan gunung-gunung ini? Apakah dia akan turut dihancurkan atau tegak seperti sediakala jua?
Apabila kita perhatikan suasana gunung-gunung yang mengelilingi negeri Mekah, tempat wahyu diturunkan, yang di sana terdapat deretan dari gunung-gunung batu granit keras, dan jika datang musim panas (shaif) datanglah angin samum, pantulan dari bukit-bukit dan gunung-gunung itu yang sangat panasnya, maka dapatlah kita pikirkan bahwa pertanyaan demikian memang akan timbul dari mereka.
Allah berfirman selanjutnya,
“Maka jawablah: “Akan dihanarkan dia oleh Tuhanku sehancur -hancurnya."
Dan sambungan ayat selanjutnya,
Ayat 106
“Maka dia akan dibiarkan menjadi padang yang onta."
Dengan terusan ayat 105 dan lanjutan ayat 106 dapatlah dikirakan sendiri bahwa suatu hal yang dahsyat akan kejadian, yang sukar bagi Allah memikirkan, sebab sedangkan mengungkit batu besar sebuah saja pun menghendaki tenaga berpuluh orang, kononlah akan meratakan bukan sebuah gunung, bahkan gunung-gunung; sukar manusia memikirkannya, tetapi hal yang mudah saja bagi Allah.
Ayat 107
"Tidak akan engkau lihat lagi padanya yang nendah dan tidak yang tinggi."
Ayat 107 ini adalah sebagai penjelasan lagi bahwa tanah yang tadinya bergunung-gunung akan menjadi padang rata, tidak ada lagi tanah rendah yang dinamai lurah-lurah dan jurang, tempat ke sana air mengalir membentuk sungai. Dan tidak pula yang tinggi, yang berarti bahwa gunung-gunung, bukit-bukit dan munggu-munggu ketinggian, semuanya menjadi licin habis. Yang berarti bahwa di tempat seperti itu manusia dalam susunan yang sekarang ini tidak dapat hidup lagi.
Keadaan ini dapat kita tafsirkan lagi dengan ayat lain dalam surah lain yang diturunkan di Mekah juga. Yaitu pada ayat 48 dari surah Ibraahiim dalam Juz 13. Bahwa pada hari itu akan diganti bumi ini dengan bumi yang lain dan langit yang berlapis di atas kita itu pun demikian pula, dan semua manusia akan tampil ke muka menghadap Allah, Yang Maha Esa lagi Mahakuasa.
Bagaimana kejadian itu, apakah bumi yang sekarang saja yang ditukar bentuknya sehingga yang gunung jadi rata dengan lurah seperti tersebut dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini, Allah jualah yang lebih tahu.
Lalu dijelaskan selanjutnya oleh Allah bagaimana keadaan manusia pada masa itu kelak.
Ayat 108
“Di hati itu mereka akan mengikuti penyeru yang tidak ada jalan berliku-liku padanya."
Siapakah penyeru itu? Menurut ahli-ahli tafsir ialah Malaikat Israfil yang diperintahkan Allah meniup serunai sangkakala itu. Bilamana serunai sangkakala telah ditiup yang kedua kali, segala makhluk yang telah meninggal itu akan bangkit kembali. Bangkit dengan patuh. Bangkit dengan teratur, tidak dapat menempuh jalan lain jalan berliku lagi. Bahkan lurus menuju kepada tempat yang ditentukan Allah."Dan akan lemahlah suara-suara karena ketundukan kepada Allah Yang Rahman." Maka di saat itu tidak akan ada yang berani bersuara lagi, baik manusia ataupun malaikat.
Hal ini pun pernah juga dibayangkan pada ayat yang lain, seperti terdapat di dalam surah an-Nabaa' ayat 38, bahwa pada hari ruh, yaitu nama yang lain dari Malaikat Jibril dan malaikat-malaikat yang lain akan berdiri bershaf-shaf dan tidak ada yang berani berbicara melainkan dengan izin Allah Yang Rahman jua. Sangatlah hebatnya suasana di kala itu, yang dipenuhi oleh kebesaran Ilahi belaka.
“Maka tidaklah akan engkau dengan kecuali bisik-bisik yang halus."
Demikianlah segala sesuatu diliputi oleh keheningan dan senyap. Maka bolehlah pula ujung ayat ini diartikan bahwa dari sangat sepi dan senyapnya, bisik-bisik yang halus pun dapat didengarkan. Karena dari sebab kesepian itu, telinga ingin menangkap bunyi sampai kepada yang sehalus-halusnya. Ibnu Abbas memberikan pula arti bahwa hamsa yang kita beri arti bisik-bisik yang halus itu ialah bunyi kaki melangkah, atau bunyi kaki menginjak bumi.
Ungkapan kehening sepian seperti ini pun ada juga diungkapkan dalam bahasa Indonesia, “Hening sepi, sehingga jarum jatuh pun bisa kedengaran."
Ayat 109
“Pada hari itu tidaklah akan memberi manfaat satu syafa'at pun."
Di dalam dunia ini kerapkali kita menaruh pengharapan kepada orang lain apabila kita merasa lemah. Di dalam menghadapi satu perkara di hadapan pengadilan, orang mengharapkan pembelaan seorang pembela. Sebab itu masih pula ada orang yang mengharapkan bahwa di akhirat kelak akan ada orang yang dapat diharapkan menolong membela dan mempertahankan. Maka sejak dari sekarang telah diperingatkan bahwa persoalan diri kita masing-masing akan diperhadapkan dengan Allah secara masing-masing pula. Tidak ada orang lain yang akan dapat dijadikan perantara, lalu kita berlepas tangan."Kecuali atas barangsiapa yang memberi izin akan dia Allah Yang Rahman." Sambungan ayat ini menyatakan pengecualian. Yaitu bahwa dengan izin Allah Tuhan Yang Maha Rahman, Maha Pemurah, kadang-kadang dapat juga Allah menerima syafaat itu, atau pembelaan itu. Diberi kesempatan orang-orang yang diberi izin Allah membela temannya yang bersalah, karena si pembela itu disukai Allah karena imannya dan amalnya, jasanya, dan takwanya.
“Yang dia ridhai perkataannya."
Yaitu karena Aliah senang mendengar orang itu bercakap, Allah menghargai orang itu karena seorang yang di kala hidupnya adalah seorang yang saleh. Allah sudi mendengarkan percakapannya.
Tetapi adalah syafaat orang itu dapat memengaruhi dan mengubah hukum yang telah ditentukan Allah? Adakah orang itu dapat mengubah kehendak Allah? Al-Qasimi menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa syafaat itu hanya semata pengharapan kepada orang yang sedia menjadi syafaat itu, dan tidak akan dapat memengaruhi Allah dengan mutlak kekuasaannya.
Sebab bagaimanapun adanya syafaat, bagaimanapun penghargaan Allah kepada manusia yang bersedia jadi syafaat itu, namun ilmu orang itu tentang keadaan pribadi, sejarah hidup, dan amalan orang yang hendak dibelanya itu tidak jugalah sebanyak pengetahuan Allah. Sebab itu Allah berfirman pada lanjutan ayat,
Ayat 110
“Dia mengetahui apa yang berada di hadapan mereka dan opa yang berada di belakang mereka."
Ke mana kesudahan perjalanan manusia-manusia itu sesudah dihisab, dimasukkan ke dalam surgakah atau akan digiring masuk neraka; Allah-lah yang lebih tahu. Itulah arti bahwa Dia mengetahui apa yang berada di hadapan mereka.
Dan Dia pun mengetahui pula apa yang berada di belakang mereka, yaitu masa-masa hidup di dunia yang telah dilaluinya, semasa mereka itu masih hidup. Manakah yang banyak dikerjakannya, yang baikkah atau yang jahat. Semuanya tidaklah ada yang lepas dari tilikan Allah, bahkan disediakan beberapa malaikat yang mencatat perbuatan-perbuatan mereka dan perkataan-perkataan mereka. Ada yang bernama malaikat-malaikat “kiraman kati bin", yaitu malaikat-malaikat yang mulia dan yang menulis. Ada yang disebut namanya Hafazhah, yaitu yang memelihara dan menyimpan baik-baik catatan itu, dan ada yang bernama Raqib dan Atid yang khusus mencatat perkataan-perkataan yang keluar. Sebab itu maka masa lampau manusia yang telah dibelakanginya, tidak ada yang lepas dari lingkungan pengetahuan Allah.
“Sedang mereka tidaklah meliputi dia dengan pengetahuan."
Sedang si manusia itu tidaklah meliputi segala amalan dan perbuatannya itu dengan pengetahuan. Jangankan zaman dahulu yang telah lampau, sedangkan zaman yang terdekat saja tidaklah diingatnya dengan tepat. Yang baru saja kejadian kerapkali dia lupa. Apatah lagi apa yang akan dihadapinya di belakang hari, terutama sesudah perhitungan itu. Mungkin berdebar darahnya memikirkan kesalahan yang pernah diperbuatnya, namun hukuman yang akan jatuh atas dirinya, tidaklah diketahuinya. Dia akan menunggu-nunggu dengan dada berdebar.
Ayat 111
“Dan akan tunduklah segala muka terhadap Allah Yang Hidup, lagi Berdiri Sendiri itu."
Akan tunduklah segala muka pada ketika itu kepada Allah Yang Mempunyai sifat hidup dan selalu hidup. Yang berdiri sendiri, tidak mengharapkan bantuan orang lain. Karena selain Dia adalah makhluk yang Dia jadikan belaka. Tunduk segala muka merendahkan diri, karena Dialah Yang Mahakuasa, yang tidak mati-mati buat selama-lamanya, yang awal tidak berpermulaan, yang akhir tidak berkesudahan.
“Dan sesungguhnya akan kecewalah orang-orang yang memikul ... iman."
Akan kecewalah di waktu itu orang-orang yang di masa hidupnya menempuh jalan yang salah. Suatu kesalahan yang disengaja, baik kepada Allah, atau kepada orang lain, ataupun kepada diri sendiri, pada hakikatnya adalah kezaliman, atau aniaya. Arti asli dari zalim diambil dari zhulm, yang berarti kegelapan. Jalan yang salah adalah jalan yang gelap. Orang yang dalam hidupnya menempuh jalan yang salah adalah aniaya. Dosa keaniayaannya itu akan dipikulnya terus-menerus sampai kepada hari Kiamat. Kecewalah mereka di hari itu, sebab yang dibawanya ke akhirat, beban berat yang dipikulnya tidak lain dari hidup di dunia yang penuh dengan aniaya. Menurut riwayat sebuah tafsir dari Ibnu Abbas, orang-orang yang selama di dunia ini teraniaya, di hari akhirat itu akan menerima bujukan atas dirinya, dan yang menganiaya pun akan mendapat balasan yang kontan. Maka tersebutlah, sehingga kambing yang tidak bertanduk, yang mati teraniaya oleh kambing yang bertanduk akan menerima juga bujukan atas kekecewaannya itu di hari Kiamat.
Di dalam sebuah hadits shahih yang di-rawikan oleh Bukhari dan Muslim, bersabda-lah Nabi saw,
“Dan berfirmanlah Allah Yang Mahamulia dan Mahaagung: “Demi Kemuliaan-Ku dan Demi Keagungan-Ku, tidaklah akan dapat terlepas dariKu di hari ini kezaliman orang yang zalim." (HR Bukhari dan Muslim)
Dan sabda Nabi pula dalam hadits shahih yang lain,
“janganlah sekali-kali kamu berlaku zalim aniaya, karena sesungguhnya suatu kezaliman ialah kegelapan di hari Kiamat."
Tetapi orang yang hidupnya berbakti, tidaklah usah khawatir.
Ayat 112
“Dan barangsiapa yang beramal dari amal-amal yang saleh, sedang dia beriman pula, maka tidaklah dia merasa takut akan dianiaya dan tidak pula ditelan."
Sesudah Allah memberikan kabar-kabar yang menakutkan dan mengerikan, maka di ayat ini Allah memberi ingat bahwa orang yang di masa hidupnya di dunia adalah mengamalkan amalan-amalan yang saleh, yaitu perbuatan-perbuatan dan usaha yang baik, yang disukai oleh Allah dan oleh sesamanya manusia, sedang amalannya itu timbul dari sebab imannya kepada Allah, bukan beramal yang pada kulitnya kelihatan baik, padahal pada batinnya bukan dari karena iman kepada Allah, hanya misalnya semata-mata mengharapkan puji sanjung manusia, maka orang-orang yang beramal dari sebab beriman itu, tidaklah dia akan merasa takut. Atau tidak usahlah dia merasa cemas takut dan bimbang bahwa dia akan teraniaya. Karena Allah tidaklah pernah berlaku aniaya kepada hamba-Nya. Allah tidak ada berkepentingan untuk dirinya sendiri sampai melakukan aniaya kepada hamba-Nya. Demikian juga tidaklah haknya akan ditelan, atau akan dicurangi dan dimungkiri. Tidaklah kebajikan yang diperbuatnya itu akan dilupakan, atau dilalaikan atau dipandang enteng oleh Allah. Di dalam surah az-Zilzaal ayat 7 dan 8 Allah sudah menjelaskan.
“Barangsiapa yang beramal, walau sebesar zarrah dari kebajikan, pastilah akan dilihatnya. Dan barangsiapa yang beramal walau sebesar zarrah dari kejahatan, pastilah akan dilihatnya." (az-Zilzaal: 7-8)
Itulah hakikat keadilan Ilahi.