Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالُواْ
dan mereka berkata
ٱتَّخَذَ
telah mengambil
ٱلرَّحۡمَٰنُ
Yang Maha Pengasih
وَلَدٗا
anak
وَقَالُواْ
dan mereka berkata
ٱتَّخَذَ
telah mengambil
ٱلرَّحۡمَٰنُ
Yang Maha Pengasih
وَلَدٗا
anak
Terjemahan
Mereka berkata, “(Allah) Yang Maha Pengasih telah mengangkat anak.”
Tafsir
(Dan mereka berkata,) orang-orang Yahudi dan Nasrani dan orang-orang yang menyangka bahwa malaikat-malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah ("Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak") maka Allah menyanggah perkataan mereka itu melalui firman-Nya,.
Tafsir Surat Maryam: 88-95
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.
Sesungguhnya Allah Telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. Setelah Allah ﷻ menetapkan dalam surat ini sifat kehambaan Isa a.s. dan menceritakan bahwa Dia menciptakannya dari Maryam tanpa ayah, maka Allah membantah dugaan orang-orang yang mengatakan bahwa Dia mempunyai anak, Mahasuci dan Mahatinggi Allah dari hal tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. (Maryam: 88-89) karena ucapan kalian ini.
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Malik mengatakan bahwa makna iddan ialah 'aziman, yakni sesuatu yang sangat besar (dosanya). Lafaz iddan ini ada tiga bacaan mengenainya, yaitu iddan, addan, dan idda, tetapi yang terkenal adalah bacaan yang pertama. Firman Allah ﷻ: hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91) Yakni hampir-hampir akan terjadi hal tersebut karena ucapan yang dikeluarkan oleh orang-orang durhaka dari kalangan Bani Adam, karena kebesaran dan keagungan Allah ﷻ semuanya adalah makhluk Allah dan diciptakan ntuk mengesakan-Nya.
Tidak ada Tuhan selain Allah, tiada sekutu dan tiada tandingan bagi-Nya, tiada beranak, tiada beristri, dan tiada yang menyamai-Nya; bahkan Dia adalah Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu..... Pada tiap-tiap sesuatu terdapat tanda yang menunjukkan bahwa Dia Yang Maha Esa. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah, dari Ali, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91) Bahwa kemusyrikan itu membuat terkejut langit, bumi, gunung-gunung, serta semua makhluk kecuali jin dan manusia; dan hampir-hampir semuanya lenyap karenanya disebabkan kebesaran Allah ﷻ Untuk itu sebagaimana tidak memberi manfaat amal baik orang musyrik karena kemusyrikannya, kita berharap semoga Allah memberikan ampunan terhadap dosa-dosa ahli tauhid.
Rasulullah ﷺ telah bersabda: Ajarilah orang-orang mati kalian bacaan syahadat, yaitu 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Barang siapa yang membacanya di saat meregang nyawa, wajib baginya masuk surga. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang yang membacanya dalam masa sehatnya?'" Rasulullah ﷺ bersabda, "Itu lebih memastikan lagi." Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaannya, seandainya didatangkan langit dan bumi serta semua yang ada padanya dan semua yang ada di antara keduanya dan semua yang ada di bawahnya, lalu diletakkan di salah satu dari kedua sisi neraca, sedangkan sisi neraca lainnya diletakkan kalimah syahadat, yaitu, "Tidak ada Tuhan selain Allah, tentulah kalimah ini lebih berat timbangannya daripada semuanya itu.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dan diperkuat oleh hadis-hadis lainnya yang menceritakan tentang buku catatan amal perbuatan. Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu. (Maryam: 90) Yaitu terbelah karena kebesaran Allah ﷻ Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bumi belah. (Maryam: 90) Bahwa yang dimaksud adalah bumi hampir-hampir belah karena murka Allah terhadap orang-orang yang mengucapkannya. dan gunung-gunung runtuh. (Maryam: 90) Ibnu Abbas mengatakan bahwa haddan artinya sama dengan hadman, yakni runtuh dan hancur.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa haddan artinya runtuh sebagian demi sebagian secara berurutan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Suwaid Al-Maqbari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Mis'ar, dari Aun ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa sesungguhnya gunung memanggil gunung lainnya dengan menyebut namanya, "Hai Fulan, apakah hari ini ada yang kamu dengar menyebut nama Allah ﷻ?" Gunung yang dipanggil menjawab, "Ya." Maka gunung yang memanggil merasa gembira karenanya.
Kemudian Aun berkata, "Sesungguhnya gunung itu lebih tajam pendengarannya terhadap perkara kebaikan, maka apakah gunung-gunung itu dapat mendengar dosa dan perkataan batil apabila diucapkan, ataukah gunung-gunung itu tidak dapat mendengar selain kebaikan saja?" Kemudian ia membaca firman-Nya: hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91) Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Munzir ibnu Syadan, telah menceritakan kepada kami Haudah, telah menceritakan kepada kami Auf ibnu Galib ibnu Ajrad, telah menceritakan kepadaku seseorang dari penduduk Syam di Masjid Mina; ia mengatakan, telah sampai suatu berita kepadanya bahwa Allah ketika menciptakan bumi dan menciptakan semua pepohonan yang ada padanya, maka tidak ada suatu pohon pun di bumi ini yang didatangi oleh manusia melainkan manusia beroleh manfaat dari pohon itu, atau pohon itu memberikan manfaat kepadanya.
Bumi masih tetap dalam keadaan seperti itu, hingga orang-orang durhaka dari Bani Adam mengucapkan kalimat yang sangat mungkar itu. Yaitu mereka mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Ketika mereka mulai mengatakan kalimat tersebut, bumi bergetar dan semua pohon sakit karenanya. Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa para malaikat murka dan neraka Jahanam bergejolak saat mereka mengucapkan kalimat yang mungkar itu.
". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Abu Musa r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tidak ada seorang pun yang lebih sabar daripada Allah mendengar hal yang menyakitkan, Dia dipersekutukan dan dianggap beranak, padahal Dia menyehatkan mereka dan menolak bahaya dari mereka serta memberi mereka rezeki. Hadis diketengahkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing. Menurut lafaz yang lain disebutkan seperti berikut: Bahwa mereka menganggap Allah beranak, padahal Allah memberi mereka rezeki dan menyehatkan mereka.
Firman Allah ﷻ: Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. (Maryam: 92) Artinya tidaklah pantas dan tidaklah layak bagi keagungan dan kebesaranNya hal tersebut; sebab tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang menyamai-Nya, semua makhluk adalah hamba-Nya. Karena itulah dalam firman selanjufnya disebutkan: Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.
Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. (Maryam: 93-94) Yakni sesungguhnya Allah telah mengetahui bilangan mereka sejak Dia menciptakan mereka sampai hari kiamat, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, dan baik yang masih muda maupun yang sudah tua. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 95) Maksudnya, tidak ada yang menolongnya dan tidak ada yang dapat menyelamatkannya kecuali hanya Allah semata; tiada sekutu bagi-Nya, Dialah yang berhak memutuskan nasib makhluk-Nya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Yang Mahaadil yang tidak akan berbuat aniaya barang sedikit pun dan Dia tidak akan menganiaya seorang pun."
Selain menampik kepercayaan kaum musyrik bahwa berhala dapat memberi syafaat, Allah juga menegasikan keyakinan mereka bahwa Allah memiliki anak. Dan mereka, kaum Yahudi, Nasrani, dan sebagian masyarakat Arab, berkata, 'Tuhan Yang Maha Pengasih mempunyai anak,' yaitu 'Uzair dalam kepercayaan Yahudi, Isa dalam anggapan umat Nasrani, dan malaikat dalam keyakinan sebagian masyarakat Arab. 89. Wahai orang kafir yang berkeyakinan demikian, sadarlah bahwa sesungguhnya kamu telah membawa sesuatu yang sangat mungkar dan bertentangan dengan akal sehat dan hati nurani.
Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa orang-orang yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak baik mereka itu dari kaum musyrik Mekah, orang Yahudi, orang Nasrani maupun penganut agama lain, adalah orang-orang yang sesat karena telah mengucapkan ucapan yang sangat tidak menyenangkan dan telah mengada-adakan kebohongan yang besar terhadap Allah. Perkataan itu sangat mungkar, tidak dapat diterima oleh akal dan sangat bertentangan dengan sifat-sifat Allah Yang Maha Esa, Maha Pencipta, Mahakuasa dan Mahaperkasa. Allah sangat murka terhadap mereka karena kelancangan mulut mereka merendahkan martabat Yang Mahatinggi seakan-akan Allah disamakan dengan manusia dan makhluk-makhluk-Nya yang lain yang membutuhkan keturunan yang akan melanjutkan kelangsungan eksistensinya di kemudian hari dan yang akan menolong membantunya di kala ia telah menjadi lemah tak berdaya. Padahal Dia-lah Yang Hidup Kekal, senantiasa berdiri sendiri tidak memerlukan pertolongan atau bantuan dari selain-Nya, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus-mengurus (makhluk-Nya). (Ali 'Imran/3: 2)
Allah mencela mereka dengan keras dan mengatakan bahwa mereka dengan ucapan seperti itu telah mengatakan sesuatu yang sangat mungkar sekali, ucapan yang tidak sepatutnya keluar dari mulut makhluk-Nya yang diciptakan-Nya sendiri, makhluknya yang telah dianugerahi-Nya akal dan pikiran agar dia dapat membedakan mana yang hak dan mana yang batil.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MENGATAKAN ALLAH BERANAK
Ayat 88
“Dan mereka berkata: “Allah Pengasih itu mengambil anak."
Demikianlah suatu kepercayaan yang dibikin-bikin oleh manusia, yang pada sangka manusia itu adalah memuliakan Allah, padahal mengurangi kekuasaan-Nya. Orang Kristen telah mengatakan bahwa Isa al-Masih anak Allah, segolongan orang Yahudi mengatakan Uzair (Izra)lah yang anak Allah. Orang Quraisy musyrikin sendiri mendakwakan pula bahwa malaikat-malaikat itu adalah anak Allah belaka.
Ayat 89
“Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu yang amat seram"
Dengan mengeluarkan' perkataan demikian, mengatakan Allah Yang Maha Pengasih akan sekalian makhluknya, bahwa Dia beranak sesungguhnya kamu telah mengeluarkan perkataan yang amat hebat, amat besar dan seram. Perkataanmu itu bukanlah perkara kecil. Karena dengan demikian kamu telah mempersekutukan Allah Yang Maha Pengasih dengan yang lain.
Buat apa Dia beranak? Yang ingin beranak ialah manusia yang takut kalau mati tidak meninggalkan keturunan. Bertambah seseorang tua umurnya, bertambah cemaslah dia kalau dia tidak mempunyai keturunan, yang akan mewarisi harta bendanya. Buat apa Allah Maha Pengasih beranak? Padahal Dia adalah hidup dan sumber dari seluruh kehidupan? Awalnya tidak berpermulaan dan akhirnya tidak berkesudahan dan tidak akan mati-mati? Bahkan hidup selama-lamanya?
Buat apa Dia beranak? Apakah anak itu akan turut berkuasa bersama Dia? Lemahkah Allah Maha Pengasih, sehingga Dia perlu dibantu dengan adanya anak? Seperti Presiden sebuah negara memerlukan seorang Wakil Presiden? Melimpahkan wewenangkah Allah Maha Pengasih kepada anaknya itu, sehingga sebagian kekuasaan diturunkan kepada anak itu, dan dalam hal kekuasaan yang telah diserahkan itu Allah Pengasih tidak berkuasa lagi? Atau adakah “anak" itu hanya sebagai simbol yang dibuat di belakang saja, atau pangkat kehormatan yang tidak bersisi kekuasaan?
Sesungguhnya kalau dipikirkan dengan pikiran yang cerdas dan logika yang sehat nyatalah bahwa Allah beranak itu tidaklah masuk di akal. Karena gunanya tidak ada. Apatah lagi jika diingat bahwa seorang anak adalah gabungan kehendak di antara “jantan" dengan “betina". Padahal sebelum “dibikinkan" anak dengan pikiran yang kacau itu sudah nyata bahwa Allah Pengasih itu hanya satu, Esa, Tunggal; tidak berjantan berbetina.
Ayat 90
“Nyarislah langit menjadi pecah darinya dan bumi menjadi belah dan gunung-gunung menjadi runtuh."
Ayat 91
“Karena bahwa mereka dakwakan Tuhan Yang Maha Pengasih itu mempunyai anak"
Demikianlah hebat dahsyatnya dan amat beratnya dosa mengatakan bahwa Allah itu beranak. Langit laksana akan pecah, bumi laksana akan belah dan gunung-gunung laksana akan runtuh cair merata dengan bumi saking hebatnya perkataan itu didengar, keluar dari mulut manusia yang kurang berpikir. Padahal tidaklah akan terjadi makhluk di alam yang raya ini, sejak dari langit yang tujuh tingkat, sampai kepada bumi yang terhampar tempat manusia berdiam, sampai kepada gunung-gunung yang disebut sebagai pasak dari bumi, kalau sekiranya Allah itu berbilang. Semuanya itu terjadi atas dasar satu kekuasaan, dan manusia pun harus berpikir yang cerdas, mengakui tauhid, artinya kesatuan Tuhan itu. Maka tidaklah Allah itu bersekutu dengan yang lain dan tidak pula ada Tuhan tandingan, tidak Dia beranak, tidak Dia diperanakkan dan tidak Dia memerlukan istri;
Dia adalah Esa dan hanya Dia sendiri tempat kita berlindung.
“Tiap-tiap sesuatu ini adalah jadi tanda, menunjukkan bahwa Dia itu adalah satu."
Untuk memahamkan kesan ayat ini lebih dalam bukalah kembali ayat 48 dan 116 dari surah an-Nisaa' Dijelaskan oleh Allah pada kedua ayat itu bahwa Allah tidak akan memberi ampun bagi barangsiapa yang mempersekutukan yang lain dengan Dia, sedang dosa yang lain dapatlah Allah ampuni bagi barangsiapa yang Dia kehendaki. (Lihat Tafsir al-Azhar Juz 5).
Disebutkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya, yang diterimanya dari Ali dan Ali menerima dari Abdullah dan Abdullah menerima dari Mu'awiyah, dan Mu'awiyah menerima pula dari Ali dan lbhu Abbas tentang tafsir ayat tentang langit bisa belah, bumi pecah dan gunung-gunung rasanya maulah runtuh karena mendengar Allah Pengasih dikatakan mempunyai anak, yang berarti bahwa Allah itu bersekutu dengan anaknya dalam kekuasaan-Nya. Artinya ialah bahwasanya mempersekutukan Allah itu membuat langit ketujuh lapisnya, disertai bumi dan gunung-gunung seakan-akan geger, demikian pun sekalian makhluk yang lain, kecuali manusia dan jin jua yang tidak merasakannya, seakan-akan hendak runtuh raraklah semuanya itu demi Kebesaran Allah. Sebagaimana perbuatan yang baik jika dikerjakan oleh orang yang memper-sekutukan Allah tidaklah ada manfaatnya, demikian jugalah diharapkan bahwa orang yang tetap pada pendirian bahwa Allah itu Esa adanya, akan diampuni Allah dosanya. Itulah pula sebabnya maka Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
“Ajarkanlah kepada orang yang akan mati syahadat La tha Kiailah. Maka barangsiapa mng mengucapkannya tatkala akan mati, wajiblah dia masuk surga. Maka mereka pun bertanya: “Bagaimana pula orang yang mengucapkannya di waktu sehatnya? Rasulullah ﷺ menjawab: “Lebih wajib lagi, lebih wajib lagi." (Artinya lebih wajib lagi dia masuk surga). Lalu sabda beliau selanjutnya: “Demi Allah yang diriku sendiri adalah dalam tangan-hlya, sekiranya dibawalah semua langit itu dan semua burnt dan apa Yang ada di dalamnya dan apa yang ada di antara keduanya dan apa yang di bawahnya, lalu diletakkan di satu daun timbangan, dan diletakkan pula syahadat La llaha Riallah" di daun timbangan yang lain, akan tetap kalimat itu juga yang lebih berat." (HR Ibnu Jarir)
Demikianlah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Ayat 92
"Padahal tidaklah layak bagi Allah Pengasih itu mempunyai anak."
Artinya menurut keterangan Ibnu Katsir tidaklah pantas dibangsakan kepada Allah bahwa Dia beranak, tidak layak dan tidak sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya yang mutlak itu. Karena semuanya ini adalah Dia sendiri saja yang menjadikan dan men-ciptakan. Maka tidaklah ada di antara makhluk-Nya itu yang setaraf sekedudukan dengan Dia.
Ayat 93
“Tidak ada tiap-tiap seorang pun di sekalian langit dan bumi, melainkan akan datang kepada Allah Pengasih itu untuk memperhambakan diri."
Dengan ayat ini nampak dengan jelas bahwa seluruh makhluk itu sama di sisi Allah,tidak ada yang berlebih dan tidak ada yang berkurang. Semuanya hamba-Nya, semuanya budak-Nya. Terjadi atas kehendak-Nya, sejak dari yang paling kecil sampai kepada yang paling besar. Sejak dari zarrah (atom) sampai kepada matahari.
Apabila Allah menyebutkan seseorang sebagai hamba-Nya, bukanlah berarti bahwa hamba itu menjadi rendah di hadapan sesamanya hamba Allah. Dan Mukmin sejati tidaklah merasa keberatan jika dirinya itu dianggap hamba oleh Allah. Sebagaimana dahulu telah pernah kita katakan, nabi-nabi yang mulia disebut Allah sebagai hamba-Nya yang utama. Sebagai gelar kehormatan dan kemuliaan Abdihi yang diberikan kepada Nabi Muhammad ketika dia diberi peluang isra' dan Mi'raj (al-lsraa' ayat 1), atau kemuliaan panggilan Abduhu yang diberikan kepada Zakariya (Maryam ayat 2). Dan itu pulalah pengakuan yang mula keluar dari mulut Isa al-Masih ketika beliau bercakap-cakap sedang dalam buaian ibunya, “Inni Abdullahi" (Maryam ayat 30).
Semua makhluk Allah itu kelak akan datang menghadap Allah Yang Pengasih sebagai hamba belaka.
Benarlah apa yang pernah diucapkan oleh penyair,
“Dan suatu hal yang sangat menambah kemuliaan dan kebanggaanku,
Hingga nyaris rasanya dengan tumitku aku injak bintang seroja;
Masuknya aku dalam kata Engkau: “Hai Hamba-Ku!"
Dan Engkau jadikan Ahmad menjadi Nabi untukku."
Ayat 94
“Sesungguhnya Dia (Tuhan) telah mengetahui bilangan mereka itu dan telah menghitungnya sebenar-benar perhitungan."
Artinya berapa banyaknya bilangan hamba-Nya itu, baik di ketujuh tingkat langit ataupun di permukaan bumi ini, sudah diketahui semua oleh Allah berapa bilangan mereka, sejak manusia mulai mendiami dunia ini sampai pun hari Kiamat nanti. Diketahui berapa laki-Iakinya, berapa perempuannya, berapa yang kecil dan berapa yang besar. Semuanya dihitung sebenar-benar perhitungan. Tidak ada yang luput daripada perhitungan Allah, karena kekuasaan Allah atas alam ini adalah meliputi. Dengan pengetahuan Aliah yang begitu mendalam dan meluas, setiap orang pun sudah tertentu pembagian rezekinya, walaupun sebelum dia dilahirkan ke muka bumi ini.
Ayat 95
“Dan tiap-tiap mereka itu akan datang kepada-Nya di hari Kiamat sendiri-sendiri."
Pertama sekali, setelah kita ketahui bahwa semuanya tidak ada yang luput dari perhitungan Allah, mengertilah kita bahwa tidak ada orang yang akan hilang! Kesan kedua, dari karena sangat telitinya perhitungan itu, sehingga tidak ada yang hilang, dapatlah kita pikirkan bahwa masing-masing akan datang sendiri menghadap Allah. Panggilan menghadap akan sampai kepada tiap-tiap orang! Betapa tidak, bukankah nama-nama sudah tercatat di sisi Allah? Bukankah Rasulullah ﷺ sendiri memberi ingat agar seorang ayah yang beroleh putra, memberi nama yang bagus bagi putranya itu, sehingga tidak janggal didengar seketika panggilan datang kelak?
Datang sendiri-sendiri. Tidak ada yang akan dapat mengawani, menemani atau menolong. Sendiri-sendiri kita akan datang menghadap Allah ketika perkara akan ditimbang. Malahan tersebut lagi bahwa jika pun orang bertemu dengan keluarga pada waktu itu, orang akan lari dari keluarganya. Dari saudaranya dari ibunya dan ayahnya, dari teman hidupnya dan anak-anaknya, “Karena tiap-tiap seorang dari mereka ada satu urusan yang dihadapinya sendiri." (surah ‘Abasa ayat 34 sampai 37),
Sesudah selesai perhitunganlah baru akan dapat bertemu kalau kebetulan sama-sama ada beramal yang saleh, sehingga berkumpul kembali di dalam surga, (surah ar-Ra'd ayat 23).