Ayat
Terjemahan Per Kata
سَيَقُولُونَ
mereka akan mengatakan
ثَلَٰثَةٞ
bertiga/tiga orang
رَّابِعُهُمۡ
keempat mereka
كَلۡبُهُمۡ
anjing mereka
وَيَقُولُونَ
dan mereka mengatakan
خَمۡسَةٞ
berlima/lima orang
سَادِسُهُمۡ
keenam mereka
كَلۡبُهُمۡ
anjing mereka
رَجۡمَۢا
terkaan
بِٱلۡغَيۡبِۖ
dengan/terhadap yang gaib
وَيَقُولُونَ
dan mereka mengatakan
سَبۡعَةٞ
bertujuh/tujuh orang
وَثَامِنُهُمۡ
dan kedelapan mereka
كَلۡبُهُمۡۚ
anjing mereka
قُل
katakanlah
رَّبِّيٓ
Tuhanku
أَعۡلَمُ
lebih mengetahui
بِعِدَّتِهِم
dengan/tentang bilangan/jumlah mereka
مَّا
tidak ada
يَعۡلَمُهُمۡ
mengetahui mereka
إِلَّا
kecuali
قَلِيلٞۗ
sedikit
فَلَا
maka janganlah
تُمَارِ
kamu bertengkar
فِيهِمۡ
tentang mereka
إِلَّا
kecuali
مِرَآءٗ
pertengkaran
ظَٰهِرٗا
lahir
وَلَا
dan jangan
تَسۡتَفۡتِ
kamu menanyakan
فِيهِم
tentang mereka
مِّنۡهُمۡ
diantara mereka
أَحَدٗا
satu/seorang
سَيَقُولُونَ
mereka akan mengatakan
ثَلَٰثَةٞ
bertiga/tiga orang
رَّابِعُهُمۡ
keempat mereka
كَلۡبُهُمۡ
anjing mereka
وَيَقُولُونَ
dan mereka mengatakan
خَمۡسَةٞ
berlima/lima orang
سَادِسُهُمۡ
keenam mereka
كَلۡبُهُمۡ
anjing mereka
رَجۡمَۢا
terkaan
بِٱلۡغَيۡبِۖ
dengan/terhadap yang gaib
وَيَقُولُونَ
dan mereka mengatakan
سَبۡعَةٞ
bertujuh/tujuh orang
وَثَامِنُهُمۡ
dan kedelapan mereka
كَلۡبُهُمۡۚ
anjing mereka
قُل
katakanlah
رَّبِّيٓ
Tuhanku
أَعۡلَمُ
lebih mengetahui
بِعِدَّتِهِم
dengan/tentang bilangan/jumlah mereka
مَّا
tidak ada
يَعۡلَمُهُمۡ
mengetahui mereka
إِلَّا
kecuali
قَلِيلٞۗ
sedikit
فَلَا
maka janganlah
تُمَارِ
kamu bertengkar
فِيهِمۡ
tentang mereka
إِلَّا
kecuali
مِرَآءٗ
pertengkaran
ظَٰهِرٗا
lahir
وَلَا
dan jangan
تَسۡتَفۡتِ
kamu menanyakan
فِيهِم
tentang mereka
مِّنۡهُمۡ
diantara mereka
أَحَدٗا
satu/seorang
Terjemahan
Kelak (sebagian orang) mengatakan, “(Jumlah mereka) tiga (orang). Yang keempat adalah anjingnya.” (Sebagian lain) mengatakan, “(Jumlah mereka) lima (orang). Yang keenam adalah anjingnya,” sebagai terkaan terhadap yang gaib. (Sebagian lain lagi) mengatakan, “(Jumlah mereka) tujuh (orang). Yang kedelapan adalah anjingnya.” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka. Tidak ada yang mengetahui (jumlah) mereka kecuali sedikit.” Oleh karena itu, janganlah engkau (Nabi Muhammad) berbantah tentang hal mereka, kecuali perbantahan yang jelas-jelas saja (ringan). Janganlah engkau minta penjelasan tentang mereka (penghuni gua itu) kepada siapa pun dari mereka (Ahlulkitab).
Tafsir
(Nanti mereka akan mengatakan) yaitu orang-orang yang berselisih pendapat di zaman Nabi ﷺ tentang bilangan para pemuda itu. Atau dengan kata lain sebagian di antara mereka mengatakan bahwa jumlah mereka ada (tiga orang yang keempat adalah anjingnya dan yang lain mengatakan) sebagian yang lain daripada mereka (lima orang dan yang keenam adalah anjingnya) kedua pendapat tersebut dikatakan oleh orang-orang Nasrani dari Najran (sebagai terkaan terhadap barang yang gaib) hanya berlandaskan kepada dugaan belaka tanpa bukti yang nyata; kedua pendapat tersebut hanyalah main terka saja. Lafal Rajman dinashabkan karena menjadi Maf'ul Lah, artinya: sebagai terkaan mereka terhadap barang yang gaib (dan yang lain lagi mengatakan) yakni orang-orang Mukmin (Jumlah mereka, tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya) Jumlah ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya adalah Sifat daripada lafal Sab'atun, dengan ditambahi huruf Wawu sesudahnya. Menurut pendapat yang lain, berkedudukan menjadi Taukid, atau menunjukkan tentang menempelnya sifat kepada Maushufnya. Dan disifatinya kedua pendapat yang tadi dengan istilah Ar-Rajmi yakni terkaan, berbeda dengan pendapat yang ketiga sekarang ini, hal ini menunjukkan bahwa pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang sahih dan dibenarkan (Katakanlah, "Rabbku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui bilangan mereka kecuali sedikit") Sahabat Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Saya adalah salah seorang daripada orang-orang yang sedikit itu." Selanjutnya ia menuturkan bahwa jumlah mereka ada tujuh orang. (Karena itu janganlah kamu bertengkar) yakni memperdebatkan (tentang hal mereka, kecuali pertengkaran yang lahir saja) daripada sebagian apa yang diturunkan kepadamu (dan jangan kamu menanyakan tentangnya) maksudnya kamu meminta penjelasan tentang Ashkabul Kahfi itu (dari mereka) mempertanyakan kepada sebagian daripada orang-orang ahli kitab, yaitu orang-orang Yahudi (seseorang pun) pada suatu ketika penduduk Mekah menanyakan tentang kisah Ashhabul Kahfi itu. Lalu Nabi ﷺ menjawab, "Saya akan menceritakannya kepada kalian besok", tanpa memakai kata Insya Allah, maka turunlah firman-Nya:.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 22
Nanti ada orang (yang akan) mengatakan (jumlah mereka) tiga orang, yang keempatnya adalah anjingnya; dan (yang lain) mengatakan, "(Jumlah mereka) lima orang, yang keenam adalah anjingnya," sebagai terkaan terhadap hal yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan, "(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya." Katakanlah, "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (jumlah) mereka kecuali sedikit. Karena itu, janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja; dan janganlah kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka."
Allah ﷻ berfirman menceritakan tentang perselisihan pendapat di kalangan orang-orang sehubungan dengan kisah para pemuda penghuni gua itu.
Pendapat mereka ada tiga, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pendapat keempat; dan bahwa pendapat pertama dan kedua adalah lemah karena disebutkan dalam firman-Nya: “Sebagai terkaan terhadap hal yang gaib”. (Al-Kahfi: 22) Yakni pendapat yang tidak berdasarkan kepada pengetahuan. Keadaannya sama dengan seseorang yang membidikkan anak panahnya ke arah yang tidak diketahuinya, maka sesungguhnya lemparan panahnya itu tidak akan mengenai sasaran; dan jika mengenai sasaran maka itu hanya karena kebetulan.
Kemudian Allah ﷻ menyebutkan pendapat ketiga tapi tidak memberi komentar terhadapnya atau secara tidak langsung sebagai pengakuan akan kebenarannya. Untuk ini Allah ﷻ berfirman: “Yang kedelapan adalah anjingnya.” (Al-Kahfi: 22) Hal ini menunjukkan kebenaran pendapat ketiga, dan bahwa memang itulah kenyataannya. Firman Allah ﷻ: "Katakanlah, ‘Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka’." (Al-Kahfi: 22) Suatu petunjuk yang menyatakan bahwa hal yang terbaik dalam menghadapi masalah seperti ini adalah mengembalikan pengetahuan tentangnya kepada Allah ﷻ, karena tidak perlu kita mendalami hal seperti ini tanpa pengetahuan. Tetapi jika Allah memberitahu kita suatu pengetahuan mengenainya, maka kita mengatakannya; jika tidak, kita hentikan langkah sampai di situ.
Firman Allah ﷻ: "Tidak ada yang mengetahui jumlah (bilangan) mereka kecuali sedikit." (Al-Kahfi: 22) Maksudnya, hanya sedikit orang yang tahu bilangan mereka sebenarnya. Qatadah mengatakan, Ibnu Abbas pernah berkata bahwa dirinya termasuk golongan orang yang sedikit itu yang dikecualikan oleh Allah dalam ayat ini; jumlah mereka adalah tujuh orang. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ata Al-Khurrasani, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas pernah berkata, "Saya termasuk orang yang dikecualikan oleh Allah ﷻ." Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa jumlah mereka ada tujuh orang.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: "Tidak ada yang mengetahui jumlah (bilangan) mereka kecuali sedikit." (Al-Kahfi: 22) Ibnu Abbas mengatakan, "Saya termasuk sedikit orang itu, jumlah mereka ada tujuh orang." Semua riwayat ini disandarkan kepada Ibnu Abbas secara shahih, bahwa jumlah mereka ada tujuh orang (yakni para pemuda penghuni gua itu).
Pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas ini sesuai dengan apa yang telah kita sebutkan di atas. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang mengatakan, "Sesungguhnya saya mendapat kisah bahwa di antara para pemuda penghuni gua itu terdapat orang yang masih muda sekali usianya." Ibnu Abbas mengatakan bahwa sepanjang siang dan malam mereka selalu menyembah Allah seraya menangis dan memohon pertolongan kepada Allah.
Jumlah mereka ada delapan orang. Orang yang tertua di antara mereka bernama Makslimina, dialah yang diajak bicara oleh raja. Lalu Yamlikha, Martunus, Kastunus, Bairunus, Danimus, Yatbunus, dan Qalusy. Demikianlah yang terdapat di dalam riwayat Ibnu Ishaq, dan pendapat ini mempunyai takwil bahwa ini adalah perkataan Ibnu Ishaq dan orang-orang yang ada antara dia dan Ibnu Abbas.
Karena sesungguhnya pendapat yang benar dari Ibnu Abbas adalah yang mengatakan bahwa jumlah mereka ada tujuh orang. Hal inilah yang sesuai dengan makna lahiriah ayat. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan dari Sya'b Al-Juba-i bahwa nama anjing mereka adalah Hamran. Sehubungan dengan penyebutan nama mereka dengan nama-nama tersebut, juga nama anjing mereka, kebenarannya masih perlu dipertanyakan.
Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Karena sesungguhnya sumber berita mengenai hal ini kebanyakan berasal dari kaum Ahli Kitab. Sedangkan Allah ﷻ telah berfirman: "Karena itu, janganlah kamu (Muhammad) berdebat tentang keadaan mereka, kecuali perdebatan lahir saja." (Al-Kahfi: 22) Maksudnya, debatlah mereka dengan debat yang ringan dan mudah, karena sesungguhnya mengetahui hal tersebut dengan pengetahuan yang sebenarnya tidak banyak mengandung manfaat. “Dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22) Karena sesungguhnya pada hakikatnya mereka tidak punya pengetahuan tentang hal tersebut kecuali karangan mereka sendiri, sebagai terkaan terhadap hal yang gaib; yakni tanpa berdasarkan kepada pendapat orang yang dipelihara dari kesalahan. Dan sungguh telah datang kepadamu Muhammad, berita yang hak yang tiada keraguan dan kebimbangan padanya. Maka itulah yang harus kamu pegang dan prioritaskan daripada pendapat yang dikatakan oleh kitab-kitab terdahulu dan pendapat orang-orangnya.
Setelah menjelaskan perbedaan pendapat penduduk negeri tentang
penghuni gua itu, ayat selanjutnya menguraikan perbedaan pendapat
orang-orang yang datang kemudian, termasuk kaum musyrik Mekah,
kaum Yahudi dan Nasrani pada masa Nabi Muhammad. Nanti ada
orang yang memperbincangkan berapa jumlah penghuni gua itu. Mereka mengatakan, Jumlah mereka itu tiga orang, yang keempat adalah
anjingnya, dan yang lain mengatakan, Jumlah mereka lima orang, yang ke
enam adalah anjingnya, Perkataan itu mereka ucapkan sebagai terkaan
terhadap sesuatu yang gaib tanpa dasar atau alasan apa pun; dan yang
lain lagi mengatakan, Jumlah mereka tujuh orang, yang ke delapan adalah
anjingnya. Katakanlah wahai Nabi Muhammad, terhadap mereka yang
mengatakan itu, Tuhanku yang memelihara dan membimbingku lebih
mengetahui dari siapa pun jumlah mereka secara pasti; tidak ada yang
mengetahui bilangan mereka kecuali yang diberitahu oleh Allah, dan mereka yang diberi tahu oleh Allah itu sedikit. Karena itu janganlah engkau wahai Nabi Muhammad dan wahai kaum muslim berbantah tentang hal
mereka, yakni Ashhabul-Kahf kecuali perbantahan lahir saja yang disertai bukti-bukti yang jelas dan jangan engkau menanyakan tentang mereka
pemuda-pemuda Ashhabul-Kahf itu kepada siapa pun, setelah datang berita yang pasti dari Tuhanmu. Beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi tentang roh, kisah
penghuni gua dan kisah Zulkarnain. Nabi Muhammad menyuruh mereka datang besok pagi dan beliau menjanjikan akan menceritakan
kepada meraka peristiwa ini. Allah memberi pelajaran dalam ayat ini,
dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, yakni menjanjikan akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan atau melakukan
sesuatu dengan berkata Aku pasti melakukan itu besok pagi,.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ menjelaskan perselisihan pendapat yang terjadi pada masa Rasulullah ﷺ mengenai kisah ini. Orang Nasrani dari aliran Malkaniyah berkata, "Mereka itu berjumlah tiga orang, yang keempat adalah anjingnya." Orang Nasrani dari aliran Ya'qubiyah berpendapat, "Mereka itu berjumlah lima orang dan yang keenam adalah anjingnya." Sedangkan golongan Nasthuriyah mengatakan, "Mereka itu tujuh orang dan yang kedelapan adalah anjingnya." Dalam hal ini Allah berfirman bahwa mereka mengatakan tiga atau lima orang itu hanyalah perkiraan semata, dan tidak disertai dengan pengetahuan, seperti melemparkan batu di malam hari ke suatu sasaran yang tidak tampak oleh mata. Tetapi Allah tidak menyatakan terhadap orang yang mengatakan tujuh orang sebagai perkiraan yang tidak menentu. Oleh karena itu, menurut Ibnu 'Abbas, pendapat yang mengatakan bahwa jumlah mereka itu tujuh orang dan yang kedelapan adalah anjingnya inilah yang benar. Sebab Allah ﷻ menyatakan kedua pendapat sebelumnya sebagai perkiraan yang tidak menentu, namun tidak mengatakan hal yang sama untuk pendapat yang ketiga. Hal ini menunjuk-kan bahwa perkataan yang ketiga itulah yang benar dan menunjukkan pula bahwa ucapan itu berdasarkan pengetahuan, keyakinan, dan kemantapan batin.
Mengenai nama-nama mereka yang tujuh itu, yang bermacam-macam pengucapannya, menurut al-hafidh Ibnu hajar dalam Kitab Tarikh karya Bukhari, tidak ada yang dapat dijadikan rujukan, karena bukan nama Arab. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan nama-nama mereka sebagai berikut: Maksalmina (yang tertua), Tamlikha (yang kedua), Marthunus, Birunus, Dominus, Yathbunus, Falyastathyunus, dan nama anjingnya Hamran atau Qitmir. Nama-nama ini diambil dari Ahli Kitab, sehingga kebenarannya masih diragukan. Hanya Allah yang lebih mengetahui.
Kemudian Allah ﷻ memerintahkan Rasul-Nya untuk mengemukakan kepada mereka yang berselisih tentang berapa jumlah pemuda penghuni gua itu bahwa Allah ﷻ lebih mengetahui jumlah mereka. Tidak perlu mem-bicarakan hal seperti itu tanpa pengetahuan, lebih baik menyerahkannya kepada Allah. Seandainya Allah memberitahu Rasul-Nya tentang hal itu, tentu beliau akan menyampaikannya kepada umatnya jika bermanfaat untuk kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Jika hal itu tidak disebutkan, seharusnya tidak perlu membuang-buang tenaga untuk memikirkannya.
Tetapi kemudian, Allah menegaskan "tidak ada orang yang mengetahui jumlah mereka kecuali sedikit". Di sini Allah mengisyaratkan adanya segelintir manusia yang diberi Allah ilmu untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang penghuni-penghuni gua itu. Siapakah yang sedikit itu? Ibnu 'Abbas, seorang sahabat yang masih muda pada zamannya dan dipandang sebagai tokoh ilmiah di segala bidang, mengatakan bahwa dia termasuk di antara yang sedikit itu. Ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu purbakala, mungkin dimasukkan ke dalam golongan yang kecil itu bilamana mereka dengan kegiatan penelitiannya memperoleh fakta-fakta sejarah tentang umat masa lampau. Akan tetapi, yang terpenting untuk umat Islam dari ayat ini bukanlah mencari keterangan tentang jumlah pemuda-pemuda itu, melainkan bagaimana mengambil iktibar dan pelajaran dari peristiwa ini, yang bermanfaat untuk membina iman dan takwa kepada Allah ﷻ
Setelah Allah menyebutkan kisah ini, Allah melarang Nabi dua hal: Pertama tidak boleh memperdebatkan tentang Ashhabul Kahf kepada Ahli Kitab. Nabi dilarang berdebat tentang hal itu kecuali dengan cara yang lembut, tanpa menentukan bilangan jumlah Ashhabul Kahf, dan tidak membodoh-bodohkan mereka karena hal itu tidak bermanfaat. Tujuan utama kisah ini adalah mengimani bahwa hari kebangkitan pasti terjadi.
Di lain surah dengan maksud yang sama Allah berfirman:
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka. (al-'Ankabut/29: 46)
Larangan kedua, Allah ﷻ memerintahkan kepada Nabi ﷺ agar tidak meminta keterangan tentang pemuda-pemuda itu kepada orang-orang Nasrani karena mereka juga tidak punya dasar pengetahuan tentang itu. Mereka hanya memperkirakan saja dan tanpa dalil yang kuat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 22
“Mereka akan berkata, “Mereka itu tiga orang, yang keempat ialah anjing mereka."
Artinya ada satu golongan yang akan mengemukakan taksiran mereka, atau kabarnya konon yang mereka terima bahwa penduduk gua itu tiga orang, berempat dengan anjingnya."Dan berkata pula mereka (yang lain); Lima orang, yang keenam anjing mereka." Mereka ini pun mempertahankan bahwa orang itu berlima, berenam dengan anjing. Kedua bilangan yang mereka kemukakan ini adalah rajman bilghaibi saja, artinya menebak-nebak tentang hal yang gaib. Sebab tidak ada di antara mereka yang datang sendiri ke gua itu buat menyelidiki. Mereka hanya menerima kabar dari orang ke orang saja. Apatah lagi waktunya telah lama berlalu, dan letak gua itu pun tidak ada di antara mereka yang mengetahuinya pasti,
“Dan berkata lagi mereka (yang lain); “Bertujuh, dan yang kedelapan ialah anjing mereka." Perkataan yang ketiga ini pun dikeluarkan oleh yang mengata-kannya berdasar kepada pendengaran dari orang ke orang juga. Cuma ahli tafsir, seperti Ibnu Abbas, membesarkan kemungkinan bahwa kata yang ketiga inilah yang lebih dekat kepada kebenaran, yang diterangkan dengan wahyu. Sebab sesudah diuraikan kata pertama (bertiga, berempat dengan anjing) dan kata kedua (berlima, berenam dengan anjing) dikatakan bahwa perkataan itu hanya menebak-nebak hal yang gaib. Sesudah itu baru diberikutkan kata ketiga, “bertujuh, danyang kedelapan ialah anjingnya." Tetapi penaksiran ahli tafsir itu belum jugalah dapat dijadikan kepastian. Sebab lanjutan ayat ialah “Katakanlah (Hai Rasul!) Tuhankulah yang lebih tahu dengan bilangan mereka, tidak ada yang mengetahui berapa mereka kecuali sedikit." Yang sedikit itu tentulah orang yang hidup pada masa itu, yang turut ziarah ke dalam gua itu, termasuk raja negeri itu, dan mereka sekarang sudah tak ada lagi. Atau yang sedikit itu ialah Rasulullah sendiri. Tetapi beliau dilarang Allah turut mempertengkarkan bilangan mereka sebab yang demikian itu hanyalah akan menghabiskan waktu belaka, sebab ilmunya tidak berdasar kepada penyelidikan (riset) yang tertentu. Sehingga kalau dipertengkarkan juga, tidaklah akan ada kesu-dahannya."Oleh karena itu janganlah engkau (turut) bertengkar tentang mereka." Inilah satu tuntunan bagi Rasul dan bagi umat yang beriman, jangan membuang-buang waktu mempertengkarkan hal yang tidak ada alasan dan pertahanan dan bukti-bukti."Melainkan pertengkaran yang jelas." Artinya bertengkar atau bertukar pikirari tidaklah dilarang, asal soalnya dapat diselesaikan dengan baik untuk mendudukkan kebenaran. Yang terang hanyalah memang ada penghuni gua itu. Itu boleh diperkatakan! Adapun berapa bilangan isinya, pertama diperdebatkan.
“Dan tak asahlah engkau beritanya tentang mereka itu, kepada seorang jua pun."
Tegasnya, Nabi ﷺ pun tak perlu bertanya kepada siapa-siapa tentang berapa jumlah orang-orang yang tidur dalam gua itu. Karena tidak akan ada jawaban yang pasti. Kalau mereka jawab juga, hanya akan membuka pintu bagi mereka membuat dongeng dan khayat saja.
Berdasar kepada ayat-ayat ini sendiri maka kalau ada di dalam kitab-kitab pedukunan nama-nama penghuni gua itu, pandang sajalah nama-nama itu sebagai khayat yang tak ada dasarnya. Ada setengah tafsir menuliskan juga nama-nama mereka. Untuk memperlengkap Tafsir al-Azhar kita ini, tetapi tidak untuk memercayainya, kita salinkan nama-nama itu.
1. Yamlikha (yang diutus membeli makanan ke kota).
2. Marthunus.
3. Kastunus.
4. Berirunus.
5. Darimus.
6. Yathubunus.
7. Kalus.
Dan ada pula yang menambahkan satu nama lagi, yaitu Maxalamina. Dan nama anjingnya Hamran. Ibnu Katsir berkata, “Nama-nama ini dan nama anjingnya tidaklah dijamin shahih atau tidak! Sebab semuanya itu diterima dari ahlul-kitab saja." Dari keterangan Rasulullah ﷺ sendiri tak ada.
Biasa dukun-dukun menuliskan nama-nama itu pada kain putih diletakkan di tempat yang tersembunyi untuk menjaga rumah, sehingga maling takut memasuki pekarangan rumah itu. Entah ia, entah tidak!
Teranglah di sini bahwa yang penting kita tilik dari cerita ini bukanlah bilangan orang bertiga, atau berlima, atau bertujuh, diertai anjingnya. Yang penting kita ingati di sini ialah keteguhan iman, persamaan keyakinan, persaudaraan yang padu karena sama pendirian. Kalau benar bahwa mereka itu adalah anak raja-raja, anak orang besar, dapatlah kita mengambil i'tibar bagaimana kukuhnya keyakinan mereka, sehingga mau mereka meninggalkan hidup mewah, karena tempat yang aman memelihara iman yang telah tumbuh dalam jiwa.
Kemudian itu sambil lalu Allah memberi peringatan kepada Rasul-Nya,
Ayat 23
“Dan sekali-kali janganlah engkau berkata tentang sesuatu hal bahwa aku akan berbuat sedemikian besok."
Artinya jika engkau menghadapi suatu urusan atau mengikat suatu janji, janganlah engkau memberikan kata pasti, bahwa urusan atau janji itu akan engkau penuhi beresok. Karena apa yang akan kejadian beresok itu, bukanlah di dalam tanganmu. Di atas sesuatu yang engkau rencanakan ada lagi rencana yang lebih besar dan lebih kuat kuasa, yaitu rencana Allah.
Ayat 24
“Kecuali bahwa dikehendaki oteh Allah."
sebagai sambungan dari ayat 23. Yaitu alaslah segala janjimu itu dengan in syaa Allah, jangan engkau pastikan saja. Karena engkau tidaklah mempunyai daya upaya buat menolak sesuatu yang telah ditentukan Allah terlebih dahulu.
Menurut keterangan dari ahli-ahli tafsir, sebagai yang telah kita uraikan pada permulaan sebab turunnya ayat ini, orang Quraisy atau Yahudi meminta keterangan kepada beliau apakah yang dikatakan ruh itu, dan bagaimana kisahnya penghuni gua dan siapakah yang mengembara ke barat dan ke timur itu. Maka Rasulullah berjanji akan menjawabnya beresok, karena mengharap nanti malam Jibril akan datang membawa wahyu. Rupanya Jibril tidak datang-datang sampai lima belaa hari lamanya. Kekesalan menunggu lima belas hari itu dapatlah dipahami, untuk jadi pengajaran lain kali supaya jangan mengikat janji pasti, tetapi hendaklah beri ikatan dengan kalimat in syaa Allah. Sebab kekuasaan tertinggi adalah di tangan Allah."Dan ingatlah (kembali) Tuhanmu jika engkau lupa."
Dengan peringatan yang sedikit ini, Allah menyuruh Rasul-Nya mengingatnya kembali apabila dia lupa, dapatlah memaklumi kelemahan kita sebagai manusia. Seumpama kita dalam shalat diwajibkan khusyu. Namun kadang-kadang kita dalam shalat itu lupa juga kepada Allah dan teringat juga kepada yang lain. Lalu kita disuruh kembali kepada haluan yang kita tuju."Dan katakanlah,
“Mudah-mudahan kiranya memberi petunjuk Tuhanku kepadaku, kepada sesuatu yang lebih dekat dari ini kebenarannya."
Kerapkali memang kita terlupa dan ter-lalai. Lupa bukanlah hal yang disengaja. Apabila biduk kita berlayar mengarungi danau atau sungai yang luas, kita sudah memastikan tujuan yang kita tempuh. Tetapi di tengah jalan kita akan bertemu dengan halangan yang sudah pasti akan membelokkan haluan biduk kita dari yang dituju; adakalanya karena biduk melawan angin, adakalanya karena arus terlalu deras. Tetapi selalu kita berpirau, selalu kita berusaha memegang kemudi dengan teguh untuk membawa haluan biduk itu kepada yang dituju. Demikianlah misalnya kita menempuh hidup ini menuju tujuan yang ditentukan Allah. Lantaran itulah maka selalu kita hendaknya memohonkan kekuatan yang langsung diberikan oleh Allah sendiri, diberinya kita petunjuk, sehingga kita sampai kepada sesuatu garis yang ditentukan Allah, yang lebih dekat kepada kebenaran.
Dengan ayat ini dan beberapa ayat yang lain kita mendapat pelajaran bahwa kekhilafan atau kealpaan yang tidak disengaja terjadi juga pada diri nabi-nabi dan rasul-rasul. Sebab itu maka ulama-ulama ahli sunnah se-pendapat bahwa kealpaan yang berkecil itu tiada mustahil bagi seorang nabi. Yang mustahil ialah jika seorang nabi atau rasul berbuat dosa besar! Namun demikian kealpaan yang kecil itu pun ditegur dengan halus oleh Allah. Kealpaan mengucapkan Insya Allah saja buat peneguh janji sudah ditegur. Namun, bagi rasul-rasul dan nabi kealpaan kecil itu amat besar artinya.
Demikianlah tersebut dalam sebuah ha-dits yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim yang dirawikan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi kita ﷺ bercerita, “Bahwa pada suatu malam Nabi Sulaiman bin Dawud berazam hendak menyetubuhi istrinya yang 70 (ada riwayat mengatakan 90 dan ada yang mengatakan 100 orang), dengan rencana satu istri melahirkan seorang anak laki laki dan setelah anak itu dewasa kelak dia akan menjadi prajurit yang berjuang pada Sabilillah. Maka lupalah beliau mengucapkan kalimat Insya Allah! Maka disetubuhinyalah istri-istrinya itu bergiliran. Tetapi yang kejadian adalah di luar rencana beliau. Tidak ada istri itu yang bunting di masa itu, kecuali seorang. Dan setelah istri itu melahirkan anak, ternyata anak itu hanya separuh sifatnya sebagai manusia." (Mungkin bodoh atau pandir). Maka bersabdalah Nabi kita ﷺ, “Demi Tuhan yang aku ini adalah di dalam tangan kekuasaan-Nya, sekiranya Sulaiman di waktu merencanakan itu menyebut in syaa Allah, niscaya akan tercapailah apa yang dia cita-citakan."
Ayat 25
“Dan tinggallah mereka itu di dalam gua mereka tiga ratus tahun."
Yaitu menurut perhitungan tahun Syam-siyah, hisab perhitungan edaran matahari yang berjumlah setahun 365 hari.
“Dan mereka tambah sembilan (lagi)."
Artinya 300 tahun menurut hitungan perjalanan matahari yang setahun 365 hari, men-jadilah ditambah sembilan tahun lagi, menjadi 309 tahun bila dihitung dengan hisab perjalanan bulan yang setahun 354 hari.
Disebut dalam ayat ini kedua bilangan ini, Syamsiyah (Matahari) dan Qamariyah (bulan), karena pada masa Nabi ﷺ bilangan hisab itu terpakai di dalam memperkatakan penghuni Kahfi itu. Orang-orang Yahudi dan Nasrani memakai takwim syamsiyah karena pengaruh kekuasaan Romawi Timur yang ada di sebelah utara Tanah Arab, yaitu Tanah Syam, Mosopotami, dan Palestina. Sedang orang Arab sejak dahulu memakai perhitungan hisab qamariyah.
Kemudian datanglah sambungan ayat,
Ayat 26
“Katakanlah, “Allah-lahyang lebih tahu berapa lama mereka tinggal (di sana)"
Pada ayat 25 di atas itu Allah telah memberitahukan berapa lamanya penghuni-penghuni Kahfi itu tidur di sana, yaitu 300 tahun Syamsiyah, tambah 9 tahun kalau dihitung menurut Qamariyah. Itulah hitungan yang betul. Maka jika ada lagi orang yang mengemukakan hitungan yang lain, lebih dari 300 atau 309 tahun, atau kurang dari itu, tidak juga dapat diterima lagi. Sebab mereka tidak dapat mengemukakan bukti-bukti atau data dan fakta yang terperinci. Keterangan dari Allah yang berupa wahyu inilah yang benar."Bagi-Nyalah kegaiban yang di sekalian langit dan bumi." Sedang pengetahuan kita manusia tidaklah dapat menyeruak kepada masa yang telah berlalu dan tidak pula mempunyai upaya mengetahui apa yang akan terjadi beresok. jangankan untuk mengetahui langit yang berlapis-lapis itu, sedangkan bumi yang kita diami ini pun tidaklah sanggup kita mengetahuinya semua, “Alangkah terang Dia Melihat, dan alangkah jelas Dia Mendengar." Bagi-Nya sama yang terdahulu dengan yang terkemu-dian, karena Dia adalah pula bersifat Muhith, artinya meliputi akan segala ruang dan segala waktu."Tidak ada bagi mereka selain Dia, akan Pelindung."
Qatadah mengatakan, “Tidak ada yang lebih melihat dan tidak ada yang lebih men-dengar, melebihi Allah. Oleh sebab itu insaflah hendaknya orang yang mempersekutukan Allah dengan yang lain. Bahwa tidak ada yang lain dari Allah mempunyai penglihatan menembus segala yang gaib, atau pendengaran menyeruak tempat yang jauh. Dia Yang Men-ciptakan, Dia Yang Mengatur, Dia Yang Memerintah. jangan lagi berlindung kepada yang lain. Ambillah perbandingan dengan penghuni gua Kahfi itu. Siapa pelindung mereka, kalau bukan Allah"
“Dan Dia tidak bersekutu di dalam hukum-Nya dengan seorang jua pun."
Dengan ayat 26 inilah dikunci kisah penghuni Kahfi, yang karena keimanan mereka bahwa tidak ada sekutu bagi Allah Yang Maha-tunggal Maha Esa! Itulah pendirian dan Aqidah yang telah mereka pilihi, dan mereka bersedia lebur untuk itu. Dan ini pula kembali yang diperjuangkan oleh Muhammad ﷺ sebagai penutup dari sekalian rasul. Dan menjadi pengajaran pula bagi angkatan muda yang datang di belakang. Bersedia mengurbankan kemewahan dan kepentingan diri sendiri, untuk mempertahankan keyakinan hidup itu.