Ayat
Terjemahan Per Kata
يَسۡـَٔلُونَكَ
mereka bertanya kepadamu
عَنِ
dari/tentang
ٱلۡخَمۡرِ
minuman keras
وَٱلۡمَيۡسِرِۖ
dan judi
قُلۡ
katakanlah
فِيهِمَآ
pada keduanya
إِثۡمٞ
dosa
كَبِيرٞ
besar
وَمَنَٰفِعُ
dan beberapa manfaat
لِلنَّاسِ
bagi manusia
وَإِثۡمُهُمَآ
dan dosa keduanya
أَكۡبَرُ
lebih besar
مِن
daripada
نَّفۡعِهِمَاۗ
manfaat keduanya
وَيَسۡـَٔلُونَكَ
dan mereka bertanya kepadamu
مَاذَا
apa yang
يُنفِقُونَۖ
mereka nafkahkan
قُلِ
katakanlah
ٱلۡعَفۡوَۗ
lebih dari keperluan
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يُبَيِّنُ
menerangkan
ٱللَّهُ
Allah
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلۡأٓيَٰتِ
ayat-ayat
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَتَفَكَّرُونَ
kamu berfikir
يَسۡـَٔلُونَكَ
mereka bertanya kepadamu
عَنِ
dari/tentang
ٱلۡخَمۡرِ
minuman keras
وَٱلۡمَيۡسِرِۖ
dan judi
قُلۡ
katakanlah
فِيهِمَآ
pada keduanya
إِثۡمٞ
dosa
كَبِيرٞ
besar
وَمَنَٰفِعُ
dan beberapa manfaat
لِلنَّاسِ
bagi manusia
وَإِثۡمُهُمَآ
dan dosa keduanya
أَكۡبَرُ
lebih besar
مِن
daripada
نَّفۡعِهِمَاۗ
manfaat keduanya
وَيَسۡـَٔلُونَكَ
dan mereka bertanya kepadamu
مَاذَا
apa yang
يُنفِقُونَۖ
mereka nafkahkan
قُلِ
katakanlah
ٱلۡعَفۡوَۗ
lebih dari keperluan
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يُبَيِّنُ
menerangkan
ٱللَّهُ
Allah
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلۡأٓيَٰتِ
ayat-ayat
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَتَفَكَّرُونَ
kamu berfikir
Terjemahan
Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir
Tafsir
(Mereka menanyakan kepadamu tentang minuman keras dan berjudi) apakah hukumnya? (Katakanlah kepada mereka) (pada keduanya) maksudnya pada minuman keras dan berjudi itu terdapat (dosa besar). Menurut satu qiraat dibaca katsiir (banyak) disebabkan keduanya banyak menimbulkan persengketaan, caci-mencaci, dan kata-kata yang tidak senonoh, (dan beberapa manfaat bagi manusia) dengan meminum-minuman keras akan menimbulkan rasa kenikmatan dan kegembiraan, dan dengan berjudi akan mendapatkan uang dengan tanpa susah payah, (tetapi dosa keduanya), maksudnya bencana-bencana yang timbul dari keduanya (lebih besar) artinya lebih parah (daripada manfaat keduanya). Ketika ayat ini diturunkan, sebagian sahabat masih suka meminum minuman keras, sedangkan yang lainnya sudah meninggalkannya hingga akhirnya diharamkan oleh sebuah ayat dalam surat Al-Maidah. (Dan mereka menanyakan kepadamu beberapa yang akan mereka nafkahkan), artinya berapa banyaknya. (Katakanlah), Nafkahkanlah (kelebihan) maksudnya yang lebih dari keperluan dan janganlah kamu nafkahkan apa yang kamu butuhkan dan kamu sia-siakan dirimu. Menurut satu qiraat dibaca al-`afwu sebagai khabar dari mubtada' yang tidak disebutkan dan diperkirakan berbunyi, "yaitu huwa....". (Demikianlah), artinya sebagaimana dijelaskan-Nya kepadamu apa yang telah disebutkan itu (dijelaskan-Nya pula bagimu ayat-ayat agar kamu memikirkan).
Tafsir Surat Al-Baqarah: 219-220
mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan" Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian berpikir, tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim.
Katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudara kalian; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepada kalian. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abu Maisarah, dari Umar yang menceritakan hadits berikut: Bahwa ketika ayat pengharaman khamr diturunkan, Umar berkata, "Ya Allah, berilah kami penjelasan mengenai khamr ini dengan penjelasan yang memuaskan." Maka turunlah firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.
Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar." (Al-Baqarah: 219). Lalu Umar dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat ini. Maka ia mengatakan, "Ya Allah, berilah kami penjelasan tentang khamr ini dengan penjelasan yang memuaskan." Kemudian turunlah ayat yang ada di dalam surat An-Nisa, yaitu: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendekati shalat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk. (An-Nisa: 43). Tersebutlah bahwa juru azan Rasulullah ﷺ apabila mendirikan shalat selalu menyerukan, "Orang yang mabuk tidak boleh mendekati shalat!" Kemudian Umar dipanggil lagi dan dibacakan kepadanya ayat tersebut.
Maka Umar berkata, "Ya Allah, berilah kami penjelasan tentang khamr ini dengan penjelasan yang lebih memuaskan lagi." Lalu turunlah ayat yang ada di dalam surat Al-Maidah. Ketika bacaan ayat sampai pada firman-Nya: maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu). (Al-Maidah: 91) maka Umar berkata, "Kami telah berhenti, kami telah berhenti." Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan Imam An-Nasai melalui berbagai jalur dari Israil, dari Abu Ishaq.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Mardawaih melalui jalur Ats-Tsauri, dari Abu Ishaq, dari Abu Maisarah yang nama aslinya ialah Amr ibnu Syurahbil AI-Hamdani Al-Kufi, dari Umar. Amr ibnu Syurahbil tidak mempunyai hadits lain yang dari Umar selain hadits ini. Akan tetapi, menurut pendapat Abu Dzar'ah disebutkan bahwa Amr ibnu Syurahbil belum pernah mendengar dari Umar.
Ali ibnul Madini mengatakan bahwa sanad hadits ini baik lagi shahih, dinilai shahih oleh Imam At-Tirmidzi, sedangkan dalam riwayat Ibnu Abu Hatim disebutkan sesudah perkataan Umar, "Kami telah berhenti," yaitu "Sesungguhnya khamr itu melenyapkan harta dan menghilangkan akal." Hadits ini diketengahkan lagi beserta hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad melalui jalur Abu Hurairah pada tafsir firman-Nya dalam surat Al-Maidah, yaitu: Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan. (Al-Maidah: 90) Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. (Al-Baqarah: 219) Definisi khamr ialah seperti apa yang dikatakan oleh Amirul Muminin Umar ibnul Khattab, yaitu segala sesuatu yang menutupi akal (memabukkan), sebagaimana yang akan dijelaskan nanti dalam tafsir surat Al-Maidah. Demikian pula maisir, yakni judi. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia'" (Al-Baqarah: 219) Adapun mengenai dosa kedua perbuatan tersebut berdasarkan peraturan agama, sedangkan manfaat keduniawiannya jika dipandang sebagai suatu manfaat.
Maka manfaatnya terhadap tubuh ialah mencernakan makanan, mengeluarkan angin, dan mengumpulkan sebagian lemak serta rasa mabuk yang memusingkan, seperti apa yang dikatakan oleh Hassan ibnu Sabit dalam masa Jahiliah: Kami meminumnya (khamr) dan khamr membuat kami bagaikan raja-raja dan juga bagaikan harimau yang tidak kuat perang (yakni menjadi pemberani). Termasuk manfaatnya pula memperjual-belikannya dan memanfaatkan hasilnya. Sedangkan manfaat judi ialah kemenangan yang dihasilkan oleh sebagian orang yang terlibat di dalamnya, maka dari hasil itu ia dapat membelanjakannya buat dirinya sendiri dan keluarganya.
Akan tetapi, manfaat dan maslahat tersebut tidaklah sebanding dengan mudarat dan kerusakannya yang jauh lebih besar daripada manfaatnya, karena kerusakannya berkaitan dengan akal dan agama, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya. (Al-Baqarah: 219) Karena itu, ayat ini merupakan pendahuluan dari pengharaman khamr yang pasti. Di dalam ayat ini pengharaman tidak disebutkan dengan tegas, melainkan dengan cara sindiran.
Karena itulah maka Umar ibnul Khattab ketika dibacakan ayat ini kepadanya mengatakan: Ya Allah, berikanlah kami penjelasan tentang khamr ini dengan penjelasan yang memuaskan. Setelah itu barulah turun ayat yang mengharamkannya di dalam surat Al-Maidah, yaitu firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kalian dari mengingati Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Al-Maidah: 90-91) Dalam tafsir surat Al-Maidah nanti, masalah ini akan diterangkan dengan keterangan yang rinci.
Ibnu Umar, Asy-Sya'bi, Mujahid, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, sesungguhnya ayat ini merupakan permulaan ayat yang menerangkan pengharaman khamr, yaitu firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar." (Al-Baqarah: 219) Kemudian turun pula ayat yang ada di dalam surat An-Nisa, sesudah itu turun ayat yang terdapat di dalam surat Al-Maidah yang mengharamkan khamr secara tegas.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan." (Al-Baqarah: 219) Lafal al-'afwa dapat pula dibaca al-'afwu, keduanya baik dan berdekatan pengertiannya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah sampai suatu hadits kepadanya bahwa sahabat Mu'az ibnu Jabal dan Sa'labah datang menghadap Rasulullah ﷺ, lalu keduanya bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mempunyai banyak budak dan keluarganya yang semuanya itu termasuk harta kami." Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. (Al-Baqarah: 219) Al-Hakam mengatakan dari Miqsam, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan. (Al-Baqarah: 219) Yakni lebihan dari nafkah yang diperlukan. Hal yang sama diriwayatkan pula dari. Ibnu Umar, Mujahid, ‘Atha’, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka'b, Al-Hasan, Qata-dah, Al-Qasim, Salim, ‘Atha’ Al-Khurrasani, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya. Disebutkan bahwa mereka mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan." (Al-Baqarah: 219) Lafal al-'afwa di sini artinya al-fadla atau lebihan (sisa dari yang diperlukan). Telah diriwayatkan dari Tawus bahwa makna yang dimaksud ialah segala sesuatu yang mudah.
Dari Ar-Rabi' disebutkan pula bahwa makna yang dimaksud ialah hartamu yang paling utama dan paling baik. Akan tetapi, semua pendapat merujuk kepada pengertian lebihan dari apa yang diperlukan. Abdu ibnu Humaid mengatakan dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Hauzah ibnu Khalifah, dari Auf, dari Al-Hasan sehubungan dengan ayat berikut: Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan." (Al-Baqarah: 219) Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan istilah al-'afwa ialah jangan sampai nafkah itu memberatkan hartamu yang akhirnya kamu tidak punya apa-apa lagi dan meminta-minta kepada orang lain. Pengertian ini ditunjukkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir: telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim, dari Ibnu Ajlan, dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai uang dinar.'" Nabi ﷺ menjawab, "Belanjakanlah buat dirimu sendiri." Lelaki itu berkata, "Aku masih memiliki yang lainnya." Nabi ﷺ bersabda, "Nafkahkanlah buat keluargamu." Lelaki itu berkata, "Aku masih mempunyai yang lainnya." Nabi ﷺ bersabda, "Nafkahkanlah buat anakmu." Lelaki itu berkata, "Aku masih mempunyai yang lainnya." Nabi ﷺ menjawab, "Kamu lebih mengetahui." Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Muslim di dalam kitab shahih-nya.
Dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui Jabir , bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada seorang lelaki: Mulailah dengan dirimu sendiri, bersedekahlah untuknya; jika ada lebihannya, maka buat keluarga (istri)mu. Dan jika masih ada lebihannya lagi setelah istrimu, maka berikanlah kepada kaum kerabatmu; dan jika masih ada lebihan lagi setelah kaum kerabatmu, maka berikanlah kepada ini dan itu. Menurut Imam Muslim pula, disebutkan dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan setelah berkecukupan; tangan di atas (pemberi) lebih baik daripada tangan di bawah (penerima). Dan mulailah dengan orang yang berada dalam tanggunganmu. Di dalam sebuah hadits lain disebutkan pula: Wahai anakAdam, sesungguhnya jikalau kamu memberikan lebihan dari yang diperlukan adalah lebih baik bagimu dan jika kamu memegangnya, maka hal itu buruk bagimu, dan kamu tidak akan dicela karena tidak mempunyai sesuatu yang bersisa.
Akan tetapi, menurut pendapat yang lain ayat ini di-mansukh oleh ayat zakat, seperti yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, Al-Aufi, dan Ibnu Abbas; juga yang dikatakan oleh ‘Atha’ Al-Khurrasani. Menurut pendapat yang lainnya lagi, ayat ini diperjelas pengertiannya oleh ayat zakat, menurut Mujahid dan lain-lainnya. Pendapat yang terakhir ini lebih terarah (kuat). Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian berpikir tentang dunia dan akhirat. (Al-Baqarah: 219-220) Yakni sebagaimana Allah menguraikan hukum-hukum ini kepada kalian.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat lainnya kepada kalian, baik mengenai hukum-hukum, janji, maupun ancaman-Nya, supaya kalian berpikir tentang dunia dan akhirat. Dari Ibnu Abbas, Ali ibnu Abu Talhah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dunia dengan kefanaannya dan menyongsong akhirat dengan kekebalannya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Assa'q At-Tamimi yang telah mengatakan, aku telah menyaksikan Al-Hasan dan ia membaca ayat berikut: Supaya kalian berpikir tentang dunia dan akhirat. (Al-Baqarah: 219-220) Demi Allah, ayat ini bagi orang-orang yang merenungi makna yang terkandung di dalamnya, niscaya ia akan mengetahui bahwa dunia ini adalah negeri cobaan, kemudian fana; dan agar ia mengetahui bahwa akhirat itu negeri pembalasan dan negeri yang kekal abadi.
Qatadah dan Ibnu Juraij serta selain keduanya mengatakan demikian. Abdurrazaq dari Ma'mar, dari Qatadah mengatakan, "Agar kalian mengutamakan negeri akhirat daripada dunia." Dan menurut suatu riwayat dari Qatadah dikatakan, "Maka utamakanlah negeri akhirat daripada dunia Firman Allah Swt: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudara kalian; dan Allah mengetahui siapa yang berbuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan.
Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepada kalian." (Al-Baqarah: 220), hingga akhir ayat. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Jarir, dari ‘Atha’ ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152, Al Isra: 34) Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (An-Nisa: 10) Maka orang-orang yang memelihara anak yatim memisahkan makanannya dengan makanan anak yatim.
Begitu pula minumannya, ia pisahkan antara milik sendiri dan milik anak yatim. Akhirnya banyak lebihan makanan yang tak sempat dimakan, maka sisa tersebut ia simpan untuk dimakan di lain waktu atau makanan itu menjadi basi. Hal tersebut terasa amat berat atas diri mereka yang mempunyai anak-anak yatim, lalu mereka menceritakan perihalnya kepada Rasulullah ﷺ Maka turunlah firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudara kalian." (Al-Baqarah: 220) Akhirnya mereka berani mencampurkan makanan mereka dengan makanan anak-anak yatim mereka, begitu pula minumannya.
Demikianlah menurut riwayat Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Abu Hatim, Ibnu Mardawaih, dan Al-Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui berbagai jalur dari ‘Atha’ ibnus Saib dengan lafal yang sama. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas Hal yang sama diriwayatkan pula oleh As-Suddi, dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas; juga dari Murrah Al-Hamdani, dari Ibnu Mas'ud dengan lafal yang semisal. Hal yang sama diriwayatkan pula bukan hanya oleh seorang perawi saja mengenai asbabun nuzul ayat ini, antara lain seperti Mujahid, ‘Atha’, Asy-Sya'bi, Ibnu Abu Laila, dan Qatadah; bukan pula hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Waki' ibnul Jarrah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam (murid Ad-Dustiwa-i), dari Hammad, dari Ibrahim yang telah mengatakan bahwa Siti Aisyah pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku tidak suka bila harta anak yatim yang ada dalam pemeliharaanku dipisahkan secara menyendiri, melainkan aku mencampurkan makanannya dengan makananku dan minumannya dengan minumanku." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik. (Al-Baqarah: 220) Makna yang dimaksud ialah memisahkannya secara menyendiri. Dan jika kalian bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudara kalian. (Al-Baqarah: 220) Artinya, bila kamu mencampurkan makananmu dengan makanan mereka, begitu pula minumanmu dengan minuman mereka, tidaklah mengapa kamu melakukannya, sebab mereka adalah saudara-saudara seagama kalian.
Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan: Dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. (Al-Baqarah: 220) Yakni Allah mengetahui tujuan dan niat yang sebenarnya, apakah hendak membuat kerusakan atau perbaikan. Firman-Nya: Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepada kalian. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Baqarah: 220) Yaitu seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan mempersulit kalian dan mempersempit kalian. Tetapi ternyata Dia meluaskan kalian dan meringankan beban kalian, serta memperbolehkan kalian bergaul dan bercampur dengan mereka (anak-anak yatim) dengan cara yang lebih baik.
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152) Bahkan Allah memperbolehkan bagi orang yang miskin memakan sebagian dari harta anak yatim dengan cara yang makruf, yaitu adakalanya dengan jaminan akan menggantinya bagi orang yang mudah untuk menggantinya atau secara gratis. Seperti yang akan dijelaskan keterangannya dalam tafsir surat An-Nisa nanti."
Mereka menanyakan kepadamu, wahai Nabi, tentang khamar, yaitu semua minuman yang memabukkan, dan berjudi. Pertanyaan itu muncul antara lain karena di antara rampasan perang yang diperoleh pasukan pimpinan abdulla'h bin Jahsy seperti disinggung pada ayat 217 terdapat minuman keras. Katakanlah, Pada keduanya terdapat dosa, yakni mudarat yang besar. Keduanya menimbulkan permusuhan dan menyebabkan kaum muslim melupakan Allah dan enggan menunaikan salat. Dan keduanya juga mengandung beberapa manfaat bagi manusia, seperti keuntungan dari perdagangan khamar, kehangatan badan bagi peminumnya, memperoleh harta tanpa susah payah bagi pemenang dalam perjudian, dan beberapa manfaat yang diperoleh fakir miskin dari perjudian pada zaman Jahiliah. Tetapi dosanya, yakni mudarat yang ditimbulkan oleh khamar dan judi, lebih besar daripada manfaatnya. Khamar diharamkan dalam Islam secara berangsur. Ayat ini menyatakan bahwa minum khamar dan berjudi adalah dosa dengan penjelasan bahwa pada keduanya terdapat manfaat, tetapi mudaratnya lebih besar daripada manfaat itu. Surah an-Nisa''/4: 43 dengan tegas melarang minum khamar, tetapi terbatas pada waktu menjelang salat. Surah al-Ma''idah/5: 90 dengan tegas mengharamkan khamar, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dan menyatakan bahwa semuanya adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan yang harus dijauhi selamanya oleh orang-orang beriman. Bagian akhir ayat ini menjelaskan ketentuan menafkahkan harta di jalan Allah. Dan mereka menanyakan kepadamu tentang apa yang harus mereka infakkan di jalan Allah. Katakanlah, Kelebihan dari apa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan diri dan kebutuhan keluarga. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan. Yakni memikirkan tentang dunia dan akhirat. Dunia adalah tempat beramal dan akhirat adalah tempat memanen hasil dari amalan itu. Dunia adalah negeri yang fana dan akhirat kekal abadi. Karena itu, berbuatlah kebajikan selagi kamu di dunia agar di akhirat kamu mendapat kebahagiaan selama-lamanya. Demikianlah Allah memberi petunjuk dengan ayat-ayatnya untuk kebahagiaan manusia, tidak saja kebahagiaan di dunia tetapi juga di akhirat. Selanjutnya Allah memberi tuntunan dalam memelihara anak yatim. Mereka menanyakan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, tentang anak-anak yatim. Katakanlah, Memperbaiki keadaan mereka, yakni mengurus anak yatim untuk memperbaiki keadaan mereka, adalah baik! Dan jika kamu mempergauli dan menyatukan mereka dengan keluargamu dalam urusan makanan, tempat tinggal, dan keperluan lainnya, maka yang demikian itu baik sebab mereka adalah saudara-saudaramu. Karena itu, sepantasnya eng Yakni memikirkan tentang dunia dan akhirat. Dunia adalah tempat beramal dan akhirat adalah tempat memanen hasil dari amalan itu. Dunia adalah negeri yang fana dan akhirat kekal abadi. Karena itu, berbuatlah kebajikan selagi kamu di dunia agar di akhirat kamu mendapat kebahagiaan selama-lamanya. Demikianlah Allah memberi petunjuk dengan ayat-ayatnya untuk kebahagiaan manusia, tidak saja kebahagiaan di dunia tetapi juga di akhirat. Selanjutnya Allah memberi tuntunan dalam memelihara anak yatim. Mereka menanyakan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, tentang anak-anak yatim. Katakanlah, Memperbaiki keadaan mereka, yakni mengurus anak yatim untuk memperbaiki keadaan mereka, adalah baik! Dan jika kamu mempergauli dan menyatukan mereka dengan keluargamu dalam urusan makanan, tempat tinggal, dan keperluan lainnya, maka yang demikian itu baik sebab mereka adalah saudara-saudaramu. Karena itu, sepantasnya eng.
Ayat ini menjawab pertanyaan para sahabat yang diajukan kepada Rasulullah ﷺ Jawaban-jawaban itu bukan saja mengenai hukum khamar dan judi, tetapi sekaligus menjawab pertanyaan tentang apa yang akan dinafkahkan; dan juga mengenai persoalan anak-anak yatim.
Larangan minum khamar, diturunkan secara berangsur-angsur. Sebab minum khamar itu bagi orang Arab sudah menjadi adat kebiasaan yang mendarah daging sejak zaman jahiliah. Kalau dilarang sekaligus, dikhawatirkan akan sangat memberatkan bagi mereka. Mula-mula dikatakan bahwa dosanya besar, kemudian dikatakan orang mabuk tidak boleh mengerjakan salat; dan terakhir dikatakan bahwa minum khamar itu adalah keji dan termasuk perbuatan setan. Kemudian mereka dicela dengan mengatakan, "Apakah kamu belum mau juga berhenti meminumnya?" Tegasnya: minum khamar dan main judi itu dilarang, dan haram hukumnya.
Yang dimaksud dengan khamar menurut pendapat jumhur ulama ialah semua minuman yang memabukkan, walaupun terbuat dari bahan apa saja. Jadi minum apa saja yang memabukkan, hukumnya haram, baik sedikit ataupun banyak. Semua ahli kesehatan sependapat, baik dahulu maupun sekarang, bahwa minum khamar itu banyak sekali bahayanya. Allah tidak akan melarang sesuatu, kalau tidak berbahaya bagi manusia.
Sudah tidak diragukan bahwa minum khamar itu berbahaya bagi kesehatan, akal pikiran dan urat syaraf, serta harta benda dan keluarga. Minum khamar sama dengan menghisap candu, narkotika, dan obat-obatan terlarang (narkoba) yang menimbulkan ketagihan. Seseorang yang telah ketagihan minum khamar, baginya tidak ada nilainya harta benda, berapa saja harga khamar itu akan dibelinya.
Dengan demikian, khamar membahayakan dalam pergaulan masyarakat, menimbulkan permusuhan, perkelahian, dan sebagainya. Rumah tangga akan kacau, tetangga tidak aman dan masyarakat akan rusak, karena minum khamar.
Penyakit kecanduan khamar erat sekali hubungannya dengan segala perbuatan maksiat dan kejahatan. Seorang yang sudah mabuk, tidak akan malu-malu berzina di tempat-tempat maksiat seperti night club, bar dan lain-lain. Kedua perbuatan mesum itu biasa disatukan tempatnya. Bahaya minum khamar akan lebih besar lagi kalau sudah bercampur dengan zina. Bukan saja menghambur-hamburkan harta dan berfoya-foya memperturutkan hawa nafsu, tapi segala macam penyakit kelamin akan merebak, lahirlah anak-anak tanpa bapak yang sah, serta pembunuhan bayi-bayi yang tidak berdosa. Pekerjaan seperti ini merupakan perbuatan yang terkutuk yang tidak berperikemanusiaan, perbuatan keji yang lebih keji dari perbuatan hewan.
Sebagaimana halnya minum khamar, Allah juga melarang main judi sebab bahayanya lebih besar daripada manfaatnya. Judi ialah semua permainan yang menggunakan pertaruhan yang kalah harus membayar kepada yang menang. Taruhan itu berupa apa saja: uang, barang-barang, dan lain-lain.
Bahaya main judi tidak kurang dari bahaya minum khamar. Main judi cepat sekali menimbulkan permusuhan dan kemarahan, dan tidak jarang menimbulkan pembunuhan. Bahaya itu sudah terbukti sejak dahulu sampai sekarang. Bilamana di suatu tempat telah berjangkit perjudian, maka di tempat itu selalu terjadi perselisihan, pemusuhan dan pembunuhan. Pekerjaan nekad, kerap kali terjadi pada pemain-pemain judi, seperti bunuh diri, merampok, dan lain-lain, lebih-lebih bila ia mengalami kekalahan.
Judi adalah perbuatan berbahaya, akibat berjudi seseorang yang baik dapat menjadi jahat, malas mengerjakan ibadah, dan jenuh hatinya dari mengingat Allah. Dia jadi pemalas, pemarah, matanya merah, dan badannya lemas. Dengan sendirinya akhlaknya menjadi rusak, tidak mau bekerja untuk mencari rezeki dengan jalan yang baik, dan selalu mengharap kalau-kalau mendapat kemenangan. Dalam sejarah perjudian, tidak ada orang yang kaya karena berjudi. Malahan sebaliknya yang terjadi, banyak orang kaya tiba-tiba jatuh miskin dan melarat karena berjudi. Banyak pula rumah tangga yang bahagia, tiba-tiba hancur berantakan karena judi.
Adapun manfaat minum khamar sedikit sekali, boleh dikatakan tidak ada artinya dibandingkan dengan bahayanya. Misalnya, khamar, mungkin dapat menjadi obat, dapat dijadikan komoditas perdagangan yang mendatangkan keuntungan, dan dapat menimbulkan semangat bagi prajurit-prajurit yang akan pergi berperang, dan lain-lain. Tapi semua itu bukanlah manfaat yang berarti.
Tentang bahaya minum khamar dan main judi, dan apa yang akan diderita oleh peminum khamar dan pemain judi nantinya, selain dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an juga banyak diterangkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ
Sesudah para sahabat menanyakan kedua masalah yang sangat besar bahayanya itu, yaitu minum khamar dan main judi, maka mereka menanyakan masalah apa yang akan dinafkahkan.
Dalam satu riwayat, dari Ibnu Abi hatim dari Ibnu 'Abbas beberapa orang sahabat Rasulullah ﷺ datang bertanya kepada beliau, "Kami belum tahu, apakah itu nafkah fi sabilillah yang diperintahkan kepada kami untuk mengeluarkannya dari harta kami?" Ayat ini adalah jawabannya. Sengaja Allah ﷻ menggabungkan masalah nafkah dengan masalah khamar dan judi dalam satu ayat, untuk menjadi cermin perbandingan bagi manusia, bahwa di samping ada orang yang menghambur-hamburkan hartanya untuk berbuat maksiat seperti minum khamar dan berjudi, ada pula orang yang menggunakan hartanya untuk dinafkahkan di jalan Allah.
Orang-orang yang menghamburkan hartanya di jalan maksiat itu akan mendapat kehancuran dan malapetaka, sebaliknya orang-orang yang mempergunakan hartanya di jalan Allah akan memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan. Yang dimaksud dengan nafkah dalam ayat ini ialah memberi sedekah, amal jariah, derma, sumbangan, dan lain-lain yang hukumnya sunah, sedang zakat hukumnya wajib. Hal ini sudah diterangkan dalam ayat-ayat yang lain. Arti al-'afwa di sini ialah "yang lebih dari keperluan". Jadi yang akan dinafkahkan adalah harta yang sudah berlebih dari keperluan pokok sehari-hari.
Allah menganjurkan agar seseorang berusaha mencari rezeki untuk keperluan anak dan istri serta orang-orang yang di bawah tanggungannya. Tapi kalau rezeki yang diberikan Allah sudah lebih dari kebutuhan tersebut, Allah menganjurkan agar ia berinfak, yaitu memberikan sebagian dari kelebihan harta itu untuk keperluan fi sabilillah. Umpamanya untuk membangun rumah-rumah ibadah, seperti masjid, musala atau surau, atau untuk membangun rumah-rumah yatim atau rumah-rumah pendidikan seperti madrasah, asrama-asrama pelajar, fakir miskin, juga kepada pelajar dan mahasiswa dalam bentuk beasiswa, dan lain-lain.
Amal-amal sosial seperti tersebut di atas, dapat dibiayai dengan nafkah yang diberikan kaum Muslimin. Memberikan nafkah dalam hal ini penting sekali, sebab itu merupakan urat nadi pembangunan dalam Islam dan jadi jembatan yang menghubungkan antara yang kaya dengan yang miskin.
Begitulah cara Allah memberikan petunjuk dengan ayat-ayat-Nya untuk kebahagiaan umat manusia. Ditunjukkan-Nya jalan mana yang dapat mendatangkan manfaat dan kebaikan dan jalan yang akan menjerumuskan ke dalam bahaya dan kerusakan. Dalam hal ini, manusia harus memikirkannya. Berpikir bukan untuk dunia saja tetapi juga memikirkan akhirat dalam setiap usaha dan pekerjaannya.
Kaum Muslimin menjadi jaya dan mulia bila mau mempergunakan akalnya untuk memikirkan keselamatan hidupnya dan masyarakatnya di dunia dan di akhirat. Di dunia, mereka menjadi orang yang terhormat dan disegani, karena mereka adalah orang-orang yang mampu, berwibawa, dan memegang tampuk kekuasaan. Di akhirat, dia menjadi orang yang beruntung karena amal kebajikannya yang banyak.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MINUMAN KERAS DAN PERJUDIAN
Ayat 219
"Mereka bertanya kepada engkau dari hal minuman keras dan perjudian."
Rasulullah telah disuruh memberikan jawaban yang mendidik dengan mengajak mereka berpikir.
Ayat 219
“Katakanlah, ‘pada keduanya itu ada dosa besar dan ada (pula) beberapa manfaat bagi manusia. Akan tetapi, dosa keduanya lebih besar dari manfaat keduanya.'"
Adapun dosa besarnya tentu sudah sama dirasakan pada waktu itu. Orang yang minum sampai mabuk tidak akan dapat lagi mengendalikan diri dan akal budinya. Nafsu-nafsu buruk yang selama ini dapat ditekan dengan kesopanan, apabila telah mabuk tidak dapat lagi dikendalikan, sehingga jatuhlah kemanusiaan orang itu: bercarut-carut, memaki-maki. Datang panggilan shalat, karena mabuknya itu dia tak peduli lagi. Orang yang mabuk, dengan tidak sadar bisa memukul orang lain ataupun sampai membunuh. Kelak kalau sudah sadar, dia merasa menyesal. Pendeknya, amat besarlah dosa yang timbul dari mabuk itu sebab menjatuhkan martabat sebagai manusia. Malahan merusak pencernaan makanan karena panas bekasnya meskipun manfaatnya ada. Orang yang tadinya kurang berani, kalau sudah minum, menjadi berani dan gagah, tidak takut menghadapi musuh.
Berjudi pun demikian pula. Sepayah-payahnya mengumpul harta benda, dibawa ke tempat judi, timbullah kekalahan. Harta benda yang dikumpul dengan susah payah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, bisa licin tandas di meja judi sehingga keperluan-keperluan hidup, belanja anak istri, menjadi telantar. Seorang kaya raya dalam beberapa jam bisa menjadi seorang yang sangat melarat. Karena keadaan yang demikian kacaulah hidup lantaran judi. Merusakkan rumah tangga, mengacaukan pikiran. Dan, kalau menang, menyakiti kepada yang kalah. Kadang-kadang timbul sakit hati, dendam, bahkan permusuhan lantaran si kalah sakit hati kepada si pemenang. Sebab itu, berjudi pun besar dosanya. Meskipun diakui ada juga orang menang itu mendapat manfaat. Misalnya kalau dapat kemenangan, dapatlah memberi derma kepada orang yang tengah susah.
Setelah diterangkan terlebih dahulu bahwa dosanya besar, tetapi manfaatnya pun tidak dimungkiri, wahyu meneruskan, “Namun, dosa keduanya lebih besar daripada manfaat keduanya"
Di sini, Rasulullah telah diperintahkan Tuhan untuk menyampaikan ajaran berpikir kepada umat dengan dua jalan. Pertama, pertimbangkanlah terlebih dahulu manakah yang besar dosanya daripada manfaatnya? Dosa lebih besar dan manfaat hanya sedikit. Berkali-kali orang mabuk dan akalnya hilang, diri tidak terkendalikan, agama jadi kacau, shalat berceceran, kadang-kadang membuat malu di hadapan orang banyak. Orang peminum rusak jasmani dan ruhaninya, rusak jantungnya. Hanya sekali dalam ratusan kali ada orang yang dapat manfaat, kuat badannya dan berani berperang. Itu pun berbahaya juga; kalau keberanian perang hanya lantaran minum terlebih dahulu maka bila habis pengaruh minuman itu dalam diri, keberanian hilang kembali.
Berjudi pun demikian, memang ada juga manfaatnya, tetapi sedikit, yaitu kalau-kalau dapat membantu orang melarat dengan kemenangan judi. Akan tetapi, beratus kali terbukti bahwa kekalahan lebih banyak daripada kemenangan. Menang satu kali untuk kalah dua puluh kali. Bukan berderma yang dapat, tetapi melicintandaskan yang ada.
Akan tetapi, tidaklah segala yang tidak disukai itu ada bahayanya bagi kamu. Dan, tidak pula barang yang disukai itu semuanya bermanfaat. Maka, mempertimbangkan suatu hal adalah mengkaji mana yang lebih besar manfaat daripada mudharat. Dengan demikian, orang diajak berpikir jauh dan cerdas dan dapatlah taat mengerjakan perintah agama serta menghentikan yang dilarang sesudah berpikir. Sebab, segala yang dilarang pastilah karena lebih besar mudharatnya dan segala yang diperintahkan pastilah lebih besar manfaatnya.
Dengan penjawaban pertanyaan itu, meratalah dalam kalangan orang-orang yang berpikiran bahwasanya Allah dan Rasul-Nya tidaklah menyukai orang-orang yang beriman atau sekalian umat-Nya meminum minuman keras dan berjudi. Akan tetapi, belum berhenti sama sekali sebab kecerdasan pikiran manusia tidak sama. Masih ada yang minum, tetapi memang telah banyak yang berhenti. Tiba-tiba pada suatu hari ada seorang Muhajirin disuruh kawan-kawannya menjadi imam pada shalat jamaah Maghrib di satu tempat karena tidak terburu ke masjid. Sedang shalat, ber-kacau balaulah bacaannya, tidak tentu ujung pangkalnya lagi, sehingga marahlah kawan-kawannya. Ternyata dia shalat sedang mabuk, sehabis minum. Maka, datanglah ayat yang kedua, yang lebih keras lagi dari yang pertama, yaitu yang tersebut di dalam surah an-Nisaa': 43 yang melarang mendekati shalat kalau sedang mabuk.
Kalau tuah mereka telah dipanggil, yaitu “orang-orang yang beriman", itu namanya sudah keras, sedangkan shalat adalah puncak ibadah orang yang beriman. Shalat tiang dari agama, sedangkan mereka mengaku beriman. Datang waktu shalat, mereka segera ber-wudhu, segera ke masjid, segera berjamaah. Akan tetapi, lantaran mabuk, mereka dilarang shalat. Jangankan shalat, mendekati saja tidak boleh. Maka, dengan larangan keras ini, bertambah besar jumlah yang tidak mabuk lagi.
Dan, beberapa waktu kemudian terjadilah suatu ribut-ribut, bertengkar, dan nyaris berkelahi. Apa sebabnya? Sebab masih ada yang mabuk. Sedang pendapat umum sejak ayat pertama dan ayat kedua boleh dikatakan sudah terbentuk. Orang sudah mulai benci kepada minuman keras dan judi.
Maka, tibalah ayat terakhir, lebih keras dari ayat pertama dan kedua, yang isinya menutup mati dan mengancam keras minum-minuman keras dan judi selamanya (surah al-Maa'idah: 90).
Mendengar ayatyang keras itu, terlepaslah segala cangkir yang ada dalam tangan, di-ruahkanlah ke tanah minuman yang masih disimpan, dan sejak waktu itu menjadilah minuman keras dan judi dua hal yang amat pantang, jijik, dibenci oleh Islam, sama dengan bila menyebut daging babi.
Cara menurunkan hukum secara berangsur ini, yang kedua lebih keras dari yang pertama dan yang ketiga lebih keras dan tutup mati dari yang kedua, di dalam penurunan hukum dalam Islam dinamai,
“Menurunkan syari'at dengan berangsur “
Secara orang sekarang dengan sistematis!
Orang-orang yang insaf di negara-negara Barat mengakui, bahkan ahli sejarah yang besar bangsa Inggris, Arnold Toynbee, bahwasanya larangan minuman dan berjudi dari Nabi Muhammad ﷺ itu berhasil dengan sangat baik dan berbekas sampai sekarang telah empat belas abad dalam kalangan Islam.
Seorang pengarang Belandayangbeberapa lama berdiam di Indonesia, Jef Last namanya, mengakui juga terus terang rasa kagumnya, betapa pun meriah kaum Muslimin Indonesia di waktu Lebaran, tetapi yang mabuk karena minum tidak ada, padahal katanya minuman keras itulah yang menjadi cacat besar bangsa Barat ketika terjadi perayaan Christmas.
Akan tetapi, kita pun insaf bagaimana pula pemerintah penjajah berusaha merusak jiwa kaum Muslimin dalam jajahan mereka, agar mereka mabuk dengan minuman dan sengsara karena berjudi. Sehingga menjadi rahasia umumlah di beberapa negeri di Indonesia di zaman jajahan bahwa pegawai-pegawai yang dinamai B.B. Amtenar, sebagaimana demang-demang di Sumatra Barat, sultan-sultan di Sumatra Timur, bupati-bupati di Jawa banyak yang melarat karena mabuk, terutama karena judi. Bahkan beberapa raja diajar mengonsumsi candu, yang dibawakan oleh kontelir ke istana sebagai hadiah. Dan, pabrik-pabrik bir di Surabaya dan di tempat lain di Indonesia, sesudah zaman merdeka ini lebih repot pekerjaannya karena telah banyak yang suka minum. Namun, demikian, jika penyelidik dari luar negeri datang, belum juga mereka melihat bahwa penyakit ini telah menjadi penyakit umum sebab kekuatan beragama masih ada pada umat yang banyak.
Sambungan ayat, “Dan mereka bertanya kepada engkau dari hal apa yang akan mereka belanjakan" Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim dan Ikrimah atau Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, sahabat-sahabat Rasulullah setelah menerima perintah supaya mengeluarkan belanja atau pengorbanan harta bagi jalan Allah, ada yang bertanya, “Kami tidak tahu harta yang mana yang dimaksudkan wajib dinafkahkan itu." Konon, pertanyaan ini timbul setelah sahabat-sahabat Rasulullah tidak begitu miskin lagi, sebagaimana waktu mula pindah, sebab dari perniagaan ataupun peperangan sudah banyak yang mampu. Maka, disuruhlah Rasulullah menjawab, “Katakanlah, ‘Kelebihan dari yang perlu!" Dengan demikian, dijelaskanlah bahwasanya buat keperluan diri sendiri dalam rumah tangga tidak ada lagi. Maka, kalau persediaan telah banyak, beri kanlah lebih dari yang perlu itu. Misalnya, seorang berbelanja membawa uang kira-kira Rp 1.000,00 belanja untuk sehari itu (menurut pasaran ketika tafsir ini dibuat). Rupanya setelah selesai berbelanja masih ada sisanya. Maka, datang orang minta tolong; berikanlah kelebihan dari yang perlu itu.
“Demikianlah Allah telah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat, supaya kamu berpikir."
Dengan ujung ayat menyuruh berpikir, termasuklah memikirkan mudharat dan manfaat tadi, pertimbangan mudharat dan manfaat minuman keras dan judi atau mudharat dan manfaat dalam mengorbankan harta benda pada jalan Allah, membantu yang patut dibantu. Disuruhlah orang yang beriman memakai pikirannya di dalam menafkahkan hartanya. Misalnya, ada seseorangyang kekayaannya hanya ada Rp1.000,00 lalu dinafkahkannya Rp100,00 pada jalan Allah. Seorang yang lain pula kekayaannya ada Rpl.000.000,00 lalu dia pun mengeluarkan nafkah pada jalan Allah Rp10.000,00. Timbanglah dan pikirkanlah mana yang lebih besar pengorbanan orang ini? Ayat yang berikutnya bersambung terus,
Ayat 220
“Di dunia dan di akhirat,"
Yaitu, berpikir itu jangan hanya memikirkan dunianya saja, berapa keluar berapa tinggal, agak-agak yang akan keluar, agak-agak yang akan tinggal, tetapi pikirkan pula berapa pahala yang akan diterima di akhirat kelak.
“Dan mereka pun bertanya kepada engkau dari hal anak-anak yatim" Menurut riwayat Abu Dawud, an-Nasa'i, dan al-Hakim dari Ibnu Abbas, karena telah banyak datang ayat-ayat peringatan tentang harta anak yatim, sampai dikatakan bahwa siapa yang memakan harta anak yatim dengan aniaya, sama dengan memakan api dalam perutnya, sebagaimana tersebut dalam surah an-Nisaa': 10, dan dalam surah-surah yang lain, sehingga anak yatim tidak boleh dikerasi dan digagahi (surah adh-Dhuha), dan terhitung mendustakan agama siapa yang tidak mempertahankan kepentingan anak yatim (surah al-Ma'un), dan berbagai ayat yang lain. Timbullah cemas beberapa sahabat Rasulullah yang memelihara anak yatim, sampai ada yang memisahkan makan mereka dengan makan anak yatim itu karena takut tercampur. Karena dari sangat hati-hati itu, memelihara anak yatim menjadi tidak menyenangkan, bahkan menakutkan. Maka, ada di antara sahabat yang bertanya kepada Rasulullah, bagaimana sebaiknya memelihara mereka, sebab memelihara itu telah diperintahkan, sedang hartanya jangan sampai termakan dengan jalan aniaya. Maka, pertanyaan ini disuruh jawab oleh Allah, “Katakanlah, ‘Mengatur baik-baik keadaan mereka adalah lebih baik!" Oleh sebab itu, atur sajalah pemeliharaan terhadap mereka dengan sebaik-baiknya sebab dia itu bukan orang lain bagi kamu.
“Dan jika kamu bercampur gaul dengan mereka maka mereka itu adalah saudara-saudara kamu" yaitu saudara dalam iman kepada Tuhan. Bukankah orang yang beriman itu bersaudara? Kalau kamu telah meniatkan dan memandang mereka sebagai saudara sendiri, tentu pun kamu telah tahu bagaimana berlaku terhadap mereka dan harta mereka. Asal perasaan begini telah tertanam dalam hatimu ketika memelihara anak yatim, niscaya penganiayaan tidak akan terjadi. Jangan sampai makan mereka dipisahkan. Itu adalah merendahkan, bukan menggauli. Kalau ada anakmu sendiri dalam rumah, pandanglah mereka sebagai anakmu, jangan ada perbedaan sikap; sebab malang nasibnya, ayah mati menyebabkan dia tinggal bersama kamu. Kalau ajalmu datang tiba-tiba, tentu nasib anakmu sama dengan nasib mereka. Kalau dia miskin dan kamu mampu, peliharalah dia cara kemampuanmu. Kalau mereka miskin, kamu pun miskin, moga-moga adanya dia dalam rumahmu akan membawa rezeki. Kalau kamu miskin dan anak yatim itu membawa kekayaan pusaka ayahnya, asal engkau pelihara dengan iman tidaklah akan ada kecurangan."Dan Allah mengetahui siapa yang merusak dan siapa yang memperbaiki, sekiranya Allah menghendaki niscaya diberati-Nya kamu" sehingga tidak boleh singgung-menyinggung harta. Wajib dia dipelihara di rumah, diberi makan dan minum, tetapi hartanya tidak boleh disinggung. Akan tetapi, Allah tidak menghendaki begitu. Kamu orang beriman, kamu berpikiran, kamu tahu sendiri mana jalan yang curang dan mana jalan yang jujur. Termakan hartanya karena bercampur tiap hari, padahal bukan dengan sengaja curang, apalah salahnya. Asal hati cinta dan iman yang engkau hadapkan kepada-Nya, jika dia telah dewasa kelak dia lepas dari tanggunganmu, dia pun akan tahu ketulusan hatimu dan kebaikan budimu."Sesungguhnya, Allah adalah Mahagagah lagi Mahabijaksana." Artinya, kalau engkau curang, akan dihukum-Nya kamu, akan disengsarakan-Nya kamu, sehingga harta anak yatim itu jadi api yang membakar perutmu, meiicin-tandaskan sampai kepada harta bendamu sendiri. Akan tetapi, kalau hatimu jujur, Allah adalah Bijaksana. Dia tahu akan kesulitanmu.